Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI KASUS

SEPTUM VAGINA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik

Stase Obstetri dan Ginekologi di RSUD Tugurejo Semarang

Diajukan Kepada :

dr. Diana Handaria, Sp.OG

Disusun oleh:

Sandrarizka Yuvike Limita H2A012007

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Refleksi Kasus

SEPTUM VAGINA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:

Sandrarizka Yuvike Limita

H2A012007

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik

Ilmu Obstetri dan Ginekologi

dr. Diana Handaria, Sp.OG


BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan pada organ genitalia dapat menyebabkan beberapa masalah


seperti abortus berulang, infertilitas, dan gangguan proses persalinan.1 Salah
satu kelainan atau anomali pada organ genitalia adalah septum vagina.

Septum vagina adalah sekat sagital pada vagina yang terjadi karena
proses embriologi sistem reproduksi tidak sepenuhnya berkembang.2
Septum vagina merupakan kelainan saluran genital wanita yang jarang, dan
sedikit yang dijelaskan tentang perawatan pembedahannya.3 Septum vagina
dapat menyebabkan distosia karena septum dapat menghambat turunnya
kepala. Pada septum vagina longitudinal bisa juga terjadi uterus didelfis
sehingga memisah serviks kiri dan kanan.2

Banyak gadis yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki septum


vaigna sampai mereka mecapai pubertas, ketika merasa kesakitan atau
ketidaknyamanan, atau aliran darah yang tidak biasa yang terkandang menjadi
suatu tanda kondisi tersebut. Ada juga yang tidak mengetahuinya sampai
mereka menjadi aktif secara seksual dan mengalami rasa sakit selama
berhubungan seksual, namun ada juga beberapa wanita dengan septum vagina
tidak pernah memiliki gejala apapun.2

Tindakan pembedahan hanya akan dilakukan apabila terdapat indikasi


berupa kejadian abortus berulang, infertilitas, gangguan proses persalinan, atau
adanya gejala-gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid pada vagina,
kavum uteri, dan tuba falopii.1

Walaupun kelainan pada organ genitalia dapat menyebabkan beberapa


masalah, namun tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada organ
genitalia akan menemui masalah. Sebagian dapat hamil normal, bahkan
melahirkan biasa.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vagina1,4

Gambar 2.1 Potongan sagital melalui genitalia interna

Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna.


Introitus vagina tertutup sebagian oleh hymen (selaput dara), suatu lipatan
selaput setempat. Pada seorang virgo atau nullipara, selaput daranya masih
utuh dan lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya dapat dilalui
jari kelingking.

Dinding depan dan belakang vagina berdekatan ssatu sama lain, masing-
masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 9-10 cm. Arah sumbunya
berjalan sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke promontorium. Selama
pertumbuhan janin dalam uterus, secara embriologis 2/3 bagian atas vagina
berasal dari duktus Mulleri (asal dari entoderm), sedangkan 1/3 bagian distal
bawahnya berasal dari lipatan-lipatan ektoderm.
Vagina memiliki mukosa berlipat-lipat horizontal yang disebut rugae.
Ditengah-tengah bagian depan dan belakang ada bagian yang lebih mengeras
disebut kolumna rugarum. Rugae-rugae ini memungkinkan vagina dalam
persainan melebar sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir.
Rugae-rugae dapat dilihat dengan jelas pada 1/3 bagian distal vagina pada
seorang nullipara, sedangkan pada seorang multipara lipatan-lipatannya
sebagian besar menghilang.

Epitel vagina terdiri atas epitel skuamosa. Lapisan ini terdiri dari
beberapa lapis epitel gepeng tidak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar,
tetapi dapat mengadakan transudasi. Di bawah epitel vagina terdapat jaringan
ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Pada kehamilan terdapat
hipervaskularisasi lapisan jaringan tersebut, sehingga dinding vagina terlihat
kebiruan yang disebut livide. Di bawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan
susunan yang serupa dengan susunan otot usus. Bagian dalamnya terdiri atas
muskulus sirkularis dan bagian luarnya muskulus longitudinalis. Di sebelah
luar otot-otot ini terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan berkurang
elastisitasnya pada peremptan yang lanjut usianya. Di sebelah depan, dinding
vagina berhubungan dengan uretra (sepanjang 2,5 - 4 cm) dan kandung kemih
yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang disebut septum vesikovaginalis. Di
sebelah belakang, diantara dinding vagina bagian bawah dan rektum terdapat
jariangan ikat yang disebut septum rektovaginalis. Seperempat bagian atas
dinding vagina belakang terpisah dari rektum oleh kantong rektouterina yang
biasa disebut kavum Douglasi. Dinding kanan kiri vagina berhubungan dengan
muskulus levator ani. Dipuncak vagina dipisahkan oleh serviks, terbentuk
forniks anterior, posterior, dan lateralis kiri-kanan.

Vagina mendapat darah dari (1) arteria uterina, yang melalui cabangnya
ke serviks dan vagina memberikan darah ke vagina bagian 1/3 atas; (2) arteria
vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberikan darah ke vagina bagian
1/3 tengah; (3) arteria hemoroidalis mediana dan arteria pudendus interna, yang
memberikan darah ke vagina bagian 1/3 bawah. Darah kembali melalui pleksus
vena yang ada, antara lain pleksus pampiniformis ke vena hipogastrica dan
vena iliaka ke atas.

2.2 Embriologi Vagina1

Gambar 2.2 Bentukan uterus dan vagina. (A) 9 minggu.


(B) Akhir bulan ke-3. (C) Bayi baru lahir

Ujung kaudal duktus paramesonefrik yang telah mengalami fusi yang


berhubungan dengan sinus urogenitalis kemudian berkembang menjadi bulbus
sinovaginal yang pada perkembangannya akan membentuk dinding vagina.
Bulbus akan berkembang ke kranial dan kaudal. Sampai bulan ke-5, vagina
sudah terbentuk lengkap dengan lumennya. Vagina terbentuk dari pertemuan
bagian kranial berasal dari kanalis uterin dan bagian kaudal berasal dari sinus
urogenitalis. Lumen vagina terpisah dengan sinus urogenitalis oleh selaput tipis
yang disebut selaput himen.

2.3 Septum Vagina1


Septum vagina adalah sekat sagital pada vagina yang terjadi karena
proses embriologi sistem reproduksi tidak sepenuhnya berkembang. Septum
vagina diakibatkan oleh kegagalan dalam proses kavitasi vaginal plate antara
sinovaginal dan uretrovaginal. Terdapat dua jenis septum vagina yaitu septum
transversum atau transverse vaginal septum (TVS), yang berjalan horizontal
membagi vagia menjadi atas-bawah, dan septum longitudinal atau longitudinal
vaginal septum (LVS), sering disebut vagina ganda karena menciptakan dua
rongga yang dipisahkan oleh jaringan vertikal.
Tabel 2.1 Klasifikasi anomali vagina

Angka kejadian septum transversum adalah 1:70.000 perempuan.


Apabila septum menutup total, maka akan menyumbat pengeluaran lendir dan
produk menstruasi sehingga akan mengalami hematokolpos. Septum bisa
terjadi pada berbagai level vagina, umumnya terjadi pada 1/3 bagian proksimal
pada daerah pertemuan sinovaginal plate dan fusi duktus paramesonefrik
kaudal. Penanganan operatif septum vagina dilakukan dengan pendekatan dari
vagina untuk yang tipis, sedangkan yang tebal kadang diperlukann laparotomi
untuk identifikasi uterus dan septumnya.
Septum longitudinal terjadi akibat terganggunya fusi lateralis dan
reabsorbsi yang tidak sempurna dari duktus paramesonefrik. Bisa terjadi pada
uterus didelfis sehingga memisah serviks kiri dan kanan. Tindakan koreksi
dilakukan apabila pasien mengeluh saat koitus/ dispareunia.
Septum yang melintang (tranverse) pada daerah vagina diperkirakan
disebabkan oleh adanya kegagalan pada proses fusi dan/atau kanalisasi antara
duktus Muller dengan sinus urogenitalis. Septum vagina tersebut dapat
berlokasi pada vagina bagian atas (46%), tengah (40%), ataupun bawah (14%).
Pada inspeksi genitalia eksterna tampak normal tapi apabila dilakukan
pemeriksaan yang seksama, maka didapatkan vagina yang buntu atau pendek.
Ketebalan septum vagina umumnya kurang dari 1 cm. Umumnnya masih
memiliki lubang pada tengahnya sehingga masih mampu mengalirkan darah
haid dari uterus. Akan tetapi, jika septum tersebut tidak memiliki lubang, maka
dapat terjadi hematokolpos.
Gambar 2.3 (A) Letak septum sesuai dengan levelnya di vagina.
(B) Gambar berikutnya menunjukkan terdapatnya septum yang berjalan
melintang, tetapi dengan lubang kecil pada bagian tengahnya.

Gambar 2.4 Septum Longitudinal Vagina.

Tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada organ genitalia


akan menemui masalah. Sebagian dapat hamil normal, bahkan melahirkan
biasa. Apabila kehamilan terjadi pada hemiuterus yang normal kadangkala
dapat terjadi abortus, persalinan preterm, kelainan letak janin, distosia, dan
perdarahan pasca persalinan.
Anamnesis yang cermat tentang kelainan haid, gangguan dalam
kehamilan dan proses persalinan dan pemeriksaan ginekologi yang teliti dapat
mengarahkan kecurigaan kearah kelainan kongenital organ genitalia.
Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi, histerosalfingografi, hingga
histeroskopi ataupun laparoskopi dapat membantu dokter dalam hal penegakan
diagnosis kelainan-kelainan tersebut. Disarankan juga untuk melakukan
pemeriksaan pielogram intravena untuk dapat mengetahui apakah juga terdapat
kelainan pada organ-organ traktus urinarius karena secara embriologis
perkembangan organ-organ genitalia sangat erat dengan perkembangan organ-
organ traktus urinarius.
Tindakan pembedahan hanya akan dilakukan apabila terdapat indikasi
berupa kejadian abortus berulang, infertilitas, gangguan proses persalinan, atau
adanya gejala-gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid pada vagina,
kavum uteri, dan tuba falopii.
BAB III

ABSTRAK

Latar Belakang: Anomali organ genitalia dapat menyebabkan beberapa masalah


kesuburan mulai dari abortus berulang, infertilitas, dan gangguan proses persalinan.
Namun tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada organ genitalia akan
menemui masalah. Sebagian dapat hamil normal, bahkan melahirkan biasa.
Septum vagina merupakan kelainan saluran genital wanita yang jarang, dan sedikit
yang dijelaskan tentang perawatan pembedahannya. Pada septum vagina
longitudinal bisa juga terjadi uterus didelfis sehingga memisah serviks kiri dan
kanan.

Tujuan: Untuk mengevaluasi hasil keluaran (outcomes) reproduksi dengan uterus


septus komplit dengan duplikasi serviks dan septum vagina.5

Metode: Dua puluh satu pasien yang memiliki uterus septate komplit dengan
duplikasi serviks dan septum vagina ditinjau secara retrospektif dalam penelitian
ini. Pada Kelompok I, 11 pasien dengan hasil reproduksi yang buruk (keguguran
spontan atau infertilitas) atau dispareunia menjalani metroplasti histeroskopi dan
pengangkatan septum vagina dengan pelestarian septum serviks. Pada Kelompok
II, 10 pasien tanpa riwayat keguguran spontan tidak menjalani transeksi
histeroskopi septum uterus. Dari 10, empat menjalani sayatan septum vagina akibat
dispareunia, dua menjalani adhesiolisis panggul laparoskopi hanya karena
infertilitas, dan empat tanpa gejala tidak memiliki intervensi. 5

Hasil dan Kesimpulan:

Pada Kelompok I sebelum operasi, kehamilan spontan sebanyak 7 pasien dan IVF-
ET (In Vitro Fertilization and Embryo Transfer) sebanyak 1 pasien. Abortus
spontan sebanyak 8 pasien dan persalinan atern 2 pasien. Tidak didapatkan
persalinan pervaginam dan persalinan perabdominal atau Caesarean section
sebanyak 2 pasien.5
Pada Kelompok I setelah operasi, tingkat kehamilannya sebesar 81,8% (9/11)
dengan kehamilan spontan sebanyak 7 pasien dan IVF-ET (In Vitro Fertilization
and Embryo Transfer) sebanyak 2 pasien. Kelahiran aterm 6 pasien, presentasi
abnormal 1, kehamilan yang masih berlangsung 2 pasien, 2 pasien tidak hamil
setengah tahun setelah operasi, dan aborsi 1 pasien. Persalinan pervaginam
sebanyak 2 pasien dan persalinan perabdominal atau Caesarean section sebanyak
4 pasien.5

Pada kelompok II sebelum operasi, kehamilan spontan sebanyak 7 pasien. Tidak


didapatkan pasien dengan abortus spontan. Persalinan aterm sebanyak 7 pasien dan
3 pasien dengan presentasi abnormal. Persalinan pervaginam 1 pasien dan
persalinan perabdominal atau Caesarean section sebanyak 6 pasien.5

Pada Kelompok II setelah operasi, tingkat kehamilannya sebesar 50% (3/6) dengan
kehamilan spontan sebanyak 3 pasien. Kelahiran aterm 3 pasien, presentasi
abnormal 2, 3 pasien tidak hamil setengah tahun setelah operasi. Persalinan
pervaginam sebanyak 1 pasien dan persalinan perabdominal atau Caesarean section
sebanyak 2 pasien.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono.Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2018.

2. Cobb, Cynthia. Vaginal Septum: What Yo Need to Know. 2018.

3. Anwar,S., Moon, T., Baloch, S.A. Assisted breech delivery with transverse
vaginal septum. J.Ayub Med Coll Abbottabad. 2012;24(2): 156-7. (Diakses pada
8 Juni 2019)

4. Prawirohardjo, Sarwono.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2018.

5. Chen, Shu-Qin., Deng, Ni., Jiang, Hong-Ye. Management and reproductive


outcome of complete septate uterus with duplicated cervix and vaginal septum:
review of 21 cases. Archives of Gynecology and Obstetrics Vol 287, Issue 4, pp
709-14. 2013. (Diakses pada 8 Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai