Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

KONSEP KELUARGA DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Keluarga


a. Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Friedman, 2010). Keluarga adalah dua atau lebih individu
yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam
satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran
dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).

Menurut Duvall dalam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan


sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum: meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan
sosial dari tiap anggota.Keluarga merupakan aspek terpenting dalam
unit terkecil dalam masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota
keluarga dan kualitas kehidupan keluarga saling berhubungan, dan
menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko. 2012).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan


sekumpulan orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta
adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

b. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5
yaitu:
i. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga.
ii. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak
sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status
pada anggota keluarga.
iii. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi
dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat
iv. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
v. Fuungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan. (Marilyn M. Friedman, 2010)

c. Tipe dan bentuk keluarga


Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
i. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam
satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
ii. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek,
kakek, keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.
iii. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-
anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
iv. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/kedua-duanya bekerja
dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/
perkawinan/meniti karier.
v. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak dan
keduanya/ salah satu bekerja di rumah.
vi. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan
anak-anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
vii. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
viii. Commuter Married
ix. Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
x. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
xi. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
xii. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
xiii. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
xiv. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam
satu kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang
lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
xv. Unmarried paret and child
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
xvi. Cohibing Cauple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.

d. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Harmoko (2012) di gambarkan sebagai berikut :
i. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan
secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hirarki
kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan
pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan
balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik
dan valid.

Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,


adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi
pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental
ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal
mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi
miskomunikasi dan kurang atau tidak valid.

ii. Struktur peran


Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
posisi sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat
formal atau informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam
masyarakat misal status sebagai istri/suami.

iii. Struktur kekuatan


Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate
power), ditiru (referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward
power), paksa (coercive power), dan efektif power.

iv. Struktur nilai dan norma


Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku
yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan
lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

e. Tahap dan perkembangan keluarga


i. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami
dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologi keluarga
tersebut membentuk keluarga baru. Suami istri yang membentuk
keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan kehidupan yang baru
karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi sehari-
hari. Masing-masing pasangan menghadapi perpisahan dengan keluarga
orang tuanya dan mulai membina hubungan baru dengan keluarga dan
kelompok sosial pasangan masing-masing. Masing-masing belajar
hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :
1. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
2. Menetapkan tujuan bersama
3. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok
sosial;
4. Merencanakan anak (KB)
5. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk
menjadi orang tua.

ii. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30
bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh
pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang
penting. Tugas perkembangan pada masa ini antara lain :
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Membagi peran dan tanggung jawab
3. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangan
4. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
5. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
6. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

iii. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with
preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir
saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orangtua beradaptasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam
meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini
sangat sibuk dan anak sangat bergantung pada orangtua. Kedua orangtua
harus mengatur waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak,
suami/istri, dan pekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai
berikut:
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat
tinggal, privasi, dan rasa aman
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain juga harus terpenuhi
4. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik didalam maupun di luar
keluarga ( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling
repot)
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

iv. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with
children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia
6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain
aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat
sendiri demikian pula orangtua yang mempunyai aktifitas berbeda
dengan anak. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah
dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik
aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan
semangat belajar
2. Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
3. Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
4. Menyediakan aktifitas untuk anak
5. Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan
anak.
v. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan
rumah orangtuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan
memberi tanggungjawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggungjawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga.

vi. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching
center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orangtua. Tujuan
utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk
tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga
mempersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri
dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina
hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orangtua akan merasa
kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena anak-
anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan
ini orangtua perlu melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai
pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Membantu orangtua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
4. Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
5. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
6. Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
7. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.

f. Stress dan Koping Keluarga


i. Stress merupakan respon organisme terhadap stimulasi yang merugikan
atau yang tidak menguntungkan. Sementara itu, dalam psikologi, stress
timbul akibat interaksi individu dengan lingkungannya (Lestari 2013).
Stress merupakan pengalaman ketika permintaan dari situasi cukup atau
melebihi sumberdaya seseorang dan sebagai antisipasi terhadap
kerusakan atau kehilangan (Lyon, 2012).

Agen pemerkasa atau presipitasi yang mengaktifkan proses stress


disebut stressor. Agen presipitasi yang mengaktifkan stress dalam
keluarga adalah peristiwa hidup atau kejadian yang cukup kuat untuk
menyebabkan perubahan dalam system keluarga. Stressor keluarga
dapat berupa peristiwa atau pengalaman interpersonal (didalam atau
diluar keluarga), lingkungan, ekonomi atau social budaya. Akumulasi
dan stressor dalam kehidupan keluarga memberikan perkiraan jumlah
stress yang dialami keluarga. Konsep akumulasi stressor didefinisikan
sebagai jumlah poeristiwa perkembangan (yang diharapkan) atau
situasional (yang tidak diharapkan) serta ketegangan interkeluarga
(tekanan dalam hubungan diantara anggota keluarga).

Persepsi anggota keluarga adalah interpretasi anggota keluarga secara


tunggal atau secara kolektif atau menyusun pengalaman mereka.
Persepsi mewarnai sifat dan signifikasi stressor keluarga yang mungkin,
karena keluarga bereaksi tidak hanya terhadap stressor aktual, tetapi
juga terhadap peristiwa saat keluarga merasakan atau
menginterpretasikannya. Persepsi keluarga merupakan hal yang
terpenting. Peristiwa yang dipandang secara subjektif atau objektif oleh
keluarga yang sehat sebagai tantangan, dipandang oleh keluarga yang
terpajan krisis sebagai ancaman dan membebani. Dalam kasus ini stress
yang besar dialami, yang pada gilirannya membebani kapasitas adaptif
keluraga.

Koping terdiri atas pemecahan upaya pemecahan masalah yang sangat


relevan dengan kesejahteraan, tetapi membebani sumber seseorang.
Koping didefinisikan sebagai respon (kognitif perilaku atau persepsi)
terhadap ketegangan hidup eksternal yang berfungsi untuk mencegah,
menghindari, mengandalkan distress emosional. Koping adalah sebuah
istilah yang terbatas pada perilaku atau kognisi aktual yang ditampilkan
seseorang, bukan pada sumber yang mungkin mereka gunakan. Koping
keluarga menunjukkan tingkat analisa kelompok keluarga (atau sebuah
tingkat analisis interaksional).

Koping keluarga didefinisikan sebagai proses aktif saat keluarga


memamfaatkan sumber yang ada dan mengembangkan perilaku serta
sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi
dampak peristiwa hidup penuh stress. Krisis keluarga adalah kondisi
kekacauan, tidak teratur, atau ketidakmampuan dalam system keluarga
yang berlangsung terus menerus. Krisis terjadi ketika sumber dan
strategi adaptif keluarga tidak efektif dalam mengatasi stressor.

Adaptasi keluarga adalah suatu proses saat keluarga terlibat dalam


respon langsung terhadap tuntutan stressor yang ekstensif, dan
menyadari bahwa perubahan sistemik dibutuhkan dalam unit keluarga,
untuk memperbaiki stabilitas fungsional dan memperbaiki kepuasaan
dan kesejahteraan keluarga. Proses adaptasi dalam sistem keluarga
disebut resilience keluarga. Pendekatan resilience keluarga guna bekerja
dengan keluarga dibentuk atas kompetensi dan kekuatan anggota
keluarga yang memungkinkan penyediaan layanan kesehatan bergeser
dari model potogenik ke model berbasis kekuatan yaitu kita melihat
keluarga “ditantang”, bukan “hancur”, karena kemalangan.

ii. Strategi Koping Kelurga


1) Strategi Koping keluarga internal
Strategi koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu
strategi hubungan, kognitif dan komunikasi.
a) Strategi hubungan
1. Mengandalkan kelompok keluarga
2. Kebersamaan yang lebih besar
3. Fleksibitas peran
b) Strategi kognitif
1) Normalisasi
2) Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan
penilaian pasif
3) Pemecahan masalah bersama
4) Mendapatkan informasi dan pengetahuan
c) Strategi Komunikasi
1) Terbuka dan jujur
2) Menggunakan humor dan tawa
2) Strategi Koping Keluarga Eksternal
a) Strategi komunitas
b) Memamfaatkan sistem dukungan social

iii. Strategi Koping Disfungsional Keluarga


Keluarga menggunakan berbagai strategi koping disfungsional khusus
dalam upaya untuk mengatasi masalah mereka. Pada sebagian besar
kasus, strategi ini dipilih secara tidak sadar, sering kali sebagai respons
yang digunakan keluarga asal mereka dalam upaya perlu diperhatikan
bahwa strategi koping disfungsional keluarga ini digunakan untuk
mengurangi stress dan ketegangan keluarga. Strategi koping
disfungsional yang sering digunakan adalah:
1) Penyangkalan masalah keluarga
2) Pola dominasi atau kepatuhan ekstrem (otoritarinisme)
3) Perpecahan dan kecanduan dalam keluarga
4) Kekerasan dalam keluarga

2.2 Tinjauan Teoritis Medis Hipertensi


A. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam
waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui
oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi
adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah
yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai
keadaan darah tinggi.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang
lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan
darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada
tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg
atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa
minggu.

B. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
- Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres
psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita
hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong
hipertensi sekunder.
- Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan
dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi
esensial.
Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya
- Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia
lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku,
sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung
memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan
fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Oleh sebab itu, jika
aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami
pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan
darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dibedakan atas yang tidak


dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada
70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua
orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi
juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu
telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas,
stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan
garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis
adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf
parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas.

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan


darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress
berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh
stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari


populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai
kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari.
Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan
hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.

C. Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh
penyebab yang spesifik (Hipertensi sekunder) atau yang tidak diketahui
penyebabnya (Hipertensi esensial). Ginjal mempengaruhi pengaturan
tekanan darah melalui sistem renin – angiotensin – aldosteron yang
natrium, kalium, dan keseimbangan cairan. Renin adalah enzim yang
diproduksi di sel juxtaglomerular yang terletak di arterol aferen ginjal.
Pelepasanan renin dari sel juxtaglomerular bila terjadi perubahan tekanan
perfusi ginjal dan kekurangan natrium, klorida dan kalium. Renin
mengkatalisis angiotensinogen menjadi angiotensin I dalam darah.
Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin –
converting enzyme (ACE). Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi,
menstimulasi sintesis aldosteron dari adrenal korteks yang menyebabkan
peningkatan reabsorpsi air dan natrium sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah (Saseen and Carter, 2005).

D. Pathway Hipertensi
E. Manifestasi Klinis Hipertensi
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara
lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara
tiba-tiba, tengkuk terasa pegal,dan lain-lain. Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada
selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta
kelumpuhan.

F. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi


1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiofaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan
vasikonstriksi dan hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme
primer (penyebab).
9. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan atau adanya diabetes.
10. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang
timbul.
11. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
12. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar
renin dapat juga meningkat.
13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
16. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
- Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas
rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma
- Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
- Mempunyai efektivitas yang tinggi.
- Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
- Tidak menimbulakn intoleransi.
- Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
- Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

H. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan,gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak berat
(Depkes, 2007).

Anda mungkin juga menyukai