Anda di halaman 1dari 28

PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH YANG

DIBERIKAN DALAM SEDIAAN

INHALASI

Dosen : Prof. Dr. Teti Indrawati, MSi.Apt

Disusun oleh :

1. Dina Auliawati 16334029


2. Desy Nelsari 16334046
3. Radita choirunnisa 16334050

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat
dan Hidayah- Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa, karena hanya
dengan kerido’an-Nya. Makalah dengan judul “BIOFARMASI OBAT YANG DIBERIKAN
MELALUI PARU-PARU” ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini
tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membutuhkan.

Jakarta, Desember 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
I. Latar Belakang ................................................................................................................................ 4
II. Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 7
III. Tujuan Umum .............................................................................................................................. 7
BAB II .......................................................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................................. 7
A. Anatomi Fisiologi Sirkulasi Darah................................................................................................. 7
B. Pembuluh Darah Yang Melalui Paru .......................................................................................... 10
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses LDA Pada Sediaan Paru .................................... 11
BAB III....................................................................................................................................................... 14
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 14
BAB IV ....................................................................................................................................................... 26
PENUTUP.................................................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia
formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan
jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan untuk
mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh
pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Penghantaran obat melalui paru-paru merupakan rute yang potensial untuk
menghantarkan obat secara lokal ke paru-paru dan juga secara sistemik. Obat-obat yang
dihantarkan mencakup rentang terapi yang sangat luas meliputi antibiotik, antibodi,
peptida, protein, dan oligonukleida. Inhalasi adalah proses pengobatan dengan cara
menghirup obat agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran.
Sementara itu, nebulisasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengubah larutan atau
suspensi obat menjadi uap agar dapat dihirup melalui hidung dengan cara bernapas

4
sebagaimana lazimnya. Pengubahan bentuk ini dilakukan dengan menggunakan alat
nebulizer.
Awalnya, terapi inhalasi diterapkan di India pada 4000 tahun yang lalu, dimana penderita
batuk menghirup daun Atropa belladona. Pada awal abad 19 ditemukan metode nebulisasi
cairan, suatu pengembangan metode baru dalam farmakoterapi. Pada tahun 1920-an
adrenalin diperkenalkan sebagai larutan nebulisasi. Tahun 1925 nebulisasi insulin diteliti
untuk penanganan penyakit diabetes, dilanjutkan tahun 1945 penggunaan penisilin untuk
infeksi paru-paru. Kemudian pada tahun 1950-an diperkenalkan penggunaan steroid
untuk pengobatan asma sehingga digunakan secara luas.
Pulmonary drug delivery system atau system penghantaran obat pulmonar (melalui
paruparu) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung pada saluran
pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran
pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma. Pada dasarnya
permukaan paru-paru dapat dicapai dengan mudah dalam satu kali pernapasan.
Dalam penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke paru-
paru bagian bawah) partikel obat bergantung pada sifat partikel dan cara pasien bernapas.

Tahap/Fase Biofarmasetika:
Fase biofarmasetik tergantung pada banyak faktor yang belum jelas mekanismenya terutama hal-
hal yang menyangkut kefarmasian serta perbedaan fisiopatologis organ atau jalur pemberian
obat. Fase biofarmasetik dapat diuraikan dalam tiga tahap utama yaitu Liberasi (pelepasan),
Disolusi (pelarutan) dan Absorpsi (Penyerapan), disingkat LDA.

a) Liberasi (Pelepasan)
Apabila seorang penderita menerima obat berarti ia mendapatkan zat aktif yang diformulasi
dalam bentuk sediaan dan dengan dosis tertentu. Obat pada mulanya merupakan depot zat aktif
yang jika mencapai tempat penyerapan akan segera diserap (Drug delivery system). Proses
pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan cukup rumit dan tergantung pada jalur pemberian dan
bentuk sediaan serta dapat terjadi secara cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan biologis dan mekanis pada tempat pemasukan obat, misalnya gerak

5
peristaltik usus dan hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau yang kenyal (tablet,
suppositoria, dan lain-lain).

b) Disolusi (Pelarutan)
Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif
yang terjadi secara progresif yaitu pembentukan dispersi molekuler dalam air. Tahap kedua ini
merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. Tahap ini juga diterapkan pada obat-
obatan yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak, tetapi yang terjadi di sini
adalah proses esktraksi (penyarian). Setelah pemberian sedian larutan, secara in situ dapat
timbul endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan
endapan tersebut selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian pemberian sediaan larutan
tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan yang segera.

c) Absorpsi (Penyerapan)
Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetik dan awal fase farmakokinetik, jadi tahap ini
benar-benar merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh yang aturan-aturannya ditengarai oleh
pemahaman keteresediaanhayati. Penyerapan zat aktif tergantung pada berbagai parameter,
terutama sifat fisiko-kimia molekul obat. Absorpsi ini tergantung juga pada tahap sebelumnya
yaitu saat zat aktifnya berada dalam fase biofarmasetik. Dengan demikian proses penyerapan zat
aktif terjadi apabila sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan
biologi setempat.

d) Bioavailabilitas (Ketersediaanhayati)
Gabungan pengertian laju penyerapan dan jumlah yang diserap pada fase disposisi obat dalam
tubuh menghasilkan konsep ketersediaanhayati. Profil keberadaan bahan obat di dalam darah
sebagai fungsi dari waktu disebut pula profil bioavailabilitas atau profil ketersediaanhayati.
Profil ini menggambarkan interaksi antara fase ketersediaan zat aktif dan fase disposisinya,
selain itu profil tersebut juga mengungkapkan nasib obat di dalam tubuh yang tidak diketahui
sebelumnya.

6
II. Rumusan Masalah
1. Anatomi fisiologi sirkulasi darah?
2. Jelaskan bagaimana proses LDA pada pembuluh darah yang melalui paru-paru?
3. Berbagai factor yang mempengaruhi proses LDA obat paru-paru?
4. Bagaimana pengaruh obat dalam tubuh terhadap ADME dan Inhalasi?

III. Tujuan Umum

1. Untuk memahami anatomi fisiologi sirkulasi darah.


2. Untuk memahami bagaimana proses LDA pada pembuluh darah yang melalui paru-
paru.
3. Untuk memahami berbagai factor yang mempengaruhi proses LDA obat paru-paru.
4. Untuk memahami bagaimana pengaruh obat dalam tubuh terhadap ADME Inhalasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Sirkulasi Darah


Sistem Peredaran darah adalah suatu sistem tertutup yang mengatur dan
mengalirkan darah di dalam tubuh. Dikatakan sistem tertutup karena pada keadaan normal
tidak ada darah yang berada di luar wadah aliran darah. Wadah itu bisa berupa pembuluh
nadi, pembuluh balik, kapiler atau rongga (sinus) pada organ tertentu.

Sistem sirkulasi sebenarnya adalah dua sistem yang bekerjasama. sistem kardiovaskular,
yang mencakup jantung, darah dan seluruh pembuluh darah. sistem limfatik yaitu suatu
jaringan pembuluh yang menyalurkan cairan yang berlebih, yang disebut limfa, dari
jaringan tubuh kembali ke dalam aliran darah.

Jantung adalah organ berupa otot,berbentuk kerucut, berongga, basisnya diatas, dan
puncaknya dibawah. Apeksnya (puncak) miring ke sebelah kiri. Berat jantung kira-kira

7
300 gram. Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus sebuah
membran yang disebut perikardium.

Tebal dinding jantung terdiri atas tiga lapisan:

1. Perikardium, atau pembungkus luar

2. Miokardium, lapisan otot tengah

3
.
En
dok
ardi
um,
bata
s
dala
m.

Dinding otot jantung tidak sama tebalnya.


Dinding ventrikel paling tebal dan dinding di sebelah kiri lebih tebal dari dinding
8
ventrikel sebelah kanan . Hal tersebut dikarenakan kekuatan kontraksi ventrikel kiri jauh
lebih besar daripada yang kanan, dimana ventrikel kiri berfungsi untuk memompa darah
ke seluruh tubuh .Dinding atrium tersusun atas otot yang lebih tipis.

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan intraseluler adalah
cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah.
Volume darah secara keseluruhan kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan,
sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah. Warna merah itu, keadaannya tidak
tetap bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Darah
yang banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam
darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran atau meabolisme di dalam tubuh. Darah selamanya beredar di dalam tubuh
karena adanya kerja atau pompa jantung. Selama darah dalam pembuluh akan tetap encer
tetapi jika darah keluar dari pembuluhnya akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat
dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah sedikit obat anti pembekuan atau
sitras natrikus. Keadaan ni sangat berguna apabila ada darah tersebut diperlukan untuk
transfusi darah.

Warna merah itu, keadaannya tidak tetap bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon
dioksida di dalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon dioksida warnanya
merah tua. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat
berguna pada peristiwa pembakaran atau meabolisme di dalam tubuh. Darah selamanya
beredar di dalam tubuh karena adanya kerja atau pompa jantung. Selama darah dalam
pembuluh akan tetap encer tetapi jika darah keluar dari pembuluhnya akan menjadi beku.
Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah sedikit obat
anti pembekuan atau sitras natrikus. Keadaan ni sangat berguna apabila ada darah
tersebut diperlukan untuk transfusi darah.

9
Fungsi darah terdiri atas :

1. Sebagai alat pengangkut yaitu :

a. Mengambil oksigen atau zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh

b. Mengeluarkan karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru

c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
keseluruh jaringan atau alat tubuh

d. Mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk di keluarkan melalui
kulit dan ginjal

2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan
dihancurkan tubuh dengan perantara leukosit, antibody atau zat anti racun

3. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

B. Pembuluh Darah Yang Melalui Paru

10
Terdapat dua system sirkulasi yang menyuplai darah ke paru-paru yaitu bronchial dan
pulmonary (Staub, 1991, dalam Tronde, A., 2002). Sirkulasi bronchial melalui arteri bronchial
berasal dari aorta atau arteri interkostadan terdapat umumnya dua pada masing-masing paru-
paru yaitu bagian hilum. Arteri ini di bagi untuk membentuk pleksus subepitel dan pleksus
adventisial pada lapisan otot halis bronchial. Aliran dara pada arteri ini adalah 1% dari total
produksi jantung dan menyuplai darah teroksigenasi menuju paru - paru.
Arteri ini menutupi area permukaan yang besar. Sebagai tambahan, system sirkulasi ini
mungkin penting dalam distribusi obat seca sistemik yang di berikan melalui rute paru-
paru, juga dalam absobsi obat-obat inhalasi dari saluran pernafasan (Chediak et al.,1190,dalam
Tronde, A.,2002) sirkulasi pulmonary terdiri dari sebua bantalan ekstensif pembuluh darah
bertekanan rendah yang menerima saluran produksi jantung. Bantalan ini menyatukan kapiler-
kapiler alveolus untuk mengamankan efiensi pertukaran gas dan suplai nutrisi pada dinding-
dinding alveolus (Tronde, A.,2002) untuk kemudian melalui pembuluh darah vena perifer
mengalirkan darah melalui vena pulmonar menuju atrium kiri (Bisgaard, Hans et al, 2002)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses LDA Pada Sediaan Paru


Penghantaran obat melalui paru-paru mengacu pada pendekatan, formulasi,teknologi, dan
system untuk mengangkut senyawa obat dalam tubuh yang diperlukan untuk mencapai efek
terapi yang diinginkan dangan aman ke bagian paru - paru. Penghantara obat melalui paru-paru
merupakan rute yang potensial untuk menghantarkan obat secara local ke paru-paru dan juga
secara sistemik (Milala, A. S.,2013).
Adapun factor-factor yang dapat mempengaruhi penghantaran obat ke paru-paru diantaranya:
1. Deposisi partikel di paru – paru
Dengan adanya gaya grafitasi, obat yang terhirup dapat terdeposisi dalam saluran
pernafasan. Yang paling mempengaruhi mekananisme deposisi ini adalah ukuran partikel
obat dan kecepatan aliran pernafasan. Semakin lama suatu obat berada pada daerah tertentu
maka semakin banyak partikel yang terdeposisi pada daerah tersebut ( yadaf et al., 2010 ).

2. Factor fisiologis

11
Factor fisiologis yang mempengaruhi penghantaran obat adalah adanya mekanisme
pertahanan pada paru-paru terdapat benda asing, sehingga terjadi barrier yang harus diatasi
untuk memastikan deposisi dan absorpsi obat yang efisien pada saluran pernafasan. Adapun
beberapa barrier tersebut diantaranya ( Teronde, A., 2002 ) : Epitel paru-paru, Sel-sel
Berselia, Alveolar Macrophage, Lapisan cairan epitel, Surfaktan paru-paru, Mucociliary
Clearance.
3. faktor Farmasetik
Faktor terkait formulasi yang mempengaruhi system penghambatan obat ini adalah ukuran,
bentuk, kerapatan dan stabilitas fisik partikel. Partikel dengan ukuran lebih dari 10 µm akan
bertubrukan pada saluran pernafasan bagian atas dan mudah dikeluarkan oleh kejadian
batuk, menelan, dan proses bersihan oleh mukosiliari.

contoh Obat inhaler: Salbutamol (Ventolin inhaler, Combiven inhaler),


Salmeterol&Fluticasone propionat ( Seretide inhaler )
 Ventolin Inhaler
Dalam ventolin inhaler mengandung salbutamol sulfat, dimana merupakan
sympathomimetic amine termasuk golongan beta-adrenergic agonist yang memiliki efek
secara khusus terhadap reseptor beta(2)-adrenergic yang terdapat didalam adenyl
cyclase. Adenyl cyclase merupakan katalis dalam proses perubahan adenosine
triphosphate (ATP) menjadi cyclic-3', 5'-adenosine monophosphate (cyclic AMP).
Mekanisme ini meningkatkan jumlah cyclic AMP yang berdampak pada relaksasi otot
polos bronkial serta menghambat pelepasan mediator penyebab reaksi hipersensitivitas
dari mast cells.
Komposisi : Salbutamol Sulfat
Indikasi : Pengobatan & pencegahan asma bronkhial. Pengobatan pada
kondisi lain seperti bronkhitis & emfisema, yang berhubungan
dengan penyumbatan saluran pernafasan yang bersifat reversibel.
Terapi pemeliharaan rutin pada asma kronis dan bronkhitis
kronis.
Kontra indikasi : Aborsi yang mengancam selama trimester pertama atau kedua
masa kehamilan. Toksemia (darah keracunan) saat kehamilan,
perdarahan sebelum melahirkan, plasenta previa (uri yang

12
melekat pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi mulut
rahim).
Efek Samping : Gemetar halus pada otot rangka, perasaan tegang, vasodilatasi
perifer, suatu kompensatori kecil peningkatan irama jantung, sakit
kapala, kejang otot sementara, reaksi hipersensitifitas, berpotensi
menderita hipokalemia yang serius, hiperaktifitas pada anak-anak.
Bronkhospasme paradoksikal.
Dosis :
- Dewasa : Bronkhospasme akut dan penanganan episode intermiten pada asma : 1-
2 hembusan sebagai dosis tunggal. Pemeliharaan menahun atau sebagai pencegahan :
3-4 kali sehari 2 hembusan. Untuk mencegah bronkhospasme yang dipicu oleh
latihan/gerak badan yang berlebihan : 2 hembusan sebelum latihan (olahraga)
- Anak-anak : Bronkhospasme akut, penanganan saat asma atau sebelum olahraga
: 1 hembusan. Pencegahan atau pemeliharaan rutin : 3-4 kali sehari 1 hembusan.
Dosis ini dapat ditingkatkan sampai 2 hembusan jika perlu.
Penggunaan inhalasi : Informasikan kepada pasien tentang cara penggunaan,
pembersihan/perawatan dan penyimpanan inhaler dan spacer (bila pasien
menggunakan spacer). Kocok inhaler setiap kali sebelum dipakai. Hindari semprotan
ke dalam mata. Lakukan test semprotan ke udara pertama kali sebelum digunakan.
Bila inhaler tidak digunakan dalam waktu >2 minggu, lakukan 4 kali semprotan dulu
ke udara sebelum digunakan. Kumur mulut dengan air setelah inhalasi.
Diberitahukan kepada pasien untuk segera menghubungi dokter bila dijumpai efek-
efek samping atau kondisi yang bertambah parah.

13
BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Perjalanan ADME nasib obat dalam Tubuh

Tujuan terapi obat adalah untuk mencegah, menyembuhkan atau mengendalikan


berbagai keadaan penyakit. Untuk mencapai tujuan ini, dosis obat yang cukup harus
disampaikan kepada jaringan target sehingga kadar terapeutik (tetapi tidak toksik)
didapati. Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba
pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi
menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase farmakokinetik,
dan fase farmakodinamik. Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat
harus mencapai tempat aksinya dalam kosentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon.
Tercapainya kosentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada
keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh
aliran darah ke bagian lain dari badan.

Efek karakteristik dari obat akan hilang, apabila obat telah bergerak ke luar dari badan
dan konsekuensi dari letak aksinya baik dalam bentuk yang tidak berubah atau setelah
mengalami metabolisme obat dan terjadi metabolit yang dikeluarkan melalui proses
ekskresi. Oleh karena itu sangat penting diketahui bagaimana cara badan telah menangani
obat dengan proses absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi, bila kita menentukan
suatu dosis, rute, bentuk obat yang diberikan bila dikehendaki efek terapi yang
diinginkan dengan efek toksik yang minimal.

Proses ADME obat dalam tubuh

Proses Absorbsi Obat

Absorbsi obat adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran
darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk
intravena, absorbs sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi

14
sistemik. Proses absorbsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya
obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan obat yang
bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat pemberian obat, seperti saluran
cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya. Transfer obat dari saluran cerna
tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari saluran cernasecara
difusi pasif atau transport aktif.

pengertian singkat proses adme

Proses Distribusi Obat

Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam
peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan
cara yang relative lebih muda dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau
pengeluaran obat.

Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah
dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat
dari plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler,
derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas
dari obat tersebut.

15
proses adme obat dalam tubuh

Proses Metabolisme Obat

Metabolisme obat sering disebut biotransformasi dan merupakan suatu istilah yang
menggambarkan metabolism obat. Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi
terlebih dahulu agar dapat dikeluarkan dari badan. Pada dasarnya tiap obat merupakan zat
asing yang tidak diinginkan oleh badan dan badan berusaha merombak zat tersebut
menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskersikan melalui ginjal,
jadi reaksi biotransformasi yang merupakan peristiwa detoksifikasi.

Reaksi biotransformasi dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi. Biotransformasi


berlangsung terutama di hati, di saluran pencernaan, tetapi beberapa obat mengalami
biotransformasi di ginjal, plasma dan mukosa intestinal, meskipun secara kuantitatif letak
tersebut dipandang tidak penting.

Perubahan yang terjadi disebabkan oleh reaksi enzim dan digolongkan menjadi 2 fase,
yaitu fase pertama merupakan reaksi perubahan yang asintetik dan fase kedua merupakan
reaksi konjugasi

Dalam metabolisme senyawa asli mengalami perubahan kimiawi dan dianggap sebagai
mekanisme eliminasi obat, meskipun masalah ekskresi metabolit tetap ada. Kebanyakan

16
metabolit mempunyai sifat partisi yang nyata berbeda dibanding dengan senyawa aslinya
terutama sifat lipofilnya menurun. Senyawa baru tersebut mudah diekskresikan karena
tidak segera diabsorbsi dari cairan tubuli ginjal. Metabolism dapat berpengaruh terhadap
aktivitas biologi dari obat dengan bermacam-macam cara. Kebanyakan aktivitas
farmakologi dapat menurun atau hilang setelah mengalami metabolism. Hal tersebut
dapat digunakan untuk menentukan lama maupun intensitas aksi obat. Pada beberapa
obat yang disebut produk tidak aktif secara biologi, tetapi metabolisme obat itu dapat
mengaktifkan obatnya dalam hal ini dimaksudkan agar tujuan terapi dapat tercapai.

Proses Ekskresi obat

Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam
struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat
melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat
mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran
manusia). Jalur ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu
merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang
menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.

B. Perjalanan Aerosol DalamTubuh


Dengan alat penyemprot, partikel-partikel aerosol akan menempuh jalur tertentu
yang berbeda dengan jalur perjalanan zat aktif yang diberikan dengan cara lainnya dan
jalur tersebut tergantung pada cara pemberian aerosol (partikel yang dihirup). Zat aktif
akan bergerak menuju tempat aksi (bersama dengan aliran udara yang dihirup), dan
ebraksi selama ada kontak (kadang sangat terbatas) dan dengan dosis yang umumnya
sangat kecil. Oleh sebab itulah penelitian sediaan aerosol terdiri atas 2 jenis yaitu

17
penelitian pertama berkaitan dengan perjalanan partikel-partikel dari alat generator
sampat tempat fiksasi di dalam saluran napas (dengan kemungkinan kembali ke
lingkungan luar), dan penelitian kedua meneliti transfer zat aktif yang terkandung dalam
partikel aerosol sejak dari tempat depo sampai dikeluarkan dari tubuh. Keseluruhan
proses tersebut dirangkum dalam diagram berikut ini yang dkutip dari Gormann. Kolom
pertama menunjukkan jalur utama yang dilewati partikel setelah penghirupan. Tetapan K1
sampai K5 menyatakn kecepatan dan jumlah partikel yang melewati permukaan atau
kompartemen paru. Tetapan K7 sampai K9 lebih mencerminkan jalur perpindahan zat
aktif yang terlarut daripada perpindahan partikel itu sendiri. Tetapan K6 menyatakan
jumlah partikel tersuspensi yang tidak tinggal dalam alveoli dan dikeluarkan melalui
hembusan udara ekspirasi. Amplitude nilai ini tercermin pada tetapan bolak-balik
K5,K4,K3. Sedangkan jumlah partikel yang tertahan di saluran napas dinyatakan dalam
tetapan depo K5p, K4p, dan K3p.

Perjalanan aerosol yang panjang tersebut dapat disingkat menjadi :

1. Transit atau penghirupan


2. Penangkapan atau depo
3. Penahanan atau pembersihan
4. Penyerapan

Penghirupan atau Perpindahan


18
Aerosol memulai perjalanan dari alat generator sampai titik fiksasinya di epitel
pernapasan. Tetesan Aerosol mula-mula mencapai cavum bucallis, kemudian menuju
trakea, bronkus, bronkiolus, kanal alveoli dan akhirnya ke aveoli paru.

Penahanan atau Depo

Pada tahap kedua dimana terjadi penahanan atau depo, partikel aerosol ditahan oleh epitel
broncho-alveoli. Hanya sebagian partikel yang diteruskan sedangkan bagian lainnya
ditolak. Sekali partikel tertahan, maka zat aktif yang terlarut akan memberikan efek.
Tahap ini merupakan hal yang paling penting ditinjau dari sudut penggunaan praktis
aerosol obat, dan terdapat banyak mekanisme cara penahanan.

Penahanan dan Pembersihan

Aktivitas partikel aerosol ditentukan oleh laju pelarutan dan difusi melintasi selaput
mukosa, oleh perubahan laju perjalanan dan peniadaanya dari lapisan mukosa tersebut.
Penangkapan partikel ke dalam mukus diikuti dengan perjalanan menuju saluran napas
bagian atas kecuali saluran dan kantong alveoli dan alveoli. Hal ini disebabkan dalam
kantong alveoli dan alveoli terdapat film surfaktan yang berfungsi untuk membawa
partikel – partikel menuju daerah dimana akan bercampur dengan mucus. Lamanya
pembersihan sekitar 100 jam untuk partikel yang dibersihkan oleh selaput mukosilia, 30-
40% dikeluarkan pada 24 jam pertama. Mekanisme pembersihan tergantung pada sistem
aerosol. Yaitu pada aerosol yang larut dalam air atau cairan biologis dan aerosol yang
tidak larut dalam cairan biologis.

Penyerapan

Pada tahap penyerapan, sebagian bahan yang dihirup dalam bentuk aerosol akan terikat
dalam saluran napas dan selanjutnya diserap oleh mukosa saluran. Penyerapan dapat
terjadi pada berbagai tempat yang berbeda dan kadang – kadang `selektif untuk beberapa
zat aktif tertentu.

Penyerapan di Mulut
Luas permukaan penyerapan pada bagian dalam dari mulut dan pharynx adalah
sekitar 75cm2. Sebagian partikel aerosol yang tertinggal di dalam mulut dapat tertelan

19
, atau diserap melalui bukal setelah terlarut dalam saliva. Mulut yang mempunyai
mukosa berciri lipoid, penyerapan zat aktif terjadi dengan difusi dalam bentuk tak
terionkan.
Misalnya : nitrogliserin,testosteron, desoksi-kortikosteron,isoproterenol,alkaloid
dapat diserap dengan baik. Sebaliknya barbiturat, protein bermolekul besar dan
heparin sedikit sekali diserap.

Penyerapan di Trakea
Baik air maupun larutan garam (saline) tidak diserap pada daerah trakea, demikian
pula beberapa bahan larut lemak seperti barbital, tiopental, striknin,kurare. Efek
pemberian aerosol suksinilkolin ternyata secara bermakna lebih lambat tetapi lebih
lamadibandingkan penyuntikan intravena; pemberian aerosol larutan methoxamin 1-2
ml dengan kadar 20 mg/ml menghasilkan efek yang sama dibandingkan dengan
pemberian 1mg melalui intravena. Pemberian penisilina dengan penetesan pada trakea
menghasilkan kadar dalam darah pada daerah terapetik dua kali lebih lama
dibandingkan pemberian intramuskular dan juga tampak efek depo. Pembiusan
setempat seperti tetrakaina diserap dengan cepat di trakea dan sedikit diserap di
daerah esofagus dan lambung.
Penyerapan di Bronkus
Pada permukaan bronkus banyak terdapat otot polos yang sangat peka terhadap
beberapa senyawa iritan, sehingga dapat menyebabkan aktivitas lokal bronkodilator.
Saat pemberian senyawa vasodilator, bronkus akan mengalami dilatasi sehingga efek
sistemik dapat dihindari. Hal ini dapat diterangkan bahwa sistem bronkus-paru
memiliki 2 tipe reseptor andrenergik yaitu reseptor α yang terdapat dalam pembuluh
darah bronkus dan reseptor β yang terdapat dalam otot bronkus. Kedua reseptor ini
dapat di aktifkan langsung oleh parasimpatomimetik dan secara tidak langsung oleh
pelepasan katekolamin. Kedua rangsangan tersebut terjadi setiap ada hambatan
saluran udara, dengan rangsangan reseptor α akan terjadi vasokonstriksi dan
dekongesti mukosa bronkus, sedangkan rangsangan β menyebabkan relaksasi otot
polos saluran udara. Obat bronkodilator terutama bekerja terhadap reseptor β, kecuali

20
epinefrina dan d= diameter partikel efedrina yang merangsang kedua reseptor
tersebut, atau fenilefrina yang hanya bekerja pada reseptor α.

Penyerapan di Alveolar
Alveoli merupakan suatu tempat penyerapan yang sangat istimewa karena
permukaanya yang luas dan letaknya yang sangat dekat denga jaringan yang penuh
kapiler. Sementara itu tidak mungkin untuk menentukan koefisien permeabilitas zat
aktif karena luas permukaan total dari saluran nafas tidak diketahui secara pasti,
jumlah total aliran alveoli dan nilai kedua parameter tersebut selalu berubah – ubah
yergantung subyek.
Mekanisme perlintasan melalui dinding alveoli tidak dapat ditentukan dengan
pasti. Kini yang telah diketahui dengan baik adalah hal-hal sebagi berikut.
 gas bius dan gas pernapasan melintasi sawr alveoli dengan sangat cepat.
 air juga dapat melintasi dinding alveoli dengan sangat cepat dan dalam jumlah
besar, larutan fisiologi NaCl diserap sangat perlahan
 membran alveoli agak permeable terhadap sebagian besar senyawa yang terlarut.
Ion – ion dan molekul kecil yang larut diserap lebih lambat dibandingkan air.
Urea dan kalium diserap lebih baik dibandingkan natrium
 Amida dan alkilamina dengan bobot molekul yang besar lewat lebih cepat
dibandingkan dengan senyawa yang bobot molekulnya kecil.
 tipe dan laju penyerapan protein kurang diketahui, walau demikian diketahui
bahwa albumin,globulin diserap dengan baik, sedangkan vaksin para-influenzatipe
2 ternyata lebih efektif jika diberikan dalam bentuk aerosol dari pada pemberian
dalam bentuk sub-kutan.
 Aerosol antibiotika juga digunakan untuk tujuan efek sistemik atau efek
setempat.kanamisina sedikit diserap pada daerah alveoli, sehingga efeknya sangat
terbatas.
 pelintasan zat aktif yang terkandung dalam partikel aerosol terjadi dengan
beberapa cara berbeda tergantung pada keadaan tetesan bahan yang terlarut,
partikel terlarut atau tak terlarut.

21
Penyerapan di Saluran Cerna
Partikel yang berhenti di permukaan hidung atau mulut cenderung menembus
kedalam saluran cerna setelah penelanan pertama atau yang kedua pada tahap
epurasi paru. Penyerapan terutama penting untuk aerosol tanpa air. Senyawa
tertentu (isoproterenol atau kromoglikat akan dimetabolisme dan ditiadakan
dengan cara yang sama. Hal ini memperlihatkan pentingnya penelanan partikel.
Sebaliknya penyerapan isoproterenol melalui trakea lebig bermakna dibanding
penyerapan melalui saluran cerna. Sulit untuk meramalkan jumlah total yang
diserap melalui saluran cerna setelah pemakaian aerosol, dan sulit meniadakan
kemungkinan adanya penyerapan saluran cerna. Tergantung pada tempat
penyerapan, diameter partikel aerosol yang sangat berperan pada proses
penyerapan.

Indikasi Terapi Inhalasi

Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma, penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis, fibrosis kistik,
bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket.
Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang
mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. Pada penyakit Asma dan Chronic
Obstructive pulmonal disease (COPD = PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan
terapi pilihan. Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang
diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan dalam
penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat dapat mudah di bawa ke
mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan karena dalam satu botol bisa dipakai
untuk 30 atau sampai 90 hari penggunaan. Terapi inhalasi adalah cara pemberian
obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui uap yang dihirup. Tujuan
utamanya adalah obat dengan konsentrasi yang efektif dapat tercapai diparu-paru
dengan efek samping sistemik yang minimal.Seperti yang tercantum dalam
farmakope perancis edisi IX, aerosol merupakan dispersi butiran cairan yang sangat
halus didalam udara dan berdiameter rata-rata 5 mikro meter.Terdapat pula aerosol alami,

22
misalnya awan atmosfer yang diameter partikelnya 0,2-15 mikro meter.Aerosol larutan
obat diperoleh dengan dispersi mekanik menggunakan alat generator yang terdiri dari
elemen-elemen:
a) Sumber gas (kompresor atau gas mampat);
b) Generator pendispersi larutan dalam gas dan alat pencegah pembentukan partikel yang
sangat voluminous;
c) Pemanas untuk memberikan keadaan isoterm pada partikel-partikel, karena
terdapat pelepasan gas yang dapat menyebabkan pendinginan sebagian.
Terdapat 2 (dua) jenis alat pendispersi sediaan yaitu : alat aerosol klinis dalam farmakope
disebut aerosol obat), dan alat yang berisi gas pendorong atau pseudoaerosol atau yang
disebut juga bentuk sediaan farmasetik bertekanan. Walaupun kedua jenis alat tersebut
mempunyai elemen-elemen yang sejenis, namun dispersi yang dihasilkan mempunyai sifat
fisiko-kimia dan efektivitas klinis berbeda. Ditinjau dari sudut sistemnya, aerosol merupakan
suatu sistem disperse yang terdiri dar 2 fase, yaitu:
1. Fase pendispersi (fase penyebar), berupa campuran udara dan gas.
2. Fase terdispersi (fase yang tersebar), umumnya berupa larutan dalam air dan
kadang-kadang berupa serbuk, walau tidak tercantum dalam Farmakope.
Seperti pada semua sistem dispersi, sediaan aerosol harus stabil, partikel-partikel tidak boleh
membasahi dinding dan tidak boleh melarut secara tak beraturan dalam cairan pendukungnya.
Stabilitas sediaan aerosol dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:
a) Muatan partikel
b) Tiap partikel aerosol memiliki muatan listrik bertanda sama dengan demikian partikel-
partikel tersebut akan saling tolak menolak
c) Kehalusan partikel
d) Aerosol harus berbentuk kabut halus yang kering dan memiliki gerak brown
e) Penyebaran ukuran pertikel
f) Perbandingan bobot jenis gas/cairan.
Dua teknik pembuatan aerosol serbuk adalah
 Yang pertama terdiri dari larutan padat zat aktif dalam klorofluorohidrokarbondan
disebarkan dengan pemercik khusus, misalnya yang digunakan untukmikrokristal
isoprenalin dalam generator aerosol.

23
 Teknik kedua yang relatif baru adalah serbuk berada dalam suatu gel, sehingga
memungkinkan penderita dapat menghirup partikel halus tanpa kesulitan. Alatnya
terdiri dari :
 Satu tabung yang dapat bergerak dari atas ke bawah.
 Baling-baling yang terdapat dalam tabung tersebut dan dilengkapi dengan
kuvet sebagai wadah kapsul yang mengandung serbuk.
 Kunci pemantik bukal yang dibuat dari peniti baja yang tidak
dapatteroksidasi.Pemakaian alat tersebut dilakukan dengan tahap sebagai
berikut :
- Alat dibuka dan kapsul dimasukkan ke dalam kuvet baling-baling.
- Selanjutnya kapsul dilubangi dengan peniti dan setelah terlihat
hembusan maka tempatkan kunci pemantik di antara bibir dan hirup
dalam-dalam melalui“spin haler”.
- Baling-baling akan bergerak saat aspirasi dan mendeskripsikan
serbuk tersebut
- ulang beberapa kali hingga sekitar 50% serbuk terdapat dipermukaan
mulutdan kerongkongan.
a. Zat Aktif dalam Sediaan Aerosol
Pemilihan bahan obat didasarkan atas prinsip berikut ini :
 Penggunaan bentuk aerosol hanya menguntungkan bila konsentrasi zat aktif saat
kontak lebih besar dari konsentrasi setelah pemberian lewat jalur
pemberianlainnya.
 Zat aktif harus benar-benar beraksi pada permukaan saluran nafas.Oleh sebab itu
zat aktif harus memenuhi 2 syarat utama yaitu :
- Pelarutan zat aktif dalama cairan pembawa harus setinggi mungkin.
- Aktivitas terapetik harus tampak pada dosis kecil, dengan kata lain dosis
per oraljuga kecil.
- Zat aktif dengan pososlogi 24jam dalam jumlah berbilang gram, bila
diberikandalam bentuk aerosol maka efektivitasnya lebih rendah
dibandingkan bila diberikan lewat oral, karena tidak mungkin untuk
menyerbuk halus sejumlah besar bahan obat hingga mencapai ukuran

24
aktif. Sebaliknya, obat dengan posology 24jam dalam jumlah miligram
atau sentigram dapat diberikan dalam bentuksediaan aerosol. Dengan
cara pemberian aerosol memungkinkan dicapainya konsentrasi pada
titik tangkap yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasiyang
dicapai bila obat diberikan melalui cara pemberian lainnya.
Untuk bronkodilator, dosis efektif dengan aerosol adalah 1/200
kali dibandingkan dengan dosis per oral (isoprenalin).
Tidak adanya toksisitas zat aktif juga harus dipastikan, karena dalambanyak
hal pemakaian berulang dapat dilakukan tanpa resiko toksisitas. Jumlahlarutan yang
diberikan untuk seluruh permukaan saluran nafas umumnya 1,5 x 108 µl/cm2 (luas
total pemukaan saluran napas adalah 80-100m2). Zat aktif dapatdiberikan
dalam bentuk aerosol dan dapat dibedakan menurut tujuan pemakaiannya terhadap
penyakit paru-paru atau untuk aksi sistemik. Jumlah larutan yang diberikanuntuk
seluruh permukaan saluran napas umumnya 1,5 x 108 µl/cm2 (luas totalpermukaan
saluran nafas adalah 80-100 m2.

25
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Penghantaran obat melalui paru-paru mengacu pada pendekatan,


formulasi,teknologi, dan system untuk mengangkut senyawa obat dalam tubuh yang
diperlukan untuk mencapai efek terapi yang diinginkan dangan aman ke bagian paru -
paru. Fase biofarmasetik tergantung pada banyak faktor yang belum jelas mekanismenya
terutama hal-hal yang menyangkut kefarmasian serta perbedaan fisiopatologis organ atau
jalur pemberian obat. Fase biofarmasetik dapat diuraikan dalam tiga tahap utama yaitu
Liberasi (pelepasan), Disolusi (pelarutan) dan Absorpsi (Penyerapan), disingkat LDA.
Sistem sirkulas ialah dua sistem yang bekerjasama. sistem kardiovaskular, yang
mencakup jantung, darah dan seluruh pembuluh darah. sistem limfatik suatu jaringan
pembuluh yang menyalurkan cairan yang berlebih, yang disebut limfa, dari jaringan
tubuh kembali ke dalam aliran darah. Terdapat dua system sirkulasi yang menyuplai
darah ke paru-paru yaitu bronchial dan pulmonary. Sirkulasi bronchial melalui arteri
bronchial berasal dari aorta atau arteri interkostadan terdapat umumnya dua pada masing-
masing paru-paru yaitu bagian hilum. Efek karakteristik dari obat akan hilang, apabila
obat telah bergerak ke luar dari badan dan konsekuensi dari letak aksinya baik dalam
bentuk yang tidak berubah atau setelah mengalami metabolisme obat dan terjadi
metabolit yang dikeluarkan melalui proses ekskresi. Oleh karena itu sangat penting
diketahui bagaimana cara badan telah menangani obat dengan proses absorbs, distribusi,
metabolism dan ekskresi, bila kita menentukan suatu dosis, rute, bentuk obat yang
diberikan bila dikehendaki efek terapi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal.

Dengan alat penyemprot, partikel-partikel aerosol akan menempuh jalur tertentu yang
berbeda dengan jalur perjalanan zat aktif yang diberikan dengan cara lainnya dan jalur
tersebut tergantung pada cara pemberian aerosol (partikel yang dihirup). Zat aktif akan
bergerak menuju tempat aksi (bersama dengan aliran udara yang dihirup), dan ebraksi
selama ada kontak (kadang sangat terbatas) dan dengan dosis yang umumnya sangat
kecil. Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran

26
pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma. Pada dasarnya
permukaan paru-paru dapat dicapai dengan mudah dalam satu kali pernapasan.
Dalam penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke paru-
paru bagian bawah) partikel obat bergantung pada sifat partikel dan cara pasien bernapas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia.

Aiache, J.M dan Guyot Hermann. Biofarmasetika 2 Biofarmasi Edisi Ke-2. Paris :Technique et
Documentation 11.

Farmakope Indonesia edisi IV.1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gibaldi, Milo. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics Third Edition.Washington :


University of Washington Seattle

Shargel L., dan Yu Andrew B.C., 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press

28

Anda mungkin juga menyukai