LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn R
2. Umur : 45 Tahun
3. JenisKelamin : laki-laki
4. Agama : Islam
5. Status : Menikah
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas : Dalam batas normal
2. Status Dermatologis
Regio : Regio abdomen, inguinal, femoris, gastrocnemius, dorsum pedis,
fasialis, oral dan regio coli, regio genital dan anus.
Effloresensi : Terdapat lesi berbentuk macula, papul, krusta, erosi, dan
bulla dengan ukuran milier sampai plakat
IV. RESUME
Pasien laki-laki 45 tahun masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan eritema
berbentuk milier pada regio abdomen, inguinalis, femoris, gastrocnemius, dan
dorsumpedis. Sedangkan regio fasialis, oral dan coli mengalami erosi disertai
ekskoriasi pada regio gental dan anus. Pasien juga mengeluhkan disfagia dan
konjungtivitis. Gejala ini dirasakan sejak 6 hari terakhir setelah mengkonsumsi
cefadroksil tab 500mg. Sebelumnya 1 minggu sebelum minum obat pasien
2
mengeluh febris dan dispepsia. pasien baru pertama kali mengalami keluhan
seperti ini. Pasien mengaku tidak mempunyai alegi makanan maupun alergi obat.
Status Dermatologis
Regio : Regio abdomen, inguinal, femoris, gastrocnemius, dorsum pedis,
fasialis, oral dan regio coli, regio genital dan anus.
Effloresensi : Terdapat lesi berbentuk macula, papul, krusta, erosi, dan
bulla dengan ukuran milier sampai plakat
V. DIAGNOSA
Sindrome Steven Johnson
VIII.PENATALAKSANAAN
Terapi dari perawatan kulit :
Sistemik :
RL 20 tpm
- Dexametason injeksi/ 8 jam
- Gentamisin injeksi/12 jam
- Ranitidine injeksi/12 jam
Topikal
- Kenalog in oral base (pagi-sore)
- Desokximetasone cr 10 gr, Asam Fusidic cr 10 gr (pagi-sore)
3
IX. EDUKASI
Mengenali dan menghindari penyebab penyakit
Kepatuhan dalam terapi
X. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
Qua ad cosmetikam : Dubia ad malam
4
XI.FOLLOW UP
Topikal
6
S luka pada bibir disertai krusta, keluhan kulit sudah ada yang mengalami erosi ,
sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema, krusta, dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
Bed rest
Medikamentos
Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
Topikal
7
Tgl 28 Juli 2018 (HARI KETIGA)
8
S luka pada bibir disertai krusta, keluhan kulit sudah ada yang mengalami erosi ,
sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema, krusta, dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
Bed rest
Medikamentos
Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/8 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
Topikal
9
10
Tgl 29 Juli 2018 (HARI KEEMPAT)
S luka pada bibir sudah mulai sembuh, keluhan kulit sudah ada yang mengalami
erosi , sakit saat menelan dan sakit pada mata
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Lokasi : universal
Ukuran : Milier dan Lentikuler
Efloresensi : plak eritema, krusta, dan erosi
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Sindrom Steven Johnson
P Non-Medikamentosa
Bed rest
Medikamentos
Sistemik
─ Injeksi Dexametason 1 ampul/8 jam
─ Injeksi Gentamisin 1 ampul/12 jam
11
─ Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
Topikal
12
13
BAB II
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien dengan identitas Tn. R laki-laki 45 tahun masuk ke Rumah
Sakit dengan keluhan eritema berbentuk milier pada regio abdomen, inguinalis, femoris,
gastrocnemius, dan dorsumpedis. Sedangkan regio fasialis, oral dan coli mengalami erosi
disertai ekskoriasi pada regio gental dan anus. Pasien juga mengeluhkan disfagia dan
konjungtivitis. Gejala ini dirasakan sejak 6 hari terakhir setelah mengkonsumsi cefadroksil
tab 500mg. 1
Dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi mengarahkan pada sindrom steven johnson
yang dimana etilogi atau penyebab utama dari penyakit ini ialah alergi obat dengan obat
tersering yaitu antipiretik, analgetik, anti kejang, antibiotik, dan beberapa jamu yang telah
ditambahkan dengan oabt-oabt tertentu.1,2
Berdasarkan umur pasien yaitu 45 tahun, hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa bertambahnya usia dan memasuki dekade ke empat meningkatkan
resiko meskipun dapat terjadi pada semua umur.1
Dalam sindrom stevens johnson terdapat triase kelainan berupa kelainan kulit,
kelainan selaput lendir dan kelainan pada mata, terlihat dari keluahan awal pasien
berupa eritema dan vesikel berbentuk milier pada regio fasialis dan abdomen yang
pada hari ke 2 terjadi erosi, sesuai dengan literatur eritema dan vesikel dapat berubah
menjadi bulla dan pecah hingga terjadi erosi dan dapat pula terbentuk purpura.1,2,3
14
Gambar 1. Early eruption. Erythematous dusky red macules (flat atypical target
lesions) that progressively coalesce and show epidermal detachment.1,2
Gambar 2. Early presentation with vesicles and blisters, note the dusky color of blister
roofs, strongly suggesting necrosis of the epidermis. .1,2
15
Gambar 3. Advanced eruption. Blisters and epidermal detachment have led to large
confluent erosions. .1,2
Kemudian keluhan berikutnya berupa erosi pada mukosa oral yang membuat
pasien merasa nyeri dan rasa seperti terbakar yang dirasakan hingga kebagian laring
dan membuat pasien sulit membuka mulut dan makan, karena sesuai dengan literatur
memang kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mulut (100%), kemudian
disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) dimana terdapat juga erosi pada
16
genital dan anus pasien sedangkan mukosa lain jarang terkena. Kelainan berupa
vesikel dan bula yang cepat akan menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman.
Dimukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomembran.4,5
Gambar 5. Extensive erosions and necroses of the lower lip and oral mucosa. 1,2
17
Patogenesis penyakit ini melalui proses hipersensitivitas yang diperantarai oleh
kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan
keganasan. 3,4,5
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III
dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang
membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV
terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. 1,3,5
Reaksi Hipersensitif tipe III, ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah
hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe
III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan
jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah
tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan
berlanjut.1,5
Reaksi Hipersensitif Tipe IV, pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi
pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga
terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.1,5
Dengan demikian berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan dermatologi
pasien di diagnosis dengan Sindrom Stevens Johnson, adapun pada pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi, dengan gambaran histopatologi
bervariasi dari ringan hingga nekrolisis, kelainan tersebut berupa infiltrasi sel
mononuklear disekitar pembuluh darah dermis superfisial, edema dan ektravasasi sel
18
darah merah di dermis papilar, degenerasi hidrofik lapisan basalis sampai terbentuk
vesikel subepidermal dan nekrosis sel epidermal.1,5
Pada pasien ini di diagnosis banding dengan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET),
sebenarnya NET merupakan bentuk terburuk dari SSJ, yang membedakan hanya
apakah terdapat epidermolisis generalisata yang pada umumnya dapat terlihat pada
punggung pasien.5
Pada kasus diatas pasien mendapat terapi sistemik berupa Inj. Dexametason 5mg
3 X 1 sebagai imunosupresan, Inj. Gentamisin 80mg 2 X 1 sebagai antibiotik
profilaksis, dan Inj. Ranitidin 50mg 2 X 1 sebagai pelindung mukosa lambung dari
efek samping kortikosteroid, dan terapi Topikal Deksoximetason cream 10 gram,
Asam Fusidic cream 10 gram, dan Kenalog in oral base yang diberikan pagi dan sore,
serta kompres NaCl 4% (untuk daerah luka)
Selain terapi medikamentosa, pasien diberitahu untuk patuh dalam pengobatan
dan edukasi tentang penyakitnya agar mampu mengindari serangan yang sama.
Prognosis dari pasien dubia et bonam karena berdasarkan perkembangan pasien
memiliki respon yang baik terhadap pengobatan, sedangkan menurut literatur
diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat maka prognosis baik sedangkan
bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk dan
persentase kematian di Indonesia sekitar 20%.
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21