Oleh
Dwi Umil Hasanah
NIM 182311101111
(_________________________) (_________________________)
NIP. NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
Gambar 1.1
Paru-paru dibagi dua bagian, yaitu :
a. Paru-paru Kanan
Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (lobus dekstra superior, lobus media,
dan lobus inferior) tiap lobus tersusun atas lobules. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus media dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
b. Paru-paru Kiri
Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan lebih kecil bernama segmen. Paru-
paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior
dan 5 buah segmen inferior.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
tidak dibutuhkan tubuh. Selain itu dapat berfungsi sebagai keseimbangan asam
basa tubuh. Apabila terjadi asidosis, maka tubuh akan mengkompensasi dengan
mengeluarkan banyak karbondioksida yang bersifat asam ke luar tubuh. Dalam
sistem ekskresi, fungsi paru-paru adalah untuk mengeluarkan karbondioksida dan
uap air. Dalam sistem pernafasan, berfungsi untuk proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida di dalam darah, sedangkan dalam sistem peredaran darah
berfungsi untuk membuang karbondioksida di dalam darah dan menggantinya
dengan oksigen (Utama, 2018)
2. Epidemiologi
Jumlah penderita TB dunia tahun 2015 sebanyak9,6 juta kasus baru TB. 1⁄3
dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita
TB adalah usia produktif (15-55 tahun)7 . Indonesia masih termasuk 2 besar dari
5 negara dengan beban permasalahan TB terbesar. Sementara total estimasi
incidence (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilaporkan olehWHO dalam
Global report 2015adalah 1 juta kasus baru per tahun.Pada tahun 2013 jumlah
seluruh kasus TB sebanyak 37.226 kasus dan 23.223 diantaranya adalah TB paru
BTA postif (Widiastuti, 2019)
Menurut World Health Organization (WHO) 2018, pada tahun 2017
diperkirakan ada 10 juta kasus insiden TB baru di seluruh dunia, dimana 5,8 juta
adalah laki-laki, 3,2 juta adalah perempuan dan 1 juta adalah anak-anak. Orang
yang hidup dengan HIV menyumbang 9% yang terkena penyakit TB. Delapan
negara menyumbang 66% dari kasus baru yakni India, Cina, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Pada 2017 sebanyak 1,6 juta
orang meninggal karena TB, termasuk 0,3 juta diantara orang dengan HIV.
Secara global, angka kematian TB turun 42% antara tahun 2000 dan 2017.
Tingkat keparahan epidemi nasional sangat bervariasi di antara negara-negara,
kurang lebih dari 10 kasus baru per 100.000 penduduk di sebagian besar negara
berpenghasilan tinggi, 150-400 di sebagian besar dari 30 negara dengan beban
TB yang tinggi, dan diatas 500 di beberapa negara termasuk Mozambik,
Filipina, dan Afrika Selatan (WHO, 2018).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2018 bahwa Indonesia
sendiri menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus penyakit
tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India. Tuberkulosis bahkan menjadi
infeksi penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Jumlah kasus baru TB di
Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki
1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei
Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain.
Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko
TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini
menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak
68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok (Kemenkes RI,
2018). Jumlah penduduk di Kabupaten Jember sebanyak 2.430.185 jiwa dengan
angka insiden TB sebanyak 316/100.000 jiwa. Penduduk yang terdiagnosis TB
sebanyak 3.497 (46%) dengan estimasi pasien 7.679, suspek sebanyak 32.065
dengan estimasi suspek 76.794 (41,75%) (Dinkes Jember, 2018).
3. Etiologi
Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh
menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit
sebagai hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul
tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium
tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat itu.
Pengidap HIV AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah
untuk terinfeksi dan terjangkit TBC (Kemenkes RI, 2017). Terjadinya penularan
biasanya terjadi di dalam satu ruangan dimana percikan berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi yang mengalirkan udara dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan
dapat membunuh bakteri. Bakteri yang terkandung di dalam percikan dahak
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Oleh
karena itu, lingkungan rumah yang sehat bila mendapat cukup sinar matahari
dan terdapat ventilasi yang memenuhi syarat, akan mengurangi kemungkinan
penyakit tuberkulosis (TB) berkembang dan menular (Kenedyanti dan
Sulistyorini, 2017). TB disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, kuman
yang ditularkan melalui udara dan dari satu orang ke orang lain. Kadang-kadang,
bakteri menyebar ke organ lain dan bisa menyebabkan meningitis. Sebagian
muncul karena HIV, virus yang menyebabkan AIDS. HIV melemahkan sistem
kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh seseorang tak bisa melawan
kuman TB. Seseorang yang menderita TBC biasanya memiliki gejala batuk dan
bersin. Oleh karena itu penyakit ini mampu menular melalui butiran ludah yang
menyembur ke udara (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018).
Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh lainnya
melalui system limfe dan cairan tubuh. Sistem imun dan system kekebalan tubuh
akan merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan
bakteri, dan limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan
normal. Reaksi jaringan tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam
alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Setelah pemajanan
biasanya terjadi infeksi awal pada 2 sampai 10 minggu. Apabila bakteri tersebut
terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi terinfeksi bakteri
tuberkulosis. Bakteri bisa bertahan hidup beberapa waktu di bawah paparan sinar
matahari sehingga memungkinkan bakteri bisa terbang jauh terbawa aliran
udara, dan bila terbang ke tempat yang lembab dan gelap akan membuat bakteri
hidup lebih lama. Penyebaran bakteri juga bisa terjadi ketika sore atau malam
hari sehingga tidak terpapar oleh sinar matahari yang menyebabkan bakteri tetap
hidup (Kenedyanti dan Sulistyorini, 2017).
4. Klasifikasi
Menurut Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia
(2015) adalah sebagai berikut.
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru).
1) Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotic spektrum luas.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis positif.
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa .
5. Patofisiologi/patologi
Tuberkulosis diawali dengan infeksi dimana seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal (Kenedyanti, 2017).
.Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun
tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag.Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga
berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Gannika, 2016).
6. Manifestasi Klinis
Kebanyakan, orang tidak menyadari mengalami gejala penyakit tuberkulosis
dan bingung membedakannya dengan penyakit lain karena tak mudah untuk
mengenalinya. Padahal, gejala penyakit tuberkulosis dimulai secara bertahap dan
berkembang dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan.
Seseorang sering mengalami satu atau dua gejala ringan dan tak mengenalinya
sedini mungkin. Mengidentifikasi gejala penyakit tuberkulosis bisa membantu
seseorang mencegah komplikasi seperti infeksi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) pada organ tubuh lain. Berikut gejala penyakit tuberkulosis secara
umum (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018):
a. Batuk terus-menerus
Gejala yang umum dari tuberculosis adalah batuk terus-menerus dan
menyakitkan selama lebih dari 2 minggu. Jika seseorang mengalaminya,
lebih baik segera periksakan ke dokter.
b. Batuk darah
Selain batuk yang tidak kunjung sembuh, penderita tuberkulosis biasanya
juga mengalami batuk darah. Oleh karena itu waspadalah ketika ada noda
darah ketika kamu batuk.
c. Penurunan berat badan
Penderita Tuberkulosis juga biasanya mengalami penurunan berat badan.
Hal ini menunjukkan sebab adanya bakteri TB yang berkembang di dalam
tubuh kamu.
d. Demam
Setiap infeksi TBC biasanya disertai dengan demam. Apabila merasa
demam secara tiba-tiba, sebaiknya juga waspadalah.
e. Lemah
Penyakit TBC bisa membuat tubuhmu cepat merasa lemah.
f. Rasa sakit di paru-paru
TBC merupakan penyakit yang menginfeksi paru-paru. Jika seseorang
merasakan nyeri tajam di paru-paru dan merasa kesakitan ketika
menghembuskan udara maka dapat didiagnosis memiliki infeksi paru-paru
yang parah.
g. Infeksi yang tidak kunjung sembuh
Selain membuat infeksi paru-paru, TBC juga dapat menginfeksi setiap
bagian tubuh seperti perut, hati, bahkan otak. Jika seseorang memiliki
infeksi di daerah tersebut lebih dari 3 minggu, sebaiknya periksakanlah ke
dokter.
h. Menggigil di malam hari
Jika merasakan menggigil di malam hari padahal udara sedang tidak dingin,
hal ini bisa jadi tanda TBC. Sebab infeksi dari bakteri TBC ini akan
menyebabkan menggigil di malam hari.
i. Kelelahan
Gejala yang lain adalah akan mudah sekali lelah karena daya tahan tubuh
mulai melemah.
j. Urine kemerahan
Amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine keruh. Ini
merupakan gejala yang muncul pada tahap selanjutnya.
k. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2015 pemeriksaan
untuk tuberculosis adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan dahak
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasilitas layanan kesehatan. Pada saat pulang,
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak
pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasilitas layanan kesehatan.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasilitas layanan kesehatan pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal:
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan di sarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat
yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
b. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat
menggambarkan daya tahan tubuh penderita.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif:
a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
c) Bayangan bercak milier
d) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
a) Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
b) Kalsifikasi atau fibrotic
c) Kompleks ranke
d) Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
d. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu
untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan
cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif
sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
e. Pemeriksaan Serologi
1) Pemeriksaan Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
2) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik.
3) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi
4) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibody yang terdeteksi.
f. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
g. Pemeriksaan dahak TCM (Test Cepat Molekuler)
Berdasarkan surat edaran Kemenkes RI Nomor UK.02.16/V/0342/2013
tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB
menjelaskan bahwa WHO tidak merekomendasikan penggunaan metode
serologi untuk tujuan diagnosis TB paru dan ekstra paru karena hasil
pemeriksaan yang tidak konsisten dan tidak tepat. Surat Edaran Direktur P2PML
No. TU 05.01/D3/III.1/2968.1/2016 tanggal 7 November 2016 juga dijelaskan
bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi pemeriksaan TB dan semakin
tingginya angka prevalensi dan insidensi TB di Indonesia maka pemeriksaan TB
dengan tes cepat berbasis biomolekuler (Tes cepat molekuler atau TCM TB)
sudah diperluas penggunaannya tidak hanya untuk penemuan kasus TB Resisten
Obat dan TB pada ODHA tetapi juga digunakan untuk penegakan TB Kasus
Baru secara umum. Pemeriksaan TB paru dengan alat TCM atau Gene Expert ini
mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak
Desember 2010 sebagai alat diagnosis cepat TB. Alat ini juga dapat
melakukukan pemeriksaan cepat Tuberkulosis yang resistensi terhadap
Rifampisin (Rif Resistance). Keunggulan lainnya adalah alat ini mudah
digunakan, mudah dibawah, dan tidak memerlukan persyaratan pengendalian
infeksi yang komplek, serta hasilnya bisa diperoleh dalam waktu sekitar dua jam
saja. Berbeda dengan pemeriksaan BTA konvensional yang memerlukan waktu
3 hari bahkan untuk TB MDR bisa 6-8 minggu.
l. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan (Persatuan Dokter Paru Indonesia,
2017) yaitu:
a) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari :
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH
b) Paduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2
RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk
luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3,
seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi TB Paru (kasus baru), BTA negatif .
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang TB
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TB,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas atau Rumah sakit, agar
dapat diketahui secara dini.
c. Perawatan TB
1) Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah:
a) Awasi penderita untuk minum obat, yang paling berperan disini adalah
orang terdekat yaitu keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang
baik.
2) Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan
menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat
yang disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh
seperti terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
d) Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter
C. CLINICAL PATHWAY
Droplet mengandung
M. tuberculosis
Terhirup lewat saluran
Masuk ke paru-paru Alveoli Produksi sekret berlebih
Udara tercemar M. pernafasan
tuberculosis
Pelepasan
Menggeser set point Proses peradangan Sekret terlalu kental
Peningkatan suhu prostaglandin
thermostat
tubuh
Limfadenitis Kelenjar getah bening Tuberkel Sekret sukar dikeluarkan
Hipertermi
Bakterimia Pencairan
Gangguan
Aneurisma arteri pertukaran gas
Jantung Pleura Peritonium
pulmonalis
Risiko syok
hipovolemik Penururnan BB > 20%
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, Status
perekonomian (perumahan yang padat dan buruk atau lingkungan yang jelek
mempermudah infeksi TB), Ras (pada orang eskimo dan indian amerika
memiliki pertahanan tubuh yang lebih rentan), perkawinan, No. registrasi,
pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk
Rumah Sakit. Identitas penanggung jawab.
b) Riwayat kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu TBC atau KP lama dan apabila ada
penyakit lain yang menyertai.
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan dan
keringat di malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita
TB, adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya
riwayat mallnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi
alkohol yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang mungkin diderita keluarga
b. Pengkajian Keperawatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi
kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Perawat mengkaji mengenai Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan,
Jenis dan jumlah (makanan dan minuman), Pola makan 3 hari terakhir atau 24
jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, Faktor pencernaan: nafsu
makan, ketidaknyamanan, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan
makanan, alergi makanan. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh
anoreksia, nafsu makan menurun.
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan
pada kebiasaan BAB dan BAK. Klien TB paru tidak mengalami perubahan
atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
serta latihan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pola tidur dan istirahat
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler.
6. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya
pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang
mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi
nyeri, kemampuan komunkasi, tingkat pendidikan, luka.
7. Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial: pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal: penjelasan tentang diri
sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala sesuatu
yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri: perasaan
mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan fungsi
dan peran).
8. Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran, pentingnya
keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang terdekat pasien,
pola hubungan orang tua dan anak.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah
riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas.
10. Pola toleransi coping- stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan khusus
terhadap stress, Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku
kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya
agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kedaan umum pasien biasanya lemah.
Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
Tekanan Darah : Normal: 100-120/60-80mmHg
Pernafasan (RR) : Rentang normal: 16-24x/menit)
Denyut nadi (HR) : Normal: 60-100x/menit
Suhu tubuh : Normal 36-37,35 ˚C
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler, ketidakseimbangan tekanan O2 dan CO2, proses
pertukaran gas yang terganggu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh brerhubungan
dengan anoreksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan pasca trauma (infeksi), proses peradangan
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai
oksigen menururn pada daerah perifer, adanya sianosis
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan aktivitas yang intoleran,
sulitnya bergerak untuk ADL
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
9. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat,
peningkatan WBC
10. Resiko syok hipovolemik dengan faktor risiko hemaptoe, kehilangan
colume cairan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
G. Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan yaitu:
1. Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis
2. Edukasi terkait aktivitas keseharian yang bisa dilakukan
3. Mengedukasi pola hidup yang sehat
4. Mengajarkan batuk efektif, relaksasi napas dalam, dan posisi yang sesuai
dengan kondisi pasien
5. Edukasi terkait penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
6. Mengajarkan cara mencuci tangan yang baik dan benar serta kapan harus
dilakukan.