Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN PATI

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS JUWANA
Jl. Ki Hajar Dewantoro No. 16 (Jl. Raya Juwana -Tayu ) 59185 Telp. 471094

Penyakit Gagal Jantung

1. Penyakit Gagal Jantung


Gagal jantung atau heartfailure merupakan masalah kesehatan yang progresif
dengan angka kematian dan kejadian yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia.

a. Definisi
Gagal jantung kronis atau CHF adalah gangguan fungsi jantung, yang
menyebabkan ketidak mampuan jantung memenuhi kebutuhan jaringan secara
normal, ketidakmampuan ini akan disertai dengan peningkatan volume diastolic
abnormal untuk beradaptasi. Adapun gagal jantung yang terjadi pada sisi kiri dan sisi
kanan sejak lahir umumnya dinamai dengan gagal jantung kongestif (Mansjoer,
1999). Gejala yang menyertai diagnosis gagal jantung adalah,

a. Gejala gagal jantung sendiri, seperti nafas pendek yang tipikal saat istrahat
b. Atau saat melakukan aktifitas di sertai atau tidak di sertai kelelahan;
c. Tanda retensi cairan, seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki; dan,
d. Adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat

b. Etiologi
Pada dasarnya mekanisme terjadinya gagal jantung adalah karena gangguan
kemampuan konteraktilitas jantung yang dapat menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Masalah yang utama terjadi adalah kerusakan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang meski curah jantung normal masih
dapat dipertahankan (Smeltzer, 2010).
Penyebab gagal jantung bisa berupa keadaan yang berpotensi merusak
atau membuat otot jantung bekerja terlalu keras. Berulangnya keadaan tersebut
dapat menyebabkan jantung menjadi lemah. Jantung menjadi tidak dapat berfungsi
dengan baik dalam memompa darah ke seluruh tubuh secara normal. Bersamaan
dengan melemahnya jantung tersebut, substansi protein tertentu akan dikeluarkan
ke dalam darah. Substansi ini memiliki efek toksis pada jantung dan sirkulasi darah
sehingga memperparah kondisi gagal jantungnya.

c. Patofisiologi
Awalnya gagal jantung bisa dipicu oleh berbagai hal seperti hipertensi,
kardiomiopati atau penyakit yang berhubungan dengan katup jantung. Kemudian
penyebab tersebut akan memicu disfungsi sistolik ventrikel kiri jantung untuk
beradaptasi. Selanjutnya serangkaian stimulasi neurohormonal yang terus menerus
yang akan memicu remodelling jantung, ventikel kiri menjadi hipertrofi dan
dilatasi sehingga seolah-olah jantung bekerja lebih keras untuk beradaptasi tetapi
fraksi ejeksinya tidak benar-benar berubah selain itu terjadi juga ketegangan
dinding jantung yang lebih menyusahkan kontraktilitas jantung (Hobbs, 2014).

d. Faktor Resiko
Orang-orang yang pada umumnya mengalami gagal jantung memiliki faktor sebagai
berikut,
I. Usia 65 tahun ke atas

Otot jantung pada lansia biasanya akan melemah. Para lansia yang telah
lama memiliki penyakit kronis yang menjadi penyebab terjadinya gagal jantung.
Fungsi sistolik ventrikel adalah memompa darah ke jaringan sistemik. Pada lansia
perubahan fisiologis paling umum adalah pada penurunan fungsi sistolik ventrikel.
Hal ini dapat memperparah kondisi umum pasien gagal jantung.
II. Kelebihan berat badan

Kelebihan berat badan dapat menambah beban pada jantung dan


meningkatkan resiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Kedua penyakit ini
adalah penyebab gagal jantung.
III. Orang dengan serangan jantung

Serangan jantung dapat menyebabkan kerusakan otot jantung kondisi ini memperlemah
otot jantung dan dapat memperparah gagal jantung (NIH, 2015).
IV. Jenis kelamin

Prognosis pasien gagal jantung memiliki perbedaan antara laki-laki dan perempuan
(Majid, 2010). Laki-laki lebih berisiko mengalami serangan jantung di bandingkan
perempuan dan laki-laki cenderung mengalaminya pada usia yang lebih muda. Setelah
menopause, angka kematian wanita karena serangan jantung meningkat, tetapi tetap
tidak setajam peningkatan pada laki-laki (Salma, 2009).

e. Diagnosis
Penilaian klinis yang teliti diperlukan untuk menegakkan diagnose gagal jantung
(PERKI, 2015). Seseorang akan di diagnosis menderita gagal jantung berdasarkan
riwayat keluarganya dan riwayat kesehatannya, uji fisik dan hasil tes penunjang
diagnosis lainnya. Tanda dan gejala gagal jantung biasanya sangat umum sehingga
belum cukup untuk digunakan sebagai dasar penegakkan diagnosis. Untuk keperluan
diagnosis, dokter selanjutnya akan mencari tahu ada tidaknya penyakit seperti coronary
heart disease, hipertensi,atau diabetes yang bisa menjadi penyebab terjadinya gagal
jantung serta mengecek ada tidaknya kerusakan jantung dan kinerja jantung dalam
memompa darah (NIH, 2015).
Meskipun prosedur penegakkan diagnosis gagal jantung umumnya sama bagi sebagain
besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi spesifik tergantung
kondisinya. Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis gagal jantung adalah sebagai
berikut :
a. Electrocardiogram

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal


jantung untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas EKG seperti artimia, takikardi
atau bradikardi. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada kasus gagal jantung.
(PERKI, 2015).
b. Foto Toraks

Foto toraks adalah komponen penting yang dapat mendeteksi kardiomegali,kongesti


paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak nafas (PERKI, 2015)
c. BNP Blood Test

Hormon BNP (brain natriuretic peptide) biasanya meningkat pada pasien gagal
jantung. Sehingga tingginya hormon BNP dalam darah mengindikasikan
kemungkinan gagal jantung (NIH, 2015)
d. Echocardiography

Echocardiography (USG Jantung atau tes gema) merupakan pemeriksaan jantung


dengan menggunakan ultrasound (gelombang suara) frekuensi 2-6 MHz.
Echocardiography adalah suatu alat yang mengambil gambar dari hati atau jantung
dengan menggunakan gelombang suara (Hermina Hospital, 2011).

f. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA berdasarkan PERKI 2015,di
sajikan dalam tabel 1.

g. Tatalaksana terapi
Pada taraf penegakkan diagnosis pasien perlu setidaknya mendapatkan pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG) dan foto toraks. Pasien setelah itu masih memerlukan
diagnosis pendukung berupa pemeriksaan laboraturium rutin yang terdiri dari darah
perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
juga perlu dipertimbangkan sesuai tampilan klinis yang spesifik setiap pasiennya
(PERKI, 2015).

f. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA berdasarkan PERKI, 2015
di sajikan dalam tabel
g. Tatalaksana terapi
Pada taraf penegakkan diagnosis pasien perlu setidaknya mendapatkan pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG) dan foto toraks. Pasien setelah itu masih memerlukan
diagnosis pendukung berupa pemeriksaan laboraturium rutin yang terdiri dari darah
perifer lengkap(hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit,kreatinin,laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
juga perlu dipertimbangkan sesuai tampilan klinis yang spesifik setiap pasiennya
(PERKI, 2015).

h. Terapi farmakologi gagal jantung


Gagal jantung umumnya membutuhkan kombinasi terapi obat. Setiap terapi obat di
sesuaikan dengan indikasi gejala atau faktor pencetu gagal jantungnya.

i. Landasan Teori
Pada pelaksanaan sistem universal health coverageyang diusung BPJS sejak tahun
2014 ini, gagal jantung merupakan kasus yang ditangani fasilitas kesehatan tingkat
lanjut dengan sistem pembiayaan INA-CBG Namun, terdapat kendala dalam
pelaksanaan Jamkesmas pada tahun 2010, salah satunya yaitu dalam hal pembayaran
(Kemenkes, 2011). Biaya pembayaran paket seringkali terdapat selisih antara tarif
paket dan tarif riil yang sering kali dianggap tidak mencukupi (Putra, 2013).
Sedangkan antara perempuan dan laki-laki terdapat perbedaan respon efektivitas
terhadap pemberian terapi yang sama. Pasien perempuan memiliki respon lebih
baik terhadap penggunaan terapi ACE inhibitor untuk gagal jantungnya dibanding laki-
laki (Mehta, 2006). Perbedaan respon terhadap jenis terapi dan pengukuran fraksi
ejeksi ini akan memberikan perbedaan tipe dan biaya penanganan gagal jantung
pada paisen laki-laki dan perempuan. Faktor pasien lain yang dapat mempengaruhi
biaya gagal jantung adalah usia pasien. Penelitian Smith tahun 2012 menyebutkan
meski pasien dengan usia lanjut akan lebih beresiko mengalami gagal jantung,
pasien yang lebih muda cenderung menghabiskan biaya yang lebih banyak dari pada
yang lebih tua meskipun pasien lanjut usia yang meninggal telah dieksklusi (Smith,
2012). Penyebab lebih rendahnya biaya gagal jantung pada pasien lebih tua belum
ditemukan secara valid, akan tetapi penelitian terkait mengatakan kemungkinan
terbesarnya adalah 2012

j. Skema Penelitian

Anda mungkin juga menyukai