Anda di halaman 1dari 4

PEREDARAN BAHASA ASING DAN BAHASA GAUL MENGASINGKAN BAHASA INDONESIA DARI

PERGAULAN PARA PEMUDA


Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Kutipan
tersebut merupakan butir ketiga dari isi Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda menyerukan bahwa
bahasa Indonesia adalah bahasa terpenting untuk digunakan di kawasan wilayah NKRI.
Bertepatan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tersebut, bahasa Indonesia diresmikan
sebagai bahasa nasional dan bahasa kesatuan negara Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional. Berdasarkan kedudukan tersebut,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional dan alat perhubungan antar
daerah dan antar budaya.
Bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Ketentuan ini tercantum dalam
UUD 1945 pasal 36 yang isinya Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Dari pernyataan
itu, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan,
bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dan alat perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan pembangunan. Selain itu, dalam rumusan seminar politik bahasa tahun
1999, disampaikan juga bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa media massa,
pendukung sastra Indonesia, serta pemerkaya bahasa dan sastra daerah.
Namun, era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menuntut bahasa Indonesia untuk membuka diri terhadap perkembangan zaman. Hal ini telah
dirumuskan dalam kebijakan bahasa nasional yang merupakan hasil dari seminar politik bahasa
tahun 1999 tentang bahasa asing (bahasa Inggris). Di kebijakan itu, disebutkan bahwa bahasa
asing dapat diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Akibatnya, kosakata bahasa Indonesia semakin banyak berasal dari bahasa asing. Oleh karena
penyerapan yang tidak sempurna oleh orang awam, penggunaan bahasa Indonesia bukanlah yang
baik dan benar melainkan bahasa asing versi utuh. Keadaan ini semakin diperparah dengan
maraknya penggunaan bahasa asing di sekolah terutama bahasa Inggris. Padahal, euforia
berbahasa asing guna internasionalisasi pendidikan Indonesia bertolak belakang dengan undang
undang, khususnya UU No 24/2009. Menurut Dendy Sugono, seorang peneliti bahasa,
internasionalisasi standar pendidikan seharusnya menyentuh mutu pendidikan dan wawasan para
siswanya, tak sebatas pada penggunaan bahasa asing di sekolah.
Tidak hanya bahasa asing, penggunaan bahasa gaul oleh sebagian generasi muda modern, telah
mendarah daging dalam komunikasi sehari-hari. Terlebih lagi, para pemuda menggunakan
bahasa gaul untuk berkomunikasi di sekolah, kampus, dan tempat-tempat lainnya. Para generasi
muda menggangap bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar terkesan terlalu
kaku dan sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, bahasa gaul terasa
nyaman digunakan dalam pergaulan sehari-hari dan dianggap tidak ketinggalan zaman. Padahal,
tanpa disadari, kebiasaan tersebut menyebabkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi negara merosot kualitasnya.
Sebenarnya, hal ini tak sepenuhya kesalahan dari pemuda yang kurang menerapkan penggunaan
bahsa Indonesia yang baik dan benar. Suburnya penggunaan bahasa gaul di berbagai media tentu
membuat pemuda lebih mudah beradapthasi dengan bahasa gaul itu sendiri. Contohnya, hampir
seluruh tayangan sinetron di televisi beserta iklan-iklan pendukungnya menggunakan bahasa
gaul. Selain itu, para penulis pun sepertinya lebih senang bermain dengan bahasa gaul daripada
menjunjung bahasa Indonesia dalam tulisan-tulisan mereka. Inilah salah satu pemicu surutnya
pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Negara Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri banyak pulau. Hal ini tentunya
membutuhkan alat komunikasi yang dapat menjangkau semua wilayah itu. Anggota masyarakat
yang tersebar luas itu memiliki minat berbeda dalam hal mengakses informasi, terutama kaula
muda. Ada yang senang menonton TV, mendengarkan radio, atau bahkan membaca surat kabar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemuda yang tersebar luas itu merupakan konsumen
media massa. Hal itu menyebabkan media massa memiliki andil yang dominan dalam
membentuk kebiasaan penggunaan bahasa.
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam media massa sangat mempengaruhi kebiasaan
berbahasa para pembaca media massa tersebut. Jika bahasa Indonesia yang digunakan dalam
media massa tersebut tidak sesuai dengan kaidah, hal ini akan merusak penggunaan bahasa
Indonesia. Kenyataannnya, penggunaan bahasa Indonesia dalam media elektronik seperti radio
dan televisi sangat buruk, apalagi dalam siaran langsung. Hal ini terjadi karena pada saat siaran
langsung tidak ada peran penyunting untuk memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia yang
dipakai oleh para reporter. Keadaan yang berbeda dengan surat kabar yang selalu disunting oleh
redaktur penyunting, sehingga kualitas penggunaan bahasa Indonesianya sudah lebih baik.
Pada intinya, setelah berinteraksi dengan media massa, para pemuda dapat saja menyimpulkan
bahwa bahasa yang dipakai di media itu adalah bahasa yang digunakan secara nasional.
Buktinya, di berbagai forum, pertemuan, dan perkumpulan komunitas lebih sering memakai
bahasa gaul daripada bahasa Indonesia. Contoh lain terlihat pada saat seorang pemuda bertanya
kepada orang yang belum dikenalnya. Dapat dipastikan dengan akurat bahwa ia akan
menggunakan bahasa gaul unutk betanya. Bukan bahasa Indonesia, bahasa persatuan negaranya.
Media massa, baik itu media cetak ataupun media elektronik memiliki jangkauan yang sangat
luas. Melihat aspek media massa yang selama ini dijadikan konsumsi sehari-hari oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia, media massa dapat ditempatkan sebagai upaya pembinaan bahasa
Indonesia yang cukup efisien. Apalagi kepada para pemuda. Hal ini dikarenakan para pemuda
dianggap sebagai sarana yang paling tepat. Mengingat pemuda lebih sering dan mudah
berinteraksi dengan khalayak secara nasional. Interaksi yang dimaksud adalah frekuensi tampil
di tengah masayarakat seperti di berbagai media massa yang begitu tinggi. Jika bahasa Indonesia
yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang benar, berarti secara tidak langsung pula
masyarakat telah diarahkan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Media massa dapat memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan cara mengadakan
pembinaan dari Pusat Bahasa. Praktisi media massa di daerah dapat melakukan pembinaan ini
melalui Balai Bahasa atau Kantor Bahasa yang tersebar di provinsi seluruh Indonesia.
Pembinaan ini ditujukan kepada redaktur penyunting, reporter radio maupun televisi. Adanya
pembinaan ini bertujuan agar penggunaan bahasa Indonesia di media massa menjadi lebih baik
lagi. Jika penggunaan bahasa Indonesia oleh kalangan media massa sudah mengikuti kaidah
yang berlaku, diharapkan hal ini membawa dampak positif terhadap penggunaan bahasa
Indonesia untuk masa depan.
Lebih dari itu, kebiasaan bergelut dengan media massa yang menerapkan pemakaian bahasa
Indonesia sesuai kaidah diharapkan dapat memberi titik terang kepada para pemuda. Contoh
kecilnya yaitu pada majalah. Setidaknya, jika berbagai majalah memakai bahasa Indonesia yang
baik dan benar dalam isi majalah mereka, pasti bahasa Indonesia yang baik dan benar akan
tersosialisasi secara tidak langsung kepada para pembacanya, khusunya pemuda. Tak terkecuali
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar yang disampaikan dengan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, secara tidak langsung akan membentuk sikap cinta pada
bahasa Indonesia. Selanjutnya, sikap senang mendengarkan radio, menoton televisi atau
membaca surat kabar secara bertahap akan menumbuhkan kebiasaan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar baik dalan wujud lisan maupun tulisan.
Jalan lainnya yang dapat ditempuh dalam upaya membina sikap positif terhadap bahasa
Indonesia yaitu melalui pemimpin dan pemuka masayarakat. Pemimpin disini adalah pemimpin
formal yang dikenal dengan sebutan pejabat dan pemimpin nonformal yang dalam masyarakat
disebut pemuka masyarakat. Pejabat adalah seseorang yang memangku jabatan, baik itu jabatan
sipil ataupun militer. Pemuka masyarakat adalah seseorang yang disegani masyarakat karena
kewibawaannya. Para pejabat dan pemuka masyarakat pada umumnya menjadi teladan bagi
masyarakat. Seringkali, masyarakat mencontoh apa yang dikatakan dan diperbuat pemimpinnya.
Jika pejabat dan pemuka masyarakat bertutur kata dengan baik dan sopan, tentu masyarakat pun
meneladani cara bertutur kata yang baik dan sopan tersebut. Begitu juga sebaliknya.
Para pejabat dan pemuka masyarakat diharapkan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar sebagai wujud cinta dan kepatuhan dalam berbahasa Indonesia. Terlebih mereka
sering tampil di muka umum. Jika mereka menerapkan itu, secara tidak langsung mereka
memberi himbauan dan contoh kepada masyarakat luas untuk mencintai dan mematuhi semua
akidah berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar
oleh para pemimpin dapat dijadikan sebagai salah satu upaya membina sikap positif terhadap
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tidak hanya itu, lingkungan pendidikan juga berperan penting dalam upaya penggunaan bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk menanam dan menumbuhkembangkan
pemahaman dan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Pemerintah perlu membuat kebijakan mengenai penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu di sekolah. Dengan demikian, pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar
pada saat ini dan masa depan akan meningkat. Pada akhirnya, diharapkan generasi muda secara
otomatis akan menjadi penutur-penutur bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Perubahan memang sulit dilakukan, tidak semudah membalik telapak tangan. Namun, bukan
berarti tidak dapat dilakukan. Seperti kata-kata mutiara berikut ini : Cinta dan kasih sayang
akan menjulang lebih tinggi jika kita kehilangan. Tunas-tunas rasa akan bermunculan seiring
rasa cinta dan kasih sayang agar kita tidak kehilangan. Hal ini pernah berlaku untuk salah satu
asset negara kita, yaitu batik. Mengapa tiba-tiba kita mencintai batik? Karena kita menyadari
adanya rasa takut kehilangan batik sebagai warisan budaya bangsa. Begitu juga untuk pemakaian
bahasa Indonesia yang sesuai kaidah (baik dan benar). Namun, kapan kita bisa mencintai bahasa
Indonesia? Apakah menunggu sampai orang lain mengakui bahasa mereka, barulah kita
mencintai bahasa Indonesia? Kita tentu menjawab tidak. Oleh karena itu, marilah kita lebih
mencintai bahasa Indonesia sebagai wujud bangga atas bahasa pemersatu, bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai