Disusun Oleh :
Kelompok 1
Ana Mulayana (071182011)
Devi Anis Ramonda (071182013)
Wiwik Wulandari (071182014)
Kiki Devianti (071182018)
Ulfi Rizky Eristiyani (071182019)
Nina Ardiyanti (071182022)
Tri Yoga Astianta (071182038)
Ika Pramulya Sutarto (071182039)
Rizky Agus Mustakim (071182041)
Julio Armando Petrus D (071182057)
A. LATAR BELAKANG
Menurut undang-undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan
adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah
suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan
orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)
keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan
yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.
Menurut World Health Organization (WHO), 25% dari penduduk dunia
pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan
jiwa berat. Di Indonesia rata – rata penderita gangguan jiwa berat misal
halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta
tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik di setiap provinsi
sebesar 14,3 % sedangkan di jawa tengah penderita gangguan jiwa berat
sebesar 2,3% (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengkajian di
Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta khususnya di ruang kelas III rata- rata angka halusinasi mencapai
46,7% setiap bulannya (Mamnu’ah, 2010).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan
internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien
juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat, sehingga tampak
perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca
indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam Dermawan dan
Rusdi, 2013)
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya
(Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut Kusumawati (2010)
halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang jelas maupun
tidak jelas, dimana suara tersebut bisa mengajak klien berbicara atau
melakukan sesuatu.
Berdasarkan hasil laporan rekam medik (RM) Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta, berdasarkan data bulan Januari – Februari 2014 tercatat jumlah
pasien rawat inap dan rawat jalan berjumlah 13.802 orang. Terdiri dari pasien
halusinasi berjumlah 5077 orang, perilaku kekerasan berjumlah 4.074 orang,
isolisasi sosial : menarik diri berjumlah 1.617 orang, harga diri rendah
berjumlah 1.087 orang, defisit perawatan diri berjumlah 1.634 dan waham
berjumlah 363 orang. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
tertarik untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami gangguan persepsi sensori : halusinasi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan
masalah bagaimanakah penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. J
dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di
Bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta.
C. TUJUAN
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum :
Mampu mengaplikasikan dan atau mengimplementasikan asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. Arif
Zainudin.
2. Tujuan Khusus :
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah agar penulis mampu:
a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
b. Menganalisis data-data pada klien dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.
c. Merumuskan diagnosa sesuai dengan analisis data pada klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
d. Merumuskan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
A. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemapuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien memberi presepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata
(Direja, 2011)
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar).Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati &
Hartono, 2010)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu sebagai berikut.
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi
rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi
menunjukkan kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena
itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada
klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak
terjadi.
e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.
Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di
atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap
kehidupan nyata.
4. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
efektif.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung
dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
D. Jenis
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak
ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang
atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau
kemenyan, bau mayat, yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
E. Pohon Masalah
Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial
F. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan
pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat
seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-
gerak. Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak
teoriyang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan
terjagayang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang
dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi
persepsiyang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan
atautidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal
ataupatologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau
preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi
ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan
rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam
bentuk stimulus eksterna.
H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar.
2) Apa yang dikatakan halusinasinya.
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu.
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam).
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian.
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain.
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien.
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi.
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat.
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan.
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi :
SP III (P)
1. Memvalidasi masalah
dan latihan
sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan berbincang
dengan orang lain
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP IV (P)
1. Memvalidasi masalah
dan latihan
sebelumnya.
2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi
dengan kegiatan (yang
biasa dilakukan
pasien).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
BAB III
TINJAUAN KASUS
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA TN. J DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
PENDENGARAN
DIRUANG ABIMANYU RSJD DR. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA
Ruangan Rawat : Abimanyu
Tanggal Masuk : 09 Mei 2019
I. IDENTITAS KLIEN
Nama Inisial : Tn. J
Umur : 38 tahun
Informan : Klien dan perawat
Tanggal pengkajian : 18 Mei 2019
Alamat : Sragen
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. T
Umur : 58 tahun
Pendidikan : SD
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung
Alamat : Karanganyar
IV. FISIK
1. TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,3 oC
2. Ukur
TB : 175 cm
BB : 62,3 kg
3. Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan fisik
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Pasien menyukai bagian hidung dan bibir, karena pasien merasa
hidungnya mancung dan pasien memiliki garis bibir
b. Identitas Diri
Pasien mengatakan tinggal dengan ibu dan bapaknya. Pasien belum
menikah. Pasien mengatakan ada kepuasan sebagai laki-laki
c. Peran
Pasien sebagai anak laki-laki yang tidak pengangguran dan bisa
memnuhi kebutuhannya sendiri
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera menikah dan memiliki keluarga kecil.
Pasien mengatakan ingin segera bekerja lagi
e. Harga Diri
Pasien mengatakan minder karena belum menikah, hubungan pasien
dengan keluarga baik, tetapi penilaian dilingkungan sekitarnya
menganggap dia gila
3. Hubungan Sosial
a. Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah
orangtuanya
b. Pasien mengatakan sudah tidak mengikuti kegiatan dalam masyarakat
seperti karang taruna, gotong royong karena malu dengan sakitnya
dan klien merasa diasingkan oleh masyarakat.
c. Pasien mengatakan adanya hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain, banyak yang tidak suka dan menilai pasien gila
4. Spiritual
a. Pasien mengatakan beragama islam. Pasien meyakini penyakitnya
kehendak dari Tuhan.
b. Pasien mengatakan saat sehat maupun sakit jarang melakukan sholat 5
waktu
X. PENGETAHUAN KURANG
Pasien mengetahui tetang penyakit jiwa yang dialami. Pasien sudah
mengetahui cara pengobatan yang dilakukan
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS PROBLEM
DO:
- Pasien tampak gelisah, sedikit
bingung
- Pasien tampak tergesa- gesa
apabila jalan
- TTV :
TD : 110/70 mmHg
N : 86 X/menit
RR : 20X/menit
S : 36,6 C
2. DS: Resiko perilaku kekerasan
- Pasien mengatakan pernah
dianiyaya dan menganiyaya orang
lain
- Pasien mengatakan membuat
keributan di lokasi kerja
- Pasien mengatakan bertengkar
dengan temannya di lokasi kerja
DO:
- Pasien tampak gelisah, berbicara
terus, tidak bisa duduk dengan
tenang
- TTV:
TD : 110/70 mmHg
N : 86 X/menit
RR : 20X/menit
S : 36,6 C
3. DS : Waham Somatik
- Pasien mengatakan merasa
tubuhnya dipinjam oleh
roh Ir. Soekarno, sehingga
membuat dia berpidato
seperti Ir. Soekarno.
- Pasien juga merasa diberi
senjata oleh Ir.Soekarno
untuk melanjutkan
perjuangannya.
DO:
- Pasien tampak
...........................................
...
XI ASPEK MEDIK
a. Diagnosa medik
F.20.3 (Skizofrenia tak terinci)
b. Terapi medik
No. Nama Obat Dosis Golongan Kegunaan
SP 3 (P)
1. Validasi masalah dan dan latihan sebelumnya
2. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
berbincang dengan orang lain
3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4 (P)
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktivitas terjadwal
3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
IMPLEMENTASI
Tanggal/jam : Sabtu, 18 Mei 2019 jam 09.00 WIB
Nama Klien : Tn. J
SP 1 (P) : Cara mengontrol halusinasi: menghardik
NO HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1 Sabtu, 18 Mei 2019 Data subjektif: S:
- Pasien mengatakan mendengar suara- - Pasien mengatakan masih mendengar suara
suara yang menurutnya suara Ir. itu saat malam hari, ketika pasien sedang
Soekarno melamun, suara itu jarang muncul
- Pasien mengatakan mendengar suara - Pasien mengatakan tidak takut dengan suara
sehari satu kali pada saat malam hari, itu
ketika pasien melamun. Suara tersebut
mengatakan seperti menyuruhnya untuk O:
melanjutkan perjuangan Ir. Soekarno. - Pasien tampak gelisah, tidak bisa duduk
Respon pasien terhadap suara tersebut dengan tenang
yaitu menjawab suara tersebut. - Pasien suka mengalihkan pembicaraan
- Pasien kooperatif saat diajak komunikasi
Data objektif: - Pasien mau menjawab pertanyaan yang
- Pasien tampak gelisah diberikan
- Berbicara sendiri - Pasien mau memperhatikan dan mengikuti
- Pasien tampak tidak bisa tenang cara menghardik yang diajarkan dengan
benar
Tidakan:
1. Melakukan tindakan bina hubungan A: halusinasi pendengaran masih ada
saling percaya
2. Menjelaskan tujuan dan kontrak waktu,
topik dan tempat P:
3. Membantu pasien mengenal halusinasi. - Latihan cara menghardik 2 kali sehari pada
Diskusi dengan pasien (jenis, isi, situasi, jam 09.00 WIB dan jam 13.00 WIB
frekuensi, respon)
4. Menjelaskan dan mengajarkan ke pasien
cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik
RTL:
1. Evaluasi cara menghardik
2. Latih cara kedua mengontrol halusinasi
dengan cara 6 benar obat
Tanggal/jam : Senin, 20 Mei 2019 jam 09.00 WIB
Nama Klien : Tn. J
SP 2 (P) : Cara mengontrol halusinasi : 6 cara minum obat yang benar
NO HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1 Senin, 20 Mei 2019 Data subjektif: S:
- Pasien mengatakan masih mendengar - Pasien mengatakan masih mendengar suara-
suara-suara bisikan. suara bisikan
- Pasien mengalami halusinasi saat melamun
Data objektif: - Pasien mengatakan sudah diajarkan cara
- Pasien tampak senang dengan halusinasi menghardik
- Pasien tampak banyak bicara sendiri - Pasien mengatakan halusinasi sedikit
- Pasien sudah mampu menyebutkan dan berkurang
mempraktikan SP 1 - Pasien bersedia dilatih dan diajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan minum obat
Tidakan: SP 2 (P)
O:
1. Mengevaluasi tindakan menghardik
- Pasien tampak kooperatif
2. Melatih cara mengontrol halusinasi
- Pasien mau melakukan kontak mata dengan
dengan cara 6 benar obat (pasien, obat,
perawat
dosis, cara, waktu dan dokumentasi)
- Pasien mampu menjelaskan ulang tentang 6
3. Memasukkan jadwal kegiatan harian
benar obat (benar pasien, obat, dosis, cara,
untuk menghardik dan minum obat
waktu, dokumentasi)
- Pasien mampu memasukkan ke dalam jadwal
RTL: harian
1. Evaluasi cara menghardik saat halusinasi
dan minum obat A: halusinasi pendengaran berkurang
2. Lanjutkan SP 3 melatih bercakap dengan
orang lain P:
- Latihan mengontrol halusinasi dengan
menghardik
- Latihan minum obat secara teratur sesuai
jadwal 2 kali perhari
Tanggal/jam : Selasa, 21 Mei 2019 jam 09.00 WIB
Nama Klien : Tn. J
SP 3 (P) : Cara mengontrol halusinasi : bercakap-cakap
NO HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1 Selasa, 21 Mei Data subjektif: S:
2019 - Pasien mengatakan masih mendengar - Pasien mengatakan masih mendengar suara-
suara-suara bisikan. suara.
- Pasien mengatakan mengalami halusinasi
Data objektif: saat melamun
- Pasien tampak banyak bicara - Pasien mengatakan sudah mengontrol
- Pasien tampak menerima halusinasinya halusinasi dengan menghardik dan 6 benar
- Pasien sudah mampu menyebutkan SP 1 minum obat
dan SP 2 - Pasien mengatakan mampu bercakap-cakap
dan memulai pembicaraan
Tidakan: SP 3 (P)
O:
1. Mengevaluasi tindakan menghardik dan
- Pasien mampu mempraktikkan cara
minum obat
menghardik
2. Melatih cara mengontrol halusinasi
- Pasien mampu menyebutkan 6 benar minum
dengan bercakap-cakap dengan orang lain
obat
saat halusinasi terjadi
- Pasien mampu mempraktikkan cara
3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian
bercakap-cakap dengan orang
untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap
A: halusinasi pendengaran berkurang
RTL:
1. Evaluasi dan validasi SP 1-3 (cara
mengontrol halusinasi dengan P:
menghardik, minum obat dan bercakap- - Evaluasi kemampuan pasien dalam
cakap) mengontrol halusinasi dengan menghardik
2. Evaluasi manfaat dari ketiga cara 2x/ hari
mengontrol halusinasi yang sudah - Evaluasi kemampuan pasien dalam minum
dipelajari obat sesuai dengan program
- Evaluasi kemampuan bercakap-cakap dengan
orang lain 2x/ hari
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. (2006). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Stuart,G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.