Anda di halaman 1dari 10

Portofolio Kasus I

Topik: Asma Bronkhial


Tanggal (kasus): 11 september 2017 Presenter: dr. Hilda Kusuma Wardani
Tanggal presentasi: 28 september 2017 Pendamping: dr.H. Moch. Hasrun
Tempat presentasi: RSUD Batara Guru, Kec. Belopa, Kab. Luwu
Obyektif presentasi: Anggota Komite Medik RSUD Batara Guru dan Dokter Internship
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  TInjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi:
Seorang perempuan 24 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak, Sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, penderita merasakan sesak nafas. Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan
yang terjadi terus menerus.Sesak dirasakan bertambah dengan aktivitas dan berkurang bila penderita
istirahat. Keluhan demam, nyeri dada disangkal penderita. Penderita turut menyangkal tidur
memerlukan banyak bantal. Penderita mengobati keluhannya dengan menggunakan obat Asmasoho.
Keluhan dirasakan berkurang setelah minum obat. Atas keluhannya penderita datang ke RSBG.
Penderita mengaku menderita batuk hilang timbul dengan dahak berwarna putih.
Penderita diketahui menderita asma sejak 2 tahun yang lalu. Penderita tidak kontrol teratur
dan hanya membeli obat dari apotek setiap kali terjadi serangan. Keluhan sesak dirasakan timbul
jika penderita kelelahan dan apabila terkena debu. Serangan sesak dirasakan penderita 3 minggu
sekali, dan timbul terutama pada malam menjelang dini hari. Riwayat sering bersin-bersin, hidung
berair apabila terkena debu diakui penderita. Penderita mengakui memiliki alergi makanan (udang
dan ikan). Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Penderita tidak merokok dan tidak ada
yang merokok di lingkungan sekitar penderita.Riwayat menderita penyakit darah tinggi dan kencing
manis disangkal penderita. Riwayat alergi obat tidak ada

 Tujuan:
Membuat diagnosis klinis, memberikan terapi dan menentukan rujukan yang tepat untuk
penanganan selanjutnya pada Asma bronkhial
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos
Data pasien: Nama: Tn. I Nomor Registrasi: 1003055
Nama klinik: RSUD Batara Guru Telp: Terdaftar sejak:
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke IGD RSUD Batara Guru dengan keluhan sesak,
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita merasakan sesak nafas. Sesak nafas disertai
dengan bunyi mengi dan yang terjadi terus menerus.Sesak dirasakan bertambah dengan aktivitas dan
berkurang bila penderita istirahat. Keluhan demam, nyeri dada disangkal penderita. Penderita turut
menyangkal tidur memerlukan banyak bantal. Penderita mengobati keluhannya dengan
menggunakan obat Asmasoho. Keluhan dirasakan berkurang setelah minum obat. Atas keluhannya
penderita datang ke RSBG. Penderita mengaku menderita batuk hilang timbul dengan dahak
berwarna putih.
Penderita diketahui menderita asma sejak 2 tahun yang lalu. Penderita tidak kontrol teratur dan
hanya membeli obat dari apotek setiap kali terjadi serangan. Keluhan sesak dirasakan timbul jika
penderita kelelahan dan apabila terkena debu. Serangan sesak dirasakan penderita 3 minggu sekali,
dan timbul terutama pada malam menjelang dini hari.
2. Riwayat Pengobatan:
Ada, dengan minum obat asm asoho
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:
Riwayat penyakit diabetes melitus (-), riwayat hiperkolesterolemia (-), riwayat obesitas (-),
riwayat penyakit hipertensi (-). Riwayat sering bersin-bersin, hidung berair apabila terkena debu.
Penderita mengakui memiliki alergi makanan (udang dan ikan).
4. Riwayat keluarga:
Tidak terdapat riwayat penyakit asma bronkhial pada keluarga pasien
5. Riwayat perkerjaan:
-
6. Lain-lain: -
Daftar Pustaka:
1. Mangunnegoro, Hadiarto, et al. ASMA Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2004.
2. Global Initiative For Asthma. Global Strategy For Asthma Management And Prevention.
MRC Vision Inc. 2006.
3. Kasper, D. L., et al. Harrison's Principles of Internal Medicine: Asthma. 16th Edition.
McGraw-Hill Professional. 2004
4. Sundaru, H., Sukamto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Asma Bronkial. Jilid I. Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
Hasil pembelajaran:
1. Membuat diagnosis klinis pasien Asma bronkhial
2. Mendeteksi gejala awal Asma bronkhial, kekambuhan dan memperberat progresifitas Asma
bronkhial sehingga dapat digunakan untuk mengedukasi pasien mengenai hal-hal yang perlu
dihindari
3. Penanganan awal yang dapat diberikan sebelum dikonsultasi ke spesialis penyakit dalam

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke IGD RSUD Batara Guru dengan keluhan sesak,
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita merasakan sesak nafas. Sesak nafas disertai
dengan bunyi mengi dan yang terjadi terus menerus.Sesak dirasakan bertambah dengan aktivitas dan
berkurang bila penderita istirahat. Keluhan demam, nyeri dada disangkal penderita. Penderita turut
menyangkal tidur memerlukan banyak bantal. Penderita mengobati keluhannya dengan
menggunakan obat Asmasoho. Keluhan dirasakan berkurang setelah minum obat. Atas keluhannya
penderita datang ke RSBG. Penderita mengaku menderita batuk hilang timbul dengan dahak
berwarna putih.
 Penderita diketahui menderita asma sejak 2 tahun yang lalu. Penderita tidak kontrol teratur
dan hanya membeli obat dari apotek setiap kali terjadi serangan. Keluhan sesak dirasakan
timbul jika penderita kelelahan dan apabila terkena debu. Serangan sesak dirasakan
penderita 3 minggu sekali, dan timbul terutama pada malam menjelang dini hari.
 Tidak terdapat riwayat penyakit diabetes melitus, hiperkolesterolemia, obesitas, dan
hipertensi pada pasien maupun pada keluarga pasien.
2. Objektif:
 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Gizi : Baik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/m
Respirasi : 29x/m
Suhu : 36.7 °C
 Status Lokalis
Paru-paru : Suara pernafasan : Vesikular
Vokal resonans : Kiri = kanan
Suara tambahan : Ronkhi -/-,Wheezing +/+

 Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 6,7 g/L 4.0—10.0 g/L


HGB 13,3 g/L 11.0—17.9 g/L
HCT 40,4 % 20.0—70.0 g/L
Hematologi
PLT 210 g/L 150—450 g/L

.
3. Assessment (penalaran klinis)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan
hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,
dada terasa berat dan batuk – batuk terutama pada malam / dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan nafas yang luas dan seringkali bersifat reversibel dengan / tanpa pengobatan.

PREVALENSI, MORBIDITAS, MORTALITAS DAN EPIDEMIOLOGI ASMA


Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronik yang menyerang semua tingkat usia
mulai dari anak-anak sampai dewasa. Prevalensi asma cenderung meningkat pada hampir setiap
sebagian besar negara. Jika pasien asma tidak terkontrol dengan baik akan dapat mengakibatkan hal
yang fatal.
Asma menjadi permasalahan di seluruh dunia dengan jumlah perkiraan terdapat 300 juta
pasien asma. Prevalensi asma berkisar antara 1-18% populasi tergantung pada negaranya. Di
Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7%. Setiap tahun diperkirakan terdapat 250.000 kasus
kematian karena asma di seluruh dunia. Jumlah kasus kematian karena asma ini tidak berhubungan
dengan jumlah prevalensi.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi Indonesia. Survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000.
Tahun 1993 di Surabaya dilakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur
dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan
Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan
pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator.
Seluruh 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma
sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%.

FAKTOR RESIKO
Faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya asma dibagi atas yang menyebabkan
berkembangnya asma (faktor pejamu) dan pencetus (faktor lingkungan)
A. Faktor Penjamu (Host)
- Genetik
Data terakhir menunjukkan banyak gen yang berperan pada patogenesis asma seperti
produksi IgE antibodi (atopi), dan hiperresponsif saluran nafas.
- Obesitas
Obesitas menambah faktor resiko untuk asma. Mediator seperti leptin mempengaruhi fungsi
saluran nafas dan menambah resiko untuk berkembangnya asma.
- Jenis kelamin
Sebelum usia 14 tahun : anak laki-laki kurang lebih 2 kali lebih banyak terserang asma
dibandingkan anak wanita, tetapi pada orang dewasa prevalensi asma lebih banyak pada
wanita.
B. Faktor Lingkungan
- Alergen
Alergen bisa didapat di dalam rumah dan di luar rumah, contoh :
 Dalam ruangan : Tungau, hewan berbulu (anjing, kucing, tikus), kecoa, jamur,
molds, ragi.
 Luar ruangan : Serbuk sari, jamur, molds, ragi
- Infeksi
Infeksi saluran pernafasan terutama oleh virus merupakan penyebab terbanyak timbulnya
eksaserbasi pada penderita asma.
- Bahan di lingkungan kerja
- Rokok :
 Perokok pasif
 Perokok aktif
- Polusi udara luar/dalam ruangan
Terdapat kasus peningkatan kasus eksaserbasi asma. Sehubungan dengan peningkatan kadar
polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan.
- Diet
Bayi yang diberi susu sapi atau kedelai mempunyai insidensi wheezing lebih tinggi
dibandingkan yang dengan air susu ibu.

MEKANISME ASMA
A. Patogenesis Asma
Patogenesis asma banyak dipelajari dari autopsi pada pasien yang meninggal karena
penyakit asma yang berat. Gambaran secara umum tidak hanya oklusi pada saluran
pernafasan karena plak mukus, tetapi didapatkan juga sel-sel radang seperti neutrofil,
eosinofil, dan limfosit. Selain hal itu di atas terjadi juga hipertrofi dan hyperplasia otot
polos.
Akhir-akhir ini proses inflamasi juga telah dikonfirmasi pada biopsi bronkial yang
berasal dari pasien dengan asma serangan ringan. Walaupun sel neutrofil tidak ditemukan
secara dominan pada kasus ini, eosinofil, sel mast dan limfosit ditemukan bervariasi pada
saluran trakeobronkial. Ditemukan juga deposisi kolagen pada membran basalis dan jejas
pada sel.
Proses siklus inflamasi pada asma dimulai dengan adanya sensitisasi karena inhalasi
alergen. Sel dendritik yang merupakan antigen precenting cells (sel penyaji antigen) akan
mengolah antigen yang masuk dan selanjutnya bergerak ke regional nodus limf dimana
antigen diperkenalkan ke tempat limfosit Y dan B. Sel B diinduksi untuk memulai
membentuk IgE oleh IL-4 dan IL-13 yang disekresi oleh sel T. IgE kemudian berikatan pada
reseptor IgE mast sel pada saluran nafas.
Pada saat paparan ulang, IgE yang berikatan dengan kompleks mast sel dan alergen
akan mengaktivasi sel. Aktivasi ini diikuti dengan dilepaskannya histamin, leukotrien, dan
sitokin yang merupakan media fisiologis untuk mempertahankan proses inflamasi dan asma.
Di antara sitokin-sitokin yang, beberapa sitokin, terutama IL-4, IL-5, granulocute
macrophage – colony stimulating factor (GM-CSF) membawa eosinofil ke paru-paru,
merangsang mediator mediator seperti major basic protein (MBP) yang dapat membuat jejas
mukosa bronkus menginduksi bronkospasme, dan mempertahankan keadaan inflamasi.
Mekanisme predisposisi pada individu tertentu untuk berkembang menjadi asma tidak
diketahui. Akhir-akhir ini terdapat bukti yang mendukung hipotesis higiene. Teori ini
mengemukakan bahwa paparan lingkungan pada masa awal-awal kehidupan mengatur
berkembangnya respons imun yang secara klinik bermanifestasi alergi dan asma.
Sel-T Helper dapat dibagi menjadi sel Th-1, yang memproduksi IL-2 dan interferon
gamma yang berperan pada cell-mediated immunity, dan sel Th-2 yang memproduksi IL-4,
IL-5, IL-10 dan IL-13. Hipotesis higiene beranggapan bahwa bayi cenderung ke fenotipe
Th-2 dan membutuhkan paparan dini untuk berkembangnya Th-1 dan menyeimbangkan
respon terhadap paparan antigen yang akan datang. Paparan awal terhadap penyakit campak
(measles), hepatitis A, dan bahkan paparan sewaktu di dalam kandungan mungkin
menginduksi perubahan Th-2 menjadi Th-1, tetapi besarnya perubahan ini dipengaruhi oleh
faktor genetik. Sel Th-1 bersifat protektif sedangkan Th-2 bersifat menimbulkan penyakit
alergi, termasuk asma.
Faktor herediter pada pasien asma sangat kompleks, dengan lebih dari 100 gen yang
terlihat. Walaupun faktor atopi berperan banyak, tetapi tidak semua pasien memperlihatkan.

B. Patofisiologi Asma
Secara klasik serangan asma akut dibagi menjadi fase awal dan fase lanjut. Dalam
waktu beberapa menit setelah paparan terhadap suatu pencetus terjadi aktivasi reseptor pada
sel mast yang menginduksi degranulasi dan pelepasan histamine, leukotrien dan
bronkokonstriktor yang lainnya.
Kontraksi otot polos dan edema mukosa menyebabkan obstruksi saluran nafas yang
bertanggung jawab terhadap gejala asma. Fase ini biasanya pulih dalam waktu 1 jam.
Puncak gejala ke 2 dimulai setelah 1-6 jam setelah terpapar sampai 24 jam yang
merupakan respon lambat (fase lanjut). Gejala yang muncul sering lebih berat dan sel
eosinofil yang paling bertanggung jawab, tetapi sel-sel yang lain juga terlihat.
Bronkokonstriksi akut dan edema jalur nafas, diikuti oleh formasi plak mukus,
bertanggung jawab terhadap peningkatan resisten aliran udara. Terjadi penyempitan hampir
sebagiain besar saluran nafas, terutama bronkus kecil 2-5 mm. Kapasitas residu fungsional
sering meningkat karena waktu ekspirasi memanjang. Faktor ini meningkatkan kerja otot
nafas selama serangan akut.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah
yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Berbeda dengan pasien penyakit paru obstruksi kronik, pasien-
pasien asma melakukan kompensasi dengan cara hiperventilasi. Jadi walaupun hipoksemia
ringan sampai sedang sering ditemukan, sebagian besar pasien-pasien ini mengalami
hipokapnia selama serangan. Jika terjadi hiperkapnia merupakan tanda ancaman “respiratory
arrest”.
Selama perjalanan penyakitnya, penderita asma tetap mengalami proses inflamasi
pada saluran nafas walaupun pada pasien ini tidak ditemukan gejala klinik atau
asimptomatik. Proses inflamasi kronik tersebut menyebabkan desposisi jaringan ikat dan
penebalan membran basalis. Hal ini berlanjut terus sehingga dapat terjadi obstruksi yang
ireversibel.

A) Eksaserbasi Akut
Perburukan gejala asma yang terjadi karena paparan terhadap pencetus seperti
polusi udara, kegiatan fisik, cuaca tertentu (hujan). Perburukan yang lebih lama biasanya
terjadi karena adanya infeksi saluran nafas atau khususnya rhinovirus dan respiratory
syncytial virus (RSV) atau paparan alergen yang meningkatkan proses inflamasi.
B) Nocturnal Asma
Mekanisme perburukan asma pada malam hari tidak sepenuhnya diketahui tetapi
mungkin dipengaruhi oleh ritme sirkadian hormon seperti epinefrin dan kortisol. Terjadi
peningkatan inflamasi pada malam hari yang terjadi karena pengurangan anti inflamasi
endogen.

C) Asma yang sulit ditangani


Sampai saat ini belum jelas diketahui mengapa beberapa pasien asma sulit ditangani
dan relatif tidak sensitif dengan pemberian steroid. Secara umum dihubungkan dengan
tingkat kepatuhan dan gangguan psikologi. Selain itu mungkin faktor genetik berperan
dalam hal ini.

4. Plan
a. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang
ditemukan tanda dan gejala yang mengarah pada diagnosis klinis Asma Bronkhial
Pengobatan
 IVFD RL 20 tetes / menit
 02 3 liter/menit
o Combivent  nebulized
o Dexamthason 1 amp/8jam/iv
o Ambroxol 3x1 tab
b. Konsultasi dan Rujukan
Edukasi kepada pasien untuk harus segera menghindari faktor pencetus, seperti debu dan
udara dingin. dan juga menghindarkan diri sebagai perokok pasif, karena menghisap asap
rokok akan berpengaruh meninmbulkan progresifitas penyakit atau kekambuhan

Peserta

dr. Hilda Kusuma Wardani

Pendamping I Pendamping II

dr. Mashudi Muhammadiyah, Sp.PD. FINSM dr.H. Moch. Hasrun

Anda mungkin juga menyukai