Abstrak
Otitis media kronik yaitu infeksi yang terjadi pada telinga tengah dan penyakit
yang sering ditemukan di negara berkembang dan komplikasi terkait penyakit
masih menjadi masalah utama. Parese nervus fasialis merupakan salah satu
komplikasi OMK yang membutuhkan deteksi dini dan perawatan tepat. Kondisi
lain yang sering ditemukan pada OMK adalah kolesteatoma. Kolesteatoma dapat
diakibatkan berbagai etiologi, sama halnya dengan parese nervus fasialis yang
dapat diakibatkan adanya osteitis, erosi tulang, penekanan oleh edema, inflamasi
langsung akibat infeksi atau neurotoksik dari sekret kolesteatoma. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik lokalis serta penunjang seperti
tomografi komputer, pemeriksaan fungsi motorik saraf dan pemeriksaan
topognostik. Tindakan pembedahan mastoidektomi merupakan pilihan utama
penatalaksaan kasus otitis media kronik dengan komplikasi kolesteatoma dan
parese nervus fasialis. Dilaporkan 1 kasus otitis media kronik dengan
kolesteatoma dan parese nervus fasialis yang dilakukan mastoidektomi.
Abstract
Chronic otitis media, infection of the middle ear, is a common disease in the
developing countries and the complications associated with it still pose a major
problem. Facial paralysis is a one of complication of COM which requires early
detection and appropriate care. Another condition common in COM is
cholesteatoma. Cholesteatoma could caused by various etiologies, as well as
facial paralysis which caused by osteitis, bone erosion, compression because of
oedem, direct inflammation caused by infection or neurotoxic from cholesteatoma
secret. The diagnosis is established based on anamnesis, localized also additional
examinations like computed tomography, motoric function test and topognostic
examination. Surgical intervention, mastoidectomy, is first choice of treatment in
COM with cholesteatoma and facial paralysis. Reported a case of chronic
supurative otitis media which treated with mastoidectomy.
PENDAHULUAN
Otitis media kronik adalah infeksi kronik pada telinga tengah dengan insidensi
paling tinggi pada negara berkembang dan komplikasi yang masih menjadi
masalah hingga saat ini. Saat ini komplikasi yang terjadi dapat ditekan dengan
semakin membaiknya pelayanan dan edukasi kesehatan dan perkembangan
antibiotik, namun beberapa kasus masih banyak ditemukan komplikasi dari otitis
media kronis.1 Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus otitis media kronik ini
adalah parese nervus fasialis. Insidensi parese nervus fasialis akibat otitis media
kronik yaitu sekitar 3,1% dari seluruh kasus parese nervus fasialis. Kolesteatoma
dapat ditemukan pada otitis media kronik tipe maligna. Kolesteatoma dapat
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi
mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama.2,3 Parese
saraf fasial akibat otitis media kronis dapat terjadi akibat beberapa penyebab,
antara lain: osteitis, erosi tulang, penekanan oleh edema, inflamasi langsung akibat
infeksi atau neurotoksik dari sekret kolesteatoma. Proses tersebut akan
menimbulkan penekanan pada saraf, yang menyebabkan invaginasi dari nodus
Ranvier dan demielinisasi. Kondisi tersebut mnyebabkan serabut saraf tidak
mampu meneruskan impuls. Besarnya tekanan menentukan berat dan cepatnya
kelumpuhan saraf.4,5
Diagnosis otitis media kronik yang disertai kolesteatoma dan komplikasi
berupa parese nervus fasialis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan radiografi seperti tomografi
komputer dan magnetic resonance imaging (MRI) maupun pemeriksaan fungsi
motorik nervus fasialis seperti pemeriksaan House Brackmann dan penilaian
sistem Freyss. Pilihan tatalaksana utama pada kasus otitis media kronik dengan
kolesteatoma dan parese nervus fasialis adalah tindakan pembedahan. Tindakan
pembedahan ini adalah mastoidektomi yaitu tindakan untuk membersihkan seluruh
rongga mastoid dan daerah kanal fasial dari sumber infeksi dan kolesteatoma serta
melalukan dekompresi nervus fasialis atau anastomosa nervus bila terjadi
destruksi.4,5,6
DAFTAR PUSTAKA