mendengar nama hutan mangrove di telinga kita, terlebih kita tinggal di Indonesia (baca: letak
astronomis dan geografis Indonesia) . Hutan mangrove ini sama saja dengan jenis hutan yang
lainnya. Alasan mengapa hutan ini dinamakan sebagai hutan mangrove adalah karena pepohonan
yang hidup di hutan ini didominasi atau hampir semuanya adalah pepohonan mangrove atau
pepohonan bakau, sehingga dinamakan sebagai hutan mangrove.
Hutan mangrove atau hutan bakau (baca: ciri-ciri hutan bakau) ini merupakan hutan yang berada di
lingkungan perairan payau. Hutan ini merupakan hutan yang sangat dipengaruhi okeh keberadaan
pasang surut air laut (baca: manfaat pasang surut air laut). Ekosistem hutan ini juga khas. Ke khasan
ekosistem hutan mangrove ini salah satunya karena adanya pelumpuran di wilayah hutan tersebut.
Karena jenis tanah yang dimiliki oleh hutan ini cenderung berlumpur, maka bisa dibayangkan hanya
sedikit jenis tumbuhan yang bisa hidup di daerah ini.
Didominasi oleh tumbuhan mangrove atau tumbuhan bakau, yakni tumbuhan yang mempunyai akar
mencuat ke permukaan
Tumbuh di kawasan perairan payau, yakni perairan yang terdiri atas campuran air tawar dan air asin
Sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut
Keberadaannya terutama di daerah yang mengalami pelumpuran dan juga terjadi akumulasi bahan
organik
Itulah beberapa karakteristik atau ciri- ciri yang dimiliki oleh hutan mangrove ini. Ciri- ciri yang telah
disebutkan di atas merupakan ciri khusus yang hanya dimiliki oleh hutan ini saja, sehingga hanya
disebutkan beberapa saja. Untuk mengetahui lebih lengkap dan jelas mengenai hutan mengrove ini,
baca di ciri- ciri hutan mangrove.
Itulah beberapa ke khasan yang dimiliki oleh ekosistem hutan bakau ini. Ekosistem hutan bakau ini
merupakan ekosistem yang sangat unik. Ekosistem hutan mangrove ini sangat perlu dipelihara dan
dilestarikan, Hal ini karena ekosistem hutan mangrove ini sangat bermanfaat dan mengandung fungsi
yang banyak.
1. Jenis tanah
Faktor lingkungan fisik yang pertama mempengaruhi jenis tanaman yang tumbuh adalah jenis tanah
(baca: lapisan tanah). Sebagai tempat pengendapan, substrat yang ada di wilayah pesisir pantai
(baca: manfaat pantai) bisa sangat berbeda dengan daerah lainnya. Pada umumnya, hutan bakau ini
berada di wilayah yang tanahnya berupa lumpur tanah liat dan bercampur dengan bahan- bahan
organik. Namun ada beberapa wilayah yang memiliki bahan organik dengan porsi yang berlebihan,
bahkan berupa lahan gambut (baca: ciri-ciri hutan rawa gambut). Selain itu juga ada substrat yang
berupa lumpur mengandung pasir yang tinggi, bahkan dominan pecahan- pecahan karang. Hal
seperti ini terjadi di pantai- pantai yang yang dekat dengan kawasan terumbu karang. Dengan kondisi
substrat yang demikian, maka jenis tumbuhan yang dapat tumbuh di hutan mangrove ini harus bisa
beradaptasi dengan keadaan substrat yang demikian.
2. Terpaan ombak
Selain jenis tanah, faktor selanjutnya yang akan mempengaruhi jenis tanaman di hutan mangrove
adalah terpaan ombak. Bagian luar dari hutan mangrove ini berhadapan langsung dengan laut lepas,
hal ini tentu saja akan membuat bagian depan hutan ini selalu diterpa oleh ombak yang keras juga
aliran air yang kuat. Sementara di bagian dalam hutan lebih tenang daripada bagian luarnya.
Hutan mangrove ada kemiripan dengan hutan yang lainnya, yakni di bgaian hutan yang berhadapan
langsung dengan muara sungai. Melihat kenyataan keadaan di hutan mangrove ini, terlebih berkaitan
dengan terpaan ombak, maka sudah bisa dipastikan bahwa tanaman yang berada di luar dan berada
di dalam berbeda. Jenis tanaman yang berada di luar tentunya lebih kuat daripada yang ada di dalam
karena harus berhadapan langsung dengan ombak dan aliran air yang keras. Jenis mangrove yang
tumbuh di bagian luar dan sering digempur ombak adalah mangrove Rhizophora spp. Jenis
mangrove yang ada di bagian dalam dimana air lebih teang adalah adalah jenis api- api hitam atau
Avicennia alba.
Faktor fisik yang ketiga yang mempengaruhi jenis tumbuhan di hutan bakau adalah tentang
genanagn air. Di hutan mangrove yang mana bagian luarnya selalu terkena terpaan ombak, maka
akan mengalami genangan air yakni genangan air ombak maupun air pasang. Terkadang genangan
ini akan merendam dalam waktu yang lama daripada di bagian lainnya. Sehingga dapat dipastikan
bahwa di hutahn mangrove akan terbentuk variasi kondisi lingkungan, dimana bagian luar akan
sangat basah, bagian tengan lembab, dan bagian dalam yang relatif lebih kering.
Dengan adanya perbedaan kondisi yang demikian ini maka akan tercipta zonasi vegetasi mangrove
yang berlapis- lapis secara alami, dan jenis mangrove yang tumbuh pun berbeda- beda di setiap zona
nya. Di bagian yang lebih dalam, dimana banyak terdapat air yang tergenang ditmbuhi R. mucronata
dengan jenis kendeka atau Bruguiera spp, kaboa atau Aegiceras corniculata, dan lain sebagainya.
Di dekat sungai (baca: manfaat sungai), dimana terdapat air tawar, hidup nipah atau Nypa fruticans,
pipada atau Sonneratiacaseolaris, dan bintaro atau Cerbera spp. Sementara di bagian yang paling
dalam, dimana keadaannya kering, tumbuh nirih atau Xylocarpus spp, teruntum atau Lumnitzera
racemosa, dungun kecil atau Heritiera littoralis, dan kayu buta- buta atau Exoceria agallocha.
Itulah beberapa faktor yang mempengaruhi jenis flora yang tumbuh di hutan mangrove berdasarkan
karakteristik wilayah atau zona nya masing- masing. Selanjutnya, flora yang ada di hutan mangrove
ini mengalami bentuk adaptasinya sendiri- sendiri. Bagaimanakah bentuk adaptasi dari tanaman di
hutan mangrove ini?
Mengembangkan akar tunjang – Pengembangan akar tunjang ini dilakukan oleh mangrove
Rhizophora spp. Mangrove ini biasanya hidup di zona terluar dari lingkungan hutan mangrove.
Pengembangan akar tunjang ini dilakukan untuk bisa bertahan hidup dari ganasnya gelombang laut
yang menerpa.
Menumbuhkan akar napas – Penumbuhan akar napas ini dilakukan oleh mangrove jenis Avicennia
spp dan Sonneratia spp. Akar napas tersebut muncul dari pekatnya lumpur (baca: banjir lumpur) dan
bertujuan untuk mengambil oksigen dari udara (baca: cara menjaga kelestarian udara).
Penggunaan akar lutut – Untuk pohon kendeka atau Bruguiera spp, bentuk adaptasi yang dilakukan
adalah akar lutut atau knee root.
Akar papan – Adaptasi dengan menggunakaan akar papan dilakukan oleh tumbuhan nirih atau
Xylocarpus spp. Akar papan yang dimiliki oleh tumbuhan ini berbentuk panjang dan berkelok- kelok.
Keduanya ini untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur dan untuk mendapatkan udara untuk
bernapas.
Lubang pori atau lentisel – Kebanyakan dari flora yang tumbuh di hutan mangrove ini memiliki
lentisel atau lubang pori. Lubang ini digunakan untuk bernafas. Contohnya adalah di tanaman
pepagan.
Mengeluarkan kelebihan garam – Mengeluarkan kelebihan garam adalah bentuk adaptasi fisiologis.
Adaptasi ini dilakukan oleh Avicennia spp, untuk mengatasi salinitas yang tinggi. Avicennia spp
mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya.
Pengembangan sistem perakaran yang hampir tidak tertembus oleh air garam – Adaptasi ini
dilakukan oleh Rhizophora spp, dimana air yang telah terserap telah hampir tawar. Kandungan garam
sekitar 90% hingga 97% tidak mampu melewati saringan akar- akar ini. sementara untuk garam yang
sudah terserap di tubung pohon akan diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang saat daun
tersebut gugur.
1. Fungsi ekonomi. Dilihat dari segi ekonomisnya, hutan mangrove ini memiliki fungsi sebagai
berikut:
2. Fungsi ekologis. Dilihat dari segi ekologisnya, hutan mangrove ini memiliki fungsi sebagai berikut:
Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi ombak- ombak laut yang bisa
mengikis pinggir- pinggir pantai
Menjadi habitat berbagai jenis hewan. Hewan- hewan yang hidup di sekitar pantai antara lain biawak
air, kepiting bakau, udang lumpur, siput bakau, dan berbagai jenis ikan belodok
Menjadi tempat hidup atau habitat bagi banyak tumbuhan atau flora
Itulah beberapa fungsi yang dimiliki oleh hutan mangrove. Diantara fungsi- fungsi yang telah
disebutkan, terdapat fungsi utama dari hutan mangrove. Fungsi utama dari hutan mangrove tersebut
adalah melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, selain itu hutan mangrove juga meredam
gelombang besar termasuk gelombang tsunami (baca: ciri-ciri terjadinya tsunami). Contoh
pemfungsian hutan mangrove sebagai penghalau gelombang adalah di negara Jepang.
Di negara ini menerapkan green belt atau sabuk hijau yang berupa hutan mangrove sebagai upaya
untuk mengurangi dampak ancaman tsunami. Semntara itu di Indonesia, terdapat sekitar 28 wilayah
yang dikategorikan sebgai wilayah rawan terkena tsunami (baca: penyebab tsunami). Hal ini karena
hutan bakau (baca: ciri-ciri hutan bakau) di wilayah tersebut sudah banyak yang dialihfungsikan
sebagai tambak, kebun kelapa sawit, dan lain sebagainya.
Sementara di Indonesia, adalah negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia, yaitu antara
2,5 hingga 4,5 juta hektar. Luas sekian ini melebihi hutan mangrove yang ada di Brazil yakni 1,3 jukta
hektar, Nigeria yakni 1,1 juta hektar, dan Australia yakni 0.97 hektar. Luas hutan mangrove yang
dimiliki Indonesia ini memenuhi 25% dari total semua hutan mangrove yang ada di dunia. Meskipun
jumlahnya banyak, namun sebagian dari kondisi hutan mangrove tersebut kondisinya rusak.
Di Indonesia sendiri, hutan mangrove yang paling luas terdapat di sekitar Dangkala Sunda yang
relatif tenang. Tempat ini juga merupakan tembat bermuaranya berbagai sungai- sungai besar, yakni
di pantai timur Sumatera dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Selain itu hutan mangrove
terdapat di pantai utara Pulau Jawa, namun di wilayah ini kondisi hutan mangrove yang ada telah
lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan yang ada.
Perbaikan dan pelestarian hutan mangrove bisa dilakukan dengan melakukan peneneman kembali
pohon- pohon mangrove. Penanaman ini jangan lupa untuk selalu melibatkan masyarakat sekitar.
Mengapa harus melibatkan masyarakat? Hal selain akan meringankan proses penanaman kembali,
juga akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan kesadaran pada masyarakat sebagai pemilik wilayah,
sehingga nantinya masyarakat akan turut serta melindungi hutan mangrove tersebut. Selain itu,
masyarakat sekitar juga akan mendapatkan beberapa keuntungan seperti terbukanya peluang kerja,
sehingga otomatis akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Selain penanaman kembali, upaya pelestarian hutan mangrove juga dapat dilakukan dengan
mengatur ulang wilayah pesisir, seperti pemukiman, vegetasi, dan lain sebagainya. Hal ini karena
wilayah pesisir pantai dapat dijadikan kota ekologi sekaligus berpotensi sebagai objek wisata,
sehingga hutan mangrove yang berada di sekitar wilayah tersebut akan dapat dikelola dengan baik.
Kesadaran masyarakat juga merupakan hal yang harus ditumbuhkan demi terciptanya hutan
mangrove yang lestari. Bagaimanapun juga, masyarakat sekitar adalah orang- orang yang paling
dekat dengan hutan mangrove, sehingga apabila masyarakat yang berada di sekitarnya memiliki
kesadaran yang tinggi, hal itu akan berpotensi menjadikan hutan mangrove tetap lestari.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya hutan mangrove ini memiliki fungsi sebagai
konservasi lahan pantai, sehingga keberadaan hutan mangrove ini sangatlah penting. Masyarakat
perlu mengetahui dan juga menyadari tentang fungsi dari hutang mangrove ini dan juga memahami
dengan jelas arti dari konservasi. Jika masyarakat memahami arti penting konservasi, maka hutan
mangrove akan dapat diselamatkan dari tangan- tangan jahil masyarakat yang tidak bertanggung
jawab dan ingin mengubahnya menjadi lahan- lahan yang bernilai komaersial.
Selain perlunya mmebangun kesadaran mengenai hutan mangrove, perlu juga diadakan tentang
komunikasi atau penyuluhan mengenai konservasi hutan mangrove ini. Hal ini tentu saja sangat
penting untuk menjaga kelestarian hutan mangrove. Selain bertujuan agar masyarakat memahami
arti penting konservasi hutan mangrive, juga bertujuan menginformasikan kepada masyarakat
bagaimana caranya untuk melakukan upaya pelestarian kepada hutan mangrove tersebut, sehingga
pada akhirnya masyarakat dapat berduyun- duyun untuk melestarikan hutan mangrove secara
bersama- sama dengan pemerintah atau pengelola wilayah sekitar hutan tersebut.
Hal ini berarti dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir pantai, masyarakt sangat penting utuk
selalu dilibatkan. Hal ini karena masyarakat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Selain itu kearifan loka juga perlu dikembangkan sejauh dapat mendukung program ini dengan baik.
Itulah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki maupun melestarikan hutan
mangrove. Upaya- upaya tersebut dapat dilakukan oleh pemerintang bersama- sama dengan
masyarakat.