RAKYAT”
Pembakuan Bahasa Indonesia atau penstandaran bahasa adalah pemilihan maksut kata
yang dianggap paling wajar dan paling baik dalam pemakaian bahasa. Bahasa baku atau
bahasa standar memiliki nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan
nasional, dalam situasi resmi atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat
oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku. Pemakaian ragam bahasa sangat perlu
diperhatikan, karena dalam masyarakat terdapat variasi bahasa yang sesuai dengan latar
belakang masyarakat pengguna bahasa. Ragam bahasa yang terdapat dalam ini adalah ragam
bahasa yang diakui oleh sebagian besar masyarakat yang menggunakan bahasa ini sebagai
bahasa resmi, dan diakui oleh sebagian rujukan sebagai bahasa utama dalam penggunaannya.
Kaidah jurnalistik sewajarnya didasarkan atas terbatasnya ruang dan waktu. Salah satu
sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi capat dalam ruang dan waktu
yang relative terbatas. Dengan demikian dibutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih
efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
Berdasarkan analisa penggunaan kebakuan bahasa pada media cetak koran kedaulatan
rakyat yang terbit pada Kamis, 10 September 2015. Mengambil judul berita “Ki Seno
Optimis Wayang Kulit Eksis” pada halaman ke 18, baris kedua dan kolom pertama, berita ini
menyuguhkan kebakuan bahasa yang bagus dan rapi, tetapi dengan selingan penggunaan
bahasa daerah yang cukup banyak. Di dalam pemberitaan ini sering kali jurnalis menyelipkan
penggunaan bahasa daerah, penggunaan bahasa daerah disini jika diamati memiliki maksut
untuk menunjukkan bahwa ini merupakan berita yang berobjektifkan sesuatu yang
berdasarkan dari sebuah daerah tertentu, Dalam kasus berita ini berobjektifkan pada berita
tentang Ki Seno dengan hal yang menyangkut kewayangan, dan jika ditilik dari daerah
tempat Ki Seno di wawancarai untuk membuat berita ini maka tempat objek berita berada di
kawasan Bantul Yogyakarta, Oleh sebab itu, dengan diambilnya objek berita di Yogyakarta
dana bertemakan perwayangan yang mana identik dengan kejawaan, maka jurnalis
menyelipkan kata berbahasa jawa guna menghidupkan dan menegaskan bahwa berita ini
bersumber dari masyarakat Yogyakarta, Selain itu penuturan narasumber ketika di
wawancarai pun juga menggunakan bahasa jawa, sehingga kesan penggunaan bahasa jawa di
berita ini sangat kental. Tetapi, menilik dari kebakuan bahasa yang seharusnya dikedepankan
dalam peredaksian suatu media cetak, maka penggunaan bahasa daerah yang banyak tentu
akan mengurangi esensi dari media cetak itu sendiri. Di dalam kebakuan bahasa, penggunaan
bahasa daerah pun menjadi tidak baku seutuhnya jika di buat menjadi paragraf-paragraf
seperti pada media cetak. Kata seperti ngurip-urip yang digunakan oleh jurnalis digunakan
untuk memperjelas berita ini dari daerah jawa, tetapi hal ini mengurangi esensi kebakuan
bahasa pada media cetak ini. Selain itu contoh lain terdapat kata Konkret yang mana Jurnalis
ingin meredaksi bahwa maksut disini adalah ingin condong kepada bahasa daerah karena
menggunakan diksi kedaerahan daripada mengedepankan kebakuan bahasa menjadi
Kongkrit, yang mana sebenarnya memiliki makna yang sama, namu memiliki perbedaan
pada kombinasi huruf untuk membentuk satu kata bermakna sama.
Oleh sebab itu, jika di buat sampeling, dengan melihat satu berita yang terdapat pada
media cetak koran “Kedaulatan Rakyat” maka Koran ini mengurangi fungsi dari kebakuan
bahasa, dan lebih menitik beratkan pada penggunaan bahasa daerah, yaitu bahasa jawa,
fungsinya jika diamati, ingin menjelaskan bahwa ini koran dari daerah jawa, dan pokok
beritanya merupakan berita yang berobjek kepada hal-hal yang terjadi di daerah jawa.
Kebakuan bahasa pada koran ini berkisar di sedang menuju baik, karena walaupun koran
“Kedaulatan Rakyat” sering menggunakan bahasa daerah, namun bahasa daerah juga
memiliki makna, dan bahasa daerah disini pun memiliki fungsi yang vital, yaitu untuk
memperjelas pembaca, walaupun akan sulit diterima bagi masyarakat di luar jawa.
Daftar Pustaka
Roy, K. 2015. “Ki Seno Optimis Wayang Kulit Eksis”. Kedaulatan Rakyat. 12 Desember
2015