oleh
Dwi Umil Hasanah, S.Kep
NIM 182311101111
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan combustio di
ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Bali yang dibuat oleh:
Nama : Dwi Umil Hasanah
NIM : 182311101111
telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
………………………………. …………………………………..
LAPORAN PENDAHULUAN
antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler
dan pengantaran butir-butir melanin.
e) St. Basale
Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum
germinativum karena paling banyak tampak adanya mitosis sel – sel. Sel – sel
lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk
silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat sel melanosit atau
pigmen, yang berfungsi untuk memberikan warna pada kulit dan UV
protection alamiah. Melanin terdapat kulit coklat atau hitam, carotine terdapat
pada kulit yellow atau orange, dan hemoglobin terdapat pada kulit yang
kemerah-merahan.
2. Dermis
Dermis terletak tepat dibawah epidermis. Jaringan ini dianggap jaringat ikat
longgar dan terdiri atas sel-sel fibroblas yang mengeluarkan protein kolagen dan
elastin. terdiri dari jaringan konektif fibrosa, selain itu banyak mengandung
pembuluh darah, saraf dan kelenjar. Dermis lebih tebal dibanding dengan
epidermis. Pada lapisan ini muncul papilare dermal ke epidermis. Bagian bawah
terdapat lapisan retikuler yang melekat dengan hipodermis. Dermis menjadi
tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak
rambut (muskulus arektor pili). Lapisan dibawah epidermis. Dermis terdiri dari
jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
5
a) Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis dan menghasilkan sidik jari. Berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b) Pars retikulare
Bagian yang menonjol ke subkutan. Terdiri kurang lebih 80% dari tebal
dermis. Terdapat dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan
retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe,akar rambut, kelenjar
keringat dan sebaseus.
c) Touch
Pada dermis juga terdapat saraf perasa yaitu untuk merasangsang sentuhan
antara lain :
Paccini : Tekanan
Ruffini : Panas
Meisner : Sentuhan
Krause : Dingin
pembuluh vena, dan anyaman saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit
di bawah dermis. Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit
secara longgar terhadap jaringan di bawahnya.
rambut kecuali pada palpebra, papila mammae, labia minora hanya terdapat
glandula sebacea tanpa folikel rambut.
a) Folikel rambut dan rambut
Struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis.
Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki,
bibir, glans penis, klitoris dan labia minora. pertumbuhan rambut pada
daerah-daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi
tidak saja oleh hormon kelamin-terutama androgen-tetapi juga oleh hormon
adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari sebuah invaginasi
epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya
mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus
rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler
yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Terdapat di seluruh kulit
kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari falang distal jari tangan,
kaki, penis, labia minora dan bibir.
b) Kuku
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Bagian kuku
terdiri dari:
1) Matriks kuku: pembentuk jaringan kuku yang baru.
2) Dinding kuku (nail wall): lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian
pinggir dan atas Dasar kuku (nail bed): bagian kulit yang ditutupi kuku.
3) Alur kuku (nail grove): celah antar dinding dan dasar kuku.
4) Akar kuku (nail root): bagian proksimal kuku.
5) Lempeng kuku (nail plate): bagiantengah kuku yang dikelilingi dinding
kuku.
6) Lunula: bagian lempeng kuku yangberwarna putih didekat akar
kukuberbentuk bulan sabit, sering tertutup olehkulit.
7) Eponikium (kutikula): dinding kukubagian proksima, kulit arinya
menutupibagian permukaan lempeng kuku.
8) Hiponikium: dasar kuku, kulit ari dibawahkuku yang bebas (free edge)
menebal.
8
C. Epidemiologi
Sekitar 2/3 pasien luka bakar adalah anak-anak berusia di bawah 4 tahun
yang sebagian besar adalah akibat luka lepuh. Di Amerika, anak berusia 6 bulan
hingga 2 tahun banyak mengalami tersiram air panas misalnya tumpahan kopi
atau makanan panas lainnya dan 10–30% akibat kekerasan (Dzulfikar, 2012).
Secara global, hampir 96.000 anakanak dibawah usia 20 tahun mengalami cedera
akibat luka bakar di tahun 2004. Angka kematian di negara dengan pendapatan
rendah dan menengah adalah sebelas kali lebih tinggi daripada negara maju yaitu
sebesar 4.3 per 100.000 berbanding 0,4 per 100.000 di negara maju. Kebanyakan
kematian terjadi di daerah miskin di dunia – Afrika dan Asia Tenggara, dan
negara-negara pendapatan rendah dan menengah di daerah Mediterania Timur
(Kairupan et al, 2015). Di Amerika Serikat sekitar 120.000 anak per tahun
mengalami luka bakar dan merupakan penyebab ketiga terbesar kecelakaan non-
fatal. Angka kejadian pada laki-laki dibandingkan perempuan 3:2, dan sekitar 58
% kasus mengenai anak usia < 6 tahun. Luka bakar akibat air panas atau uap
panas merupakan penyebab tersering yaitu 52,2 % diikuti oleh api 32,5 % dengan
angka kematian 0,9/100.000 anak per tahun (Dewi, 2016).
Berdasarkan inventarisasi penanganan pasien luka bakar dari 14 rumah
sakit besar yang ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, malang,
Denpasar, Jember, Mataram, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Palembang
ditemukan sepanjang 2012-2-14 terdapat 3.518 kasus luka bakar. Angka kejadian
luka bakar dalam datanya terus meningkat dari 1.186 kasus pada 2012 menjadi
1.123 kasus (2013) dan 1.209 kasus (2014). Kasus luka bakar yang terjadi pada
anak berdasarkan Riskesdas 2013 ditemukan pada kelompok umur kurang dari 1
tahun sebesar 0,7%, kelompok umur 1-4 tahun sebesar 1,5% dan eklompok umur
5-14 tahun sebesar 0,6% (Riskesdas, 2013).
D. Etiologi
Penyebab tersering luka bakar antara lain (Grace dan Borley, 2006):
1. Trauma suhu (thermal)
9
Luka bakar yang disebabkan dari sumber panas yang kering (api, logam,
panas) atau lembab (cairan atau gas panas).
2. Listrik
Luka bakar yang terjadi akibat aliran listrik yang menjalar ke tubuh.
3. Kimia
Luka bakar yang terjadi akibat trauma asam atau basa. Karakteristik keduanya
memiliki perbedaan dalam hal kedalaman luka bakar yang terjadi. Luka bakar
akibat paparan zat yang bersifat basa umumnya mengakibatkan luka yang lebih
dalam dibandingkan akibat zat asam. Hal ini disebabkan zat basa akan menyatu
dengan jaringan lemak di kulit sehingga menyebabkan kerusakan jaringan yang
lebih progresif, sedangkan luka bakar akibat asam akan menyebabkan koagulasi
protein.
4. Radiasi
Luka bakar karena paparan sinar ultraviolet matahari, atau sumber radiasi
lainnya seperti sinar-X).
E. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut
Moenadjat (2009) adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa
eritema, tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari.
10
3) Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh
tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi
karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan
baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang
memiliki potensial epithelialisasi.
12
penambalan kulit
(skin graft).
c) Berdasarkan Penderita
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat
dan ringan luka bakar adalah:
1) Luka bakar ringan: kriteria luka bakar derajat II, derajat III<10% pada
kelompok usia <10 th/ >50th, luka bakar derajat II dan derajat III <15%
pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 320% pada kelompok
16
usia50th, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok
usia, tanpa cedera pada tangan, kaki dan perineum
2) Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan
derajat III 10-20% pada kelompok usia<10 th/ >50th; luka bakar derajat II
dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat
III<10% pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan
perineum
3) Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II
dan derajat III>20% pada kelompok usia50th, luka bakar derajat II dan
derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka
bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka
bakar pada tangan, kaki, dan perineum
d) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
Luka bakar mayor
1) LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat
partial thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20%dengan derajat
partial thickness pada anak-anak.
2) LPTT ≥ 10% dengan derajat fullthickness tanpa disertai komplikasi lain.
3) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
4) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
5) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
6) Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera
pada jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-masalah
kesehatan lain yang sudah ada sebelumnya.
Luka bakar moderat
1) LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
2) LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
3) LPTT ≤ 10% dengan derajat fullthicknesstanpa komplikasi lain.
17
F. Patofisiologi/Patologi
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan
permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan
intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
terjadi akibat penguapan yang berlebihan di derajat 1, penumpukan cairan pada
bula di luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat 3. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi
oleh keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok
hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi
lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. kulit manusia
dapat mentoleransi suhu 440C relatif selama 6 jam sebelum mengalami cedera
termal (Chu et al dalam Anggowarsito, 2014).
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas
(Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan
integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,
semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
18
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan
mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama
proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang
abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit
intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka
bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011). Hipovolemia yang timbul
berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah
dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan
unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan
hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara
dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon
kardiovaskuler, curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &
Bare, 2002).
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang
menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme
kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap
keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009).
Sedangkan respon renalis ditandai dengan penurunan sirkulasi renal menyebabkan
iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah
penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia
parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh
19
b. Tekanan onkotik adalah gaya tarik sifat atau system koloid agar air tetap
berada dalam plasma darah di intravaskuler. Arti lain dari tekanan onkotik
adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein (albumin)
c. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding
pembuluh darah
Tekanan osmotic koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar
tidak mengalir ke dalam rongga interstitial. Hal ni terutama fungsi albumin.
Albumin dihasilkan oleh hati apabila terdapat kerusakan hati, maka dapat terjadi
keadaan hipoalbumin
G. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan luka bakar antara lain
(Grace dan Borley, 2006):
Umum:
1. Nyeri
2. Pembengkakan dan lepuhan.
Khusus:
1. Bukti adanya inhalasi asap (jelaga pada hidung atau sputum, luka bakar
dalam mulut, suara serak).
2. Luka bakar pada mata atau alis mata (membutuhkan pemeriksaaan
oftalmologi sejak awal).
3. Luka bakar sirkumferensial (akan membutuhkan eskarotomi).
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan diantaranya adalah darah perifer
lengkap, analisis gas darah, kadar mioglobin, urinalisis dan profil faktor
pembekuan. Sel darah putih biasanya meningkat pada pasien luka bakar akibat
respons terhadap kondisi akut yang terjadi atau disebabkan oleh infeksi. Kadar
hemoglobin dan hematokrit dapat meningkat akibat kehilangan cairan atau
perdarahan. Penilaian fungsi ginjal sangat penting dilakukan untuk mengetahui
adanya asidosis metabolik dan nekrosis tubular akut. Hiperkalemia dapat
21
ditemukan pada pasien luka bakar akibat pemecahan sel dan pergeseran kalium
intrasel ke ekstrasel (Dewi, 2016). Jika curiga terjadi trauma inhalasi maka
dilakukan rontgen toraks dan gas darah arteri. Pemeriksaan penunjang lain yang
dapat dilakukan yaitu EKG untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial
atau distritmia.
I. Kemungkinan komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan
terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi
akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan
infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi
traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka
bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada
ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien
luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk
sumbatan darah (Burninjury, 2013).
menit). Durasi kerjanya mencapai 60 menit dan dosis yang diberikan adalah 15–
20 mikrogram/Kg. Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang
tidak berespons terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan
klonidin dengan dosis yang diberikan 1–3 mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari
secara oral atau intravena (Kasten et al dalam Dzulfikar, 2012).
k. CLINICAL PATHWAY
Panas, kimia, radiasi,listrik
Luka bakar
Mual, muntah
Nyeri dipersepsikan Gangguan pola tidur
Dehidrasi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Nyeri akut Port de entry
Kekurangan mikroorganisme
kebutuhan tubuh
Pergerakan terbatas volume cairan
Resiko infeksi
Hambatan mobilitas fisik
25
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
I. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pada pasien dengan luka bakar biasanya mengeluh nyeri dan perih pada
bagian yang luka. Selain itu, biasanya juga mengalami keletihan akibat gangguan
perfusi jaringan dan dehidrasi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pasien dengan luka bakar dapat disebabkan karena adanya luka pada
daerah tubuh, rasa nyeri pada daerah luka dan terkadang sesak jika daerah luka
luas kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu keletihan,gangguan
kesadaran, adanya lesi disekujur tubuh yang luka serta perubahan integritas kulit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang pernah di derita pasien di masa lalu juga dapat
memicu timbulnya komplikasi pada pasien dengan luka bakar.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pasien luka bakar riwayat penyakit keluarga tidak terlalu berpengaruh
karena luka bakar tidak berhubungan dengan genetik.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, dan kulit sehingga
perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.Dalam hal
ini, pada pasien dengan lua kabar biasanya BAK tidak banyak karena pasien
mengalami dehidrasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas pasien seperti mobilisasi dari pasien. Aktifitas
fisik dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi karena aktifitas pasien akan
terganggu dengan adanya luka.
5. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama tidur dan istirahat serta berapa besar kelelahan yang dialami. Selain itu,
kondisi pasien yang terkena luka bakar tidur dengan nyaman atau tidak juga perlu
dikaji.
6. Pola hubungan dan peran
Pola hubungan dan peran juga mempengaruhi kondisi pasien. Keluarga
diperlukan untuk mendukung kesembuhan pasien dan memotivasi pasien agar
pasien tidak merasa malu dengan kondisi tubuhnya yang luka.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami luka pada tubuhnya, sesak nafas, nyeri pada daerah luka.
Pasien mungkin akan beranggapan bahwa luka bakarnya dapat mempengaruhi
citra tubuh. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien dapat mengalami gangguan, terutama pada kulit
sebagai sensor sentuhan. Pasien juga akan ada gangguan pada pola kognitif.
9. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungannya akan berubah secara
total yang berhubungan dengan kondisi fisiknya yang terjadi luka bakar.
27
5. Telinga
Cacat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
6. Leher
Cacat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan.
7. Pemeriksaan thorak/ dada
Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
8. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
9. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/ terdapat lesi merupakan tempat
pertumbuhan kuman yang paling baik, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
10. Muskuloskeletal
Cacat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskeletal, kekuatan otot menurun karena nyeri.
11. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisamenurun
bisa supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat
(syok neurogenik)
12. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka).
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
29
Intervensi keperawatan
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Peningkatan tidur:
3x24 jam, gangguan pola tidur pada pasien 1. Monitor dan catat pola tidur pasien dan jumlah
dapat teratasi, dengan kriteria hasil: jam tidur serta kondisi fisik (misal apnea tidur,
sumbatan jalan nafas, nyeri) atau psikologis
1. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8
(misalnya ketakutan atau kecemasan) yang
jam/hari.
mengganggu tidur.
2. Pola tidur, kualitas dalam batas normal.
2. Sesuaikan lingkungan (misalnya cahaya,
3. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat.
kebisingan, suhu, tempat tidur) untuk
4. Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang
meningkatkan tidur.
meningkatkan tidur.
3. Bantu untuk menghilangkan situasi stres
sebelum tidur.
4. Ajarkan pasien untuk melakukan cara non-
farkamologis untuk memancing tidur (misalnya
pijat, pemberian posisi dan sentuhan efektif).
5. Beri informasi pasien dan keluarga mengenai
faktor yang berkontribusi terjadinya gangguan
pola tidur (misalnya fisiologis, psikologis,
lingkungan dll).
6. Kolaborasi dengan dokter tentang penggunaan
obat tidur.
7. Dorong penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung zat penekan tidur REM.
8. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan tidur.
9. Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk
mendukung tidur/siklus bangun pasien.
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen nutrisi:
nutrisi kurang dari 3x24 jam, Ketidakseimbangan nutrisi kurang 1. Kaji adanya alergi makanan
33
kebutuhan tubuh dari kebutuhan tubuh pada pasien dapat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
teratasi, dengan kriteria hasil: jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai pasien.
dengan tujuan. 3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 4. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
badan. mengkonsumsi makan (misalnya bersih,
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. berventilasi, bebas dari bau menyengat)
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 5. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan
5. Menunjukkan peningkatan fungsi perawatan mulut sebelum makan
pengecapan dan menelan. 6. Beri obat-obatan sebelum makan (misalnya
6. Tidak terjadi penurunan berat badan. penghilang rasa sakit, antiemetik(, jika
diperlukan
7. Pastikan makanan disajikan dalam bentuk
menarik pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi secara optimal.
8. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
favorit pasien
9. Pastikan diet mencakup makanan tinggi
kadungan serat untuk mencegah konstipasi.
10. Monitor kalori dan asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2006. Penuntun diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Ilmu.
https://books.google.co.id/books [Diakses pada 24 September 2018]
Anggowarsito, J. L. 2014. Luka bakar sudut pandang dermatologi. Jurnal Widya
Medika Surabaya. 2(2): 115-120
Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth
Edition. United State of America: Mosby Elsevier.
Baughman. D. C. dan J. C. Hackley. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. https://books.google.co.id/books
[Diakses pada 24 September 2018]
Burninjury. 2013. Burn complications. Available in :
http://burninjuryguide.com/burn-recovery/burncomplications/ [Diakses pada
24 September 2018]
Dewi, R. 2016. Tata Laksana Luka Bakar pada Anak. Current Evidences in
Pediatric Emergencies Management. Bogor: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-
PKB-68.pdf [Diakses pada 24 September 2018]
Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing
Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby
Elsevier.
Dzulfikar. 2012. Penanganan Luka Bakar di Ruang Perawatan Intensif Anak.
2(2): 79-84 http://perdici.org/wp-content/uploads/mkti/2012-02-
02/mkti2012-0202-079084.pdf [Diakses pada 24 September 2018]
Grace, P. A. dan N. R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga.
Jakarta: Erlangga https://books.google.co.id/books [Diakses pada 24
September 2018]
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Kairupan, G., A. Monoarfa dan M. Hatibie. 2015. Angka Kejadian Penderita Luka
Bakar di Bagian/SMF Bedah RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado Periode
Juni 2011 Sampai Juni 2014. Jurnal E-Clinic (Ecl). 3(3): 826-829
http://www.download.portalgaruda.org [Diakses Pada 24 September 2018]
Rahayuningsih, T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Profesi. 8: 1-
13. https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/viewFile/11/9
[Diakses pada 24 September 2018]
39