PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Torch adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit
infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis
penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu
hamil. Kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antara lain ke arah
pemeriksaan secara imunologis. Prinsip dan pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat
anti (antibodi) yang spesifik terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon
tubuh terhadap adanya benda asing (kuman antibodi yang terburuk dapat berupa
Imonoglobulin M (IgM) dan Imonoglobulin G (IgG).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus
(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh
virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus,
Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing
(kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G
(IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang
bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita.
Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya,
yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
B. Etiologi
1. Toxoplasma
virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella pernah menjadi
endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar melalui droplet. Periode
inkubasinya adalah 14-21 hari.
3. Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran tubuh penderita
seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu ibu. Bisa juga terjadi karena
transplatasi organ.Kebanyakan penularan terjadi karena cairan tubuh penderita
menyentuh tangan individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan
tangan.Teknik mencuci tangan dengan sederhana manggunakan sabun cukup efektif
untuk membuang virus dari tangan.Golongan sosial ekonomi rendah lebih rentan
terkena infeksi.Rumah sakit juga marupakan tempat penularan virus ini, terutama unit
dialisis, perawatan neonatal dan ruang anak.Penularan melalui hubungan seksual juga
dapat terjadi melalui cariran semen ataupun lendir endoserviks. Virus juga dapat
ditularkan pada bayi melalui sekresi vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu.
Namun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi
kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama kali ketika hamil.Meskipun jarang,
sitomegalovirus kongenital tetap dapat terulang pada ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan sitomegalovirus kongenital pada kehamilan
terdahulu.Penularan dapat terjadi pada setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin
muda umur kehamilan semakin berat gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih sering
terjadi di negara berkembang dan di masyarakat denga status sosial ekonomi lebih
rendah dan merupakan penyeirus paling signifikan cacat lahir di negara-negara
industri. CMV tampaknya memiliki dampak besar pada parameter pada kekebalan
tubuh di kemudian hari dan dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan
kematian.
4. Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA. Pembagian tipe I
dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic, dan lokasi
klinis (tempat predileksi)
1. Toxoplasma
a. Pada ibu
b. Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi pada janinnya
adalah abortus spontan atau keguguran, lahir mati, atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan.Padaawal kehamilan infeksi toksoplasma dapat menyebabkan
aborsi dan biasanya terjadi secara berulang.Namun jika kandungan dapat
dipertahankan, maka dapat mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir.
Diantaranya adalah :
2. Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang dewasa,
ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran pernafasan atas.
Sebagian besar Negara saat ini memiliki program vaksin rubella untuk bayi dan
wanita usia subur dan hal ini merupakan bagian dari screening prakonsepsi. Ibu hamil
secara rutin diperiksa untuk antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan
segera diberikan vaksin rubella pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini
menganjurkan bahwa kahamilan yang disertai dengan pemberian vaksin rubella tidak
seberbahaya yang dipikirkan.Infeksi terberat terjadi pada trimester pertama dengan
lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi mengalami vireamia, yang menghambat
pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan perkembangan organ.Janin terinfeksi
dalam 8 minggu pertama kehamilan.Oleh karena itu memiliki resiko yang sangat
tinggi untuk mengalami multiple defek yang mempengaruhi mata, system
kardiovaskuler, telinga, dan system saraf.Arbosi spontan mungkin saja terjadi.
Ketulian neurosensory seringkali dsebabkan oleh infeksi setelah gestasi 14 minggu
dan beresiko kerusakan janin sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir, restriksi
pertumbuhan intrauterine biasanya disertai hepatitis, trombositopenia, dan penyakit
nerologis seperti mikrosefali atau hidrosefali.
3. Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya mereka tidak
akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini merupakan infeksi primer,
maka janin biasanya juga beresiko terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali
setelah bayi lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir.
Diantara bayi tersebut hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam Rahim dan kurang
dari 15% akan menampakan gejala pada saat lahir. Hanya pada individu dengan
penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin sitomegalovirus
menampakan virulensinya pada manusia. Pada wanita normal sebagian besar adalah
asimptomatik atau subkliik, tetapi bila menimbulkan gejala akan tampak gejala antara
lain :
1. Mononucleosis-like syndrome yaitu demam selama 3 minggu. Secara klinis timbul
gejala lethargi, malaise dan kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan
infeksi mononucleosis (tanpa tonsillitis atau faringitis dan limfadenopati servikal).
Kadang-kadang tampak gambaran seperti hepatitis dan limfositosis atipik. Secara
klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan infeksi virus Epstein – bar dan
dibedakan dari hasil tes heterrofil yang negative. Gejala ini biasanya self limitting
tetapi komplikasi serius dapat pula terjadi seperti hepatitis, peneumonitis,
ensefalitis, miokarditis, dan lain-lain. Penting juga dibedakan dengan tokso
plasmosis dan hepatitis B yang juga mempunyai gejala serupa.
2. Sendroma post transfusi. Viremia terjadi 3-8 minggu setelah transfusi. Tanpak
gambaran panas kriptogenik, splenomegali, kelainan biokimia dan hematologi.
Sindroma ini juga dapat terjadi pada tranplantasi ginjal.
3. Penyakit sistemik luas antara lain neomonits yang mengancam jiwa yang dapat
pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma atau pasien dengan kelainan
sekunder dari proses imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2)
4. Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap
saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau
selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi
kelainan yang serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi
intrauterine dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus
dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR, klasifikasi intracranial pada
ventrikel lateral dan traktus olfaktoris, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga
terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus, purpora trombositopeni, DIC.
Infeksi pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan
karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukan psikomotor.
D. Klasifikasi
Istilah infeksi kongenital (congenital infection) dapat digunakan jika infeksi uang
ditularkan vertical itu masih terus dialami setelah melahirkan.
Contoh :
1. Coxsackievirus
2. Chickenpox atau cacar air disebabkan oleh varicella zoster virus
3. Parvovirus
4. Chlamydia
5. HIV
6. Human T-lymphotropic virus
7. Syphilis
Hepatitis B juga dapat digolongkan sebagai infeksi yang ditularkan vertikal, tetapi
virus hepatitis B berukuran besar dan tidak dapat menembus ke plasenta, sehingga
tidak dapat menginfeksi janin kecuali ada kebocoran pada barier ibu-bayi, misalnya
pada pendarahan pada waktu melahirkan atau amniocentesis
E. Patofisiologi
Toxoplasma
Toxoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini terbagi lagi
menjadi 5 tingkat siklus : fase proliferatif, stadium kista, fase schizogoni, gematogoni,
dan fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista.Fase ini
dapat terjadi dalam bermacam-macam inang, sedangkan siklus seksual secara spesifik
hanya terdapat pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia,
seperti tikus yang terinfeksi. Kista dalam tubuh kucing dapat terbentuk setelah infeksi
kronis yang berhubungan dengan imunutas tubuh.Kiista terbentuk intraseldan
kemudian terdapat secara bebas di dalam jaringan sebagai stadium tidak aktif dan
dapat menetap dalam jaringan tanpa menimbulkan reaksi inflamasi.Kista pada
binatang yang terinfeksi menjadi infeksius, jika termakan oleh kornivora dan
toksoplasma tersebut masuk melalui usus.Infeksi pada manusia dapat terjadi saat
makan daging yang kurang matang, sayur-sayuran yang tidak di masak, makanan
yang terkontaminasi kotoran kucing melalui lalat atau serangga.Juga ada
kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang terdapat ookista yang
beterbangan. Cara penularang lain yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal.
Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin
melalui plasenta.Imunitas maternal tampaknya memberikan perlindungan terhadap
penularan transplasental parasite tersebut.Dengan demikian, toxoplasmosis kongenital
dapat terjadi jika ibu mendapatkan infeksi tersebut selama kehamilannya.
1. Rubella
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan peradangan pada
mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh. dari saluran
pernafasan inilah virus akan menyerang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang
diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari faring. pada rubella yang
kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai usia 2
tahun. hal ini perlu diperhatikan dalam perawatan bayi di rumah sakit dan di rumah
untuk mencegah terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh akan membentuk
kekebalan baik berupa antibodi maupun kekebalan seluler yang akan mencegah
terjadinya infeksi ulangan.
1. Cytomegalovirus
Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun
setelah infeksi.Virustersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi
masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini beluum ada imunisasi untuk mencegah
penyakit ini
1. Herpes
HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada
mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata.HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui
hubungan seksual dan menyebabkan vegina terlihat seperti bercak dengan luka
mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan
pada kulit (jaundice) dan kesulitan bernafas atau kejang.Biasanya hilang dalam 2
minggu infeksi, infeksi pertama HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah
masa inkubasi 4-6 hari.Gejala yang timbul meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan
pada kulit (eritema), dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang
berisi cairan bening yang selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah diikuti dengan
pembentukan keropeng atau kerang (scab).Setelah infeksi pertama, HSV memiliki
kemampuan unik untuk bermigrasi sampai pada syaraf sensorik tepi menuju spinal
ganglia dan berdormansi sampai diaktifasi kembali. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi,
alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital, menstruasi, kurang tidur,
dan sinar ultraviolet.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan TORCH
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2
petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG
negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama
pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan
ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya
pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka
perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu
pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan
tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi kehamilan,
teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV,
jika terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan
dengan konsultasi kondisi kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat spiramisin
(spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk menurunkan
dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya obat-obatan
tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut. Sehingga perlu
disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada waktu makan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
Intervensi
8. Tingkatkan istirahat
Daftar Pustaka
Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC
Bobak, I.M., Deitra, L.L., Margaret,D.J., Snannon, E.P.2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Jakarta. EGC