Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA Tn. J DENGAN GANGGUAN PERSEPSI & SENSORI:


HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Ana Mulayana (071182011)
Devi Anis Ramonda (071182013)
Wiwik Wulandari (071182014)
Kiki Devianti (071182018)
Ulfi Rizky Eristiyani (071182019)
Nina Ardiyanti (071182022)
Tri Yoga Astianta (071182038)
Ika Pramulya Sutarto (071182039)
Rizky Agus Mustakim (071182041)
Julio Armando Petrus D (071182057)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut undang-undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan
adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah
suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan
orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)
keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan
yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.
Menurut World Health Organization (WHO), 25% dari penduduk dunia
pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan
jiwa berat. Di Indonesia rata – rata penderita gangguan jiwa berat misal
halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta
tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik di setiap provinsi
sebesar 14,3 % sedangkan di jawa tengah penderita gangguan jiwa berat
sebesar 2,3% (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengkajian di
Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta khususnya di ruang kelas III rata- rata angka halusinasi mencapai
46,7% setiap bulannya (Mamnu’ah, 2010).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan
internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien
juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat, sehingga tampak
perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca
indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam Dermawan dan
Rusdi, 2013)
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya
(Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut Kusumawati (2010)
halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang jelas maupun
tidak jelas, dimana suara tersebut bisa mengajak klien berbicara atau
melakukan sesuatu.
Berdasarkan hasil laporan rekam medik (RM) Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta, berdasarkan data bulan Januari – Februari 2014 tercatat jumlah
pasien rawat inap dan rawat jalan berjumlah 13.802 orang. Terdiri dari pasien
halusinasi berjumlah 5077 orang, perilaku kekerasan berjumlah 4.074 orang,
isolisasi sosial : menarik diri berjumlah 1.617 orang, harga diri rendah
berjumlah 1.087 orang, defisit perawatan diri berjumlah 1.634 dan waham
berjumlah 363 orang. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
tertarik untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami gangguan persepsi sensori : halusinasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan
masalah bagaimanakah penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. J
dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di
Bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta.
C. TUJUAN
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum :
Mampu mengaplikasikan dan atau mengimplementasikan asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. Arif
Zainudin.
2. Tujuan Khusus :
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah agar penulis mampu:
a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
b. Menganalisis data-data pada klien dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.
c. Merumuskan diagnosa sesuai dengan analisis data pada klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
d. Merumuskan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

D. MANFAAT LAPORAN KASUS


Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Penulis dapat memperdalam ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan
yang telah dilakukannya dari pengkajian sampai evaluasi.
2. Penderita adalah dapat memaksimalkan kemampuannya untuk dapat
mengontrol jiwanya sehingga dapat sembuh dari penyakit kejiwaannya yang
diderita.
3. Rumah Sakit Jiwa hasil asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai
salah satu bahan dalam menentukan kebijakan operasional, agar mutu
pelayanan di Rumah Sakit Jiwa tersebut dapat ditingkatkan supaya lebih
baik lagi.
4. Pembaca hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat sebagai ilmu
pengetahuan dalam mengembangkan ilmu keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemapuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien memberi presepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata
(Direja, 2011)
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar).Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati &
Hartono, 2010)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

B. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda seseorang yang mengalami halusinasi adalah :
1. Tahap 1 (comforting)
a. Tertawa tidak sesuai dengan situasi
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Bicara lambat
d. Diam dan pikiranya dipenuhi pikiran yang menyenangkan
2. Tahap 2 (condemning)
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan realita
3. Tahap 3
a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dgn orla
c. Perhatian dan konsentrasi menurut
d. Afek labil
e. Kecemasan berat ( berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4. Tahap 4 (controlling)
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa - Mendengar suara-
(klien mendengar suara sendiri. suara atau
atau bunyi yang tidak ada - Marah-marah tanpa kegaduhan.
hubungannya dengan sebab. - Mendengar suara
stimulus yang nyata atau - Mendekatkan telinga yang mengajak
lingkungan) ke arah tertentu. bercakap-cakap.
- Menutup telinga - Mendengar suara
menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi penglihatan - Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan,
(klien melihat gambaran arah tertentu. sinar, bentuk
yang jelas atau samar - Ketakutan pada geometris, kartun,
terhadap adanya stimulus sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
yang nyata dari lingkungan jelas monster.
dan orang lain tidak
melihatnya).
Halusinasi penciuman - Mengendus-endus Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah,
yang muncul dari sumber membaui bau-bauan urine, feses, dan
tertentu tanpa stimulus tertentu. terkadang bau-bau
yang nyata) - Menutup hidung tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa
(klien merasakan sesuatu - Muntah seperti darah, urine,
yang tidak nyata, biasanya atau feses.
merasakan rasa makanan
yang tidak enak)
Halusinasi perabaan Menggaruk-garuk - Mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di
pada kulitnya tanpa ada permukaan kulit .
stimulus yang nyata) - Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan
(klien merasa badannya dianggapnya bergerak badannya melayang
bergerak dalam suatu sendiri. di udara.
ruangan atau anggota
badannya bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu timbul). yang dianggapnya menjadi mengecil
berubah bentuk dan tidak setelah minum soft
normal seperti biasanya. drink.

C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu sebagai berikut.
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi
rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi
menunjukkan kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena
itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada
klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak
terjadi.
e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.
Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di
atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap
kehidupan nyata.
4. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
efektif.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung
dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
D. Jenis
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak
ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang
atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau
kemenyan, bau mayat, yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

E. Pohon Masalah
Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi ; halusinasi

Isolasi sosial

F. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan
pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat
seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-
gerak. Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak
teoriyang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan
terjagayang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang
dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi
persepsiyang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan
atautidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal
ataupatologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau
preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi
ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan
rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam
bentuk stimulus eksterna.

G. Diagnosa Keperawatan Utama


Gangguan sensori persepsi: halusinasi

H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar.
2) Apa yang dikatakan halusinasinya.
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu.
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam).
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian.
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain.
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien.
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi.
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat.
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan.
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi :

Halusinasi Pasien Keluarga


SP I (P) SP I (K)
1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah yang
halusinasi pasien. dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi merawat pasien.
halusinasi pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Mengidentifikasi waktu dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi pasien. halusinasi yang dialami pasien
4. Mengidentifikasi frekue beserta proses terjadinya.
nsi halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
5. Mengidentifikasi situasi pasien halusinasi.
yang menimbulkan
halusinasi. SP II (K)
6. Mengidentifikasi 1. Melatih keluarga
respons pasien terhadap mempraktekkan cara merawat
halusinasi. pasien dengan halusinasi
7. Melatih pasien cara 2. Melatih keluarga melakukan
kontrol halusinasi cara merawat langsung kepada
dengan menghardik. pasien halusinasi
8. Membimbing pasien
memasukkan dalam SP III (K)
jadwal kegiatan harian. 1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
SP II (P) termasuk minum obat
1. Memvalidasi masalah (discharge planning)
dan latihan 2. Menjelaskan follow up pasien
sebelumnya. setelah pulang
2. Menjelaskan cara
kontrol halusinasi
dengan teratur minum
obat (prinsip 5 benar
minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

SP III (P)
1. Memvalidasi masalah
dan latihan
sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan berbincang
dengan orang lain
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

SP IV (P)
1. Memvalidasi masalah
dan latihan
sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan kegiatan (yang
biasa dilakukan
pasien).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
BAB III
TINJAUAN KASUS

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA TN. J DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
PENDENGARAN
DIRUANG ABIMANYU RSJD DR. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA
Ruangan Rawat : Abimanyu
Tanggal Masuk : 09 Mei 2019
I. IDENTITAS KLIEN
Nama Inisial : Tn. J
Umur : 38 tahun
Informan : Klien dan perawat
Tanggal pengkajian : 18 Mei 2019
Alamat : Sragen
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. T
Umur : 58 tahun
Pendidikan : SD
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung
Alamat : Karanganyar

II. ALASAN MASUK


Pasien dibawa ke IGD RSJD Surakarta pada tanggal 9 Mei 2019 diantar oleh
keluarganya dengan alasan pasien bingung selama ± 2 minggu, barang-barang
dibuang kesumur, memukul orang lain menggunakan besi, klien suka
berbicara sendiri dan ngeluyur.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah dirawat dirumah sakit jiwa,
dan ini untuk yang ke-13 kalinya klien dirawat di RSJD Surakarta.
Terakhir klien dirawat di ruang Sena.
2. Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah dirawat 13 kali.
Pengobatan pasien kurang berhasil. Klien jarang minum obat karena lupa
sehingga klien berhalusinasi dan mengakibatkan klien marah-marah.
3. Aniaya Fisik
Pasien mengatakan pernah menjadi korban kekerasan (penganiayaan)
fisik oleh ayahnya karena klien ketahuan mencuri uang orang tuanya
untuk berjudi.
Klien juga pernah menjadi pelaku kekerasan penganiayaan fisik
memukul temannya dengan besi
Aniaya Seksual
Pasien mengatakan belum pernah menjadi pelaku, saksi maupun korban
dalam penganiayaan seksual
Kekerasan Dalam Keluarga
Pasien mengatakan pernah menjadi korban kekerasan dalam keluarga,
klien dipukul oleh ayahnya sejak masih sekolah
Tindakan Kriminal
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan tindakan kriminal
4. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami atau
mempunyai riwayat gangguan jiwa
5. Pasien mengatakan memiliki pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu pernah mengalami trauma kecelakaan motor tunggal
dimalam hari.

IV. FISIK
1. TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,3 oC
2. Ukur
TB : 175 cm
BB : 62,3 kg
3. Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan fisik
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

TAMBAHI KETERANGAN KARO GARIS PUTUS2 (TINGGAL


BERSAMA)

2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Pasien menyukai bagian hidung dan bibir, karena pasien merasa
hidungnya mancung dan pasien memiliki garis bibir
b. Identitas Diri
Pasien mengatakan tinggal dengan ibu dan bapaknya. Pasien belum
menikah. Pasien mengatakan ada kepuasan sebagai laki-laki
c. Peran
Pasien sebagai anak laki-laki yang tidak pengangguran dan bisa
memnuhi kebutuhannya sendiri
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera menikah dan memiliki keluarga kecil.
Pasien mengatakan ingin segera bekerja lagi
e. Harga Diri
Pasien mengatakan minder karena belum menikah, hubungan pasien
dengan keluarga baik, tetapi penilaian dilingkungan sekitarnya
menganggap dia gila
3. Hubungan Sosial
a. Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah
orangtuanya
b. Pasien mengatakan sudah tidak mengikuti kegiatan dalam masyarakat
seperti karang taruna, gotong royong karena malu dengan sakitnya
dan klien merasa diasingkan oleh masyarakat.
c. Pasien mengatakan adanya hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain, banyak yang tidak suka dan menilai pasien gila
4. Spiritual
a. Pasien mengatakan beragama islam. Pasien meyakini penyakitnya
kehendak dari Tuhan.
b. Pasien mengatakan saat sehat maupun sakit jarang melakukan sholat 5
waktu

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Penampilan pasien dari ujung rambut hingga ujung kaki rapi, bersih, rajin
mandi dan ganti baju. Pasien menggunakan seragam RSJD Surakarta
bangsal Abimanyu
2. Pembicaraan
Pasien berbicara pelan tetapi cepat seperti tidak ada jeda, pembicaraan
berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat yang lain
3. Aktivitas Motorik
Pasien terkadang tampak gelisah dan suka berbicara sendiri tetapi pasien
mau mengajak ngobrol (berbincang-bincang) dengan temannya
4. Alam Perasaan
Pasien merasa sedih karena belum boleh pulang dan sering keluar masuk
RSJD Surakarta
5. Afek
Afek pasien stabil (sesuai) dengan stimulus emosi yang sedang dirasakan
(Appropiate)
6. Interaksi Selama Wawancara
Defensif: pasien mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
Selama wawancara pasien duduk diam, saat ditanya pasien menjawab
dengan baik tetapi terkadang ngelantur dan memulai pembicaraan yang
baru. Ketika berinteraksi klien tampak kooperatif, kontak mata cukup,
ekspresi wajah pasien tampak tenang.
7. Persepsi-Halusinasi
Pasien mengalami halusinasi pendengaran, pasien mendengar suara-suara
yang menurutnya suara Ir. Soekarno. Pasien mengatakan mendengar suara
sekali dalam sehari saat malam hari, ketika klien sedang melamun. Suara
tersebut mengatakan seperti menyuruhnya untuk melanjutkan perjuangan
Ir. Soekarno. Respon yang dilakukan pasien yaitu menjawab suara-suara
itu. Pasien mengatakan tidak terganggu dan tidak merasa takut oleh
halusinasinya.
8. Proses Pikir
Sirkumtansial: pasien saat berinteraksi dapat menjawab apa yang
ditanyakan, berbicara berbelit-belit tetapi sampai tujuan
9. Isi Pikir
Ide yang terkait: pasien seperti meyakini dengan kejadian yang terjadi
pada dirinya
Waham
Waham Somatik: pasien mengatakan merasa tubuhnya dipinjam oleh roh
Ir. Soekarno, sehingga membuat dia berpidato seperti Ir. Soekarno. Pasien
juga merasa diberi senjata oleh Ir.Soekarno untuk melanjutkan
perjuangannya.
10. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien baik, pasien menyadari dia mengalami
gangguan jiwa. Pasien tidak mengalami gangguan orientasi realita, waktu,
tempat, orang.
11. Memori
Pasien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, jangka
pendek maupun saat ini.
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Pasien mudah beralih, pasien mampu berhitung dengan baik
13. Kemampuan Penilaian
Pasien mengalami gangguan penilaian bermakna. Pasien mampu
mengambil keputusan sendiri ketika disuruh memilih tindakan apa yang
seharusnya dikerjakan terlebih dahulu.
14. Daya Tilik Diri
Pasien mengatakan dirinya baik-baik saja. Pasien menyadari dirinya
berada di RSJD Surakarta.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Pasien makan 3x/hari (pagi, siang, sore) habis 5 porsi dengan menu yang
disediakan RSJ. Pasien mampu makan secara mandiri tanpa bantuan.
2. BAB/BAK
Pasien BAB 1x/hari dan BAK 4-6/ hari. Pasien mampu melakukan
toileting dengan mandiri
3. Mandi
Pasien mmapu mandi dengan mandiri, rajin dan teratur ±5x/hari
4. Berpakaian / berhias
Pasien mampu berpakaian, memakai baju dan celana secara mandirin dan
sesuai dengan seragam RSJ
5. Istirahat/ tidur
Pasien dapat istirahat yang cukup pada malam hari ±8jam/hari, pasien
jarang tidur siang
6. Penggunaan obat
Pasien dibantu oleh perawat saat melakukannya, tanpa dipaksa
7. Pemeliharaan kesehatan
Pasien menjalani perawatan lanjutan
8. Kegiatan di dalam rumah
Pasien dapat memperisapkan makan, menjaga kerapihan rumah, mencuci,
pakaian tetapi pasien tidak mampu mengatur keuangan
9. Kegiatan di luar rumah
Pasien mengatakan sering keluar rumah dan berkumpul dengan temannya,
terkadang keluyuran menggunakan motor

VIII. MEKANISME KOPING


Koping pasien adaptif, biacara dengan orang lain

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dengan dukungan kelompok
Pasien dijauhi temannya karena pasien mempunyai sakit jiwa
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan
c. Masalah dengan pendidikan
Pendidikan terkhir pasien SMP, pasien tidak melanjutkan sekolah karena
orangtua tidak ada biaya
d. Masalah dengan pekerjaan
Pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan kondektur bus
e. Masalah dengan perumahan
Pasien tidak memeiliki masalah dengan perumahan
f. Masalah dengan ekonomi
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah ekonomi
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dengan pelayanan kesehatan

X. PENGETAHUAN KURANG
Pasien mengetahui tetang penyakit jiwa yang dialami. Pasien sudah
mengetahui cara pengobatan yang dilakukan
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS PROBLEM

1. DS: Gangguan presepsi sensori


- Pasien mengatakan sering : halusinasi pendengaran
mendengar bisikan yang
menurutnya suara Ir. Soekarno
- Pasien juga mengatakan mendegar
bisikan yang tidak jelas, mengarah
ke hal negatif, dan mendengar
suara seseorang yang ingin
membunuh pasien
- Pasien mengatakan bisikan itu
muncul tidak menentu kadang
lewat mimpi
- Pasien masih mendengar bisikan
itu saat dirawat di bangsal

DO:
- Pasien tampak gelisah, sedikit
bingung
- Pasien tampak tergesa- gesa
apabila jalan
- TTV :
TD : 110/70 mmHg
N : 86 X/menit
RR : 20X/menit
S : 36,6 C
2. DS: Resiko perilaku kekerasan
- Pasien mengatakan pernah
dianiyaya dan menganiyaya orang
lain
- Pasien mengatakan membuat
keributan di lokasi kerja
- Pasien mengatakan bertengkar
dengan temannya di lokasi kerja

DO:
- Pasien tampak gelisah, berbicara
terus, tidak bisa duduk dengan
tenang
- TTV:
TD : 110/70 mmHg
N : 86 X/menit
RR : 20X/menit
S : 36,6 C
3. DS : Waham Somatik
- Pasien mengatakan merasa
tubuhnya dipinjam oleh
roh Ir. Soekarno, sehingga
membuat dia berpidato
seperti Ir. Soekarno.
- Pasien juga merasa diberi
senjata oleh Ir.Soekarno
untuk melanjutkan
perjuangannya.
DO:
- Pasien tampak
...........................................
...

XI ASPEK MEDIK

a. Diagnosa medik
F.20.3 (Skizofrenia tak terinci)
b. Terapi medik
No. Nama Obat Dosis Golongan Kegunaan

1. Risperidone 2x3mg/ Anti Untuk mengurangi dan


12 jam psikotik menangani gangguan
mental dan gejala
psikosis seperti
skizofrenia atau
gangguan bipolar. Obat
ini bekerja dengan
mengembalikan
keseimbangan senyawa
alam di otak.

2. Trihexyphenidil 2x2mg/ Anti Digunakan untuk


12 jam muskarinik mengobati gejala-gejala
Anti akibat penyakit
parkinson parkinson. Obat ini
juga dapat digunakan
untuk mengurangi
tremor dan gerakan-
gerakan berkedut yang
tidak dapat dikontrol,
yang disebabkan oleh
efek dari beberapa obat
penenang.

3. Chlorpomazine 1x100mg/ Anti Untuk menangani


24 jam psikotik gejala psikosis pada
skizofrenia. Selain
untuk mengatasi gejala
psikosis, obat ini juga
digunakan untuk
menangani mual,
muntah dan cegukan
yang tidak berhenti.
Efek dari obat ini yaitu
tidur.

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Gangguan presepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Waham somatik
INTERVENSI KEPERAWATAN
TGL DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI TTD
Sabtu, Halusinasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan SP 1 (P)
18 Mei pendengaran selama 3x8 diharapkan pasien dapat 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2019 mengontrol halusinasi dengan kriteria 2. Identifikasi jenis halusinasi
hasil: 3. Identifikasi isi halusinasi
a. Pasien mampu mengidentifikasi jenis, 4. Identifikasi waktu halusinasi
isi, waktu dan frekuensi halusinasi 5. Identifikasi frekuensi halusinasi
b. Pasien mampu mengontrol halusinasi 6. Identifikasi situasi yang menimbulkan
dengan cara mengontrol dengan halusinasi
menghardik halusinasi 7. Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
c. Pasien mampu mengontrol halusinasi 8. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
dengan cara minum obat teratur menghardik
d. Pasien mampu mengontrol halusinasi 9. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
dengan cara bercakap dengan orang kegiatan harian
lain
e. Pasien mampu mengontrol halusinasi
SP 2 (P)
dengan cara melakukan aktivitas
1. Identifikasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Jelaskan mengontrol halusinasi dengan teratur
minum obat (prinsip 6 benar)
3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP 3 (P)
1. Validasi masalah dan dan latihan sebelumnya
2. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
berbincang dengan orang lain
3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP 4 (P)
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktivitas terjadwal
3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
IMPLEMENTASI
Tanggal/jam : Sabtu, 18 Mei 2019 jam 09.00 WIB
Nama Klien : Tn. J
SP 1 (P) : Cara mengontrol halusinasi: menghardik
NO HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1 Sabtu, 18 Mei 2019 Data subjektif: S:
- Pasien mengatakan mendengar suara- - Pasien mengatakan masih mendengar suara
suara yang menurutnya suara Ir. itu saat malam hari, ketika pasien sedang
Soekarno melamun, suara itu jarang muncul
- Pasien mengatakan mendengar suara - Pasien mengatakan tidak takut dengan suara
sehari satu kali pada saat malam hari, itu
ketika pasien melamun. Suara tersebut
mengatakan seperti menyuruhnya untuk O:
melanjutkan perjuangan Ir. Soekarno. - Pasien tampak gelisah, tidak bisa duduk
Respon pasien terhadap suara tersebut dengan tenang
yaitu menjawab suara tersebut. - Pasien suka mengalihkan pembicaraan
- Pasien kooperatif saat diajak komunikasi
Data objektif: - Pasien mau menjawab pertanyaan yang
- Pasien tampak gelisah diberikan
- Berbicara sendiri - Pasien mau memperhatikan dan mengikuti
- Pasien tampak tidak bisa tenang cara menghardik yang diajarkan dengan
benar
Tidakan:
1. Melakukan tindakan bina hubungan A: halusinasi pendengaran masih ada
saling percaya
2. Menjelaskan tujuan dan kontrak waktu,
topik dan tempat P:
3. Membantu pasien mengenal halusinasi. - Latihan cara menghardik 2 kali sehari pada
Diskusi dengan pasien (jenis, isi, situasi, jam 09.00 WIB dan jam 13.00 WIB
frekuensi, respon)
4. Menjelaskan dan mengajarkan ke pasien
cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik

RTL:
1. Evaluasi cara menghardik
2. Latih cara kedua mengontrol halusinasi
dengan cara 6 benar obat
Tanggal/jam : Senin, 20 Mei 2019 jam 09.00 WIB
Nama Klien : Tn. J
SP 2 (P) : Cara mengontrol halusinasi : 6 cara minum obat yang benar
NO HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1 Senin, 20 Mei 2019 Data subjektif: S:
- Pasien mengatakan masih mendengar - Pasien mengatakan masih mendengar suara-
suara-suara bisikan. suara bisikan
- Pasien mengalami halusinasi saat melamun
Data objektif: - Pasien mengatakan sudah diajarkan cara
- Pasien tampak senang dengan halusinasi menghardik
- Pasien tampak banyak bicara sendiri - Pasien mengatakan halusinasi sedikit
- Pasien sudah mampu menyebutkan dan berkurang
mempraktikan SP 1 - Pasien bersedia dilatih dan diajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan minum obat
Tidakan: SP 2 (P)
O:
1. Mengevaluasi tindakan menghardik
- Pasien tampak kooperatif
2. Melatih cara mengontrol halusinasi
- Pasien mau melakukan kontak mata dengan
dengan cara 6 benar obat (pasien, obat,
perawat
dosis, cara, waktu dan dokumentasi)
- Pasien mampu menjelaskan ulang tentang 6
3. Memasukkan jadwal kegiatan harian
benar obat (benar pasien, obat, dosis, cara,
untuk menghardik dan minum obat
waktu, dokumentasi)
- Pasien mampu memasukkan ke dalam jadwal
RTL: harian
1. Evaluasi cara menghardik saat halusinasi
dan minum obat A: halusinasi pendengaran berkurang
2. Lanjutkan SP 3 melatih bercakap dengan
orang lain P:
- Latihan mengontrol halusinasi dengan
menghardik
- Latihan minum obat secara teratur sesuai
jadwal 2 kali perhari
Tanggal/jam : Selasa, 21 Mei 2019 jam 09.00 WIB
Nama Klien : Tn. J
SP 3 (P) : Cara mengontrol halusinasi : bercakap-cakap
NO HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1 Selasa, 21 Mei Data subjektif: S:
2019 - Pasien mengatakan masih mendengar - Pasien mengatakan masih mendengar suara-
suara-suara bisikan. suara.
- Pasien mengatakan mengalami halusinasi
Data objektif: saat melamun
- Pasien tampak banyak bicara - Pasien mengatakan sudah mengontrol
- Pasien tampak menerima halusinasinya halusinasi dengan menghardik dan 6 benar
- Pasien sudah mampu menyebutkan SP 1 minum obat
dan SP 2 - Pasien mengatakan mampu bercakap-cakap
dan memulai pembicaraan
Tidakan: SP 3 (P)
O:
1. Mengevaluasi tindakan menghardik dan
- Pasien mampu mempraktikkan cara
minum obat
menghardik
2. Melatih cara mengontrol halusinasi
- Pasien mampu menyebutkan 6 benar minum
dengan bercakap-cakap dengan orang lain
obat
saat halusinasi terjadi
- Pasien mampu mempraktikkan cara
3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian
bercakap-cakap dengan orang
untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap
A: halusinasi pendengaran berkurang
RTL:
1. Evaluasi dan validasi SP 1-3 (cara
mengontrol halusinasi dengan P:
menghardik, minum obat dan bercakap- - Evaluasi kemampuan pasien dalam
cakap) mengontrol halusinasi dengan menghardik
2. Evaluasi manfaat dari ketiga cara 2x/ hari
mengontrol halusinasi yang sudah - Evaluasi kemampuan pasien dalam minum
dipelajari obat sesuai dengan program
- Evaluasi kemampuan bercakap-cakap dengan
orang lain 2x/ hari
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman S. (2011). Buku AjarAsuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika

Kusmawati, F. & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung : Refika Aditama.

Keliat, Budi Anna. (2006). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Stuart,G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai