Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

PROSES FISIOLOGIS DAN BIOKIMIAWI PERSALINAN1

Proses fisiologi kehamilan pada manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan tidak
diketahui. Sampai sekarang, umumnya diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada semua spesies
mamalia bergantung pada kegiatan progesteron untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai
mendekati akhir kehamilan. Asumsi ini didukung oleh temuan bahwa pada sebagian besar kehamilan
mamalia yang diteliti, pelucutan progesteron (baik yang terjadi secara alami atau terinduksi secara bedah
atau farmakologis) mendahului inisiasi partus. Pada banyak spesies ini, penurunan kadar progesteron di
dalam plasma ibu yang kadang-kadang terjadi mendadak ini biasanya dimulai setelah mendekati 95 %
kehamilan. Selain itu, pemberian progesteron di akhir masa kehamilan memperlambat awitan
persalinan. Namun pada kehamilan primata (termasuk manusia), pelucutan progesteron tidak
mendahului awitan partus. Kadar progesteron di dalam plasenta perempuan hamil meningkat sepanjang
kehamilan, baru menurun setelah pelahiran plasenta, jaringan yang merupakan lokasi sintesis
progesteron pada kehamilan manusia.

TEORI-TEORI PERSALINAN

Sekarang ini, tampaknya ada dua teori umum. Bila ditinjau secara sederhana, keduanya berasal dari
hipotesis tentang pemeliharan kehamilan dan teori induksi kehamilan oleh uterotonin. Beberapa
kombinasi prinsip-prinsip terpilih dari kedua postulat ini dimasukkan ke dalam teorema-teorema yang
dibuat oleh kebanyakan peneliti. Beberapa peneliti juga berspekulasi bahwa janin manusia yang sudah
matur, dengan beberapa cara yang belum diketahui, merupakan sumber sinyal awal bagi dimulainya
proses persalinan. Teori ini hanya mempunyai sedikit dukungan eksperimental langsung pada persalinan
manusia.

Tidak terjadinya pelucutan progesterone sebelum inisiasi partus pada kehamilan primata.

Kadar progesterone plasma tidak menurun sebelum persalinan pada primate ( Chaliss dan Lye,1994).
Kadar dalam plasenta baru menurun setelah pelahiran plasenta. Meskipun demikian, modifikasi
morfologis dan fungsional yang mempersiapkan uterus manusia untuk bersalin terjadi pada saat yang
tepat pada kehamilan manusia sama seperti spesies-spesies itu, yakni pelucutan progesterone adalah

1
peristiwa endokrin yang jelas mendahului persalinan. Pemberian hormon progesteron pada perempuan
hamil tidak menunda awitan partus tepat waktu atau menghentikan atau menghambat persalinan
preterm. Temuan-temuan ini mengisyaratkan bahwa beberapa bentuk deprivasi progesteron yang
tersembunyi atau unik tidak menjadi sebab penghentian proses-proses pada fase 0 uterus pada partus
manusia.

Teori uterotonin untuk inisiasi partus

Para peneliti menyatakan bahwa salah satu uterotonin, yang diproduksi dalam jumlah yang meningkat
atau sebagai respons terhadap peningkatan populasi reseptornya di miometrium., kurang lebih
merupakan penyebab inisiasi persalinan manusia. Memang peranan nyata satu atau beberapa
uterotonin dimasukkan dalam sebagian besar teori tentang persalinan, baik sebagai fenomena primer
atau sekunder pada peristiwa-peristiwa final kelahiran anak. Banyak uterotonin yang diketahui
menyebabkan kontraksi otot polos miometrium in vitro telah diusulkan : oksitosin, prostaglandin,
serotonin, histamine, factor pengaktif trombosit (PAF), angiotensin II. Oksitosin tampaknya tidak
menyebabkan inisiasi partus. Namun begitu fase 1 persalinan berlangsung, oksitosin mungkin
merupakan salah satu partisipan yang menjamin efektivitas persalinan aktif.

Kontribusi jaringan intrauteri terhadap persalinan

Peranan potensial amnion, korion leave, dan desidua parietalis telah diteliti untuk menentukan
partisipasi jaringan ini dalam menimbulkan inisiasi persalinan. Membrane janin dan desidua merupakan
bagian dari suatu selubung jaringan yang penting di sekeliling janin yang berfungsi sebagai perisai fisik,
imunologis, dan metabolic yang melindungi terhadap inisiasi partus yang tidak pada waktunya.

FASE-FASE UTERUS PADA PERSALINAN

Persalinan, melahirkan bayi mencakup seluruh proses fisiologis yang terlibat pada saat melahirkan:
pendahuluan, persiapan, proses persalinan dan pemulihan ibu dari kelahiran anak. Dari proses-proses
fisiologis yang memiliki sifat berbeda-beda ini, jelas bahwa banyak transformasi fungsi uterus yang harus
disesuaikan secara tepat waktu selama kehamilan dan persalinan yang berhasil. Partus dapat dibagi
menjadi empat fase uterus yang bersesuaian dengan transisi-transisi fisiologis besar pada miometrium
dan serviks sepanjang kehamilan. (Casey dan Mac Donald, 1996)

 Fase 0 uterus pada partus

2
Sejak sebelum implantasi pun, telah terjadi masa tenang miometrium yang sangat efektif pada
uterus. Fase partus ini ditandai dengan ketenangan otot polos miometrium disertai pemeliharan
integritas struktural serviks. Dalam fase inilah kecenderungan inheren miometrium untuk
berkontraksi ditahan. Pada fase ini, yang menetap selama sekitar 95% kehamilan pertama pada
kehamilan normal, otot polos miometrium dibuat tidak responsif terhadap rangsangan alami
dan paralisis kontraktil relatif terjadi terhadap sekelompok tantangan mekanik dan kimiawi yang
sebaliknya akan mencetuskan pengosongan isi uterus. Ketidakresponsifan kontraktil miometrium
pada fase 0 demikian luar biasa sehingga mendekati akhir kehamilan miometrium harus bangun
dari masa tidur persalinan yang panjang ini dalam persiapan untuk bersalin. Selama fase 0 partus
ketika miometrium dipertahankan dalam status tenang, serviks harus tetap kencang dan tidak
mudah terangsang. Pemeliharaan integritas anatomik dan struktural serviks ini penting untuk
keberhasilan fase 0 partus. Dilatasi serviks dini, inkompetensi structural, atau keduanya
menandakan hasil akhir kehamilan yang tidak menguntungkan yang paling sering berakhir
dengan pelahiran preterm. Pemendekan serviks, bila ditemukan antara minggu gestasi ke 24
sampai 28 merupakan indikasi adanya peningkatan resiko pelahiran preterm.
 Fase 1 uterus pada partus
Untuk mempersiapkan uterus terhadap persalinan, ketenangan uterus pada fase 0 partus harus
dihentikan, inilah saatnya uterus bangun. Perubahan morfologis dan fungsional pada
miometrium dan serviks yang mempersiapkan uterus untuk persalinan mungkin merupakan hasil
alami penghentian fase 0 uterus tetapi apapun mekanismenya, kapasitas sel miometrium untuk
mengatur konsentrasi Ca sitoplasmik dikembalikan lagi; responsivitas sel miometrium dipulihkan
kembali, sensitivitas uterotonin berkembang, dan kemampuan komunikasi interselular
terbentuk. Karena kapasitas fungsional otot polos miometrium untuk berkontraksi ini telah
kembali dan serviks menjadi matang, fase 1 partus berlanjut dengan fase 2, persalinan aktif.
Challis and Lye (1994) menyebut perubahan fungsi uterus sebelum persalinan sebagai aktivasi.
Perubahan uterus selama fase 1 partus.
Perubahan-perubahan spesifik fungsi uterus berkembang seiring berhentinya fase 0 uterus:
1. Peningkatan mencolok reseptor oksitosin miometrium.
2. Peningkatan sambungan-sambungan celah ( gap junction) dalam jumlah dan luas
permukaan antara sel-sel miometrium.
3. Iritabilitas uterus.
4. Keresponsifan terhadap uterotonin.
5. Transisi dari status kontraktil yang terutama ditandai dengan kontraksi-kontraksi kadang-
kadang tanpa nyeri menjadi status kontraktil dengan kontraksi yang lebih sering terjadi.
6. Pembentukan segmen bawah uterus.

3
Dengan berkembangnya segmen bawah uterus yang terbentuk dengan baik, kepala janin
seringkali turun ke atau bahkan melewati pintu atas panggul ibu, suatu peristiwa tersendiri yang
disebut sebagai lightening (peringanan). Abdomen wanita hamil umumnya mengalami
perubahan bentuk, suatu peristiwa yang kadang kala diceritakan ibu sebagai “bayinya jatuh”.
Tidak diragukan bahwa ada banyak perubahan uterus lain pada akhir kehamilan selama fase I,
beberapa diantaranya mungkin adalah komponen-komponen integral kesiapan uterus untuk
bersalin.

Pada akhir kehamilan kadang-kadang pada fase I partus, terdapat peningkatan mencolok 50 kali
lipat atau lebih jumlah reseptor oksitosin di miometrium (Fuchs dkk,1982). Hal ini bertepatan
dengan peningkatan responsivitas kontraktil uterus terhadap oksitosin (Soloff dkk.,1979).
Demikian juga, kehamilan manusia yang memanjang disertai penundaan peningkatan reseptor
ini (Fuchs dkk.,1984). Juga pada fase I, jumlah dan besar persambungan celah antara sel
miometrium membesar sebelum awitan persalinan, terus melebar sepanjang persalinan, dan
kemudian mengecil dengan cepat setelah pelahiran. Hal ini terjadi pada partus spontan, baik
aterm maupun preterm (Garfield dan Hayashi, 1981).

Perubahan-perubahan serviks pada fase I partus.

Korpus uteri ( fundus) dan serviks, meskipun bagian organ yang sama, harus berespon dengan
cara yang cukup berbeda selama kehamilan dan partus. Di satu pihak, pada sebagian besar masa
kehamilan, miometrium harus dapat mengembang tetapi tenang. Di lain pihak, serviks harus
tetap tak responsif dan cukup kaku. Namun bersamaan dengan inisiasi partus, serviks harus
melunak, mengalah dan menjadi lebih mudah melebar. Fundus harus berubah dari organ yang
relatif lebih relaks dan tidak responsif yang khas pada sebagian besar masa kehamilan menjadi
organ yang akan menimbulkan kontraksi yang efektif dan mendorong janin melalui serviks yang
mudah membuka dan melalui jalan lahir. Kegagalan interaksi terkoordinasi antara fungsi-fungsi
fundus dan serviks menandakan hasil kehamilan yang kurang baik. Namun meskipun peran-
peran antara serviks dan fundus tampak membalik dari sebelumnya sampai pada masa bersalin,
kemungkinan proses-proses pada kedua bagian uterus tersebut diatur oleh agen-agen yang
sama.

Komposisi serviks

4
Ada tiga komponen structural utama pada serviks: kolagen, otot polos dan jaringan ikat atau
substansi dasar. Konstituen serviks yang penting pada perubahan serviks saat partus adalah yang
terdapat dalam matriks ekstraselular dan substansi dasar, glikosaminoglikan, dermatan sulfat
dan asam hialuronat. Kandungan otot polos pada serviks jauh lebih sedikit daripada kandungan
di fundus, dan bervariasi secara anatomis dari 25 sampai hanya 6%.
Pelunakan serviks
Modifikasi serviks pada fase I partus pada prinsipnya meliputi perubahan-perubahan yang terjadi
pada kolagen, jaringan ikat dan substansi dasarnya. Pelunakan serviks disertai dua perubahan
yang saling melengkapi:
o Pemecahan kolagen dan penyusunan kembali serat kolagen.
o Perubahan-perubahan jumlah relatif berbagai glikosaminoglikan.

Asam hialuronat dikaitkan dengan kapasitas suatu jaringan untuk menahan air. Mendekati
aterm, terdapat peningkatan mencolok jumlah relatif asam hialuronat di serviks, disertai
penurunan dermatan sulfat yang terjadi bersamaan. Peranan otot polos pada proses pelunakan
serviks tidak jelas, tetapi mungkin lebih penting dari yang dipercaya sebelumnya. Rath dkk.,
(1998) serta Winkler dan Rath (1999) sudah menyebutkan kemungkinan ini dengan berbagai
perincian.

Prostaglandin E2 dan PDF 2α yang dioleskan langsung ke serviks menginduksi perubahan-


perubahan pematangan kea rah pelunakan serviks, yaitu perubahan kolagen dan perubahan
konsentrasi relatif glikosaminoglikan. Supositoria prostaglandin yang dipasang intravagina di
dekat serviks, digunakan secara klinis untuk menimbulkan pelunakan serviks dan digunakan
untuk mempermudah induksi persalinan.

 Fase 2 uterus pada partus


Fase 2 sinonim dengan persalinan aktif yaitu kontraksi uterus yang menghasilkan dilatasi serviks
progresif dan pelahiran konseptus. Awitan persalinan adalah transisi dari fase 1 uterus ke fase 2
partus

 Fase 3 uterus pada partus


Fase 3 meliputi fase nifas pemulihan ibu dari melahirkan, kontribusi ibu untuk kelangsungan
hidup bayi dan pemulihan fertilitas ibu melahirkan. Segera setelah pelahiran konseptus dan
selama sekitar 1 jam atau sesudahnya, miometrium harus dipertahankan pada kondisi keras dan
melakukan kontraksi/retraksi menetap, yang menyebabkan kompresi pembuluh-pembuluh besar

5
uterus dan thrombosis lumen-lumennya. Dalam cara yang terkoordinasi ini perdarahan
pascapartum yang fatal dapet dicegah.
Pada masa nifas awal, pola perilaku keibuan berkembang dan ikatan ibu-bayi mulai terbentuk.
Awitan laktogenesis dan pengeluaran ASI di kelenjar mammae ibu juga amat penting untuk
membesarkan anak.akhirnya involusi uterus dan kembalinya ovulasi harus diselesaikan sebagai
persiapan untuk kehamilan berikutnya. Biasanya diperlukan 4-6 minggu untuk mencapai involusi
sempurna uterus, tetapi lamanya fase 3 partus bergantung pada lamanya menyusui. Infertilitas
biasanya berlangsung terus sepanjang menyusui diteruskan karena terjadi anovulasi dan
amenore yang diinduksi laktasi.

Fase 2 partus dibagi menjadi 3 tahapan persalinan: 2

Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir
yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis
servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari
pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.

Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.

1. Fase laten : berlangsung selama 8 jam pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm.
2. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
a. Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4
cm menjadi 9 cm.
c. Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan
tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

Perubahan pada serviks yang diinduksi persalinan

Tenaga yang efektif pada kala I persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya akan
menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen

6
bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung
mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat daya dorong ini, terjadi dua
perubahan mendasar pendataran dan dilatasi pada serviks yang sudah melunak. Untuk lewatnya
kepala janin rata-rata aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai
berdiameter sekitar 10 cm. mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks,
tetapi paling sering bagian bawah janin turun sedikit ketika serviks membuka. Pada kala II
persalinan, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak lambat tetapi mantap
pada nulipara. Namun pada multipara khususnya yang paritasnya tinggi penurunan berlangsung
sangat cepat.

Pendataran serviks

Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang sekitar 2 cm
menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses ini disebut
sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os
serviks internum ditarik ke atas atau dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sementara
kondisi os eksternum untuk sementara tidak berubah.

Dilatasi serviks

Dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang
resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi struktur-struktur ini mengalami
peregangan yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus
menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan
melebarkan saluran serviks seperti sebuah baji. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada
bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput
ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian terbawah janin berada
pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus.

Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.

Kala II

Kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya
dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada

7
otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa
pula tekanan pada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
makin lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala
janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala
janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum.
Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.

Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit
kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
lepas dalam 6 sampai 15 menit setlah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada
fundus uteri.

ENDOKRINOLOGI KELAHIRAN3

Mungkin contoh terbaik dari interaksi antara janin, plasenta, dan ibu adalah inisiasi dan
pemeliharan kelahiran. Perubahan hormonal dalam lingkungan uteroplasenta adalah faktor
utama yang mengatur penghitungan untuk pengembangan kontraksi rahim.
Penelitian yang menyeluruh pada domba telah terlibat poros hipofisis adrenal janin dalam
persalinan normal. Rangkaian peristiwa pada domba dimulai sekitar 10 hari sebelum persalinan
dengan elevasi kortisol janin sebagai respons terhadap ACTH hipofisis janin, pada gilirannya
sebuah responsif terhadap peningkatan pelepasan CRH hipotalamus. Adrenalektomi janin atau
hypophysectomy memperpanjang kehamilan, sedangkan pemasukan dari ACTH atau
glukokortikoid ke dalam janin domba merangsang persalinan prematur. Stimulasi ibu dari adrenal
janin bukan merupakan faktor karena pada domba (dan perempuan) ada transfer plasenta
sedikit atau tidak ada dari ACTH ibu ke sirkulasi janin. Jadi, kelahiran di domba diawali oleh
suatu sinyal di otak janin yang mengaktifkan sekresi ACTH.

Peningkatan sekresi kortisol oleh kelenjar adrenal janin memulai rantai peristiwa yang berkaitan

8
dengan persalinan. Urutan peristiwa yang terus menerus dalam domba dengan penurunan
progesteron. Perubahan ini disebabkan oleh aktivitas enzim induksi 17α-hidroksilase ,17,20-lyase
(P450c17) dalam plasenta domba. Pengaturan dari P450c17 ini dimediasi oleh PGE 2, COX 2
kegiatan dirangsang oleh kortisol, sementara pada saat yang sama, cortisol menghambat
aktivitas 15 dehidrogenase prostaglandin hidroksi.

Dengan demikian, peningkatan PGE2 berkorelasi dengan meningkatnya aktivitas P450c17.


Pengobatan glukokortikoid domba jaringan plasenta khusus meningkatkan tingkat produksi 17α-
hydroxypregn-4-en-3-satu. Dihydroxyprogesterone senyawa ini juga telah diidentifikasi pada
jaringan plasenta domba diperoleh setelah melahirkan spontan. Jadi, sintesis langsung dari
progesteron tidak menurun, metabolisme meningkat menjadi hasil produk 17α-hydroxylated di
progesteron kurang tersedia. Progesteron withdrawal tersebut terkait dengan penurunan
potensi istirahat miometrium. yaitu meningkat respon terhadap rangsangan listrik dan oxytocic.
Konduksi potensial aksi melalui otot meningkat, dan rangsangan miometrium meningkat.
Dihydroxyprogesterone juga berfungsi sebagai prekursor untuk peningkatan tingkat estrogen,
dimana terjadi beberapa hari sebelum kelahiran. Estrogen meningkatkan irama kontraksi, serta
peningkatan permeabilitas vascular, dan respon oksitosin. Dengan demikian progesterone
withdrawal dan estrogen meningkat menjadi sebuah peningkatan konduksi dan eksitasi.
Kejadian terakhir dalam domba adalah kenaikan produksi PGF2α jam sebelum onset aktivitas
rahim. Sebuah hubungan sebab akibat antara kenaikan estrogen dan tampilan PGF2α telah
ditunjukkan pada domba. Kejadian-kejadian ini menunjukkan bahwa penurunan progesteron,
kenaikan estrogen, dan peningkatan PGF2α semua sekunder untuk induksi langsung dari enzim
plasenta oleh kortisol janin.

Kelahiran manusia

Peristiwa steroid dalam kehamilan manusia tidak identik dengan peristiwa di domba. Selain itu,
ada skala waktu yang lebih luas. Perubahan steroid pada domba yang terjadi selama beberapa
hari, sedangkan pada kehamilan manusia perubahan dimulai pada sekitar 34-36 minggu dan
terjadi selama 5 minggu terakhir kehamilan. Namun, jika saja waktu dinyatakan sebagai
persentase dari panjang kehamilan, persentase pada domba dan primata yang mengesankan
sebanding.
Kortisol meningkat secara dramatis dalam cairan ketuban, mulai 34-36 minggu, dan
menghubungkannya dengan pematangan paru. Konsentrasi kortisol pada darah tali pusat tinggi

9
pada bayi yang dilahirkan melalui vagina atau dengan operasi caesar berikut onset persalinan
spontan. Sebaliknya, tingkat kortisol darah tali pusat lebih rendah pada bayi lahir tanpa
persalinan spontan, apakah kelahiran pervaginam (persalinan yang diinduksi) atau dengan
operasi caesar (bekas section cesarea).

Hal ini tidak berarti bahwa peningkatan kortisol pada janin merupakan perubahan akibat
aktivitas adrenal yang meningkat pada ibu sebagai respons terhadap stres. Meskipun kortisol ibu
melintasi plasenta dengan mudah, maka sebagian besar (85%) dimetabolisme menjadi kortison.
Hal ini, pada kenyataannya, mungkin mekanisme dari penekanan kelenjar adrenal janin oleh ibu
steroid dihindari. Berbeda dengan hati ibu, hati janin memiliki kapasitas yang terbatas untuk
mengubah kortison biologis aktif ke kortisol aktif. Di sisi lain, paru-paru janin tidak memiliki
kemampuan untuk mengubah kortison kortisol, dan ini mungkin merupakan sumber penting dari
kortisol untuk paru-paru. Kortisol sendiri menginduksi konversi ini dalam jaringan paru-paru.
Meningkatkan aktivitas adrenal janin diikuti oleh perubahan tingkat steroid. Dalam proses
kelahiran manusia kontribusi penting dari adrenal janin, selain kortisol, adalah efeknya pada
produksi estrogen plasenta. Tema umum dalam kehamilan manusia terkait dengan kegagalan
untuk mulai persalinan pada waktunya adalah penurunan produksi estrogen. Sebaliknya, janin
ibu yang yang tidak dapat membentuk jumlah kortisol normal, seperti yang dengan hiperplasia
adrenal kongenital, dapat melahirkan tepat waktu.

Pada primata, peran progesteron kurang jelas, terutama karena ketidakmampuan untuk
menunjukkan penurunan tingkat tertentu dalam darah perifer progesteron sebelum kelahiran.
Namun demikian, pengobatan dengan agen farmakologis progestational progesteron atau
sintetis memiliki beberapa efek dalam mencegah dalam persalinan prematur, walaupun tidak
lahir aterm. Ada juga alasan untuk mempercayai bahwa konsentrasi progesteron diatur secara
lokal, terutama di membran janin dan decidua, dan penarikan progesteron dapat dicapai dengan
kombinasi mengikat dan metabolisme. Gangguan pajanan terhadap progesteron menyebabkan
kontraksi rahim. Selanjutnya, hambatan produksi progesteron pada trimester kedua dari
manusia atau semester ketiga kehamilan monyet diikuti oleh penurunan ibu, janin dan
konsentrasi progesterone pada cairan ketuban dan persalinan prematur dan melahirkan.
Mungkin ada beberapa mekanisme, yang mempengaruhi konsentrasi lokal dan aksi
progesterone, serta produksi progesterone dalam membrane janin.Peningkatan kadar estrogen

10
dalam darah ibu mulai 34-35 minggu kehamilan, tetapi peningkatan yang terlambat sebelum
kelahiran belum diamati pada kehamilan manusia. Meskipun belum pasti menunjukkan,
peningkatan atau peningkatan kadar estrogen, serta penurunan produksi lokal di progesteron,
diduga memainkan peran kunci dalam meningkatkan produksi prostaglandin.

Bukti untuk peran prostaglandin dalam kelahiran adalah sebagai berikut:


1. Kadar prostaglandin dalam darah ibu dan meningkatkan cairan ketuban dalam hubungan
dengan persalinan.

2. Kadar asam Arachidonic dalam cairan ketuban juga meningkat saat persalinan, dan
arachidonate disuntikkan ke dalam kantung ketuban menginisiasi kelahiran.
3. Pasien yang mengkonsumsi aspirin dosis tinggi memiliki peningkatan yang sangat signifikan
dalam rata-rata panjang umur kehamilan, insiden postmaturitas, dan durasi persalinan.
4. Indometasin mencegah timbulnya onset persalinan normal dalam monyet dan menghentikan
persalinan prematur pada kehamilan manusia.

5. Rangsangan diketahui menyebabkan pelepasan prostaglandin yang mengaugmentasi atau


menginduksi kontraksi uterus.

6. proses pematangan dan pelunakan serviks dimediasi oleh prostaglandin.

7. prostaglandin menginduksi persalinan.

Fetal compartement placental compartement maternal compartement

pituitary

ACTH

adrenal estradiol increases Gap junction


receptors

11
DHA sulfate DHA increases

estradiol increases

Prostaglandin increase contractions

PARTOGRAF
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
 Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui periksa dalam.
 Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat
mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
 Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin
dan bayi baru lahir.

12
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten partograf akan membantu penolong persalinan
untuk:
 Mencatat kemajuan persalinan
 Mencatat kondisi ibu dan janinnya
 Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
 Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan.
 Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu.
Partograf harus digunakan:
 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik
normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan da1am
memantau, mengeva1uasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan
penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.
 Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit,dll).
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu
dan proses kelahiran bayinya ( spesialis obstetric, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa
kedokteran)
 Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Partograf tidak dapat dibuat pada kasus-kasus:
 Partus prematurus
 Pada saat MRS pembukaan > 9 cm
 Akan diadakan Sc elektif.
 Bekas SC 2 kali
 Bekas SC klasik
 Kasus preeklamsia dan eklamsia
Pencatatan selama fase laten kala 1 persalinan
Seperti yang sudah dibahas, kala 1 satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif
yang diacu pada pembukaan serviks:
 Fase laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm
 Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 cm sampai 10 cm

Kala satu persalinan

13
Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat
dicatat secara terpisah, baik di catatan kemajuan persalinan maupun di Kartu Menuju Sehat
(KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama
fase laten persalinan. Semua asuhan dan intevensi juga harus dicatatkan.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama yaitu:
 Denyut jantung janin : setiap ½ jam
 Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 4 jam
 Nadi : setiap ½ jam
 Pembukaan serviks :setiap 4 jam
 Penurunan bagian terendah janin: setiap 4 jam
 Tekanan darah dan temperature tubuh : setiap 4 jam
 Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam

Jika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi harus lebih
sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada diagnosis disebutkan adanya
penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam
pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya.
Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit, ibu boleh pulang dengan instruksi
untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur, intensitasnya makin kuat dan frekuensinya
meningkat. Apabila asuhan persalinan dilakukan di rumah, penolong persalinan hanya boleh
meninggalkan ibu setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan
pada ibu dan keluarganya untuk menghubungi kembali penolong persalinan jika terjadi
peningkatan frekuensi kontraksi. Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten
berlangsung lebih dari 8 jam.

Pencatatan selama fase aktif persalinan


Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan
menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif
persalinan, yaitu:
Informasi tentang ibu:
1. Nama, umur
2. Gravid, para, abortus (keguguran)
3. Nomor catatan medic/nomor puskesmas
4. Tanggal dan waktu mulai dirawat ( jika dirumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai
merawat ibu)

14
5. Waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin:
1. DJJ
2. Warna dan adanya air ketuban
3. Penyusupan (molase) kepala janin
4. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
5. Garis waspada dan garis bertindak
Jam dan waktu
1. Waktu mulainya fase aktif persalinan
2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
Kontraksi uterus:
1. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2. Lama kontraksi (dalam detik)
3. Obat-obatan dan cairan yang diberikan: oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan IV yang
diberikan.
Kondisi ibu:
1. Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh
2. Urin ( volume, aseton atau protein)
Mencatat temuan pada partograf
A. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan.
Waktu kedatangan (tertulis sebagai: jam atau pukul pada partograf) dan perhatikan
kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
B. Kondisi janin
Bagian atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air
ketuban dan penyusupan kepala janin.

1. Denyut jantung janin


Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tandatanda
gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan member tanda titik pada garis yang
sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnya
dengan garis tegas dan bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis
tebal pada angka 180 dan 100. Sebaiknya, penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga
dibawah 120 atau diatas 160. untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ

15
melampaui kisaran normal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia
di salah satu dari kedua sisi partograf.

2. Warna dan adanya air ketuban


Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah
lajur DJJ. Gunakan lambing-lambang berikut ini:
 U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
 J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
 M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
 K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi ("kering")
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat
mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses
persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin ( DJJ < 100 atau > 180 kali per menit) maka ibu
harus segera dirujuk. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang
memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetric dan bayi baru lahir.

3. Penyusupan (molase) tulang kepala janin


Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar detajat
penyusupan atau tumpang-tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko disporposik
kepala panggul ( CPD).
Ketidak-mampuan untuk berakomodasi atau disproporsi ditunjukkan melalui derajat
penyusupan atau tumpang-tindih (molase) yang berat sehingga tulang kepala yang saling
menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan disproprosi kepala-panggul maka
penting untuk tetap memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan
pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan proporsi kepala-panggul (CPD) ke
fasilitas kesehatan rujukan.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-
lambang berikut ini :
 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi
 1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan

16
 3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka
0-10 yang tertera di kolom paling kiri adalah besamya dilatasi serviks. Nilai setiap angka
sesuai dengan besamya dilatasi serviks dalam satuan centimeter dan menempati lajur dan
kotak tersendiri.

Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukkan penambahan
dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah
janin tercantum arigka 1-5 yang sesuai dengan metode perlimaan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya (Menentukan Penurunan Janin). Setiap kotak segi empat atau kubus
menunjukkan waktu 30 menit untuk pencatatat waktu pemeriksaan, denyut jantung janin, kontraksi
uterus dan frekuensi nadi ibu.
1. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini,
nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda 'X' harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besamya pembukaan serviks.

Perhatikan:
 Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai dengan besamya
pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
 Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan (pembukaan serviks) dari
hasil periksa dalam harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai
dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan cantumkan tanda 'X' pada ordinat atau tidak
silang garis dilatasi serviks dan hgaris waspada. Hubungkan tanda “X” dari setiap pemeriksaan
dengan garis utuh ( tidak terputus)

17
2. Penurunan bagian terbawah janin
Setap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tanda tanda
penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang
menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada
persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian
terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah
pembukaan serviks mencapai 7 cm. Tulisan "Turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5,
tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda '0' yang ditulis pada
garis waktu yang sesuai. Sebagai cantah, jika hasil pemeriksaan palpasi kepaia di atas simfisi
pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda "0" di garis angka 4. Hubungkan tanda '0' dari setiap
pemeriksaan dengan garis tidak terputus.

3. Garis waspada dan garis bertindak


Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana
pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke

18
sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit ( misalnya : fase aktif memanjang, serviks kaku atau inersia
uteri hipotonik,dll)
Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi bermanfaat yang diperlukan, rnisalnya :
persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki
kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawat darurat obstetri. Garis bertindak tertera
sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu
dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada di
tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
Jam dan waktu
1. Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunanI tertera kotak-kotak yang
duberi angka 1-12. Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian

Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat
waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan
berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan dengan lajur untuk
pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas dan lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian
bawah. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, cantumkan pembukaan serviks pada
garis waspada. Kemudian catatkan waktu actual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika hasil periksa dalam menunjukkan pembukaan serviks adalah 6 cm pada
pukul 15.00, cantumkan tanda 'X' di garis waspada yang sesuai dengan lajur angaka 6 yang
tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu actual di kotak pada lajur waktu di
bawah lajur pembukaan (kotak ketiga dari kiri)
Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat 5 kotak dengan tulisan kontraksi per 10 menit sebelah
luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat
jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah
kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia
dan disesuaikan dengan angka yang mencerrninkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi .

19
Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka lakukan
pengisian pada 3 kotak kontraksi

Obat-Obatan Dan Cairan Yang Diberikan


Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin,
obat-obat lainnya dan cairan IV.

1.Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.

2.Obat-obatan lain dan cairan IV


Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.

Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang untuk
mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
 Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
 Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika
diduga adanya penyulit). Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.

20
 Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering
jika diduga adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai.Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak atau
diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
2. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlahjproduksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkernih).
Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkernih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam
urin.

Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya


Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf,
atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu
saat membuat catatan persalinan
Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinis mencakup:
• Jumlah cairan per oral yang diberikan
• Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur
• Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum)
• Persiapan sebelum melakukan rujukan

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Cunningham GF, Gant NF, Leveno JK, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Williams Obstetrics,
21st ed. New York: McGraw-Hill, 2001.
2. Hanifa W, Abdul B S, Trijatmo R. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal (ed) Ilmu
kandungan. Edisi 2, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2007.

3. Sperrof. L, Glass.R, Kase.N,Clinical endocrinology Gynecologic and Infertility.Lippincot


Williams & Wilkins.1999.

22

Anda mungkin juga menyukai