Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


TUBERKULOSIS DI RUANG SAKURA RUMAH SAKIT
dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

Oleh
Dwi Umil Hasanah
NIM 182311101111

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan kasus asuhan keperawatan berikut dibuat oleh:


Nama : Dwi Umil Hasanah, S.Kep.
NIM : 182311101111
Judul : Laporan Pendahuluan dan Kasus Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan TB Paru di Ruang Sakura RSD dr. Soebandi Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, Juni 2019


Mahasiswa

Dwi Umil Hasanah, S.Kep


NIM 182311101111

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


Ruang Sakura Stase Keperawatan Medikal
RSD dr. Subandi Jember FKEP Universitas Jember

(_________________________) (_________________________)
NIP. NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru


Gelembung alveoli yang terdiri dari sel-sel epitel dan endotel merupakan
bagian alat tubuh yang dinamakan paru-paru. Luas permukaannya lebih kurang 9-
m2. Lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Paru-paru terletak di dalam rongga dada (meiastinum),
dilindungi oleh struktur tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh
suatu sekat disebut diafragma. Semakin baik fungsi paru maka jumlah oksigen
yang dapat diambil oleh paru-paru selama satu kali inspirasi lebih banyak, tubuh
pun menggunakan energi lebih sedikit dan mengurangi beban kerja organ tubuh
lain terutama jantung (Laksomo, 2019). Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram,
sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur
lain di dalam rongga dada. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama pleura
(Utama, 2018). Pleura merupakan struktur double-membran dibentuk oleh
membran halus yang disebut membran serosa. Membran sektorr ini disebut pleura
parietal dan melekat pada dinding dada, sedangkan membran dalam disebut pleura
visceral, dan meliputi paru-paru serta struktur terkait. Ruang antara dua membran
disebut rongga paru (Budi, 2018).

Gambar 1.1
Paru-paru dibagi dua bagian, yaitu :
a. Paru-paru Kanan
Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (lobus dekstra superior, lobus media,
dan lobus inferior) tiap lobus tersusun atas lobules. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus media dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
b. Paru-paru Kiri
Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan lebih kecil bernama segmen. Paru-
paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior
dan 5 buah segmen inferior.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
tidak dibutuhkan tubuh. Selain itu dapat berfungsi sebagai keseimbangan asam
basa tubuh. Apabila terjadi asidosis, maka tubuh akan mengkompensasi dengan
mengeluarkan banyak karbondioksida yang bersifat asam ke luar tubuh. Dalam
sistem ekskresi, fungsi paru-paru adalah untuk mengeluarkan karbondioksida dan
uap air. Dalam sistem pernafasan, berfungsi untuk proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida di dalam darah, sedangkan dalam sistem peredaran darah
berfungsi untuk membuang karbondioksida di dalam darah dan menggantinya
dengan oksigen (Utama, 2018)

B. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium Tuberculosis. TB merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Keluhan yang dirasakan pada pasien TB dapat
bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan sputum adalah penting
karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan (Widiastuti, 2019). Tuberkulosis
(TB) yaitu penyakit menular dan mengudara serta merupakan salah satu dari 10
penyebab utama kematian di seluruh dunia pada tahun 2017, selain itu TB juga
menjadi penyebab utama kematian terkait dengan resistensi mikroba. TB
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium bacillus
tuberculosis yang menyebar ketika orang yang sakit TB paru mengeluarkan
bakteri ke udara (WHO, 2018). Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M. tuberculosis , M. africanium, M. bovis, M. leprae, dsb yang juga
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Kemenkes RI, 2018).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit
menular. Bakteri TB paling banyak menginfeksi paru, tetapi bakteri TB dapat
menginfeksi lokasi organ lainnya seperti jaringan kulit, meningen, dan tulang
(Udin, 2019). Menurut Kemenkes RI 2017, TB adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui
percikan dahak. Tuberkulosis bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat
disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat
(PMO).

2. Epidemiologi
Jumlah penderita TB dunia tahun 2015 sebanyak9,6 juta kasus baru TB. 1⁄3
dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita
TB adalah usia produktif (15-55 tahun)7 . Indonesia masih termasuk 2 besar dari
5 negara dengan beban permasalahan TB terbesar. Sementara total estimasi
incidence (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilaporkan olehWHO dalam
Global report 2015adalah 1 juta kasus baru per tahun.Pada tahun 2013 jumlah
seluruh kasus TB sebanyak 37.226 kasus dan 23.223 diantaranya adalah TB paru
BTA postif (Widiastuti, 2019)
Menurut World Health Organization (WHO) 2018, pada tahun 2017
diperkirakan ada 10 juta kasus insiden TB baru di seluruh dunia, dimana 5,8 juta
adalah laki-laki, 3,2 juta adalah perempuan dan 1 juta adalah anak-anak. Orang
yang hidup dengan HIV menyumbang 9% yang terkena penyakit TB. Delapan
negara menyumbang 66% dari kasus baru yakni India, Cina, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Pada 2017 sebanyak 1,6 juta
orang meninggal karena TB, termasuk 0,3 juta diantara orang dengan HIV.
Secara global, angka kematian TB turun 42% antara tahun 2000 dan 2017.
Tingkat keparahan epidemi nasional sangat bervariasi di antara negara-negara,
kurang lebih dari 10 kasus baru per 100.000 penduduk di sebagian besar negara
berpenghasilan tinggi, 150-400 di sebagian besar dari 30 negara dengan beban
TB yang tinggi, dan diatas 500 di beberapa negara termasuk Mozambik,
Filipina, dan Afrika Selatan (WHO, 2018).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2018 bahwa Indonesia
sendiri menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus penyakit
tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India. Tuberkulosis bahkan menjadi
infeksi penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Jumlah kasus baru TB di
Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki
1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei
Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain.
Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko
TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini
menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak
68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok (Kemenkes RI,
2018). Jumlah penduduk di Kabupaten Jember sebanyak 2.430.185 jiwa dengan
angka insiden TB sebanyak 316/100.000 jiwa. Penduduk yang terdiagnosis TB
sebanyak 3.497 (46%) dengan estimasi pasien 7.679, suspek sebanyak 32.065
dengan estimasi suspek 76.794 (41,75%) (Dinkes Jember, 2018).

3. Etiologi
Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh
menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit
sebagai hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul
tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium
tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat itu.
Pengidap HIV AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah
untuk terinfeksi dan terjangkit TBC (Kemenkes RI, 2017). Terjadinya penularan
biasanya terjadi di dalam satu ruangan dimana percikan berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi yang mengalirkan udara dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan
dapat membunuh bakteri. Bakteri yang terkandung di dalam percikan dahak
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Oleh
karena itu, lingkungan rumah yang sehat bila mendapat cukup sinar matahari
dan terdapat ventilasi yang memenuhi syarat, akan mengurangi kemungkinan
penyakit tuberkulosis (TB) berkembang dan menular (Kenedyanti dan
Sulistyorini, 2017). TB disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, kuman
yang ditularkan melalui udara dan dari satu orang ke orang lain. Kadang-kadang,
bakteri menyebar ke organ lain dan bisa menyebabkan meningitis. Sebagian
muncul karena HIV, virus yang menyebabkan AIDS. HIV melemahkan sistem
kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh seseorang tak bisa melawan
kuman TB. Seseorang yang menderita TBC biasanya memiliki gejala batuk dan
bersin. Oleh karena itu penyakit ini mampu menular melalui butiran ludah yang
menyembur ke udara (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018).
Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh lainnya
melalui system limfe dan cairan tubuh. Sistem imun dan system kekebalan tubuh
akan merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan
bakteri, dan limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan
normal. Reaksi jaringan tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam
alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Setelah pemajanan
biasanya terjadi infeksi awal pada 2 sampai 10 minggu. Apabila bakteri tersebut
terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi terinfeksi bakteri
tuberkulosis. Bakteri bisa bertahan hidup beberapa waktu di bawah paparan sinar
matahari sehingga memungkinkan bakteri bisa terbang jauh terbawa aliran
udara, dan bila terbang ke tempat yang lembab dan gelap akan membuat bakteri
hidup lebih lama. Penyebaran bakteri juga bisa terjadi ketika sore atau malam
hari sehingga tidak terpapar oleh sinar matahari yang menyebabkan bakteri tetap
hidup (Kenedyanti dan Sulistyorini, 2017).

4. Klasifikasi
Menurut Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia
(2015) adalah sebagai berikut.
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru).
1) Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotic spektrum luas.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis positif.
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa .

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Terdapat beberapa tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru
Kasus baru merupakan penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Kasus kambuh adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan
perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali,
harus dipikirkan beberapa kemungkinan infeksi sekunder, infeksi jamur, TB
paru kambuh.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan). Penderita dengan
hasil BTA negative gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran
radiologic meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT
selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik

3. Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti
klinis kuatkonsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya
dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus
penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit,
yaitu:
1. TB di luar paru ringan (TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang sendi dan kelenjar adrenal)
2. TB diluar paru berat (meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat
kelamin).
Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka
untuk kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita
TB paru. Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

5. Patofisiologi/patologi
Tuberkulosis diawali dengan infeksi dimana seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal (Kenedyanti, 2017).
.Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun
tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag.Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga
berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Gannika, 2016).

6. Manifestasi Klinis
Kebanyakan, orang tidak menyadari mengalami gejala penyakit tuberkulosis
dan bingung membedakannya dengan penyakit lain karena tak mudah untuk
mengenalinya. Padahal, gejala penyakit tuberkulosis dimulai secara bertahap dan
berkembang dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan.
Seseorang sering mengalami satu atau dua gejala ringan dan tak mengenalinya
sedini mungkin. Mengidentifikasi gejala penyakit tuberkulosis bisa membantu
seseorang mencegah komplikasi seperti infeksi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) pada organ tubuh lain. Berikut gejala penyakit tuberkulosis secara
umum (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018):
a. Batuk terus-menerus
Gejala yang umum dari tuberculosis adalah batuk terus-menerus dan
menyakitkan selama lebih dari 2 minggu. Jika seseorang mengalaminya,
lebih baik segera periksakan ke dokter.
b. Batuk darah
Selain batuk yang tidak kunjung sembuh, penderita tuberkulosis biasanya
juga mengalami batuk darah. Oleh karena itu waspadalah ketika ada noda
darah ketika kamu batuk.
c. Penurunan berat badan
Penderita Tuberkulosis juga biasanya mengalami penurunan berat badan.
Hal ini menunjukkan sebab adanya bakteri TB yang berkembang di dalam
tubuh kamu.
d. Demam
Setiap infeksi TBC biasanya disertai dengan demam. Apabila merasa
demam secara tiba-tiba, sebaiknya juga waspadalah.
e. Lemah
Penyakit TBC bisa membuat tubuhmu cepat merasa lemah.
f. Rasa sakit di paru-paru
TBC merupakan penyakit yang menginfeksi paru-paru. Jika seseorang
merasakan nyeri tajam di paru-paru dan merasa kesakitan ketika
menghembuskan udara maka dapat didiagnosis memiliki infeksi paru-paru
yang parah.
g. Infeksi yang tidak kunjung sembuh
Selain membuat infeksi paru-paru, TBC juga dapat menginfeksi setiap
bagian tubuh seperti perut, hati, bahkan otak. Jika seseorang memiliki
infeksi di daerah tersebut lebih dari 3 minggu, sebaiknya periksakanlah ke
dokter.
h. Menggigil di malam hari
Jika merasakan menggigil di malam hari padahal udara sedang tidak dingin,
hal ini bisa jadi tanda TBC. Sebab infeksi dari bakteri TBC ini akan
menyebabkan menggigil di malam hari.
i. Kelelahan
Gejala yang lain adalah akan mudah sekali lelah karena daya tahan tubuh
mulai melemah.
j. Urine kemerahan
Amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine keruh. Ini
merupakan gejala yang muncul pada tahap selanjutnya.

7. Kemungkinan Komplikasi yang muncul


a. Pleuritis tuberkulosa. Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau
melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya
perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga
atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura. Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh
limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya
penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung
bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura
yang kaya akan protein.
c. Empiema. Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada
cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura
oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis. Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian
menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe). Bakteri mycobacterium
tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan
akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya
lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar
getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat
menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran
pencernaan.
f. Keruskan parennkim paru berat. Mycobacterium tuberculosis dapat
menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak
ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim
yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS). Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan
organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak
mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.
h. Kerusakan tulang dan sendi. Nyeri tulang punggung dan kerusakan
sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB menyebar dari paru-paru ke
jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga juga bisa terinfeksi dan
memicu nyeri di bagian tersebut.
i. Kerusakan otak. Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa
menyebabkan meningitis atau peradangan pada selaput otak. Radang
tersebut memicu pembengkakan pada membran yang menyelimuti otak
dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.
j. Kerusakan hati dan ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring
pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi ini akan mengalami
kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB
k. Kerusakan jantung. Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh
kuman TB. Akibatnya bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan
dan penumpukan cairan yang membuat jantung jadi tidak efektif dalam
memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
l. Gangguan mata. Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah
berwarna kemerahan, mengalami iritasi dan membengkak di retina atau
bagian lain.
m. Resistensi kuman. Pengobatan dalam jangka panjang seringkali
membuat pasien tidak disiplin, bahkan ada yang putus obat karena
merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin
membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti
dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya
lebih berat.

k. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2015 pemeriksaan
untuk tuberculosis adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan dahak
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasilitas layanan kesehatan. Pada saat pulang,
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak
pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasilitas layanan kesehatan.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasilitas layanan kesehatan pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal:
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan di sarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat
yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
b. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat
menggambarkan daya tahan tubuh penderita.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif:
a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
c) Bayangan bercak milier
d) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
a) Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
b) Kalsifikasi atau fibrotic
c) Kompleks ranke
d) Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
d. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu
untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan
cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif
sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
e. Pemeriksaan Serologi
1) Pemeriksaan Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
2) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik.
3) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi
4) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibody yang terdeteksi.
f. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
g. Pemeriksaan dahak TCM (Test Cepat Molekuler)
Berdasarkan surat edaran Kemenkes RI Nomor UK.02.16/V/0342/2013
tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB
menjelaskan bahwa WHO tidak merekomendasikan penggunaan metode
serologi untuk tujuan diagnosis TB paru dan ekstra paru karena hasil
pemeriksaan yang tidak konsisten dan tidak tepat. Surat Edaran Direktur P2PML
No. TU 05.01/D3/III.1/2968.1/2016 tanggal 7 November 2016 juga dijelaskan
bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi pemeriksaan TB dan semakin
tingginya angka prevalensi dan insidensi TB di Indonesia maka pemeriksaan TB
dengan tes cepat berbasis biomolekuler (Tes cepat molekuler atau TCM TB)
sudah diperluas penggunaannya tidak hanya untuk penemuan kasus TB Resisten
Obat dan TB pada ODHA tetapi juga digunakan untuk penegakan TB Kasus
Baru secara umum. Pemeriksaan TB paru dengan alat TCM atau Gene Expert ini
mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak
Desember 2010 sebagai alat diagnosis cepat TB. Alat ini juga dapat
melakukukan pemeriksaan cepat Tuberkulosis yang resistensi terhadap
Rifampisin (Rif Resistance). Keunggulan lainnya adalah alat ini mudah
digunakan, mudah dibawah, dan tidak memerlukan persyaratan pengendalian
infeksi yang komplek, serta hasilnya bisa diperoleh dalam waktu sekitar dua jam
saja. Berbeda dengan pemeriksaan BTA konvensional yang memerlukan waktu
3 hari bahkan untuk TB MDR bisa 6-8 minggu.

l. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan (Persatuan Dokter Paru Indonesia,
2017) yaitu:
a) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari :
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH
b) Paduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2
RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk
luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3,
seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi TB Paru (kasus baru), BTA negatif .
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan

• TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada
fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan
obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan
atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang
diberikan : 3 RHZE / 6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

• TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama
pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi
dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

• TB Paru kasus lalai berobat


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadwal
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu :
1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

• TB Paru kasus kronik


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih
sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan
obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup - Pertimbangkan
pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang TB
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TB,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas atau Rumah sakit, agar
dapat diketahui secara dini.
c. Perawatan TB
1) Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah:
a) Awasi penderita untuk minum obat, yang paling berperan disini adalah
orang terdekat yaitu keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang
baik.
2) Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan
menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat
yang disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh
seperti terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
d) Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter
C. CLINICAL PATHWAY

Droplet mengandung
M. tuberculosis
Terhirup lewat saluran
Masuk ke paru-paru Alveoli Produksi sekret berlebih
Udara tercemar M. pernafasan
tuberculosis
Pelepasan
Menggeser set point Proses peradangan Sekret terlalu kental
Peningkatan suhu prostaglandin
thermostat
tubuh
Limfadenitis Kelenjar getah bening Tuberkel Sekret sukar dikeluarkan
Hipertermi

Proses fagositosis bakteri TB primer Infeksi primer (Ghon) Ketidakefektifan


pada alveoli bersihan jalan nafas

Peningkatan WBC Meluas


Mengalami perkejuan Kalsifikasi

Risiko Infeksi Hematogen Menghancurkan jar Perkejuan Mengganggu perfusi &


sekitar nekrosis difusi O2 dan CO2

Bakterimia Pencairan
Gangguan
Aneurisma arteri pertukaran gas
Jantung Pleura Peritonium
pulmonalis

Perikarditis Pleuritis Peningkatan


Batuk darah PK: Anemia
permeabilitas dan
Reaksi membran mengalami
Hipersensitivitas tipe kebocoran
lambat
Peningkatan Pengumpulan cairan di
Aneurisma arteri
rongga peritonium
pulmonalis permeabilitas kapiler
pleura terhadap protein
Peningkatan tekanan
Berkumpulnya darah Peningkatan kadar
pada rongga intraabdominal
pericardium protein dalam cairan ketidakseimbangan
Letih saat beraktivitas antara suplai dan
pleura Mendesak lambung kebutuhan oksigen
Menghambat kerja Peningkatan
jantung pembentukan cairan
Intoleransi Aktivitas
pleura Peningkatan stimulus Suplai O2 ke perifer
menurun
Curah jantung turun pada Sel pariental
Cairan menjadi lengket
dan selaput pleura Sulit beraktivitas,
menjadi kasar ROM/Ambulasi (ADL) Ketidakefektifan
Ambilan O2 di paru HCl meningkat perfusi jaringan
Nyeri saat bernafas perifer
menurun Personal hygiene
terganggu
Nyeri akut Merangsang pusat
Asupan O2 ke
muntah di hipotalamus
Defisit Perawatan
jaringan atau sel
Diri: Mandi,
perfusi tidak terpenuhi Mual, muntah, Berpkaian, makanan,
anoreksia eliminasi

Risiko syok
hipovolemik Penururnan BB > 20%

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, Status
perekonomian (perumahan yang padat dan buruk atau lingkungan yang jelek
mempermudah infeksi TB), Ras (pada orang eskimo dan indian amerika
memiliki pertahanan tubuh yang lebih rentan), perkawinan, No. registrasi,
pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk
Rumah Sakit. Identitas penanggung jawab.
b) Riwayat kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu TBC atau KP lama dan apabila ada
penyakit lain yang menyertai.
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan dan
keringat di malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita
TB, adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya
riwayat mallnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi
alkohol yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang mungkin diderita keluarga
b. Pengkajian Keperawatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi
kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Perawat mengkaji mengenai Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan,
Jenis dan jumlah (makanan dan minuman), Pola makan 3 hari terakhir atau 24
jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, Faktor pencernaan: nafsu
makan, ketidaknyamanan, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan
makanan, alergi makanan. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh
anoreksia, nafsu makan menurun.
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan
pada kebiasaan BAB dan BAK. Klien TB paru tidak mengalami perubahan
atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
serta latihan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pola tidur dan istirahat
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler.
6. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya
pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang
mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi
nyeri, kemampuan komunkasi, tingkat pendidikan, luka.
7. Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial: pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal: penjelasan tentang diri
sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala sesuatu
yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri: perasaan
mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan fungsi
dan peran).
8. Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran, pentingnya
keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang terdekat pasien,
pola hubungan orang tua dan anak.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah
riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas.
10. Pola toleransi coping- stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan khusus
terhadap stress, Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku
kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya
agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kedaan umum pasien biasanya lemah.
Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
Tekanan Darah : Normal: 100-120/60-80mmHg
Pernafasan (RR) : Rentang normal: 16-24x/menit)
Denyut nadi (HR) : Normal: 60-100x/menit
Suhu tubuh : Normal 36-37,35 ˚C

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala bersih. Tidak ada nyeri tekan
atau benjolan pada kepala.
Mata
Mata kanan dan kiri simetris, ransang cahaya pupil kanan dan kiri baik.
Telinga
Telinga kanan dan kiri simetris. Telinga relihat bersih. Kemampuan
mendengarkan pasien baik.
Hidung
Hidung terlihat bersih.
Mulut
Mulut pasien bersih. Bibir pasien terlihat pucat.
2. Leher
Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid. Ada nyeri pada leher
atau tidak.
3. Dada
Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
4. Abdomen
Biasanya tidak ada masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada nyeri
tekan atau tidak.
5. Urogenital
Biasanya tidak ada masalah pada system urogenital pasien.
6. Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
yang kurang meyenangkan.
7. Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis, dingin
dan lembab, tugor kulit menurun.
8. Keadaan lokal
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan keluarga
untuk selalu mendampingi.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler, ketidakseimbangan tekanan O2 dan CO2, proses
pertukaran gas yang terganggu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh brerhubungan
dengan anoreksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan pasca trauma (infeksi), proses peradangan
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai
oksigen menururn pada daerah perifer, adanya sianosis
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan aktivitas yang intoleran,
sulitnya bergerak untuk ADL
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
9. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat,
peningkatan WBC
10. Resiko syok hipovolemik dengan faktor risiko hemaptoe, kehilangan
colume cairan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana Keperawatan


No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan NOC: NIC: Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, a. Posisikan pasien untuk Memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi pasien
benda asing dalam b. Lakukan fisioterapi dada
jalan nafas, Tujuan Membantu pasien untuk
peningkatan produksi No. Indikator Outcome Awal c. Motivasi pasien untuk pengeluaran sekret
1 2 3 4 5
sputum, batuk tidak 1. Frekuensi pernafasan (12- bernafas pelan, dalam, dan Memaksimalkan pernafasan
efektif, 20x/menit) batuk
kelelahan/berkurangny 2. Irama pernafasan regular d. Instruksikan bagaimana
a tenaga dan infeksi 3. Tidak menggunakan otot agar dapat melakukan batuk Membantu mengeluarkan dahak
bronkopulmonal bantu pernafasan efektif
e. Kolaborasi dengan dokter
4. Retraksi dada simetris
pemberian bronkidilator Melebarkan jalan nafas
5. Tidak menggunakan cuping
f. Monitor status pernafasan
hidung
dan oksigenasi Memfasilitasi pemberian
8 Batuk dan mengeluarkan
g. Posisikan untuk oksigen
sekret
meringankan sesak nafas Membuka jalan nafas
Keterangan:
1. Tidak adekuat
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Airway Management
gas berhubungan diharapkan pertukaran gas pasien tidak terganggu dengan kriteria a. Kaji dispnea, takipnea, TB paru mengakibatkan efek
dengan perubahan hasil: bunyi napas, peningkatan terhadap pernapasan bervariasi
membran alveolar upaya pernapasan, ekspansi dari gejala ringan , dyspnea
kapiler, NOC: Status Pernapasan: Pertukaran Gas thorax dan kelemahan berat dampai distres pernapasan
ketidakseimbangan Tujuan Akumulasi sekret dan
tekanan O2 dan CO2, No. Indikator Outcome Awal b. Catat sianosis dan berkurangnya jaringan paru
1 2 3 4 5
proses pertukaran gas 1. Sianosis perubahan warna kulit, yang sehat dapat menggangu
yang terganggu 2. Gangguan kesadaran termasuk membran mukosa oksigenasi organ vital dan
3. tekanan oksigen PaO2 dan kuku. jaringan tubuh.
Posisi semi fowler untuk
4. saturasi oksigen dalam
c. Pertahankan posisi semi memaksimalkan ekspansi paru
rentang normal
fowler sesuai indikasi Penurunan kadar O2 (PaO2) dan
5. Keseimbangan perfusi
d. Kolaborasi pemeriksaan atau saturasi
ventilasi
AGD Terapi oksigen dapat
e. Kolaborasi pemberian mengoreksi hipoksemia yang
Keterangan:
oksigen sesuai kebutuhan terjadi akibat penurunan
1. Tidak adekuat
tambahan
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi pasien Mengetahui kebutuhan status
kebutuhan tubuh NOC: Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan dan kemampuan pasien nutrisi pasien
berhubungan dengan Tujuan untuk memenuhi kebutuhan
anoreksia, No. Indikator Outcome Awal gizi
1 2 3 4 5
terganggunya reflek 1. Asupan makanan secara 2. Tentukan apa yang menjadi Membantu dalam melist
menelan oral preferensi makanan bagi makanan pasien sesuai indikasi
2. Asupan cairan secara oral pasien dan mengetahui adanya alergi
3. Asupan cairan intravena atau kontraindikasi
3. Intruksikan pasien Menambah pengetahuan pasien
Keterangan:
mengenai kebutuhan nutrisi mengenai gizi seimbang
1. Tidak adekuat
(piramida makanan)
2. Sedikit adekuat
4. Tentukan jumlah kalori dan Membantu dalam perhitungan
3. Cukup adekuat
jenis nutrisi yang kebutuhan statys nutrisi harian
4. Sebagian besar adekuat
dibutuhkan untuk pasien
5. Sepenuhnya adekuat
memenuhi persyaratan gizi.
5. Berikan pilihan makanan Melibatkan pasien untuk
NOC: Status Nutrisi : Pengukuran Biokimia dan bimbingan terhadap berpartisipasi dan menambah
Tujuan pilihan makanan. anfsu makan pasien
No. Indikator Outcome Awal 6. Ciptakan lingkungan yang Menghindari risiko pencemaran
1 2 3 4 5
1. Hematokrit bersih, berventilasi, santai dan memberikan kenyamanan
2. Hemoglobin dan bebas dari bau
3. Gula darah menyengat.
4. Serum albumin
5. Serum kreatinin
6. Hitung limfosit
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menympang dari rentang normal
4 Nyeri akut NOC: Pain Management Untuk mengetahui gambaran
berhubungan dengan Pain Control a. Kaji secara menyeluruh rasa nyeri yang dialami oleh
pasca trauma (infeksi), Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tentang nyeri (PQRST) pasien
proses peradangan diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil: b. Observasi isyarat-isyarat non Menggali kualitas nyeri yang
verbal dari ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien dan
Tujuan memvalidasi gambaran nyeri
No Indikator Awal yang dirasakan oleh pasien
1 2 3 4 5
c. Gunakan komunikasi Membina hubungan saling
1 Mengenali kapan terapeutik agar klien dapat percaya dengan pasien agar
nyeri terjadi mengekspresikan nyeri pasien dapat leluasa
2 Menggunakan d. Tentukan dampak dari mengungkapkan keluhannya.
tindakan ekspresi nyeri terhadap Mengkaji kebutuhan lain yang
pengurangan kualitas hidup belum terpenuhi akibat nyeri.
(nyeri) tanpa e. Kontrol faktor-faktor Meminimalkan
analgesic lingkungan yang dapat ketidaknyamanan klien atas
3 Melaporkan nyeri mempengaruhi respon klien lingkungan yang kurang
yang terkontrol terhadap ketidaknyamanan. mendukung perbaikan
4 Melaporkan nyeri kebutuhan kenyamanannya.
. menurun
Keterangan: f. Ajarkan teknik manajemen Mengurangi rasa nyeri tanpa
1. Keluhan ekstrime nyeri non-farmakologis: penggunaan obat.
2. Keluhan berat distraksi-relaksasi
3. Keluhan sedang g. Berikan analgetik sesuai Mengurangi rasa nyeri jika
4. Keluhan ringan anjuran tim medis teknin non-farmakologis kurang
5. Tidak ada keluhan efektif.
5 Hipertermi Thermoregulasi (0800) NIC:
berhubungan dengan Hidrasi (0602) Perawatan Demam (3740) Perawatan Demam (3740)
reaksi inflamasi a. Pantau suhu dan tanda vital a. Untuk mengetahui kondisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, suhu tubuh yang lainnya klien secara berkala
klien dapat kembali normal dengan kriteria hasil: b. Monitoring warna kulit dan b. Mengetahui sejauh mana
suhu tingkat peningkatan suhu dan
A Tujuan c. Monitoring intake-output gambaran secara fisiologis
N
Indikator wa cairan pengaruh dari peningkatan
o 1 2 3 4 5
l d. Dorong klien untuk suhu terhadap kondisi klien
1 Melaporkan kenyamanan peningkatan konsumsi cairan c. Mengkaji kebutuhan cairan
suhu e. Pantau kondisi pasien untuk dan kehilangan cairan klien
2 Penurunan suhu kulit menghindari komplikasi dari akibat adanya peningkatan
3 Perubahan warna kulit demam suhu
4 Sakit kepala f. Kolaborasi dengan tim medis d. Membantu memenuhi
5 Dehidrasi terkait pemberian obat kebutuhan cairan tubuh yang
antipiretik hilang akibat peningkatan
evaporasi
Keterangan:
Pengaturan Suhu (3900) e. Meminimalkan risiko
1. Sangat terganggu
a. Monitoring suhu setiap 2 jam terjadinya kejang demam
2. Banyak terganggu
b. Monitoring tanda vital berulang
3. CUkup Terganggu
lainnya: TD, nadi, RR f. Menurunkan suhu tubuh klien
4. Sedikit terganggu
c. Tingkatkan intake cairan dan hingga ke batas normal.
5. Tidak terganggu
nutrisi yang adekuat Pengaturan Suhu (3900)
d. Ajarkan kepada klien dan a. Mengobservasi keadaan
keluarga tentang bagaimana umum klien agar tidak
mengatasi demam di rumah terjadi kejang demam
e. Kolaborasi pemberian berulang
antipiretik b. Memantau perubahan tanda
vital lainnya bersamaan
dengan meningkatnya suhu
tubuh klien
c. Membantu memenuhi
kebutuhan cairan yang
hilang akibat peningkatan
evaporasi
d. Membantu klien dan
keluarga untuk dapat
melakukan tindakan
pencegahan terjadinya
kejang demam berulang dan
membantu klien dan
keluarga untuk melakukan
pertolongan pertama pada
saat klien mengalmai
peningkatan suhu tubuh
e. Menurunkan suhu tubuh
klien hingga ke batas normal
menggunakan obat.
6. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen syok 4250
perfusi jaringan perifer diharapkan ketidakefektifan jaringan perifer dapat teratasi dengan a. Monitor tanda tanda vital, a. mengetahui keadaan umum
berhubungan dengan kriteria hasil: tekanan darah orthostatic, pasien
suplai oksigen a. Suhu kulit dalam batas normal status mental dan output b. membantu meningkatkan
menururn pada daerah b. Tekanan darah dalam rentang normal urin perfusi
perifer, adanya sianosis c. Tidak adanya tanda-tanda sianosis b. Posisikan pasien untuk c. Meningkatkan keadekuatan
A Tujuan mendapatkan perfusi yang jaringan perifer
N
Indikator wa optimal d. Membantu dalam mencukupi
o 1 2 3 4 5
l c. Buat dan pertahankan kebutuhan oksigen
1 Suhu kulit ujung kaki dan kepatenan jala nafas e. mengetahui keadekuatan
tangan d. Berikan oksigen dan atau status cairan pasien
2 Tekanan darah sistolik ventilasi mekanik sesuai
3 Tekanan darah diastolik kebutuhan
4 Nilai rata-rata tekanan e. Monitor status cairan
darah termasuk BB perhari, output
Keterangan urin perjam, intake dan
1. Deviasi berat dengan kisaran normal output
2. Deviasi yang cukup besar dengan kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
7. Defisit perawatan diri NOC: NIC:
berhubungan dengan Status Perawatan Diri (0313) Bantuan Perawatan Diri Bantuan Perawatan Diri
aktivitas yang (1800) (1800)
intoleran, sulitnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kelurga a. Pertimbangkan budaya klien a. Budaya akan mempengaruhi
bergerak untuk ADL klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dengan untuk meningkatkan aktivitas keyakinan dan pola
kriteria hasil: perawatan diri kebiasaan klien terhadap
a. Klien mandi sendiri/dibantu keluarga perawtan diri
b. Klien makan sendiri/dibantu keluarga b. Monitor kemampuan b. Mengidentifikasi sejauh
c. Keluarga mampu mempertahankan kebersihan diri klien perawatan diri secara mandiri mana bantuan yang
oleh klien diperlukan oleh klien dalam
memenuhi kebutuhan
N Aw Tujuan perawatan dirinya
Indikator c. Monitor kebutuhan klien c. Memfasilitasi alat bantu
o al 1 2 3 4 5
1 Mandi dan keluar dari terkait dengan alat bantu dalam pemenuhan
kamar mandi untuk perawatan diri kebutuhan perawatan diri
2 Mengambil alat/ bahan oleh klien
mandi d. Berikan lingkungan yang d. Menjamin klien tetap terjaga
3 Mendapatkan air mandi terapeutik dengan privasinya selama dilakukan
memastikan lingkungan yang tindakan pemenuhan
Keterangan: mampu menjaga privasi klien kebutuhan perawatan diri
1. Sangat terganggu e. Berikan bantuan hingga klien e. Melatih klien agar tidak
2. Banyak terganggu mampu melakukan terlalu mengandalkan
3. Cukup terganggu perawatan diri secara mandiri bantuan dalam pemenuhan
4. Sedikit terganggu f. Lakukan pengulangan yang kebutuhannya
5. Tidak terganggu konsisten terhadap rutinitas f. Pengulangan yang konsisten
kesehatan dimaksudkan untuk
membangun kebiasaan
g. Ajarkan keluarga untuk perawatan diri
mendukung kemandirian g. Melatih klien agar terbbiasa
klien dengan cara hanya mandiri dalam memenuhi
membantu ketika klien kebutuhan perawtan dirinya
benar-benar tidak mampu
melakukannya
8. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas berhubungan 1. Self Care: ADL’s Energy Management Energy Management
dengan 2. Toleransi Aktifitas a. Observasi adanya a. Mengidentifikasi sejauh
ketidakseimbangan 3. Konservasi Energi pembatasan pasien dalam mana psien dapat melakukan
antara suplai dengan melakukan aktifitas aktifitas yang ditolerir oleh
kebutuhan oksigen. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tubuhnya
dapat bertoleransi terhadap aktivitas dengan
Kriteria Hasil: b. Kaji adanya faktor yang b. Meminimalkan faktor
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan menyebabkan kelelahan pencetus agar tidak terjadi
tekanan darah, nadi, dan RR kelelahan berlebih
b. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri c. Monitor nutrisi dan sumber c. Mengidentifikasi kecukupan
c. Keseimbangan aktifitas dan istirahat energi yang adekuat energi yang dimiliki tubuh
A Tujuan untuk melakukan aktifitas
N
Indikator wa d. Monitor respon d. Penurunan/ketidakmampuan
o 1 2 3 4 5
l kardiovaskular terhadap miokardium untuk
1 Frekuensi nadi ketika aktivitas (takikardia, meningkatkan volume
beraktivitas disritmia, sesak nafas, sekuncup selama aktivitas
2 Frekuensi pernapasan diaphoresis, pucat, dapat menyebabkan
ketika beraktivitas perubahan hemodinamik) peningkatan segera frekuensi
3 Kekuatan tubuh bagian jantung dan kebutuhan
atas oksigen juga peningkatan
4 Kekuatan tubuh bagian kelelahan dan kelemahan.
bawah e. Monitor pola tidur dan e. Mengidentifikasi kecukupan
5 Kemudahan dalam lamanya tidur atau istirahat energi yang dihasilkan
melakukan Aktivitas pasien dengan beristirahat untuk
Hidup Harian/ADL melakukan aktifitas
Keterangan: Activity Therapy
1. Sangat terganggu a. Kolaborasikan dengan tenaga Activity Therapy
2. Banyak terganggu rehabilitasi dalam a. Peningkatan bertahap pada
3. Cukup terganggu merencanakan program aktivitas dengan
4. Sedikit terganggu terapi yang tepat menghindari kerja
5. Tidak terganggu jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat membaik
kembali.
b. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas b. Mengidentifikasi
yang mampu dilakukan kemampuan pasien dalam
melakukan aktifitas yang
c. Bantu untuk ditolerir oleh tubuhnya
mengidentifikasi aktivitas c. Mengidentifikasi minat
yang disukai pasien dalam melakukan
aktifitas yang akan
d. Bantu pasien untuk membuat digunakan sebagai terapi
jadwal latihan diwaktu luang d. Membantu pasien untuk
melkaukan kegiatan latihan
perbaikan aktifitas secara
kontinyu
9 Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan dengan a. Risk Control (1902) Identifikasi Risiko (6610) Identifikasi Risiko (6610)
pertahanan tubuh tidak b. Risk Control: Infectious Process (1924) a. Identifikasi adanya sumber a. Dengan diidentifikasinya
adekuat, peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien agensi untuk membantu sumber agensi, mampu
WBC dapat mengontrol risiko dengan menurunkan risiko membantu tenaga pemperi
Kriteria Hasil: asuhan untuk menurunkan
a. Mengidentifikasi faktor risiko atau meminimalkan risiko
b. Menghindari paparan ancaman infeksi yang ada pada klien
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi b. Pertimbangkan pemenuhan b. Memperhatika kebutuhan
d. Berpartisipasi dalam skrining kesehatan terhadap perawatan dan perawatan yang benar-benar
e. Leukosit dalam batas normal (9000-30000 sel/mm3) medis perawatan diperlukan oleh klien untuk
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi (REEDA) meminimalkan
g. Keluarga dan tenaga kesehatan melakukan cuci tangan sebelum kemungkinan terjadinya
dan sesudah kontak atau melakukan tindakan infeksi akibat tindakan
keperawtaan yang tidak
A Tujuan begitu urgent bagi klien
N
Indikator wa c. Instruksikan faktor risiko c. Menginformasikan kepada
o 1 2 3 4 5
l dan rencana untuk klien dan keluarga
1 Mengidentifikasi faktor mengurangi faktor risiko kemungkinan potensial
resiko factor penyebab infeksi
2 Memonitor faktor risiko Manajemen Lingkungan Manajemen Lingkungan
individu (6480) (6480)
3 Memonitor faktor risiko a. Identifikasi faktor-faktor a. Mencegah munculnya factor
lingkungan risiko terjadinya infeksi pencetus terjadinya infeksi
4 Mengembangkan strategi di sekeliling klien
yang efektif dalam b. Anjurkan kepada tenaga b. Meminimalkan
mengontrol risiko kesehatan atau tenaga infekskemungkinan bakteri
5 Memonitor perubahan pemberi asuhan atau keluarga pencetus munculnya
status kesehatan untuk senantiasa mencuci penyakit dan infeksi
Keterangan: tangan di 5 moment cuci nosocomial
1. Tidak pernah menunjukkan tangan
2. Jarang menunjukkan c. Atur suhu lingkungan sesuai c. Meningkatkan kenyamanan
3. Kadang kadang menunjukkan dengan kebutuhan klien lingkungan bagi klien
4. Sering menunjukkan d. Batasi pengunjung
5. Secara konsistes menunjukkan d. Mengurangi kemungkinan
bayi tertular penyakit oleh
e. Identifikasi munculnya orang dewasa yang lainnya
tanda-tanda infeksi e. Mengidentifikasi dengan
cepat kemungkinan
f. Kolaborasi pemberian terjadinya infeksi
antibiotik dengan tim medis f. Meminimalkan tingkat
infeksi dengan obat
10 Resiko syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen cairan a. mengobservasi keadekuatan
hipovolemik dengan diharapkan risiko syok hipovolemik dapat teratasi dengan kriteria 4120 cairan
faktor risiko hemaptoe, hasil: e. Jaga intake/asupan yang b. mencegah terjadinya
kehilangan volume a. Tekanan darah dalam rentang normal akurat dan catat output komplikasi yang serius
cairan b. Nyeri dada berkurang pasien c. mengetahui keadaan umum
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan RH -/- f. Monitor status hidrasi pasien
d. Akral hangat g. Monitor tanda-tanda vital d. membantu dalam pemenuhan
A Tujuan pasien kebutuhan cairan dan elektrolit
N
Indikator wa h. Berikan terapi IV sesuai pasien
o 1 2 3 4 5
l yang ditentukan e. menilai keseimbangan intake
1 Ronkhi pada paru i. Monitor status gizi pasien
2 Meningkatnya laju nafas j. Tingkatkan asupan oral f. meningkatkan asupan nutrisi
3 Penurunan tekanan darah k. Dukung pasien dan keluarga pasien
diastolik untuk membantu dalam g. membantu dalam pemenuhan
4 Penurunan tekanan darah pemberian makan dengan nutrisi pasien
sistolik baik h. mencegah komplikasi yang
5 Pernapasan dangkal l. Atur ketersediaan produk dihasilkan akibat
darah untuk transfuse jika ketidakadekuatan cairan
Keterangan:
dibutuhkan
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi
keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

G. Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan yaitu:
1. Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis
2. Edukasi terkait aktivitas keseharian yang bisa dilakukan
3. Mengedukasi pola hidup yang sehat
4. Mengajarkan batuk efektif, relaksasi napas dalam, dan posisi yang sesuai
dengan kondisi pasien
5. Edukasi terkait penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
6. Mengajarkan cara mencuci tangan yang baik dan benar serta kapan harus
dilakukan.

H. Jurnal intervensi keperawatan Tuberkulosis


Menurut Widiastuti (2019) batuk efektif dapat mempengaruhi pengeluaran
sputum pada pasien TB. Tindakan yang dilakukan yaitu melatih pasien TB
untuk melakukan batuk efektif sehingga mudah untuk mengelurkan sekret.
Penelitian ini merupakan pra eksperimen dengan jenis one-group pre-post test
design. Populasi sejumlah 26 responden mencakup Semua pasien TB di
Puskesmas Kampung Bugis. Sampel sejumlah 24 responden diambil
menggunakan Accidental sampling. Variabel independen adalah batuk efektif
dan Variabel dependen pengeluaran sputum. Analisa data dengan uji chi
kuadrat dengan tingkat signifikan p ≤ 0,05. Hasil penelitian didapatkan
sebagian besar responden tidak dapat mengeluarkan sputum sebelum dilatih
batuk efektif sebesar 13 responden (54,2%) dan hampir seluruh responden
dapat mengeluarkan sputum sesudah dilatih batuk efektif sebesar 19
responden (79,2%) dan hasil uji statistik chi kuadrat 0,021 berarti < 0,05
maka Ha diterima. Pasien TB dengan melakukan batuk yang benar yaitu
batuk efektif dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan dahak secara maksimal dan dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum ± 2 liter untuk mempermudah
pengeluaran sputum (Widiastuti, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2018. Struktur Dan Fungsi Paru Manusia.


https://www.sridianti.com/struktur-fungsi-paru-paru-manusia.html
Dewi, Seri et al. 2019.Analisis Kendala Implementasi Program Penanggulangan
Tuberkulosis Di Kecamatan Meralkabupaten Karimun. JISPO. 9(1)
Dinkes Jember. 2018. Dalam program percepatan eliminasi tb kabupaten jember.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
Gannika, L. 2016. Tingkat pengetahuan keteraturan berobat dan sikap klien
terhadap terjadinya penyakit tbc paru di ruang perawatan i dan ii rs islam
faisal makasar. Jurnal JKSHSK. 1(1):909–916.
Kemenkes RI. 2017. Tuberkulosis (TB).
http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?view=print&ci
d=1-17042500005&id=tuberkulosis-tb- [Diakses pada April 14, 2019].
Kemenkes RI. 2018. Pusat data dan informasi tuberkulosis. Kemenrian Kesehatan
Republik Indonesia
Kenedyanti, E. dan L. Sulistyorini. 2017. Analisis mycobacterium tuberculosis
dan kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 5(2):152–162.
Laksono, Heru Et Al. 2019. Hubungan Obesitas Dan Kebiasaan Olah Raga Dengan
Kapasitas Paru Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bengkulu Tahun 2017. Journal Of
Nursing And Public Health. 7(1)
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2018. Ayo Kenali Tanda-Tanda TBC Dan
Pengobatannya. www.klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8825
[Diakses pada April 14, 2019].
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2017. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
tuberkulosis di indonesia (konsensus tb). Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia (Konsensus TB). 1–55.
Sadipun, D. K., M. Dwidiyanti, dan M. Andriany. 2019. Effect of spiritual based
mindfullness intervention on emotional control in adult patients with
pulmonary tuberculosis. Belitung Nursing Journal. 4(2):226–231.
Udin, M. F. 2019. Buku Praktis Penyakit Respirasi Pada Anak. Malang: UB
Press.
Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta: Deepublish.
WHO. 2018a. Glogal tuberculosis report 2018. World Health Organization. 1–
277.
WHO. 2018b. Global Tuberculosis Report. World Health organization.
Widiastuti, Linda & Siagian, Yusnaini.2019.Pengaruh Batuk Efektif Terhadap
Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Kampung Bugis
Tanjungpinang. Jurnal Keperawatan. 9(1):2086 – 9703;1069.

Anda mungkin juga menyukai