Anda di halaman 1dari 22

KESIAPAN PENINGKATAN PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH

D
I
S
U
S
U
N

Oleh:
KELOMPOK V

1. AYU ASHARI
2. NAZLAH SYAFITRI MANURUNG
3. NURA SAFITRA
4. RAHMAT NARWASTU HIA

Dosen Pengampu :
Ns. Jek Amidos Pardede, S.Kep., M,Kep., Sp. Kep.J

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara kodrati manusia selalu ingin mendidik keturunanya yang dilakukan
pada setiap tahapan umur. Baik tahapan janin, bayi, balita, kanak-kanak,
remaja, dewasa maupun usia lanjut. Anak-anak memasuki tahapan dimana
mereka sudah cukup mengerti dan memahami sesuatu serta mampu
memahami mana yang baik dan mana yang buruk.

Pada tahapan ini, seorang individu sedang menggali potensi dirinya yang
digunakan dalam rangka mencapai kematangan ketika individu tersebut
beranjak dewasa. Namun, emosi anak-anak kadang kala labil sehingga harus
diarahkan dan diolah sedemikian rupa agar tidak terjerumus pada sesuatu
yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain di sekitarnya.

Pada masa inilah, setiap individu akan mengalami masa-masa sekolah dimana
mereka akan berinteraksi ke dalam lingkup yang lebih luas dengan berbagai
karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harus dipelajari dan
dipahami setiap karakter anak usia sekolah agar dapat memberikan tugas
dengan tepat yang dapat mengoptimalkan potensi mereka yang sesuai dengan
umur mereka.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Individu


1. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada
anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu

Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi


fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam
bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Hereditas merupakan
totalitas karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak,
atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu
sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-
gen.

Pertumbuhan juga diberi makna dan digunakan untuk menyatakan


perubahan-perubahan ukuran fisik yang bersifat kuantitatif, seperti
ukuran berat dan tinggi badan, ukuran dimensi sel tubuh, dan umur
tulang. Pertumbuhan (growth) adalah peningkatan jumlah dan besar sel
di seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri
menyintesis protein-protein secara berangsur-angsur dan bertambah
sempurnanya fungsi alat-alat tubuh.

2. Perkembangan
Menurut Nagel dalam Sunarto dan Agung Hartono (2008,38),
perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang
terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karna itu
bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam
bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi.
Aspek-aspek Perkembangan
a. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak usia sekolah (7-12
tahun)
1. Parameter umum
Rata-rata tinggi badan anak usia 7-12 tahun 113 cm dan rata-rata
BB anak usia 6-12 tahun mencapai 21 kg.
2. Nutrisi
Kebutuhan kalori harian anak usia 7-12 tahun menurun
sehubungan dengan ukuran tubuh, dan rata-rata membutuhkan
2400 kalori perhari. Banyaknya anak yang tidak menyukai
sayuran, biasanya hanya satu jenis makanan,yang disukai orang
tua memiliki peranan penting dalam mempengaruhi pilihan anak
terhadap makanan.
3. Pola tidur
Kebutuhan tidur setiap anak bervariasi, biasanya 8 sampai 9,5 jam
setiap malam.
4. Kesehatan gigi
Mulai sekitar usia 6 tahun gigi permanen tumbuh dan anak secara
bertahap kehilangan gigi desi dua.
5. Eliminasi
Pada usia 6 tahun, 85% anak memiliki kendala penuh terhadap
kandung kemih dan defekasi, enurisis nocturnal (mengompol)
terjadi pada 15% anak berusia 6 tahun

b. Perkembangan motorik
1. Motorik kasar
Biasanya anak bermain sepatu roda, berenang, kemampuan
berlari dan melompat meningkat secara progresif.
2. Motorik halus
Anak mampu menulis tanpa merangkai huruf. Misalnya, hanya
menulis salah satu huruf saja.
Pada usia ini anak masih sukar terhadap kecelakaan, terutama
karena peningkatan kemampuan motorik, orang tua harus terus
memberikan bimbingan pada anak dalam situasi yang baru dan
mengancam keamanan.

Anak usia 6 tahun


koordinasi mata dan tangan
ketangkasan meningkat
melompat tali
bermain sepeda
mengetahui kanan dan kiri
mungkin bertindak menentang dan tidak sopan
mampu menguraikan objek-objek dengan gambar

Anak usia 7 tahun


tangan anak semakin kuat
mulai membaca dengan lancar
cemas terhadap kegagalan
peningkatan minat pada bidang spiritual
kadang malu dan sedih

Anak usia 8-9 tahun


kecepatan dan kehalusan aktifitas motorik meningkat
mampu menggunakan peralatan rumah tangga
keterampilan lebih individual
ingin terlibat dalam sesuatu
menyukai kelompok dan mode
mencari teman secara aktif
Anak usia 10-12 tahun
perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang
berhubungan dengan pubertas mulai nampak
mampu melakukan aktifitas rumah tangga, seperti mencuci dan
lain-lain
adanya keinginan untuk menyenangkan dan membantu orang
lain
mulai tertarik dengan lawan jenis

Gangguan Keterampilan Motorik


Disebut juga gangguan komunikasi perkembangan dimana seorang
anak mengalami hendaya parah dalam perkembangan koordinasi
motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental atau gangguan
fisik lain yang telah dikenal sebagai serebral palsi. Anak mengalami
kesulitan menalikan sepatu dan mengancingkan baju, dan bila
berusia lebih besar kesulitan membuat suatu bangun, bermain bola,
dan menggambar atau menulis. Diagnosis hanya ditegakkan bila
hendaya tersebut sangat menghambat prestasi akademik atau
aktivitas sehari-hari.

c. Perkembangan psikososial
1. Tinjauan (Erikson)
a. Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi
sebagai “Industri Versus Inferioritas”. “Industri” yang
dimaksud adalah kemampuan seorang anak dalam
menguasai tugas perkembangannya (kepandaian), sedangkan
“Inferioritas” merupakan perasaan dimana seorang anak
merasa rendah diri dan kepercayaan dirinya turun akibat
suatu kegagalan dalam memenuhi standar yang ditetapkan
orang lain untuk anak.
1. Hubungan dengan orang terdekat anak meluas hingga
mencakup teman sekolah dan guru.
2. Anak usia sekolah secara normal telah menguasai tiga tugas
perkembangan pertama (kepercayaan, otonomi, dan
inisiatif) dan saat ini berfokus pada penguasaan kepandaian
(Industri).
3. Perasaan industri berkembang dari suatu keinginan untuk
pencapaian.
4. Perasaan inferioritas dapat tumbuh dari harapan yang tidak
realistis atau perasaan gagal dalam memenuhi standar yang
ditetapkan orang lain untuk anak. Ketika anak merasa
adekuat, rasa percaya dirinya akan menurun.
b. Anak usia sekolah terikat dengan tugas dan sktivitas yang
dapat ia selesaikan.
c. Anak usia sekolah mempelajari peraturan, kompetensi, dan
kerja sama untuk mencapai tujuan.
d. Hubungan sosial menjadi sumber pendukung yang penting
semakin meningkat.
2. Rasa takut dan stressor
a. Sebagian perasaan takut yang terjadi sejak masa kanak-
kanak awal dapat terselesaikan atau berkurang. Namun,
anak dapat menyembunyikan rasa takutnya untuk
menghindari dikatakan sebagai “pengecut” atau “bayi”.
b. Rasa takut yang sering terjadi:
1. Gagal di sekolah
2. Gertakan
3. Guru yang mengintimidasi
4. Sesuatu yang buruk terjadi pada orang tua
c. Stressor yang sering terjadi
1. Stressor untuk anak usia sekolah yang lebih kecil, yaitu
dipermalukan, membuat keputusan, membutuhkan
izin/persetujuan, kesepian, kemandirian dan lawan jenis.
2. Stressor untuk anak usia sekolah yang lebih besar yaitu
kematangan seksual, rasa malu, kesehatan, kompetensi,
tekanan dari teman sebaya, dan keinginan untuk
menggunakan obat-obatan.
d. Orang tua dan pemberi asuhan lainnya dapat membantu
mengurangi rasa takut anak dengan berkomunikasi secara
empati dan perhatian tanpa menjadi overprotective.
e. Anak perlu mengetahui bahwa orang-orang akan
mendengarkan mereka dan memahami perkataannya.

3. Sosialisasi
a. Masa usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis
dan kematangan seiring dengan peningkatan keterlibatan
anak dan aktivitas yang lebih kompleks, membuat
keputusan, dan kegiatan yang memiliki tujuan.
b. Ketika anak usia sekolah belajar lebih banyak mengenai
tubuhnya, perkembangan sosial berpusat pada tubuh dan
kemampuannya.
c. Hubungan dengan teman sebaya memegang peranan
penting yang baru.
d. Aktivitas kelompok, termasuk tim olahraga, biasanya
menghabiskan banyak waktu dan energi.

4. Bermain dan mainan


a. Bermain menjadi lebih kompetetif dan kompleks selama
periode usia sekolah.
b. Karakteristik kegiatan meliputi tim olahraga, klub rahasia,
aktivitas “geng”, pramuka atau organisasi lain. Puzzle yang
rumit, koleksi, permainan papan, membaca dan mengagumi
pahlawan tertentu.
c. Peraturan dan ritual merupakan aspek penting dalam
bermain dan permainan.
b. Mainan, permainan, dan aktivitas yang meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan meliputi:
1. Permainan kartu dan papan bertingkat yang rumit
2. Buku dan kerajinan tangan
3. Musik dan seni
4. Kegiatan olahraga (mis:berenang)
5. Kegiatan tim
6. Video game (tingkatkan pemantauan orang tua terhadap isi
permainan untuk menghindari pajanan terhadap perilaku
kekerasan dan seksual yang tidak dikehendaki).

5. Disiplin
a. Anak usia sekolah mulai menginternalisasikan
pengendalian diri dan membutuhkan sedikit pengarahan
dari luar. Mereka melakukannya, walaupun membutuhkan
orang tua atau orang dewasa lain yang dipercaya untuk
menjawab pertanyaan dan memberikan bimbingan untuk
membuat keputusan.
b. Tanggungjawab pekerjaan rumah tangga membantu anak
usia sekolah merasa bahwa mereka merupakan bagian
penting keluarga dan meningkatkan rasa pencapaian
terhadap prestasi mereka.
c. Izin mingguan, diatur sesuai dengan kebutuhan dan tugas
anak, membantu dalam mengajarkan keterampilan, nilai,
dan rasa tanggungjawab.
d. Ketika mendisiplinkan anak usia sekolah, maka orang tua
dan pemberi asuhan lain harus menyusun batasan yang
konkret dan beralasan (memberikan penjelasan yang
meyakinkan) serta mempertahankan peraturan sampai batas
minimal.

d. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan
berpikir anak berkembang dan berfungsi. Kemampuan kognitif dapat
dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks
serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah.
Kemampuan berpikir anak berkembang dari tingkat yang sederhana
dan konkret ke tingkat yang lebih rumit dan abstrak.

Menurut Piaget, masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasi


konkret dalam berpikir (usia 7-12 tahun). Piaget menemukan
beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan
kognitif anak, diantaranya:
1) Anak adalah pembelajar yang aktif.
Anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa-apa yang
mereka lihat dan dengar secara pasif, tetapi mereka secara
natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan
secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu
pemahaman dan kesadarannya tentang realitas tentang dunia
yang mereka hadapi.
2) Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari
pengalamannya.
Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa-apa yang mereka
pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesatuan.
Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu pandangan
menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
3) Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses
asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan
baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada, yakni anak
mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu skema.
Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada
informasi baru, yakni anak menyesuaikan skema mereka dengan
lingkungannya.
4) Proses equilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah
bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek.
Melalui proses asimilasi dan akomodasinya, sistem kognisi
seseorang berkembang dari satu tahap ke tahap selanjutnya,
sehingga kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yakni
keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan
pengalamannya di lingkungan.

e. Perkembangan bahasa
Anak memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami da
menginterpretasikan komunikasi lisan dan tulisan. Pada masa ini
perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata
dan tata bahasa. Anak-anak semakin banyak menggunakan kata kerja
yang tepat untuk menjelaskan satu tindakan seperti memukul,
melempar, menendang, atau menampar. Mereka belajar tidak hanya
untuk menggunakan banyak kata lagi, tetapi juga memilih kata yang
tepat untuk penggunaan tertentu. Area utama dalam pertumbuahan
bahasa adalah pragmatis, yaitu penggunaan praktis dari bahasa untuk
komunikasi.

f. Perkembangan moral
Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat.
Perilaku moral banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta
perilaku moral dari orang-orang di sekitarnya. Perkembangan moral
ini juga tidak terlepas dari perkembangan kognitif dan emosi anak.
Perkembangan moral tidak terlepas dari perkembangan kognitif dan
emosi anak.

Menurut Piaget, anatar usia 5-12 tahun konsep anak mengenaia


keadilan sudah berubah. Piaget menyatakan bahwa relativisme moral
menggantikan moral yang kaku. Misalnya: bagi anak usia 5 tahun,
berbohong adalah hal yang buruk, tetapi bagi anak yang lebih besar
sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong adalah dibenarkan
dan oleh karenanya berbohong tidak terlalu buruk. Piaget
berpendapat bahwa anak yang lebih muda ditandai dengan moral
yang heteronomous sedangkan anak pada usia 10 tahun mereka
sudah bergerak ke tingkat yang lebih tinggi yang disebut moralitas
autonomous.

Kohlberg menyatakan adanya 6 tahap perkembangan moral. Ke-


enam tahap tersebut terjadi pada tiga tingkatan, yakni tingkatan:
1) Pra-konvensional, anak peka terhadap peraturan-peraturan yang
belatar belakang budaya dan terhadap penilaian baik-buruk,
benar-salah tetapi anak mengartikannya dari sudut akibat fisik
suatu tindakan.
2) Konvensional, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok
atau agama dianggap sebagai sesuatu yang berharga pada
dirinya sendiri, anak tidak perduli apapun akan akibat-akibat
langsung yang terjadi. Sikap yang nampak pada tahap ini terlihat
dari sikap ingin loyal, ingin menjaga, menjunjung dan member
justifikasi pada ketertiban.
3) Pasca-konvensional, ditandai dengan adanya usaha yang jelas
untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang
sohih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok
atau orang yang memegang prinsip-prinsip tersebut terlepas
apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau
tidak.

g. Perkembangan Emosi
Emosi memainkan peran yang penting bagi perkembangan. Akibat
dari emosi ini juga dirasakan oleh fisik anak terutama bila emosi itu
kuat dan berulang-ulang. Hurlock menyatakan bahwa ungkapan
emosi yang muncul pada masa ini masih sama dengan masa
sebelumnya, seperti: marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati,
gembira, sedih, dan kasih sayang.

Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya, mereka


menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan
orang lain. Misalnya, berkelahi, berbohong, mencuri, dan merusak.
Bentuk – bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar
dari emosional yang terganggu. Sekalipun demikian pada umumnya
anak – anak berusaha merubahnya dan menutupi perilaku mereka
dengan mengemukakan alasan untuk dapat dipercaya oleh orang
lain. Missal menutupi kebohongannya dengan maksud menghindari
hukuman karena perbuatannya. Akan tetapi ketika anak telah berusia
lebih dari 6 atau 7 tahun sekalipun mereka tetap membuat cerita
yang bohong, mereka merasa sadar dan tidak aman perasaannya.
Oleh karena itu dia membuat cerita yang muluk – muluk agar orang
lain percaya kepadanya, dapat pila mereka lakukan berbuat bohong
tersebut karena untuk menyenangkan orang tuanya.

Ciri-ciri emosi emosi masa kanak-kanak akhir:


a. Emosi anak berlangsung relative lebih singkat (sebentar), hanya
beberapa menit dan sifatnya tiba-tiba.
b. Emosi anak kuat atau hebat. Hal ini terlihat bila anak: takut,
marah atau sedang bersendau gurau.
c. Emosi anak mudah berubah.
d. Emosi anak nampak berulang-ulang.
e. Respon emosi anak berbeda-beda.
f. Emosi anak dapat diketahui atau dideteksi dari gejala tingkah
lakunya.
g. Emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatannya.
h. Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosional.

h. Perkembangan sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan
dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, tradisi, dan moral agama. Perkembangan social anak
dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya dan guru.
1) Kegiatan bermain
Bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis dan
social anak. Dengan bermain anak berinteraksi dengan teman
main yang banyak memberikan berbagai pengalaman berharga.
Bermain secara kelompok memberikan peluang dan pelajaran
kepada anak untuk berinteraksi, bertenggang rasa dengan
sesame teman.

2) Teman sebaya
Teman sebaya memberikan pengaruh pada perkembangan social
baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Pengaruh positif
terlihat pada pengembangan konsep diri dan pembentukan harga
diri. Pengaruh negatif membawa dampak seperti merokok,
mencuri, membolos, menipu serta perbuatan antisosial lainnya.
i. Perkembangan Spiritual
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai
dengan ciri-cirisebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada
indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan
kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.

j. Perkembangan seksualitas
Perkembangan seksualitas bukan hanya perilaku pemuasan seks
semata, tapi juga mencakup pembentukan nilai, sikap, perasaan,
interaksi dan perilaku. Ketika anak menjalani perkembangan
seksualnya, mereka bukan berarti berpikir tentang seks seperti orang
dewasa. Perkembangan seksualitas juga menyentuh aspek emosi,
sosial, budaya dan fisik. Apa yang anak pelajari, pikir dan rasakan
mengenai seks akan membentuk sikap dan perilaku seksnya kelak.
Maka, dalam perkembangan seksual anak, orang tua perlu
memahami dan membantu agar proses perkembangan seksual
berjalan secara sehat.

Anak biasanya mengetahui bahwa memperhatikan tubuh orang lain


dan masturbasi merupakan kegiatan yang dilakukan orang dewasa
secara pribadi. Di umur ini anak masih bermain peran yang
melibatkan perbedaan jenis kelamin karena rasa keingintahuannya.
Anak mulai mendengar dan memperhatikan kata-kata yang “berbau”
seks, kadang mereka menggunakan istilah-istilah tertentu yang
mereka dapatkan dari teman-temannya. Mereka masih merasa
tertarik pada proses kehamilan dan persalinan. Anak mulai memlih
teman sejenis sebagai teman dekatnya. Anak sudah malu jika tidak
berpakaian dengan baik di depan orang lain dan juga di depan orang
tuanya. Mereka mulai mengangkat topik seks dalam obrolan atau
gurauan dengan teman-temannya. Permainan “seksual” yang sering
diperankan adalah permainan bermain saling memperolok atau
berpura-pura mengenai perkawinan atau bermain peran “dokter-
pasien/perawat”.

k. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang pada Anak Sekolah


Penyimpangan perkembangan kematangan sekolah
a. Anak dengan gangguan membaca (disleksia) mengalami
kesulitan besar untuk mengenali kata, memahami bacaan, serta
umumnya juga menulis ejaan. Masalah ini terus dialami hingga
dewasa. Gangguan ini terjadi 5-10 persen anak usia sekolah,
tidak menghambat penderitanya untuk berprestasi.
b. Gangguan menulis ekspresif menggambarkan hendaya dalam
kemampuan untuk menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan
ejaan, kesalahan tata bahasa atau tanda baca, atau tulisan tangan
yang buruk) yang cukup parah sehingga dapat sangat
menghambat prestasi akademik atau aktivitas sehari-hari.
c. Anak-anak dengan gangguan berhitung dapat mengalami
kesulitan dalam mengingat fakta-fakta secara cepat dan akurat,
menghitung objek dengan benar dan cepat, atau mengurutkan
angka-angka dalam kolom-kolom.
Gangguan Aspek belajar
 Lambat dalam menulis
 Sering mengubah posisi duduk selama menulis disebabkan
karena kesulitan dalam memegang pensil
 Tulisan tangan yang sangat jelek dan kotor
 Gagal untuk memotong, melipat dan menempel objek
dalam pelajaran ketrampilan tangan
 Sering tidak bisa menyelesaikan tugas di sekolah
Aspek perawatan diri
 Anak mengalami kesukaran dalam memasang kancing baju,
dasi dan tali sepatu. Sering Nampak berpakaian kotor
 Mudah menjatuhkan benda atau menumpahkan minuman
Penyimpangan perkembangan bahasa usia sekolah segi
bahasa
Beberapa kategori gangguan berkomunikasi, antara lain :
a. Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami
kesulitan mengekspreksikan dirinya dalam berbicara. Anak
tampak sangat ingin berkomunikasi tetapi sangat sulit untuk
menemukan kata-kata yang tepat. Misalnya tidak mampu
mengucapkan kata mobil saat menunjuk sebuah mobil yang
melintas. Kata-kata yang sudah terkuasai terlupakan oleh
kata-kata yang baru dikuasai, dan penggunaan struktur
bahasa sangat di bawah tingkat usianya.
b. Gangguan fonetik, dimana anak menguasai dan mampu
mempegunakan perbendaharaan kata dalam jumlah besar
tetapi tidak dapat mengucapkannya dengan jelas, contohnya
biru diucapkan biu. Mereka tidak menguasai artikulasi suara
dari huruf-huruf yang dikuasai terkemudian, seperti r, s, t, f,
z, l, dan c.
c. Gagap, yaitu gangguan kefasihan verbal yang ditandai
dengan satu atau lebih pola bicara berikut ini : seringnya
pengulangan atau pemanjangan pengucapan konsonan atau
vokal, jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan
kata berikutnya, mengganti kata-kata yang sulit dengan
kata-kata yang mudah diucapkan, dan mengulang kata.
Jumlah laki-laki yang mengalami masalah ini sekitar 3 kali
lebih banyak dari perempuan, biasanya muncul sekitar usia
5 tahun dan hampir selalu sebelum usia 10 tahun. DSM
memperkirakan bahwa 80% indivisu yang gagap dapatb
sembuh tanpa intervensi profesional sebelum penderita
menmcapai usia 16 tahun.

B. Masa Perkembangan Usia Sekolah


Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas perkembangan manusia
mengikuti pola umum, meskipun terdapat perbedaan yang menyangkut irama
dan tempo perkembangan. Secara umum tahapan perkembangan manusia
akan melalui beberapa tahap, salah satunya pada usia sekolah.
1. Ciri-ciri khas peserta didik usia sekolah
Ciri-ciri khas anak usia sekolah dasar
1. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi
sekolah
2. Suka memuji diri sendiri
3. Kalau tidak dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan, tugas atau
pekerjaan itu dianggap tidak penting
4. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu
menguntungkan dirinya
5. Suka meremehkan orang lain
6. Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
7. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis
8. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus
9. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
belajarnya di sekolah
10. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk
bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam
kelompoknya.

2. Kematangan sekolah
Kematangan merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir,
timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola
perkembangan tingkah laku individu. Akan tetapi, kematangan tidak
dapat dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena
kematangan ini merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki
oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu. Kematangan
merupakan suatu hasil dari perubahan-perubahan tertentu dan
penyesuaian struktur pada diri individu seperti adanya kematangan
jaringan-jaringan tubuh, saraf dan kelenjar-kelenjar yang disebut
kematangan biologis. Kematangan pada aspek meliputi keadaan berfikir,
rasa, kemauan, dan lain-lain.
Kematangan sekolah merupakan kesiapan anak dalam memasuki masa-
masa sekolah. Usia anak yang matang sekolah yaitu sekitar umur 7 tahun.
Kriteria / kategori kematangan sekolah adalah :
1. Anak sudah dapat menangkap masalah-masalah yang bersifat abstrak
seperti matematika dan angka-angka.
2. Anak sudah dapat menggambar dengan lebih rapi.
3. Anak sudah dapat mandi sendiri, berpakaian sendiri, menyisir
rambut sendiri, mengikat tali sepatu serta menyisir rambut dengan
benar.
4. Anak sudah lebih mampu mengendalikan tubuhnya untuk duduk dan
mendengarkan pelajaran daripada masa sebelumnya, walaupun
mereka lebih senang melakukan kegiatan fisik
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertumbuhan adalah perubahan fisik yang bersifat kuantitatif.
Perkembangan adalah perubahan psikologi yang bersifat kualitatif.
Aspek-aspek perkembangan meliputi perkembangan fisik, perkembangan
kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan moral, perkembangan emosi
dan perkembangan sosial.

Ciri-ciri khas anak usia sekolah, yaitu


 Emosi masih labil
 Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
 Suka membandingkan dirinya dengan orang lain
 Menganggap sesuatu tidak penting

Kematangan sekolah
Kematangan sekolah merupakan kesiapan anak dalam memasuki masa-masa
sekolah. Kriteria / kategori kematangan sekolah adalah :
 Anak dapat menangkap masalah
 Anak dapat menggambar dengan rapi
 Anak sudah dapat melakukan kegiatan sehari-hari

Tugas perkembangan meliputi,


 Adanya kematangan fisik tertentu pada periode perkembangan tertentu
 Adanya dorongan cita-cita psikologis manusia yang mengalami
perkembangan itu sendiri,
 Adanya tuntutan kultural dari masyarakat sekitar
Implikasi tugas perkembangan pada pendidikan
Anak mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian, meskipun masih
terbatas pada hal-hal yang sifatnya konkret. Mulai timbul pengertian tentang
jumlah, panjang, luas dan besar. Anak dapat berpikir dari banyak arah atau
dimensi pada satu objek. Sehingga guru perlu mengamati dan mendengar apa
yang dilakukan oleh siswa dan mencoba menganalisisnya bagaimana siswa
berpikir.
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Izzaty, Rita Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY
Press

Purwanti, Endang dan Nur Widodo. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Malang:
UMM Press

Sunarto dan Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta

Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta Didik.


Jakarta: Raja Grafindo Persada

Rumini, Sri dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: PT
Rineka Cipta

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2011)

Syamsu Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 2011)

Setiawan, W R. (2011). Cara Mengatasi Perilaku Menyimpang.

Nurwijayanto. (2011). Penyimpangan Perilaku Anak Sekolah Dasar

Anda mungkin juga menyukai