40 Hadis Fadhilat Alquran
40 Hadis Fadhilat Alquran
Hadits ke- 1
Hadist di atas diperkuat oleh sebuah hadist yang diriwayatkan dari Sa’id
bin Sulaim r.a. secara mursal bahwa barang siapa mempelajari al Qur’an
tetapi ia menganggap bahwa orang lain yang telah diberi kelebihan yang
lain lebih utama darinya, berarti ia telah menghina nikmat Allah yang
dikaruniakan kepadanya, yaitu taufik untuk mempelajari al Qur’an.
Jelaskanlah, bahwa al Qur’an itu lebih tinggi daripada yang lainnya,
sebagaimana akan diterangkan dalam hadist-hadist selanjutnya, sehingga
harus diyakini bahwa membaca dan mengajarkannya lebih utama daripada
segala-galanya. Mengenai hal ini, Mulla Ali Qari rah.a menegaskan dalam
hadist yang lain bahwa barang siapa yang menghafal al Qur’an, maka ia
telah menyimpan ilmu kenabian dikepalanya. Sahal Tustari rah.a. berkata,
“Tanda cinta seseorang kepada Allah adalah menanamkan rasa cinta
terhadap al Qur’an didalam hatinya.
Hadits ke-2
Dari Abu Sa’id r.a. berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Allah berfirman,
‘barang siapa yang disibukan oleh al Qur’an daripada berdzikir kepada-Ku
dan memohon kepada-Ku, maka Aku berikan kepadanya sesuatu yang
lebih
utama daripada yang Aku berikan kepada orang-orang yang memohon
kepada-Ku dan keutamaan kalam Allah diatas seluruh perkataan adalah
seumpama keutamaan Allah atas makhluk-Nya.” (Hr. Tirmidzi, DArami, dan
Baihaqi)
Hadits ke-3
satu nama sahabat yang tinggal di Shuffah, dan ia menulis tentang mereka
di dalam risalah tersendiri. Sedangkan Buth-han dan Aqiq adalah nama
dua
buah tempat di Madinah sebagai pasar perdagangan unta. Orang Arab
sangat
menyukai unta, terutama unta betina yang berpunuk besar.
Hakikat inilah yang harus dipikirkan oleh setiap kaum muslimin, sehingga
mereka tidak mengorbankan keuntungan agama demi mendapatkan
keuntungan
dunia yang sedikit ini.
Hadits ke-4
Maksud orang yang ahli dalam al Qur’an adalah orang yang hafal al Qur’an
dan senantiasa membacanya, apalagi jika memahami arti dan maksudnya.
Mulla Ali Qari rah.a. meriwayatkan dari Thabrani dan Baihaqi, “Barang
siapa membaca al Qur’an sedangkan ia tidak hafal, maka ia akan
memperoleh pahala dua kali lipat. Dan barang siapa benar-benar ingin
menghafal al Qur’an, sedangkan ia tidak mampu, tetapi ia terus
membacanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari Mashyar
bersama
para hafizh al Qur’an.
Hadits ke-5
Dari Ibnu Umar r.huma. berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tidak
diperbolehkan hasad (iri hati) kecuali terhadap dua orang: Orang yang
dikaruniai Allah (kemampuan membaca/menghafal al Qur’an). Lalu ia
membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh
Allah, lalu ia menginfakannya pada malam dan siang hari.” (Hr. Bukhari,
Tarmidzi, dan Nasa’i)
Dalam al Qur’an dan hadits banyak diterangkan bahwa hasad atau iri hati
yang hukumannya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits diatas, ada
dua jenis orang yang kita boleh hasad terhadapnya.
Karena banyak riwayat yang terkenal mengenai keharaman hasad ini,
maka
alim ulama menjelaskan hasad dalam hadist ini dengan dua maksud:
Pertama, hasad diartikan risyk yang dalam bahasa arab disebut ghibtah.
Perbedaan antara hasad dan ghibtah yaitu: hasad adalah jika seseorang
mengetahui ada orang lain memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu
itu hilang dari orang itu, baik ia sendiri mendapatkannya atau tidak.
Sedangkan ghibtah ialah seseorang yang ingin memiliki sesuatu secara
umum, baik orang lain kehilangan atau pun tidak. Karena secara ijma’
hasad adalah haram, maka para ulama mengartikan hasad dalam hadits
diatas dimaksudnya adalah ghibtah yang dalam urusan keduniaan
dibolehkan, sedang dalam masalah agama adalah mustahab (lebih
disukai).
Hadits ke-6
سلهم َمث َ ُلَ ٌللاُ َعلَي ِه َو صلهي ه َ ٌللاِ سو ُل ه ُ قَا َل َر:ٌَللاُ َعنهُ قَال َعن اَبي ُم ُوسى َرضي ه
ُ ب َو َمث َ ُل
المو ِم ِن ُ ِطي َ طع ُم َهاَ ب َو ُ ِاآلتر َج ِة ِري ُح َها طي
ُ وم ِن اهلَذِي يَقَرا ُ القُرانَ َمث َ ُل ِ ال ُم
ق اهلَذِي ِ ِطع ُم َها ُح هلو َو َمث َ ُل ال ُمنَاف َ َمرة آلريَح لَ َها َو َ قرا ه القُرانَ َك َمث َ ِل الت َ َاهلَذِي آلي
ُ ط ْع ُم َها ُم ُّر َو َمث َ ُل ال ُمنَافق اّلذِي ال يَ ْق َرأ َ طيّبه َوَ قرأ القُرانَ َمث َ ُل الر ْي َحانَ ِة ِر ْي ُح َها َ َي
(رواه البخارى ومسلم والنسائي.يس لَ َها ِري ُح وطعمها ُم ُّر َ َالقُ ْرانَ َك َمثِ ِل ال َحنُظلَ ِة ل
.)وابن ماجة
Hadits ke-7
َ سله َم اِنَ ه
ٌللا يَرفَ ُع َ ٌللاُ َعلَي ِه َو
سو هل ه ُ قَا َل َر:ٌَللاُ َعنهُ قَالضي ه
َ ب َر بن الخ ه
ِ َ َطا ِ ع َم َر
ُ َعن
)ض ُع ِبه اخ َِرينَ (رواه مسلم َ َب اَقَواما َوي ِ ِبهذَ االكت َ ِا
Barang siapa yang beriman dan beramal dengan al Qur’an, niscaya Allah
akan mengangkat derajatnya dan memuliakannya di dunia dan di akhirat.
Dan siapa saja yang tidak beramal dengan al Qur’an, maka Allah pasti
menghinakannya. Allah Swt. Menyatakan dalam al Qur’an,
Firman lainya:
وننزل من القران ما هو شفا ء ور حمة للمو منين وال يز يد الظلمين اال خسا
؟.……………را
“dan Kami turunkan dari al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan al Qur’an itu tidak menambah
bagi orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (Qs. Al Isra [17]: 82)
Ulama bahwa jika seseorang mulai membaca satu surat dalam al Qur’an,
maka malaikat mulai memohonkan rahmat untuknya dan mereka akan
terus
dalam keadaan berdoa untuknya sampai ia selesai membacanya. Tetapi
ada
pula seseorang yang mulai membaca suatu surat dalam al Qur’an, namun
malaikat mulai melaknatnya sampai ia selesai membacanya.
َعلى الظالمين
َ أال لعنةُ هللا
Amir bin Watsilah r.a. menceritakan bahwa Umar r.a. telah mengangkat
Nafi’ bn Abdul Haris sebagai walikota Makkah Mukharamah. Suatu ketika
Umar bertanya kepada Nafi”, “Siapakah yang dijadikan Pengurus kawasan
kawasan hutan?” “Ibnu Abza r.a., “jawab Nafi’. Umar r.a bertanya lagi,
“Siapakah Ibnu Abza itu?” Nafi menjawab, “Ia adalah seorang hamba
sahaya.” Umar r.a. bertanya, “Mengapa engkau mengangkat seorang
hamba
sahaya sebagai pengurus?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah hamba sahaya
yang
senang membaca al Qur’an.” Mendengar jawaban itu, Umar r.a. langsung
menyebutkan sabda Rasulullah saw., “Melalui al Qur’an, Allah
menghinakan
banyak orang dan mengangkat derajat banyak orang.”
Hadits ke-8
Dari Abdur Rahman bin Auf r.a. dari Nabi saw.. “Ada tiga hal yang akan
berada di bawah naungan Arasy Ilahi pada hari kiamat: (1) al Qur’an yang
akan membela hamba Allah dan ia mempunyai zhahir dan batin: (2)
Amanat:
dan (3) Silaturahmi yang akan berseru, “Ingatlah! Siapa yang
menghubungkan aku, maka Allah menghubunginya, dan siapa yang
memutuskan
aku, maka Allah memutuskannya.” (Dikutib dari Kitab Syarhus Sunnah).
Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “jika kita ingin memperoleh ilmu, maka
pikirkan dan renungkanlah makna-makna al Qur’an, karena di dalamnya
terkandung ilmu orang-orang dahulu dan sekarang.” Namun untuk
memahaminya, kita mesti menunaikan syarat dan adab-adabnya terlebih
dahulu. Jangan seperti pada zaman sekarang ini. Hanya bermodalkan
pengetahuan tentang beberapa lafazh bahasa Arab, bahkan sekedar
melihat
terjemahan al Qur’an, seseorang berani menafsirkan al Qur’an dengan
pendapatnya sendiri.
1. Ilmu Lughat (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata
al Qur’an. Mujahid rah.a berkata, “Barang siapa beriman kepada Allah dan
hari akhirat, maka tidak layak baginya berkomentar tentang tentang
ayat-ayat al Qur’an tanpa mengetahui ilmu lugat. Sedikit pengetahuan
tentang lughat tidaklah cukup karena kadang kala satu kata mengandung
berbagai arti. Jika hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup.
Bisa jadi kata itu mempunyai arti dan maksud yang berbeda.
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu,
karena sedikit saja I’rab hanya didapat dalam ilmu nahwu.
3. Ilmi Sharaf (perubahan bentuk kata). Mengetahui ilmu sharaf sangat
penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah
maknanya. Ibnu Faris berkata, “jika seseorang tidak mempunyai ilmu
sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak hal.” Dalam Ujubatut Tafsir,
Syaikh Zamakhsyari rah.a. menulis bahwa ada seseorang yang
menerjemahkan
ayat al Qur’an yang berbunyi:
}ام ِهم ٍ ع ْوا ُكل أُن
ِ َاس ِبا َم ُ { يَ ْو َم نَ ْد
“(ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil setiap
umat dengan pemimpinnya.” (Qs. Al Isra [17] : 71)
Karena ketidaktahuannya tentang ilmu Sharaf, ia menerjemahkan ayat itu
seperti ini: “pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka.”
Ia mengira bahwa kata ‘imaam’ (pemimpin) yang merupakan bentuk
mufrad
(tunggal) adalah bentuk memahami ilmu sharaf, tidak mungkin akan
mengartikan ‘imaam’ sebagai ibu-ibu.
4. Ilmu Isytiqaq (akar kata). Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah
penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa
kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna.
Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh
atau menggerakan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga
berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran.
5. Ilmu Ma’ani. Ilmu ini sangat penting diketahui, karena dengan ilmu
ini susunan kalimat dapat diketahui dengan melihat maknanya.
6. Ilmu Bayaan. Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan
yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga
bidang ilmu diatas juga disebutsebagai cabang ilmu balaghah yang sangat
penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al Qur’an adalah mukjizat yang
agung, maka dengan ilmu-ilmu diatas, kemukjizatan al Qur’an dapat
diketahui.
8. Ilmu Qira’at. Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan
bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan
makna
paling tepat diantara makna-makna suatu kata.
9. Ilmu Aqa’id. Ilmu yang sangat penting dipelajari ini mempelajari
dasar-dasar keimanan. Kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak
mungkin diperuntukkan bagi Allah Swt. Untuk memahaminya diperlukan
takwil ayat itu, seperti ayat yang berbunyi:
} { يدق هللا فوق إيديهم
“tangan Allah diatas tangan mereka.” (Qs. Al Fath 48]:10)
10. Ushu1 Fiqih. Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena
dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hokum dari suatu
ayat.
11. Ilmu Asbabun-Nuzul. Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab
turunnya, maka maksud suatu ayat mudah dipahami. Karena kadangkala
maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.
12. Ilmu Nasikh Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum
yang sudah dihapus dan hukum yang masih tetap berlaku.
13. Ilmu Fiqih. Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai
hukum-hukum yang rinci akan mudah mengetahui hukum global.
14. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui hadits-hadits yang menafsirkan
ayat-ayat al Qur’an.
15. Ilmu Wahbi. Ilmu khusus yang diberikan kepada Allah kepada hamba-
Nya
yang istimewa,
Ilmu-ilmu yang telah diterangkan diatas adalah alat bagi para mufassir
al Qur’an.
Seseorang yang tidak memiliki ilmu-ilmu tersebut lalu menafsirkan al
Qur’an, berarti ia telah menafsirkan menurut pendapatnya sendiri, yang
larangannya telah disebutkan dalam banyak hadits. Para sahabat telah
memperoleh ilmu bahasa arab secara turun temurun, dan ilmu lainnya
mereka dapatkan melalui cahaya Nubuwwah.
Imam Suyuthi rah.a. berkata, “Mungkin kalian berpendapat bahwa ilmu
Wahbi itu berada diluar kemampuan manusia. Padahal tidak demikian,
karena Allah sendiri telah menunjukan caranya, misalnya dengan
mengamalkan ilmu yang dimiliki dan tidak mencintai dunia.”
Tertulis dalam Kimia’us Sa’aadah bahwa ada tiga orang yang tidak akan
mampu menafsirkan al Qur’an: (1) Orang yang tidak memahami bahasa
Arab;
(2) Orang yang berbuat dosa besar atau ahli bid’ah, karena perbuatanitu
akan membuat hatinya menjadi gelap dan menutupi pemahamannya
terhadap al
Qur’an; (3) Orang yang dalam Aqidahnya mengakui makna zhahir nash.
Jika
ia membaca ayat-ayat al Qur’an yang tidak sesuai dengan pikirannya
(logikanya), maka ia akan gelisah. Orang seperti ini tidak akan mampu
memahami al Qur’an dengan benar.
ْ ْاللهم أح
فظنَا ِم ْن ُه ْم
Hadits ke-9
سلَ َم
َ ٌللا َعلَيِه َو
صلَي ه َ ٌللا ِ سو ُل هُ قَا َل َر: ٌللاُ َعنُه َما قَا َل
ضى ه َ ع َم َر َرُ بن ِ َعن َعب ِد ه
ِ ٌللا
ِ نزلَكَ في ِ ارتق َو َرت ه هل كما ُكنتَ تُرت ه ٍل في ِ الدُنيَا فَا هِن َمران اِقَرأ َو ه ِ ُب القِ اح َ يُقَا ُل ِل
ِ ص
.) (رواه أحمد والترمذي وأبو داوود والنسائي.َقرأهُا َ اخٍ ِرايَةُ ت
Dari Abdullah bin Umar r.huma. berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“(pada hari Kiamat kelak) akan diseur kepada ahli al Qur’an, ‘Bacalah
dan teruslah naik, bacalah dengan tartil seperti yang engkau telah
membaca dengan tartil di dunia, karena sesungguhnya tempatmu adalah
pada
akhir ayat yang engkau baca.” (Hr. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’I,
Ibnu Majah, dan Ibnu Haban)
Maksud ‘ahli al Qur’an dalam hadits ini adalah hafizh al Qur’an. Mulla
Ali Qari rah.a. menjelaskan bahwa keutamaan itu hanya diberikan kepada
hafizh al Qur’an, tidak termasuk orang yang membaca al Qur’an dengan
melihat nash. Alasannya adalah: pertama, karena lafazh itu memang
ditujukan kepada ahli al Qur’an. Kedua, sesuai dengan hadits yang
diriwayat oleh imam Ahmad,
ُحتى يقرا شيئا منه
Disebutkan didalam kitab Mirqaat bahwa hadits ini tidak berlaku bagi
pembaca al Qur’an yang dilaknat oleh al Qur’an. Hal ini berdasarkan
hadits yang menyebutkan bahwa banyak orang yang membaca al Qur’an,
tetapi al Qur’an melaknatnya. Oleh sebab itu, banyaknya membaca al
Qur’an yang dilakukan oleh orang yang aqidahnya menyimpang tidaklah
dapat dijadikan dalil (bukti) bahwa ia adalah orang yang diterima disisi
Allah. Banyak hadits semacam ini yang membicarakan tentang kaum
Khawarij.
1. Setiap huruf harus diucapkan dengan makhraj yang benar, sehingga ط
tha’ tidak dibaca َتta’ dan ضdha
َ tidak dibaca ظzha.
2. Berhenti pada tempat yang benar, sehingga ketika memutuskan atau
melanjutkan bacaan tidak dilakukan ditempat yang salah.
3. Membaca semua harakat dengan benar, yakni menyebut fathah, kasrah
dan
dhammah dengan perbedaan yang jelas.
4. Mengeraskan suara sampai terdengar oleh telinga kita, sehingga al
Qur’an dapat mempengaruhi hati.
5. Memperindah suara agar timbul rasa takut kepada Allah, sehingga
mempercepat pengaruh kedalam hati. Orang yang membaca dengan rasa
takut
kepada Allah, hatinya akan lebih cepat tepengaruh serta menguatkan
nurani dan menimbulkan kesan yang mendalam di hati kita. Menurut para
ahli pengobatan, jika ingin obat lebih cepet berpengaruh kehati,
sebaiknya obat itu dicampur dengan wewangian. Obat dapat lebih cepat
berpengaruh ke lever jika dicampur rasa manis, karena lever mempunyai
rasa manis. Oleh sebab itu saya berpendapat, jika seseorang memakai
wewangian saat membaca al Qur’an, akan lebih menguatkan kesan dalam
hatinya.
6. Membaca dengan sempurna dan jelas setiap tasydid dan madnya. Jika
membaca dengan lebih jelas, maka akan menimbulkan keagungan Allah
serta
mempercepat masuknya kesan dalam hati kita.
7. Memenuhi hak ayat-ayat rahmat dan ayat-ayat adzab, seperti yang telah
diterangkan sebelunnya.
Itulah tujuh hal yang dimaksud tartil. Dan tujuan semua itu adalah satu,
yaitu agar dapat memahami dan meresapi isi kandungan al Qur’an.
Dalam Syarah Ihya ditulis bahwa jumlah ayat al Qur’an itu sesuai dengan
tingkat surga, sehingga dikatakan kepada pembaca al Qur’an, “Naiklah ke
surga tingkat demi tingkat sebanyak ayat al Qur’an yang telah kamu
baca”. Barangsiapa yang membaca seluruh ayat al Qur’an, maka ia akan
mencapai derajat surge yang tertinggi di akhirat. Dan barangsiapa yang
membacanya sebagian saja, maka derajat sebatas bacaannya itu saja.
Singkatnya, batas ketinggian derajat seseorang bergantung kepada
banyaknya bacaan Qur’annya.
ريئان
ِ َس ْولهُ ب
ُ يطان َوهللاُ َو َر
ِ ش ّ ص َوابا فَ ِمنَ هللا َواِن كان خَطأ فَ ِمني َو ِمنَ ال ْ َف
َ ان كان
“Apabila (penafsiran saya) betul, maka ia berasal dari Allah. Dan jika
salah, maka ia berasal dari diri saya sendiri dan dari syetan. Sedang
Allah dan Rasul-Nya terbebas darinya.”
Hadits ke-10
Maksudnya, bahwa dalam amal ibadah lain, sesuatu ibadah itu baru
dihitung sebagai satu amalan jika dilakukan secara utuh (keseluruhan).
Tetapi tidak demikian dengan amalan membaca al Qur’an. Setiap
bagiannya
akan dinilai sebagai satu amalan, sehingag membaca satu huruf pun
tergolong satu hasanah (kebaikan). Dan bagi setiap satu kebaikan itu
Allah berjanji akan melipatkannya hingga sepuluh kali, sebagaimana
firman-Nya,
Hadits ke _11
Dalam kitab Jam’u1 Fawa’id terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Thabrani dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa
mengajarkan anaknya membaca al Qur’an, maka dosa-dosanya yang akan
datang dan yang telah lalu akan diampuni. Dan barangsiapa mengajarkan
al
Qur’an pada anaknya sehingga menjadi hafizh al Qur’an, maka pada hari
Kaimat ia akan dibangkitkan dengan wajah yang bercahaya seperti cahaya
bulan purnama, dan dikatakan kepada anaknya, “Mulailah membaca al
Qur’an!” Ketika anaknya mulai membaca satu ayat al Qur’an, maka
ayahnya
dinaikkan satu derajat, demikian terus ditinggikan derajatnya hingga
tamat bacaannya.”
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang
kepemimpinannya.”
Hadits ke-12
سلَ َم
َ ٌللاُ َعلَي ِه َو
صلَى ه ِ سو َل ه
َ ٌللا ُ س ِمعتُ َر َ : ٌللاُ َعنهُ قَا َل
ضي ه َ امر َر
ٍ بن َع ِ َعقَبةُ َعن
.)(رواه الدارمي. ََار َما احت ََرق ُ
ِ ب ث هم اُلقُي ِ في ِ الن
ٍ يَقُو ُل لَو ُج ِع َل القُرانُ في ِ اِهَا
Dari Uqbah bin Amir r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika
al Qur’an dijadikan kedalam kulit kemudian dilemparkan kedalam api,
niscaya tidak akan terbakar.” (Hr. Darami)
Ada dua pendapat dari para ahli hadits mengenai maksud hadits diatas.
Sebagian berpendapat bahwa kulit yang yang dimaksud adalah kulit
secara
umum, yaitu kulit-kulit binatang. Dan api adalah api dunia ini. Hal
menunjukan mukjizat khusus pada zaman Nabi saw. sebagaimana
mukjizat
para Nabi a.s. terdahulu.
Sebagian lagi berpendapat bahwa maksud kulit adalah kulit manusia, dan
maksud api adalah api neraka. Menurut pemahaman ini, maka hadits
diatas
berlaku secara umum, tidak terbatas pada waktu tertentu. Jadi, jika
seorang hafizh al Qur’an disebabkan dosa-dosanya dilemparkan ke
neraka,
maka api neraka tidak akan membakarnya. Riwayat lain menyebutkan
bahwa
api neraka menyentuhnya pun tidak. Dalam Syarhus Aunnah, Mulla Ali
Qari
rah.a. mengutip sebuah riwayat dari Abu Umamah r.a. yang memperkuat
hadits diatas yaitu, “Selalulah menghafal al Qur’an, karena Allah tidak
akan menyiksa hati yang menyimpan al Qur’an.”
Hadits ini sangat jelas dan merupakan suatu ketentuan. Oleh sebab itu,
mereka yang menganggap bahwa menghafal al Qur’an adalah sia-sia,
maka
demi Allah, hendaknya mereka merenungkan fadhilah menghafal al Qur’an
dalam hadits ini. Satu fadhilah ini saja sudah cukup bagi seseorang
untuk menyerahkan jiwa raganya demi menghafal al Qur’an, karena
siapakah
orang yang tidak berdosa dan siapakah yang dapat memastikan bahwa ia
akan terhindar dari neraka?
Dalam Syarh Ihya telah disebutkan daftar orang yang akan berada
dibawah
lindungan Allah Swt. pada hari Kiamat ketika seluruh manusia dalam
keadaan panic, yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Dailami dari
Ali r.a., bahwa pembawa al Qur’an, yakni para hafizh al Qur’an, akan
berada dibawah lindungan Allah bersama para Nabi dan shalihin.
Hadits ke_13
سلَ َم َمن
َ ٌللاُ َعلَيهَ َو
ي ه ُ صلهَ ٌللا ُ ٌللاُ َوج َهة قَا َل َر
ِ سو ُل ه ٌللاُ َعنهُ َو َك هر َم ه
ضي ه َ َعن َع ِلي ٍ َر
َ شفهعَه في ِ َعشَرة َ ٌللاُ ال َجنهةَ َو
قَرأ القُرانَ فَاست َظ َه َره فَ َح هل َحآللَه َو َح هر َم َح َرا َمهُ اَد َخلَهُ ه
(رواه أحمد والترمذي وقال هذا حديث غريب.ار ُ ِمن اَه ِل بَيِته ُكله ههم قَد َوجبت لَهُ النه
وحفص بن سليمان الراوي ليس هو بالتقوى يضعف في الحديث ورواه أبن ماجه
.)والدارمي
Setiap mu’min insya Allah akan masuk surge, meskipun ada yang harus
dibersihkan dulu denga azab disebabkan dosa-dosanya. Namun bagi
hafizh
al Qur’an, ia memiliki keutamaan masuk Surga pertama kali. Bahkan
seorang hafizh al Qur’an dapat member syafaat kepada sepuluh orang
yang
fasik dan banyak berbuat dosa besar, tetapi orang kafir tidak akan
memperoleh syafaat itu. Allah berfirman:
Dalil-dalil diatas dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada ampunan bagi
kaum musyrikin, sehingga syafaat seorang hafizh hanya terbatas bagi
kaum
muslimin yang harus masuk neraka karena dosa-dosa mereka. Oleh sebab
itu, barangsiapa ingin selamat dari api neraka, sedangkan ia bukan
seorang hafizh dan tidak mampu menjadi seorang hafizh, maka
sekurang-kurangnya hendaklah ia berusaha menjadikan salah seorang
diantara keluarganya atau kerabatnya hafizh al Qur’an. Disamping itu, ia
sendiri harus selalu berusaha menjauhi segala dosa sehingga terhindar
dari azab.
Syukur kepada Allah atas nikmat-Nya kepada orang ini (Syaikh Zakariya,
penyusun kitab ini –pent.)yang telah menjadikan ayahnya, pamannya,
nenek
dan kakeknya, ibunya, dan seluruh ahli keluarganya sebagai hafizh-hafizh
alQuran. Semoga Allah menambah rahmah-Nya lebih banyak lagi. Allah
Hadits ke-14
سل َم تَعَلمواَ س ْو ُل هللاُ صلى هللا علي ِه َو ُ قَا َل َر: ي هللاُ عنهُ قَا َل َ ض ِ َع ْن اَبي ِ ه َُريْرة َ َر
ُ ْب َمح
ش ّ ٍو ِمسْكا َ َلم فَقَرأ َوق
ٍ ام بِ ِه َك َمث ِل ِجرا ِ ُالقرآنَ فأقرؤهُ فاِن َمث َ َل الق
َ َرآن ِلم ْن تَع
. ٍكي على ِمسْك َ ب ا ُ ْو
ِ ان َو َمث َ ُل َم ْن تَعَل َمهُ فَ َرقَ َد َوه َُو في ِ َجوفِه َك َمث ِل ِجرا
ٍ تَفُ ْو ُح ِر ْي ُحهُ ُكل َم َك
)(رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه وابن حبان
Hadits ke-15
َسلَ َم اِن
َ ٌللاُ َعلَي ِه َو
صلَي ِ ه ُ قَا َل َر: ٌللاُ َعنُه َما قَا َل
ِ سو ُل ه
َ ٌللا ضي ِ ه
َ هاس َر
ٍ َعن ابِي َعب
(رواه الترمذي وقال هذا حديث.ب ِ ت الخ َِر ِ ران َكالَبي َ َالهذِي ل
ِ ُيس في ِ َجوفِه شَي ِمنَ الق
)صحيح ورواه الدارمي والحاكم وصححه
Hadits ke-16
Jelaslah, bahwa membaca al Qur’an itu lebih baik daripada dzikir, sebab
al Qur’an adalah kallamullah. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
keutamaan kalamullah dibandingkan kalam yang lain adalah seumpama
keutamaan Allah diatas seluruh makhluk-Nya. Mengenai keutamaan dzikir
daripada sedekah juga telah disebutkan dalam hadits lain. Tetapi
keutamaan sedekah daripada shaum dalam hadits diatas seolah-olah
bertentangan dengan hadits-hadits mengenai keutamaan shaum.
Perbedaan
ini adalah bergantung pada keadaan tertentu. Pada sebagian keadaan,
shaum dapat lebih utama daripada sedekah atau sebaliknya. Juga
bergantung pada perbedaan kondisi seseorang, karena boleh jadi bagi
sebagian orang, shaum itu lebih utama.
Pengarang kitab Ihya meriwayatkan dari Ali r.a. bahwa jika seseorang
membaca al Qur’an dalam shalat sambil berdiri, maka setiap hurufnya
berpahala seratus kebaikan; jika pembacanya dalam shalat sambil duduk,
maka dari setiap hurufnya mendapat lima puluh kebaikan; jika
membacanya
diluar shalat dalam keadaan berwudhu, maka dari setiap hurufnya
berpahala dua puluh lima kebaikan; jika membacanya tanpa wudhu, maka
dari setiap hurufnya sepuluh kebaikan; dan jika seseorang tidak membaca
al Qur’an orang lain dengan tawajuh, maka dari setiap huruf yang
didengarkanya berpala satu kebaika
HadiS-17
ُ سلَ َم اَي ُح
ب صلُي ه
َ ٌللاُ َعلَي ِه َو ِ سو ُل ه
َ ٌللا ُ قَا َل َر: ٌللاُ َعنهُ قَا َل
يرة َ َرضي ِ ه َ َعن اَبِي ه َُر
ُ َ ان قُلنَا نَعَم قَا َل فَث
آلث َ ت ِع
ِ ظ ٍام ِس َم َ َ ا َ َح ُد ُكم اِذَا رض َج َع اِلي اَه ِله اَن يَج َدفِ ِه ث
ٍ آلث َخ ِلفَا
.) (رواه مسلم.ان ٍ ظ ٍام ِس َم َ ت ِعٍ ث َخ ِلفَاِ َيرلَه ِمن ثَآل صآلته خ ه َ ت يَقُراُبِ ِه هن ا َ َح ُد ُكو فِي
ٍ ايَا
Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bertanya kepada
kami, “Sukakah salah seorang diantara kalian apabila kembali ke
rumahnya
mendapati tiga ekor unta betina yang hamil dan gemuk.” Kami menjawab,
“Tentu kami menyukainya.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Tiga
potong ayat yang kamu baca dalam shalat adalah lebih utama daripada
tiga
ekor unta betina yang hamil dan gemuk.” (Hr. Muslim)
Inti hadits ini sama dengan hadits ke-3 yang lalu. Hadits ini kembali
menegaskan bahwa al Qur’an yang dibaca ketika shalat adalah lebih baik
daripada yang dibaca di luar shalat, sehingga hal itu dibandingkan
dengan unta betina yang hamil, karena padanya tedapat dua hal, yaitu:
unta betina kehamilannya, sebagaimana yang telah saya sebutkan dalam
hadits ke-3 tentang dua macam ibadah, yaitu: shalat dan tilawah. Hadits
seperti ini sekadar perbandingan, karena walau bagaimanapun pahala
membaca satu ayat al Qur’an pasti lebih utama daripada ribuan unta
betina yang bersifat fana.
Hadits ke-18
ٌِللا
سو ُل هُ ٌللاُ َعنهُ َعن َج هد ِه قَا َل قَا َل َر َ وس الثهقَفي ِ َر
ضي ِ ه ِ َ بن ا ِ بن َعب ِد ه
ِ ٌللا ِ َعث َمان ُ َعن
ُ َ
ِ ألف َد َر َج ٍة َوقِ َراءته في ُ ف ُ ُ ه ُ َ
ِ سل َم قِراءة ال َر ُج ِل القرانَ في ِ غَيرش الص َح َ َ صلَي ه
َ ٌللاُ َعلي ِه َو َ
) (رواه البيهقي في شعب اإليمان.ٍف َعلى ذَالِكَ اِل ألفَي َد َر َجة ُ َف ت
ُ َ ضع ِ ص َحُ ال
Dari Utsman bin Abdullah bin Aus ats Tsaqafi r.a. dari kakeknya, ia
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bacaan al Qur’an seseorang
tanpa melihat mushaf adalah seribu derajat (pahalanya), dan bacaannya
dengan melihat mushaf adalah dilipatkan sampai dua ribu derajat.” (Hr.
Baihaqi-Syu’abul Iman)
Hadits ke-19
Dari Abdullah bin Umar r. huma. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya hati ini dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi bila
terkena air.” Beliau ditanya “Wahai Rasulullah, bagaimana cara
membersihkannya?” Rasulullah saw. bersabda, “Memperbanyak
mengingat maut
dan membaca al Qur’an.” (Hr. Baihaqi)
Banyak berbuat dosa dan lalai dari dzikrullah menyebabkan hati berkarat
seperti berkaratnya besi bila terkrna air. Dengan memperbanyak membaca
al Qur’an dan mengingat maut, hati akan menjadi bersinar kembali. Hati
itu bagaikan cermin, semakin kotor cermin itu maka semakin redup sinar
ma’rifat yang dipantulkannya. Sebaliknya, semakin bersih cermin itu,
semakin terang pantulan sinar ma’rifatnya. Oleh karena itu, barangsiapa
terperosok kedalam godaan nafsu maksiat dan tipu daya syetan, maka
akan
terjauhlah dari ma’rifatullah. Untuk membersihkan hati yang kotor, para
ulama suluk (tasawuf) menganjurkan agar melakukan mujahadah dalam
riyadhah, dzikrullah, dan beribadah.
Rasulullah saw. bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua nasihat, yang
satu berbicara, dan yang lain diam. Yang berbicara adalah al Qur’an dan
yang diam adalah mengingat maut.” Nasihat-nasihat beliau itu akan
bernilai bagi mereka yang siap menerima dan menganggapnya penting.
Sedangkan bagi mereka yang menilai bahwa agama itu tidak berharga dan
hanya menghalangi kemajuan, tentu ia tidak akan mempedulikan nasihat
tersebut, apalagi mengamalkannya.
Hasan bashri rah.a. berkata, “orang-orang dahulu memahami al Qur’an itu
sebagai firman Allah. Sepanjang malam mereka sibuk bertafakkur dan
bertadabbur terhadap al Qur’an (memikirkan isi kandungan al Qur’an), dan
sepanjang harinya mereka sibuk mengamalkannya. Sedangkan kalian
hanya
memperlihatkan huruf, fathah, dan dhamahnya, tanpa menganggapnya
sebagai
firman Allah, sehingga tidak pernah mentafakkuri dan mentadabburinya.”
Hadits ke-20
Hadits ke-21
ِ وصني ِ َ سلَ َم ا
َ ٌللاُ َعلَي ِه َو
صلَي ِ ه َ ٌللاِ سو َل ه َ َ قُلتُ ي: ٌللاُ َعنهُ قَا َل
ُ ار ضي ِ هَ َعن اَبي ِ ذ ٍر َر
ٌَللا زَ دني ِ قَا َل َعلَيكِ سو َل ه ُ ارَ َاآلمر ُكله ِه قُلتُ ي
ِ اس ِ قَا َل َعلَيكَ بِت ََقوي ه
ُ ٌللا فَانه َها َر
(رواه أبن حبان في.أء َ خر لَكَ في ِ اله
ِ س َم ُ آلرض َوذه
ِ ِ ورلَكَ في ُ ُآلوةِ القُرانَ فَ ِانهه ن
َ ِبِت
)صحيحه في حديث طويل
.
Dari Abu Dzar r.a., ia menceritakan, “Aku pernah berkata pada Rasulullah
saw., ‘Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat! ‘Rasulullah saw. bersabda,
‘Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah Swt., karena takwa adalah akar
dari setiap urusan.’ Saya berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, tambahkan
wasiat untukku!’ Rasulullah pun bersabda, ‘Hendaklah engkau membaca al
Qur’an, karena sesungguhnya al Qur’an itu nur bagimu di muka bumi dan
bekal yang disimpan di langit.” (Hr. Ibnu Habban)
Sesungguhnya takwa adalah akar segala urusan. Hati yang memiliki rasa
takut kepada Allah tidak akan pernah bermaksiat kepada-Nya dan tidak
akan mengalami kesusahan. Firman Allah Swt.
Dari beberapa riwayat yang lalu kita telah mengetahui tentang nur
tilawat al Qur’an. Disebutkan dalam Syarh Ihya dari Ma’rifah Abu Nuaim,
bawa Basith r.a. meriwayatkan dari Nabi saw., sabdanya, “Rumah-rumah
yang didalamnya terdapat bacaan al Qur’an akan terlihat bersinar oleh
para penduduk langit sebagaimana bintang-bintang terlihat bersinar oleh
para penduduk bumi.”
Dalam kitab at Targhib dan yang lainnya, hadits di atas telah diringkas
dari sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibbandan yang
lainnya. Mulla Ali Qari rah.a. telah menulisnya secara rinci, sedangkan
Imam Suyuthi sedikit meringkasnya. Walaupun bagian hadits diatas telah
mencukupi keperluan risalah ini, seluruh hadits tersebut mengandung
banyak hal penting dan bermanfaat. Oleh karena itu, maksud seluruh
hadits diatas akan dijelaskan di bawah ini:
Abu Dzar al Ghifari r.a. menceritakan: Saya bertanya kepada Nabi saw.,
“Berapa banyakkah kitab yang telah diturunkan oleh Allah?”
Beliau menjawab, “Seratus shahifah dan empat kitab suci. Lima puluh
shahifah diturunkan kepada Syits a.s., tiga puluh shahifah kepada Idris
a.s.,sepuluh shahifah kepada Ibrahim a.s. sepuluh mushaf kepada Musa
a.s. sebelum Taurat diturunkan kepadanya. Dan selain mushaf-mushaf itu
ada empat kitab suci yang diturunkan kepadanya. Dan selain mushaf-
mushaf
itu ada empat kitab suci yang diturunkan, yaitu Taurat, Zabur, Injil,
dan al Qur’an.’ Saya bertanya lagi, ‘Apakah kandungan mushaf-mushaf
yang
diturunkan kepada Ibrahim a.s.?’ Beliau menjawab, ‘Berisi tamsil-tamsil,
misalnya:
‘Wahai raja yang kuat dan angkuh! Aku tidak melantikmu untuk
mengumpulkan harta, tetapi Aku melantikmu untuk mencegah sampainya
do’a
seseorang yang dizhalimi. Kamulah yang harus lebih dulu
memperbaikinya,
karena Aku tidak menolak doa orang yang didzhalimi walaupun dia
seorang
kafir.”
Hamba yang hina ini (Maulana Zakariya – pent.) menyatakan, “Jika Nabi
saw. akan mengangkat seorang sahabatnya sebagai gubernur atau hakim,
maka beliau dengan penuh perhatian akan menambahkan di dalam
nasihatnya:
“Takutilah do’a orang yang teraniaya, karena sesungguhnya antara ia
dengan Allah tidak ada hijab.”
Dalam sebuah syair Persia disebutkan,
Abu Dzar r.a. bertanya lagi, “Ya rasulullah, apakah kandungan shahifah
yang diturunkan kepada Musa a.s.?” Beliau menjawab, “Semuanya berisi
pelajaran-pelajaran, misalnya: ‘Aku heran terhadap orang yang meyakini
kematian, tetapi ia masih bergembira dengan sesuatu, (biasanya
seseorang
jika telah diputus akan di hukum mati, ia tidak akan merasa tenang
dengan apapun). Aku heran terhadap orang yang meyakini kematiannya,
tetapi ia masih bisa tertawa. Aku heran terhadap orang yang selalu
memperhatikan kejadian-kejadian, perubahan-perubahan, dan gejola
dunia,
tetapi ia masih merasa tenang dengannya. Aku heran terhadap orang yang
meyakini takdir, tetapi ia masih berduka cita bersedih hati. Aku heran
terhadap orang yang meyakini hisab itu dekat, tetapi ia tidak beramal
shalih.
Abu Dzar r.a. meminta lagi,. “Ya Rasulullah, tambahkan lagi wasiat
untukku!”
Aku meminta lagi, “Ya Rasulullah, tambahkan lagi wasiat untukku.” Beliau
bersabda, “Perbanyaklah membaca al Qur’an dan mengingat Allah, karena
yang demikian itu adalah nur bagimu di bumi dan simpanan bagimu di
langit.”
Aku meminta lagi, “Tambahkan lagi wasiat untukku!”
Hadits ke-22
Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah,
mereka
membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka,
melainkan diturunkan ke atas mereka sakinah, rahmat menyirami mereka,
para malaikat mengerumuni mereka, dan Allah Swt. menyebut-nyebut
mereka
di kalangan (malaikat) yang ada disisinya.” (Hr. Muslim dan Abu Dawud)
Ali r.a. menafsirkan sakinah adalah sejenis udara khusus yang mempunyai
wajah manusia. Suji rah.a. berpendapat bahwa sakinah adalah nama
sejenis
mangkuk di surge yang terbuat dari emas yang digunakan untuk mencuci
hati para Nabi. Sebagian ulama mengatakan bahwa sakinah adalah suatu
rahmat khusus. Thabrani rah.a. mendukung pendapat yang mengatakan
bahwa
sakinah adalah ketenangan hati. Sebagian lagi menafsirkan sakinah
sebagai kedamaian. Pendapat lain menyebutkan sakinah sebagai
kewibawaan.
Dan lainnya lagi menafsirkan sakinah adalah malaikat. Selain itu masih
banyak penafsiran lainnya.
Hafizh Ibnu Hajar rah.a. menulis dalam Fathul-Bari bahwa arti sakinah
mencakup semua yang telah disebutkan di atas. Imam Nawawi rah.a
menafsirkan bahwa sakinah adalah gabungan antara ketenangan, rahmat,
dan
lain-lainnya, yang diturunkan bersama malaikat.
Ternyata banyak sekali ayat al Qur’an dan hadits yang menyebutkan kabar
gembira itu. Diriwayatkan dalam kitab Ihya bahwa Ibnu Tsauban r.a.
pernah berjanji kepada saudaranya bahwa ia akan berbuka shaum
bersama,
tetapi ternyata ia baru tiba keesokan paginya. Ketika saudaranya
menanyakan penyebab keterlambatannya, Ibnu Tsauban menjawab,
“Seandainya
bukan karena janjiku kepadamu, tentu aku tidak akan membuka rahasia
keterlambatanku ini. Kejadiannya adalah sebagai berikut: tanpa disengaja
aku telah terlambat hingga waktu Isya. Setelah shalat Isya aku merasa
bahwa aku harus shalat Witir, karena aku tidak tenang jika kematian
datang pada malam itu, dan hal itu akan menjadi sisa tanggung jawabku.
Ketika aku sedang membaca do’a Qunut, terlihat olehku sebuah taman
Surga
hijau yang dipenuhi berbagai jenis bunga. Demikian asyiknya aku
memandang taman itu, sehingga tanpa terasa tibalah waktu Shubuh.”
Kisah seperti di atas juga telah banyak terjadi pada alim ulama kita
dahulu, namun hal itu akan diperoleh jika telah terputus hubungan dengan
segala sesuatu kecuali dengan Allah semata, serta dengan bertawajuh
secara sempurna kepada-Nya.
Mengenai ‘malaikat yang datang mengelilingi’, banyak riwayat yang
menjelaskan hal itu. Demikian juga mengenai kisah Usaid bin Hudhair
r.a., telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab hadits. Yaitu ketika ia
sedang membaca al Qur’an, ia merasa ada segumpal awan mendekatinya.
Ketika hal itu ditanyakan kepada Nabi saw. maka beliau bersabda, “Itu
adalah para malaikat yang datang untuk mendengarkan bacaan al Qur’an.
Begitu banyak malaikat yang datang, sehingga terlihat seperti kumpulan
awan.” Suatu ketika, seorang sahabat merasakan ada awan yang
mengiringinya, maka Rasulullah saw. bersabda, “Itu adalah sakinah,”
yaitu rahmat yang diturunkan karena bacaan al Qur’an. Dalam Shahih
Muslim, hadits ini diriwayatkan dengan lebih jelas lagi, dan kiamat
terakhir dari hadits tersebut adalah:
Orang yang mulia nasabnya tetapi sering berbuat dosa dan maksiat tidak
dapat disamakan di hadapan Allah dengan orang yang hina nasabnya
tetapi
bertakwa kepada Allah. Al Qur’an menyebutkan:
Hadits ke-23
ِ سلَ َم اِن ُك ُم آل ت
ََرجعُون َ ٌللاُ َعلَي ِه َو
صلَي ِ ه ُ قَا َل َر: ٌللاُ َعنهُ قَا َل
َ سو َل ضي ه َ َعن أبِي ذُ ٍر َر
(رواه الحاكم وصححه أبو داوود. َض َل ِم َما خ ََر َج ِمنهُ يَعنَي ِ القُران َ ٌَللا ِبشَيء اَف
ِ اِلي ه
)في مراسيله عن جبير بن نفير والبترمذي عن امامة بمعناة
Jelaslah bahwa cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah
dengan al Qur’an. Diterangkan dalam tafsir Syaikh Baqiyatus Salaf,
Hujjatul Khalaf Syaikh Abdul Aziz Dahlawi yang kesimpulan dan
penafsirannya adalah bahwa suluk kepada Allah atau untuk mencapai
derajat ihsan kepada-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya adalah
dengan
tiga cara:
Cara yang pertama sebenarnya adalah dzikir Qalbi (dzikir dengan hati).
Pada dasarnya, hanya dilakukan dengan dua cara: Pertama, dzikir secara
umum, baik dengan hati atau dengan lisan; Kedua, dzikir dengan tilawat
al Qur’an.
Dengan menyebut salah satu nama Allah berulang-ulang, maka tujuan
dzikir
akan didapatkan, yakni memperoleh mudrikah (bertawajuh kepada-Nya)
dan
menimbulkan perasaan bahwa yang diingat itu ada didepan kita. Jika terus
berlangsung seperti itu, maka itulah ma’iyyat (kebersamaan dengan Allah)
sebagaimana yang diterangkan di dalam hadits:
Kedua sifat ini hanya dimiliki oleh Allah Swt., sehingga cara taqarub
diatas hanyamungkin untuk mendekatkan diri kepada Dzat Allah.
Disebutkan
didalam hadits Qudsi.
Kallamullah adalah untuk mengingat Allah Swt., tidak ada stu ayat pun
yang tidak bertujuan untuk mengingat Allah. Hal itu menegaskan bahwa al
Qur’an memiliki sifat-sifat dzikir sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas. Dan satu kelebihan khusus lainnya yang ada pada al Qur’an yang
dapat mendekatkan kita kepada Allah adalah bahwa setiap ucapan jelas
akan membawa sifat dan pengaruh terhadap pembicaraannya;
sebagaimana
orang yang membaca ayar’ir-sya’ir orang fasik dan durjana, maka akan
mengakibatkan pengaruh buruk baginya. Dan orang yang membaca sya’ir
orang-orang yang bertakwa akan menyebabkan ia juga bertakwa. Dengan
alasan inilah maka dikatakan bahwa banyak mempelajari ilmu logika dan
filsafat akan menimbulkan kesombongan dan keangkuhan. Sedang banyak
mengkaji hadits akan menimbulkan sifat tawadhu’. Oleh sebab itu,
walaupun dari segi bahasa, bahasa Persia dan Inggris itu sama-sama
bahasa, tetapi karena perbedaan pada pengarangnya dapat memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap pembacanya. Singkatnya, setiap bacaan
akan mempengaruhi pembacanya.
Hadits ke-24
ِ سلَ َم ا هِن ه
ٌَلل اَهلِين َ ٌللاُ َعلَي ِه َو
صلَي ه ِ سو ُل ه
َ ٌللا ُ قَا َل َر: ٌللاُ َعنهُ قَا َل َ َعن اَن ٍَس َر
ضي ِ ه
.ُصتهه
ٌللا َوخَا هِ ٌللاِ؟ قَا َل أه ُل القُرانَ هُم أه ُل ه
سو َل هُ ارَ َ َمن ههم ي:اس قَالهواِ ِمنَ النه
)(رواه النسائي وابن ماجه والحاكم واحمد
Padahal untuk memasuki istana di dunia ini atau untuk menjadi anggota
suatu majelis terhormat, berapa banyak harta dan jiwa yang mesti
dikorbankan? Meskipun harus dengan menghinakan diri dan menahan
malu
demi mengambil hati peserta siding, tetapi kita tetap menganggap bahwa
itu suatu kebaikan. Sebaliknya, usaha untuk mendalami al Qur’an kita
anggap sebagai suatu kerugian.
“Perhatikan perbedaan jalan, manakah yang kau tuju dan kemana jalan itu
menuju.”
Hadits ke-25
Hadits ke-26
ش ُد أُذهنا ِإلي
َ َ صلَي ِ هللاُ ا
َ ٌللا ُ قَا َل َر:ٌَللاُ َعنهُ قَال
ِ سو ُل ه ضي ه ِ َضالَة
َ بن َعبي ٍد َر َ َُع ْن ف
(رواه ابن ماجه وابن حبان كذا في.ب القَ ْينَ ِة اِلي قَ ْينَتِ ِه ِ اح
ِ ص ِ ُئ الق
َ رآن ِم ْن ِ ارِ َق
.)شرح االحياء قلت وقال الحاكم صحيح على شرطهما وقال الذهبي منقطع
Dari Fudhalah bin Ubaid r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Allah lebih mendengarkan dengan penuh perhatian kepada pembaca al
qur’an dari pada seorang tuan yang mendengarkan nyanyian hamba
perempuannya.” (Hr. Ibnu Majah, Ibnu Haban, dan Hakim Berkata Sahih
dengan syaratnya, dan Aldhahibi berkata Mungatie).
Telah menjadi fitrah dan adat kita menyukai nyanyian. Namun, karena
syari’at agama telah melarangnya, maka orang-orang yang kuat beragama
tidak akan mendengarkannya. Walaupun demikian, seorang tuan boleh
mendengarkan nyanyian hamba sahaya wanitanya. Tetapi al Qur’an tidak
boleh dinyanyikan seperti lagu. Hal itu berdasarkan hadits:
“Hindarilah oleh kalian (membaca al Qur’an) dengan nada orang bercinta!”
Hadits ke-27
“Wahai orang A’rabi, aku takut kamu tidak akan sampai ke ka’bah karena
jalan yang kamu tempuh menuju ke Turkistan.
Nabi saw. menyuruh kita agar menyebarkan al Qur’an, tetapi yang kita
lakukan malah berusaha merintanginya. Kita menetapkan bagi anak-anak
kita peraturan wajib belajar, sehingga anak-anak terjauh dari al Qur’an
dan beralih ke sekolah umum. Kita membenci para Ustadz di madrasah,
karena kita anggap mereka telah menyia-nyiakan umur anak kita, sehingga
kita tidak memasukan anak kita ke madrasah. Para ustadz itu mungkin saja
berbuat salah, tetapi jika kita berlepas tangan dari masalah ini atau
melepaskan tanggung jawab dan kewajiban menyebarkan al Qur’an, maka
dalam keadaan demikian kitapun sebenarnya tetap bertanggung jawab
atasnya. Sedangkan kekurangan/kesalahan para ustadz itu, mereka
sendirilah yang akan menanggungnya.
Hadits ke-28
ِ الطو َل َوأُع
َْطيْتُ َم َكان ُّ ْطيْتُ َم َكانَ الت ْوراة الس ْب َع ِ ي هللاُ َع ْنهُ َرفَعَهُ أُع ِ َع ْن َواثِلةَ َر
َ ض
(رواه احمد في.ضلتُ ِبال ُمفَص ِل ّ ِ ُْطيْتُ َم َكانَ اإل ْن ِج ْي ِل ْال َمثَاني ِ َوف ُ
ِ الماِئيْنَ وأع
ِ الزب ُْو َر
)الكبير كذا في جمع الفوائد
Dari Watsilah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku telah
diberi Sab’a Thuwal sebagai pengganti Taurat, Mi’in sebagai pengganti
Zabur, Matsani sebagai pengganti Injil, dan Mufashshal sebagai anugerah
istimewa kepadaku.” (Hr. Ahmad ~ Jam’ul Fawa’id)
Tujuh surat pertama dalam al Qur’an disebut sebagai Sab’at Thuwal (Tujuh
surat yang terpanjang), sebelas surat disebut sebagai Mi’in (surat-surat
yang mengandung sekitar seratus ayat), dua puluh surat disebut Matsani
(surat yang berulang-ulang), dan dari sini sampai khatam al Qur’an
disebut Mufashshal (surat yang dipisah-pisahkan). Inilah pendapat yang
termasyhur.
Hadits ke-29
اج ِريْنَ وإن ِ آء ْال ُم َهِ َضعَف ُ صاَب ٍة ِم ْن َ س ِع ْي ِد اْل ُخد ِْري ِ رضي هللا عنه قَا َ َل َجلَ ْستُ في ِ ِع َ َع ْن أبِ ْي
صلى هللاُ َعلَ ْي ِه َ هللا ِ س ْو ُل ُ ئ يَ ْقرأ ُ اِ ْذ َجآ َء َر ار ه ِ َض ِمنَ ْالعُرى َوق ٍ ض ُه ْم لَيَ ْستَتِ ُر بِبَ ْع
َ بَ ْع
سل َم َ َئ ف ُ ارِ َس َكت الق َ سل َم َ هللا صلى هللا عليه و ِ س ْو ُل ُ ام َر َ َ فَلَما ق،ام َعلَ ْينَاَ َسل َم فَق َ َو
ِيْ هلل الذ ِ هللا ت َعالى فَقَا َل ال َح ْم ُد ِ ب ِ صنَعُ ْونَ ؟ قُ ْلنَا نَ ْست َِم ُع اِلى ِكت َا ْ َ ثُم قَا َل َما ُك ْنت ُ ْم ت
طنا ِليَعُ ِد َل ِبنَ ْف ِس ِه ِف ْينَا ثُم َ س َو ْس َ َص ِب َر نَ ْف ِس ْي َمعَ ُه ْم قَا َل فَ َجل ْ َ َجعَ َل ِم ْن أمتي َم ْن ا ُ ِم ْرتُ ا َ ْن ا
اليك
ِ َ صع َ ت ُو ُج ْوهُ ُه ُم لَهُ فَقَا َل اَب ِش ُر ْوا يَا َم ْعش ََر ْ َقَا َل بِيَ ِد ِه َه َكذَا فَت َ َحلقُ ْوا َوبَ َرز
ف ِ ص ْ ِاس بِن ِ آء الن ِ َاج ِريْنَ بِالُّ ْنو ِر التام يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ت َ ْد ُخلُ ْونَ ْال َجنةَ قَ ْب َل ا َ ْغنِي ِ ال ُم َه
.) (رواه ابو داوود.ٍسنَة َ س ِمائ َ ِة ُ يَ ْو ٍم َوذَلِكَ َخ ْم
“Satu hari kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun.” (Qs. Al Ma’aarij
[70]: 4)
Dan bagi kaum mu’ minin tertentu, waktu tersebut akan lebih singkat
lagi, sesuai dengan derajat masing-masing. Bahkan bagi sebagian mu’
min,
lamanya sehari di akhirat itu hanya seperti dua rakaat shalat Shubuh.
Hadits ke-30
سل َم َم ِن ا ْست َ َم َع اِلى َ صلّى هللاُ َعلَي ِه َوَ هللا ِ س ْو ُل ُ قَا َل َر:َي َع ْنهُ قَال َ ضِ َع ْن اَب ْي ه َُري َْرة َ َر
.َت لَهُ نُ ْورا يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة ه
ْ ضا َعفَة َو َم ْن ت ََالهَا َكان ه
َ سنَة ُم َ ت لَهُ َحْ َهللا ُكتِب
ِ ب ِ ايَ ٍة ِم ْن ِكت َا
(رواه احمد عن عبادة بن ميسرة واختلف توثيقه عن الحسن عن ابي هريره
)والجمهور على ان الحسن يسمع عن ابي هريره
Suatu ketika salim r.a., maula Hudzaifah r.a. membaca al Qur’an dan Nabi
saw. berdiri disampingnya sambil mendengarkan bacaan al Qur’an Abu
Musa
al Asy’ari r.a. dan beliau memuji bacaannya.
Hadits ke-31
سل َم
َ ى هللا علي ِه َو
َ صل
َ هللا ُ قَا َل َر:َضى هللاُ َع ْنهُ قَال
ِ س ْو ُل ِ ع ْقبَةَ بِن َع
َ ام ٍر َر ُ َع ْن
(رواه الترمذي وابو داوود.آن َك ْالجاه ِِر بِالص َدقَ ِة َوالُ ُم ِس ِ ّر بِالص َدقَ ِة
ِ ال َجاه ُِر بِ ْالقُ ْر
.)والنسائي والحاكم وقال صحيح على شرط البخارى
Dari Uqpah bin Amir r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang
yang membaca al Qur’an dengan suara keras adalah seumpama orang
yang
memberikan sedekahnya secara terang-terangan, dan orang yang
membaca al
al Qur’an dengan suara perlahan adalah seumpama orang yang
memberikan
sedekahnya secara sembunyi-sembunyi.” (Hr. Tirmidzi, Abu Daud, Nasa’I
dan Hakim).
Kadangkala bersedekah dengan terang-terangan itu lebih baik jika hal itu
dapat menimbulkan semangat bersedekah kepada orang lain atau untuk
suatu
kebaikan. Namun pada kesempatan yang lai, bersedekah dengan
sembunyi-sembunyi itu lebih baik jika dikhawatirkan akan menimbulkan
riya atau dianggap merendahkan orang lain. Demikian juga dengan
membaca
al Qur’an, kadangkala dengan suara keras itu lebih baik daripada dengan
suara perlahan, jika bacaan itu menyebabkan orang lain bergairah
membaca
al Qur’an dan menyebabkan pahala bagi orang yang mendengarnya. Dan
pada
saat yang lain, membaca dengan perlahan itu lebih baik jika dapat
mengganggu orang lain, atau dikhawatirkan riya atau karena lainnya. Oleh
karena itu, baik membaca dengan suara keras atau pelahan, keduanya
mempunyai keutamaan masing-masing. Kadangkala membaca dengan
suara keras
itu lebih sesuai, dan kadangkala membaca dengan suara pelahan lebih
sesuai.
Banyak yang berdalil bahwa membaca dengan suara pelahan itu lebih
baik,
berdasarkan hadits sedekah yang disebutkan di atas. Imam Baihaqi
menulis
dalam kitab asy Syu’abu sebuah hadits dari Aisyah r.ha., (sebagai ulama
melemakan hadits ini), “Amalan yang dikerjakan dengan sembunyi-
sembunyi
tujuh kali lipat lebih baik daripada amalan dengan terang-terangan.”
Jabir r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Janganlah membaca
al
Quran terlalu keras sehingga tercampur suara yang satu dengan suara
yang
lain.”
Umar bin Abdul Aziz r.a. melihat seseorang yang membaca al Qur’an
dengan
suara keras di dalam masjid Nabawi, maka ia menghentikannya. Tetapi
orang yang membaca itu menentangnya. Kemudian Umar bin Abdul Aziz
r.a.
berkata, “Jika kamu membacanya karena Allah, maka bacalah dengan
perlahan. Namun jika kamu membacanya karena manusia, maka
bacaanmu tidak
ada gunanya.”
Selain itu, Nabi saw. juga memerintahkan agar membaca al Qur’an dengan
suara keras. Dalam Syarah Ihya juga ditulis mengenai kedua cara
tersebut, baik dalam riwayat hadits ataupun atsar sahabat r.a..
Hadits ke-32
سل َم القُ ْرآنُ شَافِ هع ُمشَف هع َ صلى هللاُ َعلَي ِه َو
َ َع ْن َجابِ ٍر رضي هللا هللاُ عنهُ َع ِن النبِي
طهُ اِلى َ َساق َ ف
َ ظ ْه ِره َ ِلى ْال َجن ِة َو َم ْن َجعَلَهُ خَل
ْ َ صد هق َم ْن َجعَلَهُ ا َ َما َمهُ قَا َدهُ ا
َ َو َما ِح هل ُم
.)مطوال وصححه ّ (رواه ابن حبان والحاكم.ار ِ الن
Dari Jabir r.a. Nabi saw., beliau bersabda, “Al Qur’an adalah pemberi
syafaat yang syafaatnya diterima dan sebagai penuntut yang tuntutannya
dibenarkan. Barangsiapa menjadikan al Qur’an di depannya, maka ia akan
membawanya ke Surga dan barangsiapa meletakannya di belakang, ia
akan
mencampakannya ke dalam neraka.” (Hr.Ibnu Hibbab dan Hakim).
Hadits ke-33
Dari Abdullah bin Amr r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Shaum dan al Qur’an akan memberi syafaat bagi hamba (yang
mengerjakannya). Shaum akan memohon, ‘Ya Allah, aku akan
menghalanginya
dari makan dan minum pada siang hari, maka teimalah syafaatku ini
untuknya.’ Dan al Qur’an berkata, ‘Ya Allah, aku telah menghalangi dari
tidur pada malam hari, maka terimalah syafaatku ini untuknya.’ Akhirnya
kedua syafaat itu diterima.” (Hr. Ahmad, Ibnu Abi Dunya, dan Thabrani)
Dalam kitab at Targhib ini ditulis dengan tha’am dan syarab yang artinya
makan dan minum, sebagaimana terjemahan di atas. Tetapi dalam riwayat
Hakim kata syarab ditulis syahwat, yaitu tha’am dab syahwat yang berarti
bahwa shaum itu menahan diri dari makan dan kesenangan nafsu. Hadits
ini
mengisyaratkan bahwa orang yang bershaum hendaklah menjauhkan diri
dari
kesenangan nafsu, walaupun hal itu dibolehkan, seperti bermesraan
dengan
istri dan menciumnya.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa al Qur’an akan datang dalam bentuk
seorang pemuda, lalu berkata, “Akulah yang membuatmu bangun pada
malam
hari dan membuatmu haus pada siang hari.” Hadits ini menyatakan bahwa
seseorang hafizh al Qur’an hendaknya bangun pada malam dan membaca
al
Qur’an dalam Tahajudnya, sebagaimana telah dijelaskan hal ini dalam
berbagai ayat, misalnya:
“Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu.” (Qs. Al Isra [7] :79)
“Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu pada malam hari,
sedang mereka juga bersujud (shalat).” (Qs. Ali Imran [3] :113)
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Rabb mereka.” (Qs. Al Furqan [25] :64)
Ada juga sebagian mereka yang mengkhatamkan al Qur’an tiga kali setiap
hari, seperti kebiasaan Sulaim bin Atar rah.a., seorang tabi’in yang
mashur. Ia pernah turut serta dalam penaklukkan Mesir pada masa
sahabat
Umar r.a.. ia juga pernah diangkat sebagai penguasa Qasas oleh
Mu’awiyah
r.a.. Dan ia biasa mengkhatamkan mengkhatamkan al Qur’an tiga kali
setiap malamnya.
Imam Nawawi rah.a. menulis dalam kitab al Adzkar bahwa orang yang
biasa
mengkhatamkan al qur’an paling banyak dalam sehari semalam adalah
Ibnu
Khatib. Ia selalu mengkhatamkan al Qur’an delapan kali sehari semalam.
Ibnu Qudamah meriwayatkan dari Ahmad bin Hambal rah.a. bahwa tidak
ada
batasan dalam hal tilawat al Qur’an, hal itu bergantung kepada semangat
orang yang membacanya.
Para ahli sejarah menyebutkan bahwa Imam a’zham (Imam Hanafi rah.a.)
pernah mengkhatamkan al Qur’an 61 kali dalam sebulan Ramadhan, yaitu
satu kali pada siamh hari, satu kali pada malam hari, dan satu kali pada
shalat Tarawih.
Tetapi Rasulullah saw. bersabda, “Mengkhatamkan al Qur’an kurang dari
tiga hari, maka sulit untuk merenungkannya.” Karena alas an inilah Ibnu
Hazam rah.a. dan ulama lainnya berpendapat bahwa mengkhatamkan al
qur’an
kurang dari tiga hari adalah haram.
Hadits ke-34
Dari Sa’id bin Sulaim r.a. secara mursal bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada pemberi syafaat (penolong) yang lebih utama derajatnya di
sisi Allah pada hari Kiamat daripada al Qur’an. Bukan Nabi, bukan
malaikat, dan bukan pula yang lain.” (Hr. Abdul Malik bin Habib-Syarah
Ihya)
Hadits ke-35
Hadits ke-36
Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Tiga orang yang tidak
akan mengalami ketakutan pada hari yang sangat menakutkan dan mereka
tidak akan dihisab, mereka berada diatas tumpukan kasturi hingga selesai
hisab terhadap semua manusia: (1) Seseorang yang membaca al Qur’an
semata-mata mengharap ridha allah, dan ia mengimami suatu kaum
sedang
mereka menyukainya; (2) Da’I yang mengajak shalat semata-mata
mengharap
ridha Allah Swt.; (3) Orang yang menjaga hubungan baik antara ia dengan
tuannya dan antara ia dengan bawahannya.” (Hr. Thabrani ` al Mu’jamuts
Tsalatsah).
Hadits ke-37
ٍ يَا اَبَا ذَ ّر:وسلمَ صلى هللا عليه َ هللا ِ س ْو ُل ُ قَا َل َر:َضى هللاُ َع ْنهُ قَال ِ َع ْن اَب ْي ذَ ٍر َر
صلي ِمائَةَ َر ْكع ٍة َو َالَ ْن ت َ ْغد َُو َوتَعَل َم َ ُ هللا َخي هْر ِم ْن ت
ِ ب ِ َالَ ْن ت َ ْغ ُد َوفَتَعَل َم آيَة ِم ْن ِكت َا
(رواه ابن.ٍالف َر ْكعة َ صلّي َ ُ ع ِم َل بِ ِه ا َ َو لَ ْم يُ ْع َم ُل بِ ِه َخي هْر ِم ْن ا َ ْن ت
ُ علمِ بابا ِمنَ ا ِل
.)ماجه باسناد حسن
Dari Dzar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Abu Dzar, Sesungguhnya
kepergianmu padapagi hari untuk mempelajari satu ayat dari kitab Allah
itu lebih baik bagimu dari pada kamu Shalat seratus rakaat. Dan
sesungguhnya kepergianmu pada pagi hari untuk mempelajari satu bab
dari
ilmu, baik diamalkan atau tidak, itu lebih baik bagimu daripada shalat
seribu rakaat.” (Hr. Ibnu Majah)
Banyak riwayat hadits yang menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu lebih
utama dari pada ibadah. Selain hadits diatas, masih banyak hadits
lainnya mengenai keutamaan menuntut ilmu yang tidak dapat dijelaskan
seluruhnya disini. Di antaranya ialah sabda Nabi saw., “Keutamaan
seseorang alim dibanding seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku
terhadap orang yang paling rendah diantara kalian.” Sabda beliau
lainnya, “Satu orang alim lebih berat bagi syetan daripada seribu orang
ahli ibadah.”
Hadits ke-38
َ سل َم َم ْن قَ َرأ
َ صلى هللاُ علي ِه َو ُ قَا َل َر:َى هللاُ َع ْنهُ قَال
ِ س ْو ُل
َ هللا َ ضِ َع ْن أبِي ه َُري َْرة َ َر
.) (رواه الحاكم وقال صحيح. َت في ِ لَ ْيلَ ٍة لَ ْم يُ ْكتَبْ ِمنَ الغَافِ ِليْن ٍ َع ْش َر ايَا
َ ظ على
هؤآل ِء َ َسل َم َم ْن َحف َ س ْو ُل هللاُ َعلَي ِه َو ُ قَا َل َر:َي هللاُ َع ْنهُ قَال
َ ض ِ َع ْن اَبي ه َُري َْرة َ َر
َ ِت لَ ْم يُكتَبْ ِمنَ الغَا ِف ِليْنَ َو َم ْن قَ َراْ َء في ِ لَ ْيلَ ٍة ِمائَةَ آيَ ٍة ُكت
َب ِمن ِ ت ال َم ْكت ُ ْوبَا
ِ الصلوا
.) (رواه ابن خزيمه في صحيحه والحاكم وقال صحيح على شرطها. َالقَانِتِيْن
Hadits ke-40
هللا صلى ِ س ْو ِل ُ نَزَ َل ِجب ِْري ُل َعلَ ْي ِه السال ُم َعلى َر:اس َرضى هللا عن ُهما قال ٍ َع ِن اب ِْن َعب
َ ْ ْ ُ َ َ
قا َل ف َما ال ُمخ َر ُج ِمنها يَا ِجب ِْر ْي ُل قا َل،ستَكَونُ فِت هَن َ ْ َ َ
َ ُسل َم فاخبَ َرهُ انه َ
َ هللاُ َعلي ِه َو
.) (رواه رزين كذا في الرحمة المهداة.َِاب هللا ُ ِكت
Dari Ibnu Abbas r.a., ketika Jibril mengabarkan kepada Nabi saw. Bahwa
akan terjadi banyak fitnah. Beliau bertanya, ‘Apakah jalan keluar
darinya, wahai Jibril?’ Jawab Jibril, “Kitabullah.” (Razin – Ar Rahmatul
Muhdah).
Mengamalkan isi al Qur’an akan menjauhkan diri kita dari fitnah, dan
keberkahan dari membacanya dapat menyelamatkan kita dari fitnah.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits ke-22, bahwa rumah yang
didalamnya dibacakan al Qur’an, maka sakinah dan rahmat akan turun
kedalam rumah itu, dan syetan-syetan akan keluar dari rumah itu.
Para ulama menafsirkan bahwa maksud fitnah di sini adalah kemunculan
Dajjal, kekejaman bangsa Tartar, dan lain-lain. Ali karamallahu wajhah
juga meriwayatkan hadits seperti itu dengan panjang lebar. Ali r.a,
memerintahkan bahwa Nabi Yahya a.s. berkata kepada Bani Israil, “Allah
telah memerintahkan kalian agar membaca kalam-Nya. Dan
perumpamaannya
adalah seperti suatu kaum yang terpelihara dalam bentengnya, sehingga
dari manapun musuh menyerang, maka kalian akan dapati kalimat Allah
sebagai penjaga dan pelindung dari mereka.”
َ ٌللا صلى هللا عليه وسلم (( َم ْن قَ َرأ ِ سو ُل ُ قَا َل َر،ٌُللا بْنَ َم ْسعُو ٍديَقُول ِ َع ْن َعبْد
ف َولَ ِك ْن ْ سنَةُ بِعَ ْش ِر أ َ ْمثَا ِل َها الَ أَقُو ُل الم
حر ه َ سنَةه َو ْال َح
َ ٌللا فَلَهُ بِ ِه َح
ِ ب ِ َح ْرفا ِم ْن ِكت َا
))ف ف َوالَ هم َح ْر ه
ف َو ِمي هم َح ْر ه ف َح ْر ه أ َ ِل ه
ٌللا صلى هللا عليه وسلم(( ْال َماه ُِر ِ سو ُل ُ ت قَا َل َر ْ َشةَ رضى هللا عنها قَال َ َِع ْن َعائ
ْ ُ ْ ْ ِ ِب ْالقُ ْر
آن َم َع السفَ َرةِ ال ِك َر ِام البَ َر َرةِ َوالذِى يَ ْق َرأ القُ ْرآنَ َويَتَت َ ْعت َ ُع فِي ِه َوه َُو َعلَ ْي ِه
))ان ِ َاق لَهُ أَجْ َر
ٌّ ش
ِ ٌللا صلى هللا عليه وسلم ((إِن ٌللاَ يَ ْرفَ ُع بِ َهذَا ْال ِكت َا
ب ُ قَا َل َر،ََع ْنعُ َم ُر قَال
ِ سو ُل
(( َض ُع بِ ِه آخ َِرين َ َأ َ ْق َواما َوي
ٌللا صلى هللا عليه ِ سو َل ُ س ِم ْعتُ َر َ ى رضى هللا عنه قَا َل ُّ َع ْن أَبي أ ُ َما َمةَ ْالبَا ِه ِل
َ وسلميَقُو ُل « ا ْق َر ُءوا ْالقُ ْرآنَ فَإِنهُ يَأْتِى يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة
ْ َ ش ِفيعا أل
((ص َحا ِب ِه
“Abu Umamah Al Bahily berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Bacalah Al-Qur`an karena
sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at
bagi orang yang membacanya.” (HR. Muslim).
FADHILAH QUR'AN
MUQADDIMAH
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan
kepadanya penjelasan, dan menurunkan kepadanya Al Qur’an sebagai
sumber nasihat, obat, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman. Tidak ada keraguan dan tidak ada penyelewengan di dalamnya.
Dia menurunkan Al Qur’an sebagai penguat, pembeladan nur bagi orang-
orang yang memiliki
keyakinan. Shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan ke atas
makhluk
yang paling sempurna dari golongan manusia dan jin, yang nurnya
menerangi hati dan kubur manusia. Kedatangannya merupakan rahmat
untuk
seluruh alam. Semoga shalawat dan salam terlimpah ke atas keluarganya
dan kepada para shababatnya. Mereka adalah bintang – bintang hidayah,
penyebar kitabullah. Semoga terlimpah juga ke atas orang-orang yang
mengikuti mereka dengan penuh keimanan.
*Hadits ke-6*
Penjelasan:
*Hadits ke-5*
Penjelasan
*Hadits ke-4*
Dari Aisyah r.ha., Rasulullah saw. Bersabda, “ Orang yang ahli dalam Al
Qur’an akan bersama para malaikat pencatat yang mulia lagi benar. Dan
orang yang terbata-bata membaca Al Qur’an serta bersusah payah (
mempelajarinya ), maka baginya pahala dua kali ( Bukhari, Muslim, Abu
Dawud ).
Penjelasan:
Yang disebut “ orang yang ahli dalam Al Qur’an’ adalah orang yang hafal
Al Qur’an dan senantiasa membacanya, apalagi dengan memahami arti
dan
maksudnya. Dan yang dimaksud ‘bersama-sama malaikat’ adalah ia
termasuk
golongan yang memindahkan Al Qur’anul Karim dari Lauhul Mahfudz dan
menyampaikan kepada orang lain melalui bacaannya. Dengan demikian,
keduanya memiliki pekerjaan yang sama. Juga dapat berarti : Ia akan
bersama para malaikat pada hari mahsyar nanti. Dan orang yang
terbata-bata membaca Al Qur’an akan memperoleh dua pahala: satu
pahala
karena bacaannya dan satunya lagi karena kesungguhannya mempelajari
Al
Qur’an berkali-kali. Tetapi, bukan berarti pahalanya akan melebihi
pahala ahli Al Qur’an. Orang yang ahli membaca Al Qur’an tentu akan
memperoleh derajat yang istimewa, yaitu bersama para malaikat khusus.
Maksud yang sebenarnya, bahwa dengan bersusah payah mempelajari Al
Qur’an akan menghasilkan pahala ganda, sehingga tidak semestinya kita
meninggalkan bacaan Al Qur’an, walaupun menghadapi kesulitan dalam
membacanya.
Mulla Ali Qari rah meriwayatkan dari Thabrani rah dan Baihaqi rah, “
Barangsiapa membaca Al Qur’an sedangkan ia tidak hafal, maka ia akan
memperoleh pahala dua kali lipat. Dan barangsiapa benar-benar ingin
menghafal Al Qur’an tetapi tidak mampu, tetapi ia terus membacanya,
maka
Allah swt akan membangkitkannya pada hari mahsyar dengan para hafiz Al
Qur’an.
*Hadits ke-3*
Dari Uqbah bin Amir r.a., ia berkata, “ Rasulullah saw keluar dan
menemui kami di shuffah. Beliau bersabda, “ Siapakah di antara kalian
yang suka setiap pagi pergi ke pasar Buthan atau Aqiq, kemudian pulang
membawa dua ekor unta betina yang berpunuk besar tanpa berbuat dosa
atau
memutuskan silaturahmi?’ Maka kami menjawab, ‘ Ya Rasulullah, setiap
kami menyukainya.’ Sabda Beliau, ‘Mengapa salah seorang dari kalian
tidak pergi pada pagi hari ke masjid lalu belajar atau membaca dua ayat
Al Qur’an ( padahal ) itu lebih baik baginya daripada dua ekor unta
betina, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta betina, empat ayat
lebih baik daripada empat ekor unta betina dan seterusnya, sejumlah ayat
yang dibaca mendapat sejumlah unta yang sama.” ( Muslim, Abu Dawud ).
Penjelasan:
Mulla Ali Qari rah menulis tentang seorang syaikh yang sedang bersafar.
Ketika tiba di Jeddah, ia diminta oleh para pengusaha kaya agar tinggal
lebih lama di tempat mereka, agar dengan keberkahan syaikh, harta dan
perniagaan mereka mendapat keuntungan. Maksudnya, para pelayan
syaikh
juga akan mendapatkan bagian dari keuntungan perniagaannya tersebut.
Pada mulanya syaikh menolak tawaran mereka, tetapi setelah didesak
terus, akhirnya syaikh berkata, “ Berapakah keuntungan tertinggi dari
perniagaan kalian?” Jawab mereka,” Penghasilan kami berbeda,
setidaknya
kami mendapatkan keuntungan dua kali lipat.” Kata syaikh, “ Kalian telah
bersusah payah untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Aku tidak
menghendaki keuntungan yang sedikit ini, sehingga harus kehilangan
shalatku di Masjidil Haram, yang pahalanya dilipatgandakan sampai
seratus ribu kali lipat.”
Hadits ke-2
Dari Abu Sa’id r.a., bersabda Rasulullah saw, “ Rabb Tabaraka wa Ta’ala
berfirman,’ Barangsiapa disibukkan dengan Al Qur’an daripada berdzikir
dan berdoa kepada-Ku, niscaya Aku berikan kepadanya sesuatu yang
terbaik
yang Aku berikan kepada orang yang meminta kepada-Ku. Dan keutamaan
Kalamullah terhadap kalam lainnya seperti keutamaan Allah terhadap
makhluk-Nya. “ ( Tirmidzi, Darami, Baihaqi )
Penjelasan:
Seseorang yang sibuk menghafal, mempelajari atau memahami Al Qur’an
sehingga ia tidak sempat berdoa, maka Allah swt akan memberinya
sesuatu
yang lebih utama daripada yang telah diberikan kepada orang yang
berdoa.
Sebagaimana dalam urusan keduniaan, jika seseorang akan membagikan
kue
atau makanan kepada orang banyak, lalu ia memilih seseorang untuk
membagikannya. Maka bagian kue untuk orang yang bertugas
membagikan,
akan disisihkan terlebih dahulu. Mengenai kesibukkan orang yang selalu
membaca Al Qur’an, telah disebutkan di dalam hadits lain bahwa Allah swt
akan mengaruniakan kepadanya pahala yang lebih baik daripada pahala
orang yang selalu bersyukur.