Anda di halaman 1dari 4

Nama : Anggit Dwi W

NIM : 121160165
Mata Kuliah : Mikrobiologi Industri

 Tugas!
Mencari substrat untuk mikroorganisme

 Substrat generasi pertama menggunakan pati :

Bioethanol dapat dibuat dari singkong.Singkong (Manihot utilissima) sering juga disebut
sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara tropis.Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting
dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang
tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif.Dengan demikian, singkong
adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia.
Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan baku utama.

Melihat potensi tersebut peneliti melakukan percobaan pembuatan bioethanol dari singkong
secara farmentasi menggunakan ragi tape. Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat komersil dan
mudah didapat.

Jasad renik yang terisolasi oleh para ilmuwan dari berbagai ragi tape merek-merek dari
tempat-tempat yang berbeda dan pasar-pasar di Indonesia adalah suatu kombinasi Amylomyces
rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis
fibuligera, Sacharomyces cerevisiae, dan beberapa bakteri :Pediococcus sp., Baksil sp (Gandjar et. al.,
1983; Gandjar &Evrard, 2002; Saono et. al., 1974; Saono et. al., 1982; Basuki l985; Steinkraus, 1996).
Peneliti-peneliti di dalam Negara Pilipina, Malaysia, Thailand, Vietnam menemukan juga jenis yang
berasal dari pribumi sama dari jasad renik di dalam inokulum mereka.

Singkong karet merupakan salah satu jenis singkong pohon yang mengandung senyawa
beracun, yaitu asam sianida (HCN), sehingga tidak diperdagangkan dan kurang dimanfaatkan oleh
masyarakat (Anonim, 2006). Singkong karet (singkong gajah) kurang dimanfaatkan secara maksimal
oleh masyarakat karena beracun, oleh karena itu sangat tepat sekali bila singkong jenis ini digunakan
sebagai bahan baku bioetanol. Penelitian Sriyanti (2003), menunjukkan bahwa dari tiga varietas
singkong yakni varietas randu, mentega dan menthik ternyata kadar gula dan alkohol tertinggi
terdapat pada varietas mentega yakni sebesar 11,8% mg untuk kadar gula, dan 2,94% mg untuk
kadar alkohol.
Menurut Sugiarti (2007) dalam Setyaningsih (2008), bahwa kandungan alkohol ubi kayu
varietas randu yakni sebesar 51%. Menurut Ludfi (2006) dalam Setyaningsih (2008), setelah
dilakukan pengujian terhadap kadar alcohol pada hasil fermentasi ampas umbi singkong karet, maka
hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar alkohol terendah adalah 11,70% pada waktu fermentasi
9 hari dan dosis ragi 2 gr. Sedangkan kadar alkohol tertinggi adalah 41,67% pada waktu fermentasi
15 hari dan dosis ragi 8 gr.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melakukan uji coba pengembangan energi alternatif
bioetanol dari bahan dasar singkong. Untuk menghasilkan bioetanol sekitar satu liter dibutuhkan
sedikitnya 6,5 kilogram singkong. Bioetanol yang dihasilkan nantinya bisa untuk oktan 40% atau
seperti minyak tanah, 70% seperti premium bahkan 90% seperti Pertamax. Biaya produksi untuk
satu liternya sekitar Rp3.000 jadi kalau dijual Rp4.000 atau Rp5.000 tetap lebih murah dari premium.
Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi
bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat dan tetes menjadi bio-ethanol.

 Substrat generasi ke dua menggunakan jerami :

1. Pada Pemanfaatan Enzim Selulase dari Trichoderma Reseei dan Aspergillus Niger sebagai
Katalisator Hidrolisis Enzimatik Jerami Padi dengan Pretreatment Microwave disimpulkan bahwa:

· Enzim selulase yang dihasilkan dari mikrofungi Aspergillus niger dan Trichoderma reseei
dapat dimanfaatkan sebagai katalis dalam proses hidrolisis enzimatik jerami padi dimana produk
akhir yang dihasilkan berupa glukosa.

· Kondisi operasi yang mempengaruhi proses hidrolisis adalah perbandingan enzim


selulase dari Aspergillus niger dan Trichoderma reseei serta waktu hidrolisis enzimatik. Dimana
Kombinasi perlakuan terbaik yaitu pada perbandingan 1 Aspergillus niger : 2 Trichoderma
reseei dengan waktu hidrolisis 64 jam menghasilkan glukosa sebesar 12.169 g/L.

2. Pada Proses Fermentasi Hidrolisat Jerami Padi Untuk Menghasilkan Bioetanol


disimpulkan bahwa: Jerami padi yang banyak dianggap masyarakat sebagai limbah pertanian
ternyata dengan perlakuan khusus dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol, yaitu energi alternatif
dengan melibatkan bantuan mikroba ragi, sedangkan pada proses pemurniannya menggunakan
distilasi vakum pada kondisi suhu set point 500 0C dan tekanannya 200 mmHg. Perlakuan akhir pada
proses ini adalah menganalisa produk bioetanol yang dihasilkan dengan menggunakan alat gas
kromatografi.
3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Produksi Bioetanol Dari Jerami Padi (Oryza
Sativa L) maka dapat disimpulkan bahwa dihasilkan kadar glukosa terbanyak pada konsentrasi HCl 21
% dengan kadar glukosa 70,85 ppm. Kadar etanol paling banyak sebesar 6,405 % dengan waktu
fermentasi 13 hari. Kromatogram senyawa etanol hasil fermentasi muncul pada waktu retensi 1,901
dan pembacaan pada Mass Spectroscopy muncul Mr senyawa etanol yaitu Mr = 46.

4. Pemanfaatan Jerami Padi Dan Alang-Alang Dalam Fermentasi Etanol Menggunakan


Kapang Trichoderma Viride Dan Khamir Saccharomycess Cerevisiae Etanol dapat dihasilkan dari
jerami padi dan alang-alang melalui proses fermentasi secara bertahap (tahap 1 fermentasi gula
dengan menggunakan kapang T. viride dan tahap 2 fermentasi etanol dengan menggunakan khamir
S. cerevisiae). Kadar gula sederhana yang dihasilkan secara fermentasi oleh kapang T. viride lebih
tinggi pada substrat jerami padi yaitu sebesar 12% dibandingkan dari alang-alang yaitu sebesar
11,39 %. Jerami padi dan alang-alang memiliki potensi yang sama sebagai substrat dalam
fermentasi etanol. Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan secara fermentasi oleh khamir S. cerevisiae
pada jerami padi adalah sebesar 0,77% dan alang-alang sebesar 0,73%.

 Substrat generasi ke tiga menggunakan alga :

Mikroalga merupakan organisme nabati yang hidup melayang-layang dalam air, relative tidak
mempunyai daya geerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu
berfotosintesis (Davis,1951). Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk benang dan mampu
memroduksi komponen yang bernilai tinggi. Habitat hidupnya meliputi seluruh wilayah perairan di
dunia, baik lingkungan air laut maupun air tawar. Organisme ini memiliki kemampuan mengubah
energi matahari, air, dan karbon dioksida layaknya tumbuhan tingkat tinggi (Panggalo, 2012:19).
Populasi tersebut kemudian dikategorikan ke dalam 4 kelas, yaitu diatome, green algae, blue-green
algae, dan golden algae (Panggalo, 2012:19).

Sel mikroalga dapat dibagi menjadi 10 divisi dan 8 divisi alga merupakan bentuk
uniselular. Dari 8 divisi alga, 6 divisi telah digunakan untuk keperluan budidaya perikanan sebagai
pakan alami. Setiap divisi mempunyai karakteristik yang ikut memberikan andil pada kelompoknya,
tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada 4 karakteristik
yang digunakan untuk membedakan divisi mikroalga yaitu: tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella,
tipe komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel
yang menempel berbentuk koloni/filamen.
Sifat yang paling berguna untuk mengidentifikasi alga adalah warna atau pigmen
mereka. Pigmen-pigmen tersebut menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi biomassa
melalui proses fotosintesis. Ada 3 kelas utama pigmen dan berbagai kombinasi yang memberikan
warna khas pada alga. Kelompok utama dari pigmen hijau adalah chlorophil, dengan chlorophil a
sebagai pigmen utama yang menyerap gelombang panjang biru dan merah sebagai cahaya yang
penting untuk fotosintesis.

Pada makroalga, sebagian besar karotenoid lebih bersifat melindungi pigmen lain
daripada ikut secara langsung dalam reaksi fotosintesis. Dalam setiap divisi, terdapat pengecualian
seperti fukosantin pada diatom dan alga coklat, yang sangat aktif dalam proses fotosintesa. Fikobilin
berwarna merah (fikoeretrin) atau biru (fikosianin) dan menangkap gelombang panjang yang tidak
ditangkap oleh pigmen-pigmen lainnya dan melewati energi yang ditangkap pada chlrophil a untuk
fotosintesis. Beberapa variasi dari bentuk sel dapat ditemukan pada alga uniselular dapat berbentuk
bola pipih memanjang atau berbentuk kotak sebagai tambahan beberapa uniselular memiliki lengan
atau duri yang merupakan perluasan dari dinding sel. Banyak mikroalga yang membentuk filamen-
filamen sel yang menghubungkan satu sama lain. Mikroalga lainnya membentuk koloni-koloni sel
yang memiliki suatu pola yang khusus dan ditentukan oleh jumlah sel.

Alga melekatkan dirinya pada substrat dengan perantaraan organnya yang disebut dengan
holdfast. Dasar perairan biasanya terkait dengan tingkat kecerahan perairan. Perairan dengan dasar
karang atau karang mati biasanya memiliki kejernihan air yang relatif baik. Hal ini cukup penting bagi
berlangsungnya fotosintesis alga.

Dasar perairan yang keras, kokoh dan kuat yang tidak dapat dipindahkan oleh
gelombang atau pengaruh lain, seperti batu-batuan dan batu karang merupakan substrat yang baik
bagi kehidupan alga yang merupakan bagian terbesar dari vegetasi laut. Dasar perairan yang lemah
dan gembur kurang baik bagi kehidupan alga, tetapi banyak dihuni oleh alga yang berukuran kecil.
Dasar perairan yang berlumpur menyebabkan penetrasi cahaya rendah dan menempelnya lumpur
pada alga. Keadaan ini menyebabkan efektivitas pemanfaatan cahaya menurun sehingga alga tidak
dapat bertumbuh dan menyebabkan kematian dalam jangka waktu lama

Anda mungkin juga menyukai