Anda di halaman 1dari 25

BAB I

DEFINISI

a. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
b. DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), merupakan pengobatan
penderita TB yang dilakukan dalam jangka pendek, dan dilakukan dengan
pengawasan langsung terhadap penderita TB.
c. TB01 : Kartu pengobatan pasien TB, merupakan kartu status atau kartu
rekam medis pasien TB. Disimpan di unit DOTS.
d. TB02 : Kartu Identitas pasien TB, merupakan kartu kontrol pengobatan TB,
disimpan oleh pasien.
e. TB03 : Buku Register TB Kabupaten atau Kota. Merupakan buku besar
pengobatan TB yang mencatat seluruh perjalanan pengobatan pasien TB,
disimpan di Unit DOTS.
f. TB04 : Buku Register Laboratorium TB. Mencatat semua pemeriksaan
dahak (BTA) yang dilakukan di laboratorium Tarutung tidak menyediakan
pelayanan HIV/AIDS untuk pelayanan. Disimpan di Laboratorium.
g. TB05 : Merupakan formulir permohonan laboratorium TB untuk
pemeriksaan dahak
h. TB06 : Merupakan buku daftar suspek TB yang diperiksa dahak SPS.
Disimpan di Unit DOTS.
i. TB09 : Formulir rujukan atau pindah pasien TB.
j. TB10 : Formulir hasil akhir pengobatan pasien TB pindahan.
k. TB 12 : Formulir pengiriman sediaan untuk cross check.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area
1. Pelaksana panduan pelayanan TB dengan strategi DOTS ini adalah tenaga
kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Perawat
c. Staf Bidan
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Pelayann TB DOTS
a. Instalasi Rawat Jalan
b. Instalasi Gawat darurat
c. Instalasi Farmasi
d. Instalasi Laboratorium
e. Instalasi Rawat Inap

B. Kewajiban Dan Tanggung Jawab


1. Seluruh Staf Rumah Sakit wajib memahami tentang Panduan Pelayann TB
DOTS
2. Perawat Yang Bertugas (Perawat Penanggung jawab Pasien) Bertanggung
jawab melakukan Panduan Pelayann TB DOTS
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruangan
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami Panduan Pelayann TB
DOTS
b. Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap Panduan Pelaksanaan Panduan
Pelayanan TB DOTS
4. Manajer
a. Memantau dan memastikan Panduan Pelayann TB DOTS dikelola
dengan baik oleh Kepala Instalasi
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan Panduan Pelayann TB DOTS

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. Tata laksana Penemuan Pasien TB


Kegiatan penemuan pasien TB terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien.
1. Penjaringan Suspek
Dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang berada dalam
lingkungan RS Utama Husada dan memenuhi standar diagnosis yang ditetapkan
oleh standar internasional penanganan TB.
Yang termasuk suspek TB antara lain :
a. Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan
keluhan batuk berdahak 2 (dua) minggu atau lebih dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis.
b. Semua kontak dengan pasien TB Paru BTA positif yang menunjukkan gejala
yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan
pemeriksaan dahak.
c. Semua keluarga pada penderita TB anak yang menunjukkan gejala yang
sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan
dahak.
Untuk anak-anak di mana batuk bukanlah gejala dominan untuk infeksi TB,
berikut adalah hal-hal yang dapat dipakai untuk menjaring suspek TB anak:
a. Kontak erat dengan penderita TB BTA positif.
b. Reaksi cepat BCG ( timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3 (tiga) – 7
(tujuh) hari setelah imunisasi BCG.
c. Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat badan
turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak naik dalam
1 (satu) bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi.
d. Demam lama (>2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas (singkirkan
dulu kemungkinan infeksi saluran kencing, Malaria, demam typhoid, dan
lain-lain).

3
e. Batuk lama (>3 minggu) dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
lain.
f. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik (leher, axilla, inguinal).
g. Skrofuloderma.
h. Tes tuberculin positif (> 10 mm)
i. Konjungtivitis fliktenularis.

Pemeriksaan atau follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun pada
keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan
pengobatan TB atau pengobatan pencegahan.
Semua suspek TB yang dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis dicatat di
buku TB06 (Unit DOTS) dan TB04 (Laboratorium).
Untuk rawat Inap, suspek TB dan seluruh pasien yang didiagnosis TB
dilaporkan oleh kepala ruang kepada unit DOTS (koordinator IRJ)

2. Diagnosis TB Paru Dewasa


Diagnosa TB Paru Dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosa
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasi. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan
dahak digunakan juga untuk menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan
potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 (tiga)
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak sewaktu pagi-sewaktu (SPS).
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

4
 P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur pagi, Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas laboratorium.
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
Permintaan pemeriksaan dahak BTA SPS menggunakan formulir TB05 dan
dicatat di TB04 (laboratorium) dan TB06 (unit DOTS). Apabila tidak
tersedia formulir TB05, dapat menggunakan lembar permintaan laboratorium
rumah sakit dan akan dipindah ke formulir TB05 oleh petugas laboratorium.
Semua suspek TB Paru dilakukan pemeriksaan dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS), dengan kemungkinan hasil :
a. Semua spesimen atau 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen hasilnya BTA positif
TB
b. Hanya 1 (satu) dari 3 (tiga) spesimen dahak hasilnya BTA positif, maka
pada kasus ini diperlukan foto toraks atau biakan kuman TB untuk
mendukung diagnosis TB atau bukan TB
c. Semua spesimen hasilnya BTA negatif, maka diberikan antibiotika non
OAT non Quinolon selama 2 minggu.
Apabila ada perbaikan gejala maka bukan kasus TB, jika tidak ada perbaikan
maka dilakukan pemeriksaan ulang dahak SPS.
a. 1 saja dari 3 spesimen dahak SPS ulangan hasilnya BTA positif : TB.
b. Ketiga spesimen dahak SPS tetap negatif maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya termasuk foto thoraks. Dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan penunjang dokter akan
mennetukan TB atau bukan TB.
Jika suspek TB menolak melakukan pemeriksaan BTA SPS, perlu dikaji
ulang alas an penolakan. Sering kali pasien menolak pemeriksaan dahak
karena alasan di bawah ini :
a. faktor biaya : sarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan dahak BTA
SPS di puskesmas terdekat (dari rumah pasien). Jika pasien setuju, beri
surat pengantar ke puskesmas dan kalau memungkinkan kontak petugas
TB puskesmas tujuan.

5
b. Sulit mengeluarkan dahak : sarankan pasien untk banyak minum, KIE
cara berdahak yang efektif (tarik dan keluarkan nafas dalam beberapa
kali, batukkan dahak sekuatnya, dan keluarkan dahak yang telah
dibatukkan dengan cara di-hoek-kan ke pot spulum, kalau dirasa perlu
dapat diberikan mukolitik untuk mempermudah pengeluaran dahak. Jika
dengan cara tersebut masih kesulitan, diijinkan untuk melakukan
pemeriksaan dahak pagi semua.
Alur Diagnosa TB Paru
Suspek pasien

Pemeriksaan
dahak S-P-S

Hasil BTA : + + + / Hasil BTA : - - -


Hasil BTA : + - -
++-

Foto thorax Beri antibiotik

Tak ada Ada


Hasil mendukung Hasil tak perbaikan perbaikan
mendukung

foto thorax

Pemeriksaan ulang dahak : S-P-S

Hasil BTA + + +, Hasil BTA : - -


+ + -, + - - -

Hasil Hasil tak


mendukung mendukung

pasien
bukan pasien
TB

6
3. Diagnosis TB Anak.
Diagnosis TB pada anak adalah hal yang sulit sehingga sering terajdi
misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak yang dapat
mengeluarkan dahak, penegakakan disgnosis TB anak juga harus melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis SPS. Sedangkan pada anak yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, digunakan
criteria lain berupa system skor.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan system skor. Pasien denga skor
lebih atau sama dengan 6 (enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara
klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas lambung,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT scan , dan lain-lain.

Sistem Skoring TB Anak


Parameter 0 1 2 3 ∑
Kontak TB Tidak Jelas Laporan BTA positif
keluarga, BTA
negatif atau
tidak tahu, BTA
tidak jelas
Uji negatif Positif ( > 10
Tuberculin mm atau > 5
mm pada
keadaan
imunosupresi
Berat Bawah garis
badan/kead merah (KMS)
aan gizi atau BB/U <
80%
Demam > 2 minggu
tanpa sebab
jelas
Batuk* > 3 minggu
Pembesaran > 1 cm,
kelenjar jumlah > 1,

7
limfe koli, tidak nyeri
aksila,
inguinal
Pembengka Ada
kan pembengkakan
tulang/sendi
panggul,
lutut, falang
Foto toraks Normal/tidak Kesan TB
jelas
Jumlah

 Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya
seperti asma, sinusitis dan lain-lain
Interpretasi :
> 6 (enam) : dapat di tata laksana sebagai pasien TB
< 6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakuka pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi.

4. Diagnosis TB Ekstra Paru


Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB, nyeri dada pada TB Pleura, pembesaran kelenjar limfe superficial
pada Lymphadenitis TB, danlain-lain. Diagnosispasti ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis, bakteriologis, dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan
tubuh yang terkena. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan
bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, missal uji mikrobiologi,
patologi anatomi , dan lain-lain.
Seorang pasien TB ekstra paru sangat mungkin juga menderita TB Paru. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil pemeriksaan dahak
negatif, dapat dilakukan foto toraks.

5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien


1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena Tuberkulosis Paru,
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru

8
3. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang,dan lain-lain.

6. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (pada TB


paru)
1. Tuberkolosa BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif setelah dan biakan kuman
TB positif
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkolose BTA negatif
2. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik.
a. Paling tidak 3 (tiga) spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotikan non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif.
d. Ditentukan oleh dokter untuk diberi pengobatan.

7. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


1. TB paru BTA negatif foto thoraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(missal proses far advanced) dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra paru dibagi berdasar pada tingkat keparahan penyakit, yaitu
a. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

9
b. TB ektra paru berat misalnya meningitis, ilier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Catatan :
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien ekstra
paru.
2. Bila seorang pasien denagn TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
3. Pasien yang didiagnosa TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat
dicatat sebagai kasus TB Paru BTA negatif.

8. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasar riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien yaitu :
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati denga OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif
atau negatif.
2. Kasus yang sebelumnya pernah diobati
a. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)
b. Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 (dua) bulan atau lebih
denagn BTA positif.
c. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

10
3. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
4. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, seperti :
1. Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
2. Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya.
3. Kembali diobati dengan BTA negatif

B. Tata Laksana Pengobatan TB


a. Prosedur dan Tata Cara Pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Tidak
diperkenankan menggunakan OAT Tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan
obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap awal (intensif)
dan tahap lanjutan.

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis di Indonesia adalah :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4 (HR)3
2. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZES)/5(HR)3E3
3. OAT sisipan : HRZE
4. OAT Anak : 2HRZ/4HR

11
Dosis OAT Dewasa
Dosis yang
Jenis OAT Sifat direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isiniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-2) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

Panduan OAT dan Peruntukannya


Kategori Pasien TB Panduan OAT
Diagnosis Fase
TB Fase awal (harian) Lanjutan (3x
seminggu)
I a. TB paru kasus baru 2 HRZE 4 H3R3
b. TB paru BTA
negatif kasus baru
dengan lesi luas
c. TB berat + HIV
atau TB ektra paru
berat
II TB paru BTA positif 2 HRZES / 1 HRZE 5 H3R3EE3
dengan pengobatan
terdahulu :
a. Kasus kambuh
b. Kasus putus
berobat
c. Kasus gagal
III TB paru BTA negatif 2 HRZE 4 H3R3
kasus baru (selain
kategori 1) TB ekstra
paru ringan
IV Kasus kronik atau MDR Rujuk ke fasilitas yang
(BTA masih positif memiliki pelayanan
setelah pengobatan DOTS plus
ulang yang diawasi)

12
Pemakaian OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan. Dibawah ini adalah Panduan Dosis OAT KDT :

Dosis KDT untuk Kategori 1/3


Berat badan Tahap Intensif tiap hari – selama Tahap Lanjutan 3 kali
56 hari RHZE (150/75/400/275) seminggu-selama 16 mgg
RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis KDT untuk Kategori 2


Berat Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3 kali
badan (150/75/400/275)+ S seminggu RH (150/150)
(kg) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
+ 500 mg Streptomisin
inj
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
+ 750 mg Streptomisin
inj
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
+1000 mg Streptomisin
inj
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
+1000 mg Streptomisin
inj

 Untuk pasien yang berumur 60 th ke atas dosis maksimal streptomisin adalah


500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml (1ml = 250 mg)

Dosis KDT sisipan


Berat badan (kg) Tahap Intensif tiap hari – selama 28 hari

13
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT

Dosis OAT untuk Anak


Nama Obat Dosis Harian Dosis Maksimal
(mg/kgBB/hari) (mg per hari)
Isonoasid 5-15 300
Rifampicin 10-20 600
Pirasinamid 15-30 2000
Etambutol 15-20 1250
Streptomisin 15-40 1000

Dosis KDT anak


Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-9 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Dosis Kombipak Anak


Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 –19 kg BB 20-32 kg
Isonoasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 300 mg

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis pada anak


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita TB BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan system
scoring. Bila hasil evaluasi dengan system scoring didapat skor < 5, kepada anak
tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 6
bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi
BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai. Catatan :

14
a. Bila isoniazid dikombinsaikan dengan rifampicin, dosisnya tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari
b. Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer bersama OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
c. Rifampisin diabsorpsi baik melalui GIT pada saat perut kosong (satu jam
sebelum makan)
d. Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan koordinator Rawat Jalan atau
koordinator DOTS, sehingga semua resep OAT paket baik dari rawat jalan
maupun rawat inap harus I acc koordinator rawat jalan atau koordinator
DOTS>

Seebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus mendapatkan


edukasi mengenai hal-hal di bawah ini :
1. Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah maka dirujuk
ke UPK terdekat, kecuali ada pertimbangan khusus. Jelaskan kepada pasien
dan keluarga bahwa alasan merujuk adalah untuk memperkecil kemungkinan
DO.
2. Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan penularan,
dan bagaiman gejala TB.
3. Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau oral +
injeksi), frekuensi kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan
selam pengobatan. Jika pasien dan atau kelaurga merasa berat dengan biaya-
biaya yang akan dikeluarkan selama masa pengobatan, rujuk ke puskesmas
untuk pengobatannya.
4. Pengaturan nutrisi.
5. Efek samping obat yang mungkin timbul.
6. Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada keluhan atau
merasa sehat, perlu dijelaskan pula resiko jika putus berobat.

b. Pengobatan TB pada Keadaan Khusus


1. Kehamilan

15
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT
aman untuk kehamilan, kecuali streptomycin. Streptomicyn tidak dapat
dipakai pada kehamilan karena bersifat permanen ototoxic dan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang
akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan
pengobtaan santa penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Ibu dan bayi tidak perlu dipidahkan dan bayi tersebut dapat
terus disusui. Pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut
sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB Pengguna Kontrasepsi
Rifampicin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal, sehingga dapat
menurunkan efektivitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB yang
mendapat pengobatan sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-
hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tata laksana pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS adalah sama dengan
pasien TB lainnya. Prinsip pengobatan TB HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Penggunaan suntikan streptomicyn harus
memperhatikan prinsip-prinsip universal precaution. Pengobatan TB-
HIV sebaiknya dilakukan dalam 1 UPK untuk menjaga kepatuhan
pengobatan.
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada
keadaan di mana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan

16
Streptomicyn dan Etambutol maksimal selam 3 (tiga) bulan sampai
hepatitisnya menyembuhkan dan dilanjutkan denagn Rifampicin dan
Isoniasid selama 6 (enam) bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Apabila terdapat peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 3 (tiga) kali
normal, OAT tidka diberikan, dan bila telah dalam pengobatan harus
dihentikan.
Apabila peningkatan SGOT dan SGPT kurang dari 3 (tiga) kali
pengobatan dapat dilaksanakan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan
kelainan hati pirrazinamide tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang
dapat digunakan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid, Rifampicin, dan Pirazinamid dapat diekskresi melalui empedu
dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa non toksik. OAT jenis ini
dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan
gangguan ginjal. Strepromycin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal,
oleh Karen aitu hindari penggunannya pada pasien dengan gangguan
ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal
adalah 2HRZ.4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin dapat mengurangi
efektivitas obat oralk anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat oal
anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk
mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan anti diabetes oral. Hati-hati pemberian Etambutol karena dapat
memperberat kejadian Retinopathy diabetika.

c. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya


 Efek Samping Ringan OAT
Efek Samping Penyebab Tata Laksana
Tidak ada nafsu makan, mual, Rifampicin Semua OAT di minum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin

17
Kesemutan sampai dengan INH Bri vitamin B6 (piridoxin) 100
rasa terbakar di kaki mg per hari
Warna kemerahan pada urin Rifampicin Tidak perlu diberi apa-apa, KIE
kepada pasien

 Efek Samping Berat OAT


Efek Samping Penyebab Tata Laksana
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT *(keterangan di bawah
table)
Tuli Streptomycin Streptomycin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomycin Streptomycin dihentikan
berat
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua Hentikan semua OAT
OAT sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah Hampir semua Hentikan semua OAT,
(permulaan ikterus karena OAT segera dilakukan tes fungsi
obat) hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renhatan (syok) Rifampicin Hentikan Rimpaficin
* Jika seorang pasien dalam pengobatan TB mengeluh gatal-gatal singkirkan
dulu kemungkinan penyebab lain. Brikan anti histamine sambil menerusan OAT
dengan pengawasan. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, tetapi
pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit berat. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semua OAT, tunggu sampai kemerahan kulit hilang.

D. Tata Laksana Pengawasan Menelan Obat


Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO (Pengawas Menelan Obat)
a. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetjui baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
4. Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
b. Siapa yang bisa menjadi PMO

18
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru, anggota PKK, tokoh
masyarakat atau kelaurga.
c. Tugas PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga psien TB yang mempunyai
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.

E. Tata Laksana Pemantauan dan Hasil pengobatan TB


a. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB paru dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahal mikroskopis. Pemeriksaan dahak mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik TB.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memeriksa spesimen dahak
sebanyak dua kali (sewaktu dan Pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila
ke 2 (dua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada
table di bawah ini.

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak


TIPE PASIEN TAHAP HASIL BTA TINDAK LANJUT
TB PENGOBATAN
Negatif Tahap lanjutan dimulai

19
Pasien baru Akhir Tahap Positif Dilanjutkan dengan OAT
BTA positif Intensif sisipan selama 1 (satu)
(Kategori 1) bulan. Jika setelah
sisipan BTA tetap
positif :
1. Tahap lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk
ke layanan TB MDR
Sebulan sebelum Negatif OAT dilanjutkan
Akhir Positif Gagal, ganti dengan OAT
Pengobatan kategori 2 (dua) mulai
dari awal. Lakukan
biakan, tes resistensi atau
rujuk ke layanan TB
MDR.
Akhir Negatif Sembuh
Pengobatan (AP) Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai
dari awal. Lakukan
biakan, tes resistensi atau
rujuk ke layanan TB
MDR

Pasien baru Akhir Intensif Negatif Berikan pengobatan


BTA negatif tahap lanjutan sampai
dan foto dinyatakan Pengobatan
thoraks Lengkap
mendukung Positif Gagal, ganti dengan OAT
TB (Kategori kategori 2 (dua) mulai
1) dari awal. Lakukan
biakan, tes resistensi atau
rujuk ke layanan TB
MDR
Pasien BTA Akhir Intensif Negatif Teruskan pengobatan
Positif dengan tahap lanjutan
(Kategori 2) Positif Beri sisipan 1 (satu)
bulan.

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak


TIPE PASIEN TB TAHAP HASIL BTA TINDAK LANJUT
PENGOBATAN
Akhir Tahap Intensif Negatif Tahap lanjutan dimulai

20
Pasien baru BTA Positif Dilanjutkan dengan OAT sisipan
positif (Kategori 1) selama 1 (satu) bulan. Jika
setelah sisipan BTA tetap positif :
1. tahap lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke
layanan TB MDR
Sebulan sebelum Negatif OAT dilanjutkan
Akhir Pengobatan Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai dari awal.
Lakukan biakan, tes resistensi
atau rujuk ke layanan TB MDR.
Akhir Pengobatan Negatif Sembuh
(AP) Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai dari awal.
Lakukan biakan, tes resistensi
atau rujuk ke layanan TB MDR

Pasien baru BTA Akhir Intensif Negatif Berikan pengobatan tahap


negatif dan foto lanjutan sampai dinyatakan
thoraks mendukung Pengobatan Lengkap
TB (Kategori 1 ) Positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 (dua) mulai dari awal.
Lakukan biakan, tes resistensi
atau rujuk ke layanan TB MDR
Pasien BTA Positif Akhir Intensif Negatif Teruskan pengobatan dengan
(Kategori 2) tahap lanjutan
Positif Beri sisipan 1 (satu) bulan. Jika
setelah sisipan BTA tetap positif :
1.Tahap lanjutan tetap diberikan.
2. Lakukan biakan, tes resistensi
atau rujuk ke layanan TB MDR
Sebulan sebelum khir Negatif Teruskan pengobatan
Pengobatan Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke
layanan TB MDR
Akhir Pengobatan Negatif Sembuh
(AP) Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke
layanan TB MDR

Tata Laksana Pasien yang Berobat tidak teratur


Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 (satu) bulan
a. Lacak pasien
b. Diskusikan dengan pasien untuk mencarai penyebab berobat tidak teratur
c. Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 (satu) – 2 (dua) bulan

21
Tindakan 1 Tindakan 2
a. Lacak pasien Bila hasil BTA negatif atau Lanjutkan pengobatan sampai
b. Diskusikan dan TB ekstra paru seluruh dosis selesai
cari masalah Bila 1 atau lebih hasil BTA Lama pengobatan sebelumnya
c. Periksa 3 (tiga) positif kurang dari 5 bulan : lanjutkan
kali dahak (SPS) pengobatan sampai seluruh dosis
dan lanjutkan selesai.
pengobatan Lama pengobatan sebelumnya lebih
sementara dari 5 bulan :
Kategori 1 : mulai kategori 2 (dua)
Kategori 2 : rujuk, mungkin kasus
TB resistan obat.
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan (Default)
a. Periksa 3 kali Bila hasil BTA negatif Pengobatan dihentikan, pasien
dahak (SPS) atau TB ekstra paru diobservasi.bila gejala semakin
b. Diskusikan dan parah perlu dilakukan pemeriksaan
cari masalah kembali (SPS dan atau biakan)
c. Hentikan Bila 1 (satu) atau lebih a. Kategori 1 : mulai kategori 2
pengobatan sambil hasil BTA positif (dua)
menunggu hasil b. Kategori 2 : rujuk, kasus TB
pemeriksaan resitan obat.
dahak.

Tata Laksana Pelacakan Pasien Mangkir


Pasien TB yang sedang menjalani pengobatan OAT dikatakan mangkir apabila
pasien tersebut tidak datang pada tanggal perjanjian kontrol.
Apabila dijumpai pasien TB yang mangkir selama pengobatan, harus segera
dilakukan pelacakan untuk menghindari terjadinya Drop Out pengobatan.
Tata cara pelacakan pasien mangkir selama pengobatan TB :
1. Poliklinik (spesialis atau umum) berusaha menghubungi pasien atau PMO
melalui telepon.
2. Poliklinik melaporkan kepada unit DOTS pasien TB mangkir sebelum
melebihi batasan waktu.
3. Apabila pasien TB mangkir berdomisili di wilayah Ambulu, maka petugas
DOTS menghubungi petugas TB puskesmas sesuai dengan tempat tinggal
pasien untuk meminta bantuan pelacakan.
4. Apabila pasien TB mangkir berdomisili di luar wilayah Ambulu, maka
petugas DOTS menghubungi Wasor kota Jember untuk pelacakan pasien.

22
5. Petugas DOTS mencatat pasien TB yang mangkir di buku Bantu Pasien
Mangkir.
6. Petugas DOTS melakukan follow up hasil pelacakan pasien mangkir dengan
menghubungi Wasor Kab. Jember

b. Hasil Pengobatan TB (BTA Positif)


1. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan
ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP) dan minimal satu
pemeriksaan follow up sebelumnya negatif.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
4. Pindah
Pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
5. Default (Putus berobat)
Paisen yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

F. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB MDR Dan Kolaborasi TB-HIV


a. Penjaringan Suspek TB MDR
TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil M. tuberculosis yang
tealh resistan terhadap INH dan rifampicin secara bersamaan, dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lini pertama lainnya. Kegiatan penemuan pasien TB

23
MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB MDR adalah
semua orang yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu criteria di
bawah ini :
1. Kasus kronik atau gagal pengobatan kategori 2 (dua).
2. Pasien TB denganhasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga
pengobatan kategori 2 (dua).
3. Pasein TB yang pernah diobati > 1 (satu) bulan di sarana non DOTS
termasuk dengan OAT TB MDR misalnya fluorokuinolon dan kanamisin

24
BAB IV
DOKUMENTASI

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dilakukan setiap hari dan dilaporkan setiap bulan kepada sekretaris
DOTS
Hal – hal yang perlu dilaporkan meliputi :
1. Pencatatan hasil psien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP) dan
minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif.
2. Pencatatan hasil pasien yang menyelesaiakan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Pencatatan pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
4. Catatan pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang
lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
5. Catatana pasien yang Default (Putus berobat)
6. Catan pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
7. Catatan pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

B. MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap 6 bulan dan dilaporkan kepada
Direktur RS Utama Husada

25

Anda mungkin juga menyukai