PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptan Allah yang bisa dikatakan makhluk yang paling
sempurna. Ada kalanya kita wajib mensyukuri nikmat yang telah diberikan atas derajat
yang lebih. Manusia yang diyakini dia mampu untuk berbuat sesuai dengan moral yang
dia milikinya, harus juga mampu untuk bersikap sesuai dengan aturan yang berlaku. Yang
dimana seharusnya manusia itu harus lebih bisa menjaga diri. Hal-hal yang dikatakan
menyimpang, seharusnya dihindari agar terciptanya keadan yang aman nyaman dan
tentram.
Dewasa ini, problematika manusia lebih mengarah pada tingkah laku dan perbuatan
individunya. Banyak sekali problematika sosial manusia, salah satunya pornografi.
Pornografi menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan
atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.1
Pada dasarnya sesuatu yang berbau pornografi bertujuan merangsang hasrat seksual
pembaca atau penonton. Karena itu efek yang dirasakan orang yang menyaksikan atau
membaca pomografi adalah terbangkitnya dorongan seksual.2 Bila orang itu terus
menerus mengkonsumsi pornografi, sangat mungkin ia akan terdorong untuk melakukan
hubungan seks pada usia terlalu dini, dan di luar ikatan pernikahan. Apalagi pornografi
umumnya tidak mengajarkan corak hubungan seks yang bertanggungjawah, sehingga
potensial mendorong perilaku seks yang menghasilkan kehamilan. kehamilan di luar
nikah atau penyebaran penyakit yang menular melalui hubungan seks, seperti PMS
AIDS.3
1
Dewi Bunga, Penanggulangan Pornografi Dalam Mewujudkan Manusia Pancasila, diakses dari
https://media.neliti.com, diakses pada 29 September 2017 pukul 21.26 WIB.
2
Rumyeni dan Evawani Elysa Lubis, Remaja Dan Pornografi, http://repository.unri.ac.id, diakses pada
29 September 2017 pukul 21.45 WIB.
3
Ibid.
1
Disini mulai terlihat, bagaimana penerapan aturan yang sebagai mana mestinya, tidak
ada penegasan dalam hal penerapan. Terbukti maraknya kasus dalam hal pornografi, yang
sulit di hilangkan dari kalangan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi tolak ukur itu bisa dikatakan sebagai pornografi ?
2. Bagaimana implementasi dari adanya UU no 44 tahun 2008 pada kasus yang ada?
2
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Menurut American Heritage Dictionary pornografi adalah gambar, tulisan atau material
lain yang memiliki tujuan utama memenuhi hasrat seksual Hal ini didukung dengan
pernyataan dari.
Greek word pornographia bahwa pornografi adalah tulisan atau gambar yang berbau
prostitusi (Larson, 2007)
The Council of Europe mendefinisikan pornografi sebagai segala bentuk materi audio
visual dalam konteks seksual. International Criminal Police Organisation (INTERPOL)
delegates mendefinisikan pornografi sebagai bentuk gambaran dari eksploitasi seksual, yang
berfokus pada perilaku seksual atau alat kelamin.
4
Ade Sanjaya, Landasan Teori, http://www.landasanteori.com, diakses pada 1 oktober 2017 pukul 13.38 WIB
3
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Dalam isi pasal diatas, dapat diketahui bebarap aspek penting, antara lain:
5
Varlord, Pengertian Gambar Adalah..., https://brainly.co.id, diakses pada 1 oktober 2017 pukul 14.37 WIB
6
Anonim, Pengertian Jenis-Jenis Sketsa, http://www.edutafsi.com, diakses pada 1 oktober 2017 pukul 14.41
7
Anonim, Ilustrasi, https://id.wikipedia.org, diakses pada 1 oktober 2017 pukul 14.43
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia
4
BAB III
PEMBAHASAN
Pornografi pada umumnya berbentuk tulisan, gambar, atau produk audio visual yang dapat
merangsang nafsu seksual pada pembaca dan penontonnya. Kriteria dapat merangsang gairah
seksual orang lain yang selama ini dipakai sebagai patokan memang sangatlah relatif.
Kata pornorafi berasal dari bahasa Yunani, Pornographos yang terdiri sari dua kata porne
berarti porstitusi, pelacuran dan graphein berarti menulis atau menggambar. Secara harfiah
dapat diartikan sebagai tulisan atau gambar tentang pelacur. Penggambaran tubuh manusia
atau perilaku seksual manusia secara terbuka.
Peraturan tentang adanya pornografi telah ada dalam UU no 44 tahun 2008, dan jelas
diartikan dalam pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di
muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat”
Larangan – larangan tentang pornografipun telah diatur salah satunya dalam pasal 4 angka 1
UU No 44 tahun 2008 yang berbunyi “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat:
5
B. Bagaimana implementasi dari adanya UU no 44 tahun 2008 pada kasus yang ada?
Contoh kasus:
Kronologi:
Hari kamis, tanggal 27 Juli 2017 sekira pukul 19.30 WIB sampai hari Sabtu, tanggal 29 Juli
2017 pukul 21.10 telah menyebar luaskan foto yang MA miliki bersama saksi 4 di Villa
Rambutan Songgoriti.
Awalnya, MA memiliki foto area sensitiv milik pacarnya yang ia milki dengan cara dikirimi
oleh saksi korban melalui WA sewaktu ia masih berpacaran dengan saksi korban. Dan pada
pertengahan Juli, mereka putus karena sudah tidak ada kecocokan lagi. Dan tepat pada
tanggal 27 Juli, MA yang sakit hati karena di putus hubungan oleh saksi korban, maka MA
mengajak temannya untuk mencetak dan menggandakan foto area sensitiv milik mantar
pacarnya itu menggunakan laptop merk Axio dan mesin printer merk Epson L300. Kemudian
di hari sabtu tanggal 29 Juli 2017 pukul 21.10 MA bersama temannya menyebar sebanyak 30
lembar foto hasil cetakan tadi ke jalanan, tepatnya di jl Panglima Sudirman Kota Batu.
Sebagaimana di atur dalam pasal 29 Jo pasal 4 ayat (1) UURI No. 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
6
BAB IV
KESIMPULAN
Banyak sekali problematika yang dialami masyarakat. Jika telaah lebih dalam, berbagai
problematika masyarakat yang menyimpang itu disebabkan karena adanya peraturan hukum
yang kurang ditaati oleh masyarakat. Kita tahu bahwa pemerintah sebenarnya sudah membuat
senjata yang mungkin dinilai ampung, tetapi senjata itu tak sama sekali di gubris oleh
masyarakat.
Pornografi, satu kata yang mungkin dianggap sangat tercela. Banyak orang yang mengaggap
porno adalah sesuatu yang memiliki seni. Hal-hal yang berbau porno di Indonesia merupakan
sesuatu yang bukan melebihi batas lagi, melainkan berlebihan. Ironisnya, kita masih bayak
menemukan hal seperti itu. Tidak heran diluar sana banyak anak-anak yang lahir dari luar
nikah, dan penderita AIDS bertambah.
7
DAFTAR PUSTAKA
Gudang Hukum