Anda di halaman 1dari 5

A.

Tes Mantoux
Tes Mantoux atau tuberculin skin test (TST) adalah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui adanya paparan kuman TB pada tubuh. Penyakit Tuberculosis
(TB) merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menular. Penularan penyakit TB dapat melalui udara, misalnya
saat penderita TB batuk, sehingga bakteri menyebar ke udara melalui semburan air liur
dan terhirup oleh orang yang berada di sekitar penderita
Prosedur Tes Mantoux
Tes ini dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah zat kecil cairan yang disebut
dengan PPD tuberculin, ke kulit lengan. Pasca penyuntikan, biasanya akan terbentuk
benjolan kecil di permukaan kulit. Dokter akan memberi tanda batas awal di sekeliling
benjolan tersebut menggunakan spidol, agar dapat diketahui apabila nanti terdapat
perubahan ukuran benjolan. 48-72 jam setelah tes Mantoux dilakukan, dokter akan
memeriksa kembali benjolan yang terbentuk untuk melihat adanya perubahan. Jika tidak
muncul pembesaran pada benjolan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil tes Mantoux
negatif, atau pasien tidak terpapar kuman TB. Sementara, pada hasil tes yang
menunjukkan penambahan ukuran benjolan sebanyak 5-9 mm dan terlihat ada
peradangan, tes Mantoux dikatakan positif, yaitu pasien sedang atau sudah pernah
terpapar kuman TB. Hasil tes ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikan adanya infeksi TB.
Hal yang Dapat Memengaruhi Hasil Tes Mantoux
Meski dapat menjadi acuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kuman TB
dalam tubuh, tapi hasil tes Mantoux ini bisa saja keliru pada beberapa kondisi tertentu.
Ini dikenal dengan hasil tes negatif palsu dan positif palsu. Pada hasil tes negatif palsu,
tes Mantoux akan menunjukkan hasil negatif padahal pasien sebenarnya terinfeksi
kuman TB. Kekeliruan akan hasil tes ini bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, di
antaranya:

 Ketidakmampuan tubuh untuk bereaksi terhadap uji kulit karena daya tahan
tubuh yang lemah.
 Infeksi TB yang baru terjadi antara 8-10 bulan.
 Infeksi kuman TB yang sudah lama (bertahun-tahun).
 Baru melakukan vaksin yang mengandung virus hidup, seperti campak atau
cacar.
 Terinfeksi penyakit yang disebabkan virus, seperti campak atau cacar air.
 Menderita penyakit tertentu, seperti kanker atau AIDS, yang menyebabkan daya
tahan tubuh lemah.
 Teknik penyuntikan yang salah.
 Interpretasi yang salah dari reaksi yang muncul.

Sementara hasil tes positif palsu terjadi saat tes Mantoux menunjukkan hasil yang
positif, sementara pasien sesungguhnya tidak terpapar kuman TB. Kekeliruan hasil tes
ini bisa disebabkan oleh:

 Terindentifikasi adanya bakteri Mycobacterium, tapi bukan jenis tuberculosis.


 Baru melakukan imunisasi BCG.
 Teknik penyuntikan yang salah.
 Interpretasi yang salah dari reaksi yang muncul.
 Penggunaan botol antigen yang salah.

Meski tes Mantoux bisa menjadi tolak ukur adanya kuman TB dalam tubuh, bukan
berarti hasil tes Mantoux positif menunjukkan bahwa penderita mengalami TB aktif.
Untuk memastikan, dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan lebih lanjut seperti
foto Rontgen dada dan pemeriksaan dahak, untuk memastikan adanya infeksi TB dalam
tubuh.
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :

a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil
obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan
lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer
atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus
lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke
lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada


anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).
C. Tes Cepat Molekuler
TCM (tes cepat molekuler) merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk pasien
dengan suspek TB paru. TBC adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis, kuman ini berbentuk batang dan tahan terhadap
pewarnaan asam. Kuman ini menular melalui udara atau droplet. Gejala yang muncul
biasanya batuk lebih dari 2 minggu, batuk berdarah, penurunan berat badan, demam,
keringat malam hari, dan lain-lain. Pemeriksaan BTA dilakukan menggunakan sampel
dahak dan nondahak, yang diambil 3 kali, pagi, sore, dan pagi keesokan harinya.
Dilakukan pewarnaan dengan metode Zielh Neelsen kemudian dibaca dibawah
mikroskop dengan pembesaran objektif 100 kali. Hasil dinyatakan positif bila
terdeteksi kuman 10-99 dalam 100 lapangan pandang (+1), 1-10 kuman dalam 1
lapangan pandang (+2), dan >10 kuman dalam 1 lapangan pandang (+3). Sedangkan
pemeriksaan TCM (tes cepat molekuler) atau yang disebut GeneXpert MTB/RIF
merupakan pemeriksaan yang disarankan untuk diagnostik awal tersangka TB paru
dan pasien TB paru dengan HIV atau dengan dugaan resistensi terhadap rifampisin.
Pemeriksaan ini dapat memberikan diagnosis TB yang akurat dan mendeteksi
resistensi rifampisin hanya dalam waktu 100 menit. Pemeriksaan ini dilakukan
melalui pengukuran fluoresesi dan algoritma perhitungan otomatis dengan
menggunakan mesin. TCM mendeteksi ada tidaknya DNA M.
Tb dan resistensinya terhadap rifampisin, yaitu salah satu obat TB. Untuk saat
ini penegakkan diagnosis pasti TB masih berdasarkan klinis, rontgen thorak, dan
pemeriksaan BTA. Namun, saat ini GeneXpert/TCM telah banyak dilakukan di
berbagai RS sebagai alat diagnostik awal dan untuk mendeteksi adanya resistensi
obat. TCM dan BTA ini merupakan suatu metode pemeriksaan TBC, untuk menilai
keparahan penyakit, dilihat dari kondisi klinis pasien, daya tahan tubuh, kasus lama
atau kasus baru, dan kuman yang menyerang apakah resisten terhadap obat
antituberkulosis atau tidak. Karena TBC merupakan penyakit yang menular, pada
pasien-pasien dengan curiga adanya TB paru, sebaiknya selalu gunakan masker,
perbaiki sirkulasi udara, atur ruangan agar mendapat cahaya matahari yang cukup,
makan makanan yang sehat dan bergizi, cukupi kebutuhan cairan, istirahat yang
cukup, kumpulkan dahak yang mengandung kuman TB disuatu wadah kemudian
dikubur sehingga risiko penularan ke orang lain dapat dikurangi.

Anda mungkin juga menyukai