DEFINISI
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Lingkup Area
1. Pelaksana panduan pelayanan TB dengan strategi DOTS ini adalah tenaga
kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Perawat
c. Staf Bidan
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Pelayann TB DOTS
a. Instalasi Rawat Jalan
b. Instalasi Gawat darurat
c. Instalasi Farmasi
d. Instalasi Laboratorium
e. Instalasi Rawat Inap
2
BAB III
TATA LAKSANA
3
e. Batuk lama (>3 minggu) dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
lain.
f. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik (leher, axilla, inguinal).
g. Skrofuloderma.
h. Tes tuberculin positif (> 10 mm)
i. Konjungtivitis fliktenularis.
Pemeriksaan atau follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun pada
keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan
pengobatan TB atau pengobatan pencegahan.
Semua suspek TB yang dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis dicatat di
buku TB06 (Unit DOTS) dan TB04 (Laboratorium).
Untuk rawat Inap, suspek TB dan seluruh pasien yang didiagnosis TB
dilaporkan oleh kepala ruang kepada unit DOTS (koordinator IRJ)
4
P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur pagi, Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas laboratorium.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
Permintaan pemeriksaan dahak BTA SPS menggunakan formulir TB05 dan
dicatat di TB04 (laboratorium) dan TB06 (unit DOTS). Apabila tidak
tersedia formulir TB05, dapat menggunakan lembar permintaan laboratorium
rumah sakit dan akan dipindah ke formulir TB05 oleh petugas laboratorium.
Semua suspek TB Paru dilakukan pemeriksaan dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS), dengan kemungkinan hasil :
a. Semua spesimen atau 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen hasilnya BTA positif
TB
b. Hanya 1 (satu) dari 3 (tiga) spesimen dahak hasilnya BTA positif, maka
pada kasus ini diperlukan foto toraks atau biakan kuman TB untuk
mendukung diagnosis TB atau bukan TB
c. Semua spesimen hasilnya BTA negatif, maka diberikan antibiotika non
OAT non Quinolon selama 2 minggu.
Apabila ada perbaikan gejala maka bukan kasus TB, jika tidak ada perbaikan
maka dilakukan pemeriksaan ulang dahak SPS.
a. 1 saja dari 3 spesimen dahak SPS ulangan hasilnya BTA positif : TB.
b. Ketiga spesimen dahak SPS tetap negatif maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya termasuk foto thoraks. Dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan penunjang dokter akan
mennetukan TB atau bukan TB.
Jika suspek TB menolak melakukan pemeriksaan BTA SPS, perlu dikaji
ulang alas an penolakan. Sering kali pasien menolak pemeriksaan dahak
karena alasan di bawah ini :
a. faktor biaya : sarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan dahak BTA
SPS di puskesmas terdekat (dari rumah pasien). Jika pasien setuju, beri
surat pengantar ke puskesmas dan kalau memungkinkan kontak petugas
TB puskesmas tujuan.
5
b. Sulit mengeluarkan dahak : sarankan pasien untk banyak minum, KIE
cara berdahak yang efektif (tarik dan keluarkan nafas dalam beberapa
kali, batukkan dahak sekuatnya, dan keluarkan dahak yang telah
dibatukkan dengan cara di-hoek-kan ke pot spulum, kalau dirasa perlu
dapat diberikan mukolitik untuk mempermudah pengeluaran dahak. Jika
dengan cara tersebut masih kesulitan, diijinkan untuk melakukan
pemeriksaan dahak pagi semua.
Alur Diagnosa TB Paru
Suspek pasien
Pemeriksaan
dahak S-P-S
foto thorax
pasien
bukan pasien
TB
6
3. Diagnosis TB Anak.
Diagnosis TB pada anak adalah hal yang sulit sehingga sering terajdi
misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak yang dapat
mengeluarkan dahak, penegakakan disgnosis TB anak juga harus melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis SPS. Sedangkan pada anak yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, digunakan
criteria lain berupa system skor.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan system skor. Pasien denga skor
lebih atau sama dengan 6 (enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara
klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas lambung,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT scan , dan lain-lain.
7
limfe koli, tidak nyeri
aksila,
inguinal
Pembengka Ada
kan pembengkakan
tulang/sendi
panggul,
lutut, falang
Foto toraks Normal/tidak Kesan TB
jelas
Jumlah
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya
seperti asma, sinusitis dan lain-lain
Interpretasi :
> 6 (enam) : dapat di tata laksana sebagai pasien TB
< 6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakuka pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi.
8
3. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang,dan lain-lain.
9
b. TB ektra paru berat misalnya meningitis, ilier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Catatan :
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien ekstra
paru.
2. Bila seorang pasien denagn TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
3. Pasien yang didiagnosa TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat
dicatat sebagai kasus TB Paru BTA negatif.
10
3. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
4. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, seperti :
1. Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
2. Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya.
3. Kembali diobati dengan BTA negatif
11
Dosis OAT Dewasa
Dosis yang
Jenis OAT Sifat direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isiniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-2) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
12
Pemakaian OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan. Dibawah ini adalah Panduan Dosis OAT KDT :
13
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT
14
a. Bila isoniazid dikombinsaikan dengan rifampicin, dosisnya tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari
b. Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer bersama OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
c. Rifampisin diabsorpsi baik melalui GIT pada saat perut kosong (satu jam
sebelum makan)
d. Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan koordinator Rawat Jalan atau
koordinator DOTS, sehingga semua resep OAT paket baik dari rawat jalan
maupun rawat inap harus I acc koordinator rawat jalan atau koordinator
DOTS>
15
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT
aman untuk kehamilan, kecuali streptomycin. Streptomicyn tidak dapat
dipakai pada kehamilan karena bersifat permanen ototoxic dan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang
akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan
pengobtaan santa penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Ibu dan bayi tidak perlu dipidahkan dan bayi tersebut dapat
terus disusui. Pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut
sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB Pengguna Kontrasepsi
Rifampicin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal, sehingga dapat
menurunkan efektivitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB yang
mendapat pengobatan sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-
hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tata laksana pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS adalah sama dengan
pasien TB lainnya. Prinsip pengobatan TB HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Penggunaan suntikan streptomicyn harus
memperhatikan prinsip-prinsip universal precaution. Pengobatan TB-
HIV sebaiknya dilakukan dalam 1 UPK untuk menjaga kepatuhan
pengobatan.
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada
keadaan di mana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan
16
Streptomicyn dan Etambutol maksimal selam 3 (tiga) bulan sampai
hepatitisnya menyembuhkan dan dilanjutkan denagn Rifampicin dan
Isoniasid selama 6 (enam) bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Apabila terdapat peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 3 (tiga) kali
normal, OAT tidka diberikan, dan bila telah dalam pengobatan harus
dihentikan.
Apabila peningkatan SGOT dan SGPT kurang dari 3 (tiga) kali
pengobatan dapat dilaksanakan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan
kelainan hati pirrazinamide tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang
dapat digunakan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid, Rifampicin, dan Pirazinamid dapat diekskresi melalui empedu
dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa non toksik. OAT jenis ini
dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan
gangguan ginjal. Strepromycin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal,
oleh Karen aitu hindari penggunannya pada pasien dengan gangguan
ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal
adalah 2HRZ.4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin dapat mengurangi
efektivitas obat oralk anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat oal
anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk
mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan anti diabetes oral. Hati-hati pemberian Etambutol karena dapat
memperberat kejadian Retinopathy diabetika.
17
Kesemutan sampai dengan INH Bri vitamin B6 (piridoxin) 100
rasa terbakar di kaki mg per hari
Warna kemerahan pada urin Rifampicin Tidak perlu diberi apa-apa, KIE
kepada pasien
18
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru, anggota PKK, tokoh
masyarakat atau kelaurga.
c. Tugas PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga psien TB yang mempunyai
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.
19
Pasien baru Akhir Tahap Positif Dilanjutkan dengan OAT
BTA positif Intensif sisipan selama 1 (satu)
(Kategori 1) bulan. Jika setelah
sisipan BTA tetap
positif :
1. Tahap lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk
ke layanan TB MDR
Sebulan sebelum Negatif OAT dilanjutkan
Akhir Positif Gagal, ganti dengan OAT
Pengobatan kategori 2 (dua) mulai
dari awal. Lakukan
biakan, tes resistensi atau
rujuk ke layanan TB
MDR.
Akhir Negatif Sembuh
Pengobatan (AP) Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai
dari awal. Lakukan
biakan, tes resistensi atau
rujuk ke layanan TB
MDR
20
Pasien baru BTA Positif Dilanjutkan dengan OAT sisipan
positif (Kategori 1) selama 1 (satu) bulan. Jika
setelah sisipan BTA tetap positif :
1. tahap lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR
Sebulan sebelum Negatif OAT dilanjutkan
Akhir Pengobatan Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai dari awal.
Lakukan biakan, tes resistensi
atau rujuk ke layanan TB MDR.
Akhir Pengobatan Negatif Sembuh
(AP) Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai dari awal.
Lakukan biakan, tes resistensi
atau rujuk ke layanan TB MDR
21
Tindakan 1 Tindakan 2
a. Lacak pasien Bila hasil BTA negatif atau Lanjutkan pengobatan sampai
b. Diskusikan dan TB ekstra paru seluruh dosis selesai
cari masalah Bila 1 atau lebih hasil BTA Lama pengobatan sebelumnya
c. Periksa 3 (tiga) positif kurang dari 5 bulan : lanjutkan
kali dahak (SPS) pengobatan sampai seluruh dosis
dan lanjutkan selesai.
pengobatan Lama pengobatan sebelumnya lebih
sementara dari 5 bulan :
Kategori 1 : mulai kategori 2 (dua)
Kategori 2 : rujuk, mungkin kasus
TB resistan obat.
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan (Default)
a. Periksa 3 kali Bila hasil BTA negatif Pengobatan dihentikan, pasien
dahak (SPS) atau TB ekstra paru diobservasi.bila gejala semakin
b. Diskusikan dan parah perlu dilakukan pemeriksaan
cari masalah kembali (SPS dan atau biakan)
c. Hentikan Bila 1 (satu) atau lebih a. Kategori 1 : mulai kategori 2
pengobatan sambil hasil BTA positif (dua)
menunggu hasil b. Kategori 2 : rujuk, kasus TB
pemeriksaan resitan obat.
dahak.
22
5. Petugas DOTS mencatat pasien TB yang mangkir di buku Bantu Pasien
Mangkir.
6. Petugas DOTS melakukan follow up hasil pelacakan pasien mangkir dengan
menghubungi Wasor Kab. Jember
23
MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB MDR adalah
semua orang yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu criteria di
bawah ini :
1. Kasus kronik atau gagal pengobatan kategori 2 (dua).
2. Pasien TB denganhasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga
pengobatan kategori 2 (dua).
3. Pasein TB yang pernah diobati > 1 (satu) bulan di sarana non DOTS
termasuk dengan OAT TB MDR misalnya fluorokuinolon dan kanamisin
24
BAB IV
DOKUMENTASI
25