Anda di halaman 1dari 2

Perubahan Bentuk Sastra sebagai Upaya Pemertahanan Diri

Meminjam pandangan Faruk, bahwa sastra sangat kolaboratif, saya mengartikannya


sebagai upaya adaptasi sastra untuk mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman juga
permintaan pasar. Sejak dulu, sastra selalu mampu menghadirkan bentuk-bentuk yang
disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan. Di ranah Sastra Melayu, kita mengenal bentuk-bentuk
seperti gurindam, hikayat, karmina, pantun, syair, seloka, hingga talibun yang tercipta dengan
situasi-situasi dan pengaruh yang berbeda. Misalnya, syair yang dipengaruhi oleh kebudayaan
Arab.
Lalu, di zaman media yang begitu kuat ini, nampak bahwa orang berlomba-lomba untuk
menciptakan inovasi, bahkan dalam bersastra. Seperti yang heboh belakangan ini soal penciptaan
bentuk puisi-esai yang disponsori oleh Denny JA. Untuk memertahankan eksistensi genre ini,
Denny JA cukup kuat karena selain didukung oleh sastrawan-sastrawan ternama ia juga kuasa
untuk mengadakan lomba-lomba terkait penciptaan puisi-esai ini.
Selanjutnya, yang baru-baru ini adalah Soni Farid Maulana yang memprakarsarai bentuk
sonian dan memperkenalkannya lewat media online (grup facebook) dan cetak (surat kabar).
Sonian, puisi yang memiliki pola 6-5-4-3 suku kata setiap lariknya, misalnya: JUMAT // hari
penuh berkah / salawat nabi / dilantunkan / di hati // (Soni, 2015). Serupa sonian, banyak grup
facebook yang menawarkan puisi genre baru seperti puisi 2koma7, Padma 4444, dan puisi
Persagi.
Selanjutnya, ada haiku. Puisi Jepang yang akhirnya dibawa ke Indonesia oleh Kurniawan
Junaedhie yang juga melalui grup facebook. Saat ini, anggota grup tercatat 2683 anggota, cukup
banyak jika dibandingkan dengan grup sonian yang sejauh ini memiliki 909 anggota. Terlepas
dari jumlah anggota, keduanya cukup aktif dalam memposting puisi dan mencetak buku baik
berupa karya maupun teori sastra.
Masih di lingkup puisi, bukan cuma upaya mempopulerkan yang baru, sosial media juga
digunakan sebagai wadah untuk menghidupkan yang lama. Masih di grup facebook, terdapat
grup yang berusaha mempopulerkan kembali genre puisi karmina, sebuah pantun kilat dengan
dua baris berima a-a.
Perlombaan inovasi dalam penciptaan sastra bukan cuma di genre puisi, di lingkup prosa,
sebelumnya, fiksi mini sempat populer di twitter. Keterbatasan karakter di twitter (140 karakter)
menjadi tantangan tersendiri yang menjadikan fiksi mini cukup populer hingga sekarang. Akun
@fiksimini memiliki sekiranya 181.000-an pengikut di twitter.
Lebih lanjut, inovasi lain disebut-sebut sebagai hibrid dan bernama Revolvere Project
yang digagas oleh Fahd Djibran atau Fahd Pahdepie. Revolvere Project adalah proyek sastra lintas
media yang mencakup aspek sastra-musik-visual yang ia awali di Agustus 2011 dengan menggaet Fiersa

Besari (musisi) dan Futih Aljihadi (seniman visual). Revolvere Project dipertahankan melalui youtube.
Salah satu video, Kau yang Mengutuhkan Aku, mencapai hingga 19.000-an penonton.
Lalu, persoalan apakah inovasi itu akan bertahan lama atau hanya menjadi tren sesaat, sangat
bergantung pada kekuatan sang inovator dan pengikutnya. Bagaimana sang inovator melakukan
marketing agar inovasi-inovasi tersebut mampu bertahan. Kekuatan (dan modal) inovator termasuk yang
berperan penting dalam penyebarluasan bentuk-bentuk baru sastra ini agar dikenal. Terlepas dari
kepentingan sang inovator, baik untuk tujuan pribadiatau kepentingan bersama, perubahan bentuk sastra
ini dapat dipandang sebagai upaya pemertahanan diri sastra. Serupa pembaharuan agar sastra dalam
bentuk baru ini dapat terus dinikmati, baik melalui permainan suku kata, rima, atau dengan melibatkan
unsur lain seperti visual dan musik. Karena walaupun dari segi bentuk, sastra selalu berubah-ubah, isinya
selalu berulang. Bahkan, ini cukup unik karena jika melihat fenomena munculnya puisi bersyarat seperti
sonian, haiku, 2koma7 menandakan bahwa tradisi berpuisi saat ini mulai kembali menginginkan batasanbatasan dalam mencipta.
Perubahan bentuk sastra bisa dikatakan sebagai bentuk penyesuaian, adaptasi, agar sastra(wan)
bisa bertahan hidup. Sastra(wan) perlu menyesuaikan dirinya agar mendapatkan tempat di masyarakat
(pasar) sehingga inovasi adalah perlu. Bentuk-bentuk sastra baru yang cenderung mudah, instan dan luas
ini adalah salah satu bentuk penyesuaian dengan apa yang dibutuhkan saat ini dan penggunaan media
online sebagai alat untuk memperkenalkan dan mempopulerkan bentuk-bentuk baru itu adalah upaya
untuk menggaet kembali penikmat dan pencipta yang telah mulai beralih dari tradisi cetak. (Nanda)

Nanda Ghaida

Anda mungkin juga menyukai