Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn R

2. Umur : 45 Tahun

3. JenisKelamin : laki-laki

4. Agama : Islam

5. Status : Menikah

6. Tanggal masuk Rs : 26 Juli 2018

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


Keluhan Utama :
Kulit melepuh hampir seluruh badan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan bintik-bintik merah pada
bagian perut, selangkangan, paha, betis, punggung kaki. Sedangkan pada wajah,
mulut dan leher kulitnya melepuh. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat menelan,
sakit pada mata dan kemerahan, disertai luka pada daerah kelain dan anus.
Gejala ini dirasakan sejak 6 hari terakhir setelah mengkonsumsi cefadroksil tab
500mg. Sebelumnya 1 minggu sebelum minum obat pasien mengeluh demam
dan nyeri lambung. pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Pasien mengaku tidak mempunyai alegi makanan maupun alergi obat.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Penderita tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
 Riwayat kontak dengan bahan iritan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Dalam keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama.
1
Riwayat Psikososial
 Penderita mandi 2x sehari
 Air yang dipergunakan di rumah pasien adalah air sumur
 Kebersihan rumah dan sekitar tempat tinggal pasien cukup bersih.

III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas : Dalam batas normal

2. Status Dermatologis
 Regio : Regio abdomen, inguinal, femoris, gastrocnemius, dorsum pedis,
fasialis, oral dan regio coli, regio genital dan anus.
 Effloresensi : Terdapat lesi berbentuk macula, papul, krusta, erosi, dan
bulla dengan ukuran milier sampai plakat

IV. RESUME
Pasien laki-laki 45 tahun masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan eritema
berbentuk milier pada regio abdomen, inguinalis, femoris, gastrocnemius, dan
dorsumpedis. Sedangkan regio fasialis, oral dan coli mengalami erosi disertai
ekskoriasi pada regio gental dan anus. Pasien juga mengeluhkan disfagia dan
konjungtivitis. Gejala ini dirasakan sejak 6 hari terakhir setelah mengkonsumsi
cefadroksil tab 500mg. Sebelumnya 1 minggu sebelum minum obat pasien

2
mengeluh febris dan dispepsia. pasien baru pertama kali mengalami keluhan
seperti ini. Pasien mengaku tidak mempunyai alegi makanan maupun alergi obat.
Status Dermatologis
 Regio : Regio abdomen, inguinal, femoris, gastrocnemius, dorsum pedis,
fasialis, oral dan regio coli, regio genital dan anus.
 Effloresensi : Terdapat lesi berbentuk macula, papul, krusta, erosi, dan
bulla dengan ukuran milier sampai plakat

V. DIAGNOSA
Sindrome Steven Johnson

VI. ANJURAN PEMERIKSAAN


Histopatologi : biopsi kulit didapatkan sel eosinofil pada daerah nekrosis di
epidermis, terdapat daerah inflamasi di epidermis dan dermis,

VII. DIAGNOSA BANDING


- Eritema multiforme
- Varicella
- Acute Generalisata Eksanthematous Pustulosis

VIII.PENATALAKSANAAN
Terapi dari perawatan kulit :
Sistemik :
RL 20 tpm
- Dexametason injeksi/ 8 jam
- Gentamisin injeksi/12 jam
- Ranitidine injeksi/12 jam
Topikal
- Kenalog in oral base (pagi-sore)
- Desokximetasone cr 10 gr, Asam Fusidic cr 10 gr (pagi-sore)

3
IX. EDUKASI
 Mengenali dan menghindari penyebab penyakit
 Kepatuhan dalam terapi

X. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
Qua ad cosmetikam : Dubia ad malam

4
XI.FOLLOW UP

Tgl 26 Juli 2018 (HARI PERTAMA)


S luka pada bibir, terdapat bintik-bintik merah di kulit daerah wajah ,leher,
perut, lengan atas dan bawah, sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
 Bed rest
 Medikamentos
 Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

 Topikal

─ Triamcinolone Acetonide ( pagi-sore)


─ Dexosimetason cream 10 gram dan asam fusidic cream 10 gram (pagi-
sore
5
Dokumentasi .

Tgl 27 Juli 2018 (HARI KEDUA)

6
S luka pada bibir disertai krusta, keluhan kulit sudah ada yang mengalami erosi ,
sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema, krusta, dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
 Bed rest
 Medikamentos
 Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

 Topikal

─ Triamcinolone Acetonide ( pagi-sore)


─ Dexosimetason cream 10 gram dan asam fusidic cream 10 gram (pagi-
sore
Dokumentasi .

7
Tgl 28 Juli 2018 (HARI KETIGA)

8
S luka pada bibir disertai krusta, keluhan kulit sudah ada yang mengalami erosi ,
sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema, krusta, dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
 Bed rest
 Medikamentos
 Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/8 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

 Topikal

─ Triamcinolone Acetonide ( pagi-sore)


─ Dexosimetason cream 10 gram dan asam fusidic cream 10 gram (pagi-
sore
Dokumentasi .

9
10
Tgl 29 Juli 2018 (HARI KEEMPAT)
S luka pada bibir sudah mulai sembuh, keluhan kulit sudah ada yang mengalami
erosi , sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema, krusta, dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
 Bed rest
 Medikamentos
 Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/8 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
11
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

 Topikal

─ Triamcinolone Acetonide ( pagi-sore)


─ Dexosimetason cream 10 gram dan asam fusidic cream 10 gram (pagi-
sore
Dokumentasi .

12
13
BAB II
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien dengan identitas Tn. R laki-laki 45 tahun masuk ke Rumah
Sakit dengan keluhan eritema berbentuk milier pada regio abdomen, inguinalis, femoris,
gastrocnemius, dan dorsumpedis. Sedangkan regio fasialis, oral dan coli mengalami erosi
disertai ekskoriasi pada regio gental dan anus. Pasien juga mengeluhkan disfagia dan
konjungtivitis. Gejala ini dirasakan sejak 6 hari terakhir setelah mengkonsumsi cefadroksil
tab 500mg. 1
Dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi mengarahkan pada sindrom steven johnson
yang dimana etilogi atau penyebab utama dari penyakit ini ialah alergi obat dengan obat
tersering yaitu antipiretik, analgetik, anti kejang, antibiotik, dan beberapa jamu yang telah
ditambahkan dengan oabt-oabt tertentu.1,2
Berdasarkan umur pasien yaitu 45 tahun, hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa bertambahnya usia dan memasuki dekade ke empat meningkatkan
resiko meskipun dapat terjadi pada semua umur.1
Dalam sindrom stevens johnson terdapat triase kelainan berupa kelainan kulit,
kelainan selaput lendir dan kelainan pada mata, terlihat dari keluahan awal pasien
berupa eritema dan vesikel berbentuk milier pada regio fasialis dan abdomen yang
pada hari ke 2 terjadi erosi, sesuai dengan literatur eritema dan vesikel dapat berubah
menjadi bulla dan pecah hingga terjadi erosi dan dapat pula terbentuk purpura.1,2,3

14
Gambar 1. Early eruption. Erythematous dusky red macules (flat atypical target
lesions) that progressively coalesce and show epidermal detachment.1,2

Gambar 2. Early presentation with vesicles and blisters, note the dusky color of blister
roofs, strongly suggesting necrosis of the epidermis. .1,2

15
Gambar 3. Advanced eruption. Blisters and epidermal detachment have led to large
confluent erosions. .1,2

Gambar 4. Full-blown epidermal necrolysis characterized by large erosive areas


reminiscent of scalding. .1,2

Kemudian keluhan berikutnya berupa erosi pada mukosa oral yang membuat
pasien merasa nyeri dan rasa seperti terbakar yang dirasakan hingga kebagian laring
dan membuat pasien sulit membuka mulut dan makan, karena sesuai dengan literatur
memang kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mulut (100%), kemudian
disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) dimana terdapat juga erosi pada
16
genital dan anus pasien sedangkan mukosa lain jarang terkena. Kelainan berupa
vesikel dan bula yang cepat akan menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman.
Dimukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomembran.4,5

Gambar 5. Extensive erosions and necroses of the lower lip and oral mucosa. 1,2

Kemudian keluhan berikutnya berupa konjungtifitis yang dirasakan pada hari ke


dua yang sebelumnya didahului rasa perih sehingga pasien tidak membuka matanya.
Pada literatur kelainan mata , merupakan 80% diantara semua kasus dimana yang
tersering ialah konjungtifitis, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea dan iritis serta
iridoksiklitis. 1,4,5

Gambar 6. epithelial defect corneal ulceration, anterior uveitis, and purulent


conjunctivitis. 1,2

17
Patogenesis penyakit ini melalui proses hipersensitivitas yang diperantarai oleh
kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan
keganasan. 3,4,5
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III
dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang
membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV
terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. 1,3,5
Reaksi Hipersensitif tipe III, ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah
hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe
III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan
jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah
tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan
berlanjut.1,5
Reaksi Hipersensitif Tipe IV, pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi
pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga
terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.1,5
Dengan demikian berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan dermatologi
pasien di diagnosis dengan Sindrom Stevens Johnson, adapun pada pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi, dengan gambaran histopatologi
bervariasi dari ringan hingga nekrolisis, kelainan tersebut berupa infiltrasi sel
mononuklear disekitar pembuluh darah dermis superfisial, edema dan ektravasasi sel

18
darah merah di dermis papilar, degenerasi hidrofik lapisan basalis sampai terbentuk
vesikel subepidermal dan nekrosis sel epidermal.1,5
Pada pasien ini di diagnosis banding dengan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET),
sebenarnya NET merupakan bentuk terburuk dari SSJ, yang membedakan hanya
apakah terdapat epidermolisis generalisata yang pada umumnya dapat terlihat pada
punggung pasien.5
Pada kasus diatas pasien mendapat terapi sistemik berupa Inj. Dexametason 5mg
3 X 1 sebagai imunosupresan, Inj. Gentamisin 80mg 2 X 1 sebagai antibiotik
profilaksis, dan Inj. Ranitidin 50mg 2 X 1 sebagai pelindung mukosa lambung dari
efek samping kortikosteroid, dan terapi Topikal Deksoximetason cream 10 gram,
Asam Fusidic cream 10 gram, dan Kenalog in oral base yang diberikan pagi dan sore,
serta kompres NaCl 4% (untuk daerah luka)
Selain terapi medikamentosa, pasien diberitahu untuk patuh dalam pengobatan
dan edukasi tentang penyakitnya agar mampu mengindari serangan yang sama.
Prognosis dari pasien dubia et bonam karena berdasarkan perkembangan pasien
memiliki respon yang baik terhadap pengobatan, sedangkan menurut literatur
diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat maka prognosis baik sedangkan
bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk dan
persentase kematian di Indonesia sekitar 20%.

19
BAB III
KESIMPULAN

Dilaporkan bahwa terdapat pasien dengan diagnosis Sindrom Stevens Johnson


pada Tn. R berusia 45 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dengan
keluhan kulit kemerahan dan bintik-bintik berisi cairan yang pecah hingga tampak
luka pada kulit regio fasialis dan abdomen serta di ektremitas, lesi juga terdapat pada
selaput lendir mukosa oral, genital, dan keluhan nyeri dan kemerahan pada mata yang
timbul 24 jam setelah penggunaan obat antibiotik Sefadroksil 500 mg.
Pada pemeriksaan dermatologi ditemukan eritema dan vesikel yang selanjutnya
pecah hingga tampak erosi dan ekskoriasi pada regio facialis dan regio abdomen serta
beberapa di extremitas superior dan inferior,juga ekskoriasi pada regio mukosa oral
dan genital serta peradangan pada mata.
`Penanganan pasien diberikan terapi sistemik berupa Inj. Dexametason 5mg 3 X
1 sebagai imunosupresan, Inj. Gentamisin 80mg 2 X 1 sebagai antibiotik profilaksis,
dan Inj. Ranitidin 50mg 2 X 1 sebagai pelindung mukosa lambung dari efek samping
kortikosteroid, dan terapi Topikal Deksoximetason cream 10 gram, Asam Fusidic
cream 10 gram, dan Kenalog in oral base yang diberikan pagi dan sore, serta kompres
NaCl 4% (untuk daerah luka).
Prognosis dari pasien dubia et bonam karena berdasarkan perkembangan pasien
memiliki respon yang baik terhadap pengobatan dan tampak remisi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Schmader E. Kanneth, Oxman N. Micheal ,Fitzpatrick’s Dermatology in general


medicine. Epidermal Necrolisis (Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis. 8th Ed. MCgraw-hill Medical : USA; 2012. Hal : 439-448.
2. Wolff K, Johnson A.R. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical
Dermatology. Epidermal Necrolisis (Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis. 6th Ed. MCgraw-hill Medical : USA; 2009.
3. Harr Thomas, French L.E. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson
Syndrome in International Orphanet Journal of Rare Diseases. 2010
4. anne Sriram, Kosanam Sreya, Prashanti N.L., Stevens johnson syndrome and
epidermal necrolysis : Areview In Internatinal Journal pf Pharmacological
Research. Hindu college of Pharmacy. India. 2014
5. Sindrom Stevens-Johnson, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6, FK UI
,Jakarta:2010, hal.163-165

21

Anda mungkin juga menyukai