Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO


DI RUANG BURN UNIT RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

oleh
Dwi Umil Hasanah, S.Kep
NIM 182311101111

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
1

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan combustio di
ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Bali yang dibuat oleh:
Nama : Dwi Umil Hasanah
NIM : 182311101111
telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :

Denpasar, November 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,


w

………………………………. …………………………………..

Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep


Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep
NIP. 198305052008121004
NIP. 198305052008121004
2

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi luka bakar


Combustio atau luka bakar adalah respon kulit dan jaringan sub kutan
terhadap trauma suhu/termal (Grace dan Borley, 2006). Luka bakar adalah
kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh panas pada suhu tinggi
yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolisme (Almatsier, 2006).
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict),
zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) (Rahayuningsih, 2012). Luka bakar
disebabkan oleh transfer energi dari sumber panas ke tubuh. Anak-anak muda dan
lansia merupakan golongan risiko tinggi terhadap luka bakar. Empat tujuan utama
yang berhubungan dengan luka bakar adalah pencegahan, institusi tindakan
pengamanan hidup untuk individu yang mengalami luka bakar hebat, pencegahan
kecacatan dan kelainan bentuk tubuh, serta rehabilitasi. Individu dibawah usia 5
tahun dan diatas 40 tahun merupakan risiko terhadao mortalitas setelah
mengalami trauma luka bakar (Baughman dan Hackley, 2000).

B. Anatomi dan Fisiologi Integumen


Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang
disebut sebagai sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang
paling luas.Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku,
rambut, kelenjar (keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk
stimuli perubahan internal atau lingkungan eksternal). Kulit merupakan organ
tubuh yang paling luas yang berkontribusi terhadap total berat tubuh sebanyak 7
%. Kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu :
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit terluar yang memiliki fungsi. Epidermis juga
disebut bagian superfisial kulit. Disusun oleh epitel gepeng berlapis yang
3

mengandung keratin dan tidak berpembuluh darah. Epidermis juga mengandung


sel:
a. keratinosit
Keratinosit adalah sel yang menghasilkan keratin. Sel ini Tumbuh dari
stratum basale. Proses keratinisasi terjadi selama 25-45 hari.
b. Melanosit
Melanosit adalah sebuah sel berbentuk laba-laba yang menghasilkan pigmen
melanin. Pigmen melamin inilah mempengaruhi warna kulit manusia. Selain
itu semakin banyak melanin yang terdapat pada kulit manusia warna kulit
akan semakin coklat atau hitam. Melanin juga berfungsi untuk perlindungan
sinar ultraviolet secara alamiah.
c. Langerhan’s
Sel langerhan’s tumbuh dari sumsum tulang dan migrasi ke epidermis.
Berfungsi sebagai fagosit benda asing dan sistem imun.
d. Merkel
Letak sel merkel ada di antara epidermis-dermis. Sel ini berfungsi sebagai
saraf akhir sensoris.

Epidermis dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :


a) St. Korneum
Lapisan epidermis yang paling atas, Epitel gepeng berlapis, tidak memiliki
inti dan tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
b) St. Lusidum
Lapisan bening terdiri dari protoplasma. Proses keratinisasi bermula dari
lapisan bening,
c) St. Granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit. Lapisan granulosum ini tampak paling jelas
pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d) St. Spinosum
lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan jembatan protoplasma. Antara sel-sel taju terdapat celah
4

antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler
dan pengantaran butir-butir melanin.
e) St. Basale
Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum
germinativum karena paling banyak tampak adanya mitosis sel – sel. Sel – sel
lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk
silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat sel melanosit atau
pigmen, yang berfungsi untuk memberikan warna pada kulit dan UV
protection alamiah. Melanin terdapat kulit coklat atau hitam, carotine terdapat
pada kulit yellow atau orange, dan hemoglobin terdapat pada kulit yang
kemerah-merahan.

Gambar struktur epidermis

2. Dermis
Dermis terletak tepat dibawah epidermis. Jaringan ini dianggap jaringat ikat
longgar dan terdiri atas sel-sel fibroblas yang mengeluarkan protein kolagen dan
elastin. terdiri dari jaringan konektif fibrosa, selain itu banyak mengandung
pembuluh darah, saraf dan kelenjar. Dermis lebih tebal dibanding dengan
epidermis. Pada lapisan ini muncul papilare dermal ke epidermis. Bagian bawah
terdapat lapisan retikuler yang melekat dengan hipodermis. Dermis menjadi
tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak
rambut (muskulus arektor pili). Lapisan dibawah epidermis. Dermis terdiri dari
jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
5

a) Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis dan menghasilkan sidik jari. Berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b) Pars retikulare
Bagian yang menonjol ke subkutan. Terdiri kurang lebih 80% dari tebal
dermis. Terdapat dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan
retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe,akar rambut, kelenjar
keringat dan sebaseus.
c) Touch
Pada dermis juga terdapat saraf perasa yaitu untuk merasangsang sentuhan
antara lain :
Paccini : Tekanan
Ruffini : Panas
Meisner : Sentuhan
Krause : Dingin

Gambar struktur Dermis


3. Hipodermis/ sub kutan
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang terdiri atas
jaringan pengikat longgar, kompenennya serat longgar, elastis dan sel lemak. Sel-
sel lemak membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa yang terdapat susunan
lapisan subkutan untuk menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat
lobulus lemak yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak disebut
pannikulus adiposus. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan tiga
cm, sedangkan pada kelopak mata, penis, dan skrotum, lapisan subkutan tidak
mengandung lemak. Bagian superfisial hipodermis mengandung kelenjar keringat
dan folikel rambut. Dalam lapisan hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri,
6

pembuluh vena, dan anyaman saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit
di bawah dermis. Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit
secara longgar terhadap jaringan di bawahnya.

Gambar struktur Hipodermis


4. Organ aksesoris kulit
a. Kelenjar keringat
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan ductus yaitu
saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori
keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih
banyak terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah
ketiak. Ada 2 macam :

a) Kelenjar keringat ekrin, Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,


bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan
kulit yang tidak ada rambutnya.
b) Kelenjar keringat apokrin, Terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar,
daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital), muaranya
berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut.
b. Kelenjar sebasea
Kelenjar ini bermuara pada leher folikel rambut, sekret yang dihasilkan
berlemak(sebum), yang berguna untuk meminyaki rambut dan permukaan kulit.
Glandula ini bersifat holokrin. Glandula sebacea biasanya disertai dengan folikel
7

rambut kecuali pada palpebra, papila mammae, labia minora hanya terdapat
glandula sebacea tanpa folikel rambut.
a) Folikel rambut dan rambut
Struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis.
Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki,
bibir, glans penis, klitoris dan labia minora. pertumbuhan rambut pada
daerah-daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi
tidak saja oleh hormon kelamin-terutama androgen-tetapi juga oleh hormon
adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari sebuah invaginasi
epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya
mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus
rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler
yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Terdapat di seluruh kulit
kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari falang distal jari tangan,
kaki, penis, labia minora dan bibir.
b) Kuku
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Bagian kuku
terdiri dari:
1) Matriks kuku: pembentuk jaringan kuku yang baru.
2) Dinding kuku (nail wall): lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian
pinggir dan atas Dasar kuku (nail bed): bagian kulit yang ditutupi kuku.
3) Alur kuku (nail grove): celah antar dinding dan dasar kuku.
4) Akar kuku (nail root): bagian proksimal kuku.
5) Lempeng kuku (nail plate): bagiantengah kuku yang dikelilingi dinding
kuku.
6) Lunula: bagian lempeng kuku yangberwarna putih didekat akar
kukuberbentuk bulan sabit, sering tertutup olehkulit.
7) Eponikium (kutikula): dinding kukubagian proksima, kulit arinya
menutupibagian permukaan lempeng kuku.
8) Hiponikium: dasar kuku, kulit ari dibawahkuku yang bebas (free edge)
menebal.
8

C. Epidemiologi
Sekitar 2/3 pasien luka bakar adalah anak-anak berusia di bawah 4 tahun
yang sebagian besar adalah akibat luka lepuh. Di Amerika, anak berusia 6 bulan
hingga 2 tahun banyak mengalami tersiram air panas misalnya tumpahan kopi
atau makanan panas lainnya dan 10–30% akibat kekerasan (Dzulfikar, 2012).
Secara global, hampir 96.000 anakanak dibawah usia 20 tahun mengalami cedera
akibat luka bakar di tahun 2004. Angka kematian di negara dengan pendapatan
rendah dan menengah adalah sebelas kali lebih tinggi daripada negara maju yaitu
sebesar 4.3 per 100.000 berbanding 0,4 per 100.000 di negara maju. Kebanyakan
kematian terjadi di daerah miskin di dunia – Afrika dan Asia Tenggara, dan
negara-negara pendapatan rendah dan menengah di daerah Mediterania Timur
(Kairupan et al, 2015). Di Amerika Serikat sekitar 120.000 anak per tahun
mengalami luka bakar dan merupakan penyebab ketiga terbesar kecelakaan non-
fatal. Angka kejadian pada laki-laki dibandingkan perempuan 3:2, dan sekitar 58
% kasus mengenai anak usia < 6 tahun. Luka bakar akibat air panas atau uap
panas merupakan penyebab tersering yaitu 52,2 % diikuti oleh api 32,5 % dengan
angka kematian 0,9/100.000 anak per tahun (Dewi, 2016).
Berdasarkan inventarisasi penanganan pasien luka bakar dari 14 rumah
sakit besar yang ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, malang,
Denpasar, Jember, Mataram, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Palembang
ditemukan sepanjang 2012-2-14 terdapat 3.518 kasus luka bakar. Angka kejadian
luka bakar dalam datanya terus meningkat dari 1.186 kasus pada 2012 menjadi
1.123 kasus (2013) dan 1.209 kasus (2014). Kasus luka bakar yang terjadi pada
anak berdasarkan Riskesdas 2013 ditemukan pada kelompok umur kurang dari 1
tahun sebesar 0,7%, kelompok umur 1-4 tahun sebesar 1,5% dan eklompok umur
5-14 tahun sebesar 0,6% (Riskesdas, 2013).

D. Etiologi
Penyebab tersering luka bakar antara lain (Grace dan Borley, 2006):
1. Trauma suhu (thermal)
9

Luka bakar yang disebabkan dari sumber panas yang kering (api, logam,
panas) atau lembab (cairan atau gas panas).
2. Listrik
Luka bakar yang terjadi akibat aliran listrik yang menjalar ke tubuh.
3. Kimia
Luka bakar yang terjadi akibat trauma asam atau basa. Karakteristik keduanya
memiliki perbedaan dalam hal kedalaman luka bakar yang terjadi. Luka bakar
akibat paparan zat yang bersifat basa umumnya mengakibatkan luka yang lebih
dalam dibandingkan akibat zat asam. Hal ini disebabkan zat basa akan menyatu
dengan jaringan lemak di kulit sehingga menyebabkan kerusakan jaringan yang
lebih progresif, sedangkan luka bakar akibat asam akan menyebabkan koagulasi
protein.
4. Radiasi
Luka bakar karena paparan sinar ultraviolet matahari, atau sumber radiasi
lainnya seperti sinar-X).

E. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut
Moenadjat (2009) adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa
eritema, tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari.
10

Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah


klinik yang berarti dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak
dicantumkan dalam perhitungan luas luka bakar.

2) Luka bakar derajat II (partial thickness burn): kerusakan meliputi seluruh


ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan
menjadi dua:
- Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan
mengenai epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal-
epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi
epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini
merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis
terlepas, terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang pucat-
edematus dan eksudatif. Apendises kulit (integumen, adneksa kulit)
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu
antara 10-14 hari.
- Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai
hampir seluruh (2/3 bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
11

utuh. Sering dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi


lebih lama tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu.

3) Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh
tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi
karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan
baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang
memiliki potensial epithelialisasi.
12

Menurut Almatsier (2006) klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman


antara lain:
1. Derajat I
Derajat luka bakar dimana terjadi kematian pada lapisan atau epidermis kulit yang
disertai pelebaran pembuluh darah sehingga kulit tampak kemerah-merahan.
2. Derajat II
Derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan epidermis dan dermis, sedangkan
pembuluh darah di bawah kulit menumpuk dan mengeras. Selain timbul warna
kemerah-merahan pada kulit juga timbul gelembung-gelembung.
3. Derajat III
Derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan seluruh sel epitel kulit (epidermis,
dermis, dan sub kutis) dan otot. Pembuluh darah mengalami trombosis.
Selain derajat luka bakar juga perlu diperhatikan luas luka bakar. Berikut
adalah penilaian luas luka bakar (Rule of nine):
Bagian tubuh Skor
Kepala 9%
Ekstremitas atas kanan 9% (4 ½ % / 4 ½ %)
Ekstremitas atas kiri 9% (4 ½ % / 4 ½ %)
Torso
Bagian depan 18%
Bagian belakang 18%
Perineum 1%
Ektremitas bawah kanan
Bagian depan 9%
Bagian nelakang 9%
Ekstremitas bawah kiri
Bagian depan 9%
Bagian belakang 9%
Total 100%
13

Kedalaman dan Bagian


Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ketika ditekan waktu satu
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda minimal atau minggu
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema, Pengelupasan kulit
tidak dijumpai
bullae

Gambar 1: Luka bakar derajat I


Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan
(Partial Thickness) dan bagian Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu dua
Tersiram air dermis Sensitif terhadap bintik merah; hingga tiga
14

mendidih udara yang dingin epidermis minggu


Terbakar oleh nyala retak; Pembentuka parut
api permukaan dan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema, mengubahnya
dijumpai bullae menjadi derajat
tiga

Gambar 2: Luka bakar derajat II


Derajat IIa Organ- Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
(superficial) organ kulit derajat II luka bakar terjadi secara
seperti derajat II spontan dalam
folikel waktu 10-14 hari,
rambut, tanpa operasi
kelenjar penambalan kulit
keringat, (skin graft).
kelenjar
sebasea
masih utuh.

Gambar 3. Luka bakar derajat IIsuperficial


Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
mengenai derajat II luka bakar terjadi lebih lama,
hampir derajat II tergantung biji
seluruh epitel yang tersisa.
bagian Biasanya
dermis. penyembuhan
Organ- terjadi dalam
organ kulit waktu lebih dari
sebagian satu bulan.
besar masih Bahkan perlu
utuh. dengan operasi
15

penambalan kulit
(skin graft).

Gambar 4. Luka bakar derajat IIdalam


Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi

Gambar 5: Luka bakar derajat III

c) Berdasarkan Penderita
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat
dan ringan luka bakar adalah:
1) Luka bakar ringan: kriteria luka bakar derajat II, derajat III<10% pada
kelompok usia <10 th/ >50th, luka bakar derajat II dan derajat III <15%
pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 320% pada kelompok
16

usia50th, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok
usia, tanpa cedera pada tangan, kaki dan perineum
2) Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan
derajat III 10-20% pada kelompok usia<10 th/ >50th; luka bakar derajat II
dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat
III<10% pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan
perineum
3) Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II
dan derajat III>20% pada kelompok usia50th, luka bakar derajat II dan
derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka
bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka
bakar pada tangan, kaki, dan perineum
d) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
Luka bakar mayor
1) LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat
partial thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20%dengan derajat
partial thickness pada anak-anak.
2) LPTT ≥ 10% dengan derajat fullthickness tanpa disertai komplikasi lain.
3) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
4) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
5) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
6) Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera
pada jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-masalah
kesehatan lain yang sudah ada sebelumnya.
Luka bakar moderat
1) LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
2) LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
3) LPTT ≤ 10% dengan derajat fullthicknesstanpa komplikasi lain.
17

Luka bakar minor


Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak
(1992) adalah :
1) LPTT kurang dari 15% pada orang dewasaderajat partial thickness dan
LPTT kurang dari 10 %dengan derajat partial thickness pada anak-anak.
2) LPTT dengan derajat fullthickness kurang dari 2% pada segala usia, tidak
mengenai wajah, tangan, dan perenium.
Sumber :Smeltzer (2001)

F. Patofisiologi/Patologi
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan
permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan
intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
terjadi akibat penguapan yang berlebihan di derajat 1, penumpukan cairan pada
bula di luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat 3. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi
oleh keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok
hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi
lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. kulit manusia
dapat mentoleransi suhu 440C relatif selama 6 jam sebelum mengalami cedera
termal (Chu et al dalam Anggowarsito, 2014).

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas
(Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan
integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,
semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
18

Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan
mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama
proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang
abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit
intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka
bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011). Hipovolemia yang timbul
berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah
dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan
unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan
hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara
dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon
kardiovaskuler, curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &
Bare, 2002).
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang
menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme
kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap
keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009).
Sedangkan respon renalis ditandai dengan penurunan sirkulasi renal menyebabkan
iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah
penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia
parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh
19

sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH)


dan kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian
selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno
Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf
parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme.
Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan
acute renal failure (Moenadjat, 2009)
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi
perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain
saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia
mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu
(disrupsimukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa
dan kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh
kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi
sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat,
2009). Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.
Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat
pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare, 2002)
.
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang
rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah keadaan
hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar akan
mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar meskipun
tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)
Catatan:
Perbedaan tekanan onkotik dan hidrstatik
a. Tekanan osmotik adalah tekanan untuk mencegah aliran osmotic cairan
20

b. Tekanan onkotik adalah gaya tarik sifat atau system koloid agar air tetap
berada dalam plasma darah di intravaskuler. Arti lain dari tekanan onkotik
adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein (albumin)
c. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding
pembuluh darah
Tekanan osmotic koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar
tidak mengalir ke dalam rongga interstitial. Hal ni terutama fungsi albumin.
Albumin dihasilkan oleh hati apabila terdapat kerusakan hati, maka dapat terjadi
keadaan hipoalbumin

G. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan luka bakar antara lain
(Grace dan Borley, 2006):
Umum:
1. Nyeri
2. Pembengkakan dan lepuhan.
Khusus:
1. Bukti adanya inhalasi asap (jelaga pada hidung atau sputum, luka bakar
dalam mulut, suara serak).
2. Luka bakar pada mata atau alis mata (membutuhkan pemeriksaaan
oftalmologi sejak awal).
3. Luka bakar sirkumferensial (akan membutuhkan eskarotomi).

H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan diantaranya adalah darah perifer
lengkap, analisis gas darah, kadar mioglobin, urinalisis dan profil faktor
pembekuan. Sel darah putih biasanya meningkat pada pasien luka bakar akibat
respons terhadap kondisi akut yang terjadi atau disebabkan oleh infeksi. Kadar
hemoglobin dan hematokrit dapat meningkat akibat kehilangan cairan atau
perdarahan. Penilaian fungsi ginjal sangat penting dilakukan untuk mengetahui
adanya asidosis metabolik dan nekrosis tubular akut. Hiperkalemia dapat
21

ditemukan pada pasien luka bakar akibat pemecahan sel dan pergeseran kalium
intrasel ke ekstrasel (Dewi, 2016). Jika curiga terjadi trauma inhalasi maka
dilakukan rontgen toraks dan gas darah arteri. Pemeriksaan penunjang lain yang
dapat dilakukan yaitu EKG untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial
atau distritmia.

I. Kemungkinan komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan
terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi
akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan
infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi
traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka
bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada
ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien
luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk
sumbatan darah (Burninjury, 2013).

3) Komplikasi jangka panjang


Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada
luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi 19 secara berat
dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area
sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini
22

terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik


bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain
itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress
pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas
merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).

J. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi


Penatalaksanaan farmakologi:
Luka bakar dapat menimbulkan rasa nyeri terlebih lagi pada luka bakar luas.
Nyeri tersebut akan sangat mengganggu proses emosi dan fisiologi anak.
Sehingga diperlukan analgetika dan sedatif yang dapat mengontrol nyeri agar
anak menjadi nyaman. Nyeri neuropatik terjadi sekunder akibat kerusakan saraf.
Hal ini dapat menyebabkan kurangnya respons terhadap analgetika sehingga
dibutuhkan obat-obatan sedatif. Analgetika yang diberikan pada anak yang
mengalami nyeri akibat luka bakar adalah parasetamol dan anti inflamasi non
steroid (AINS). Namun bila dengan pengobatan oral masih tidak berespons, dapat
diberikan obat analgetika intravena (Kasten et al dalam Dzulfikar, 2012).
Terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian analgetika spesifik yaitu
pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol adalah derivat
paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk mengatasi rasa
nyeri.1 Obat anti inflamasi non steroid memiliki sifat analgetika dan antipiretik
melalui hambatan sintesis prostaglandin dan tromboksan. Morfin memiliki efek
sekitar 10 –20 menit setelah diberikan melalui jalur intravena dengan dosis
0,1mg/Kg. Dosis morfin yang diberikan pada anak >5 tahun yaitu 20
mikrogram/Kg diberikan secara bolus dilanjutkan dengan titrasi 4-8
mikrogram/kg/ jam. Pada saat diberikan morfin, harus dilakukan pemantauan
pernapasan dan saturasi O2. Oxycodone merupakan opioid semisintetis yang
memiliki bioavailabilitas lebih baik dibandingkan morfin. Oxycodone dapat
diberikan dengan dosis 0,2mg/Kg secara per oral maupun intravena. Fentanyl
merupakan analgetika narkotik dengan potensi lebih tinggi dibandingkan dengan
morfin. Memiliki kemampuan larut lemak yang tinggi dan mula kerja cepat (1–2
23

menit). Durasi kerjanya mencapai 60 menit dan dosis yang diberikan adalah 15–
20 mikrogram/Kg. Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang
tidak berespons terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan
klonidin dengan dosis yang diberikan 1–3 mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari
secara oral atau intravena (Kasten et al dalam Dzulfikar, 2012).

Penatalaksanaan non farmakologi:


Airway dan Breathing
Managemen airway pada luka bakar penting dilakukan karena jika tidak dilakukan
dengan baik akan mengakibatkan komplikasi serius. Kondisi serius yang perlu
dicermati adalah adanya cedera inhalasi, terutama jika luka bakar terjadi pada
ruang tertutup. Cedera inhalasi lebih jarang terjadi pada ruang terbuka atau pada
ruang dengan ventilasi baik. Hilangnya rambut-rambut wajah dan sputum hitam
memberikan tanda adanya cedera inhalasi. Pemberian oksigen dengan saturasi
yang diharapkan setinggi >90% harus segera diberikan. Pasien dengan luka bakar
luas sering membutuhkan intubasi. Stidor dapat dijumpai dalam beberapa jam
pada pasien dengan airway stabil seiring dengan terjadinya edema pada saluran
nafas. Hatihati dalam penggunaan obat-obat penenang, karena dapat menekan
fungsi pernafasan (Anggowarsito, 2014).
Circulation
Akses intravena dan pemberian resusitasi cairan sangat penting untuk segera
dilakukan. Lokasi ideal akses pemberian cairan pada kulit yang tidak mengalami
luka bakar, namun jika tidak memungkinkan maka dapat dilakukan pada luka
bakar. Akses intravena sebaiknya dilakukan sebelum terjadi edema jaringan yang
akan menyulitkan pemasangan infus. Pemasangan infus di vena sentral perlu
dipertimbangkan jika tidak ada akses pada vena perifer. Cairan Ringer laktat dan
NaCl 0,9% tanpa glukosa dapat diberikan pada 1-2 akses intravena. Kateter Foley
digunakan untuk memonitor produksi urin dan keseimbangan cairan
(Anggowarsito, 2014).
24

k. CLINICAL PATHWAY
Panas, kimia, radiasi,listrik

Luka bakar

Kerusakan jaringan di epidermis, dermis

Adanya stimulus nyeri Kerusakan


Kerusakan Kerusakan kapiler integritas kulit
Pelepasan histamin,
integritas kulit bradikinin, serotonin, Merangsang susunan
dan prostaglandin Peningkatan permeabilitas saraf otonom Gangguan citra
tubuh

Merangsang saraf- Cairan merembes Mengaktifkan


Menekan saraf simpatis
saraf nyeri jaringan sub kutan norephineprin

Peristaltik usus menurun Mengaktifasi RAS


Medula spinalis Vesikel pecah

Efek lambung menurun


Neospinothalamus Luka terbuka, kulit terkelupas Mengaktifasi kerja organ

Merangsang efek vagal


Cortex cerebri Penguapan yang berlebih Menurunkan REM

Mual, muntah
Nyeri dipersepsikan Gangguan pola tidur
Dehidrasi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Nyeri akut Port de entry
Kekurangan mikroorganisme
kebutuhan tubuh
Pergerakan terbatas volume cairan

Resiko infeksi
Hambatan mobilitas fisik
25

PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian
I. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pada pasien dengan luka bakar biasanya mengeluh nyeri dan perih pada
bagian yang luka. Selain itu, biasanya juga mengalami keletihan akibat gangguan
perfusi jaringan dan dehidrasi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pasien dengan luka bakar dapat disebabkan karena adanya luka pada
daerah tubuh, rasa nyeri pada daerah luka dan terkadang sesak jika daerah luka
luas kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu keletihan,gangguan
kesadaran, adanya lesi disekujur tubuh yang luka serta perubahan integritas kulit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang pernah di derita pasien di masa lalu juga dapat
memicu timbulnya komplikasi pada pasien dengan luka bakar.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pasien luka bakar riwayat penyakit keluarga tidak terlalu berpengaruh
karena luka bakar tidak berhubungan dengan genetik.

III. Pengkajian Keperawatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Metabolisme dan nutrisi tidak adekuat karena pasien mengalami dehidrasi
dan tidak nafsu makan.
26

3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, dan kulit sehingga
perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.Dalam hal
ini, pada pasien dengan lua kabar biasanya BAK tidak banyak karena pasien
mengalami dehidrasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas pasien seperti mobilisasi dari pasien. Aktifitas
fisik dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi karena aktifitas pasien akan
terganggu dengan adanya luka.
5. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama tidur dan istirahat serta berapa besar kelelahan yang dialami. Selain itu,
kondisi pasien yang terkena luka bakar tidur dengan nyaman atau tidak juga perlu
dikaji.
6. Pola hubungan dan peran
Pola hubungan dan peran juga mempengaruhi kondisi pasien. Keluarga
diperlukan untuk mendukung kesembuhan pasien dan memotivasi pasien agar
pasien tidak merasa malu dengan kondisi tubuhnya yang luka.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami luka pada tubuhnya, sesak nafas, nyeri pada daerah luka.
Pasien mungkin akan beranggapan bahwa luka bakarnya dapat mempengaruhi
citra tubuh. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien dapat mengalami gangguan, terutama pada kulit
sebagai sensor sentuhan. Pasien juga akan ada gangguan pada pola kognitif.
9. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungannya akan berubah secara
total yang berhubungan dengan kondisi fisiknya yang terjadi luka bakar.
27

10. Pola penanggulangan stress


Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyembuhan akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai kondisinya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa kondisinya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

IV. Pemeriksaan fisik


Keadaan umum
Umumnya pasien datang dengan keadaan kotor, mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat
TTV
Tekanan darah menurun, nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
Pengkajian head to toe
1. Pemeriksaan kepala dan leher
Cacat bentuk kepada, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setelah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar.
2. Mata
Cacat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda
asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok
kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
3. Hidung
Cacat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung
yang rontok.
4. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang
28

5. Telinga
Cacat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
6. Leher
Cacat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan.
7. Pemeriksaan thorak/ dada
Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
8. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
9. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/ terdapat lesi merupakan tempat
pertumbuhan kuman yang paling baik, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
10. Muskuloskeletal
Cacat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskeletal, kekuatan otot menurun karena nyeri.
11. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisamenurun
bisa supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat
(syok neurogenik)
12. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka).

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
29

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
5. Resiko infeksi, faktor resiko penurunan imun.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
30

Intervensi keperawatan

No. Masalah Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen nyeri:
3x24 jam, nyeri akut pada pasien dapat teratasi, 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
dengan kriteria hasil: meliputi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi,
kualitas dan faktor pencetus.
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
2. Observasi adanya reaksi nonverbal dan
nyeri, mampu menggunakan tehnik
ketidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
mencari bantuan)
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
menggunakan manajemen nyeri
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
akibat prosedur.
frekuensi dan tanda nyeri)
5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
berkurang
kebisingan
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal).
7. Berikan individu penurun nyeri yang optimal
dengan peresepan analgesik.
8. Dorong pasien untuk menggunakan obat-
obatan penurun nyeri yang adekuat.
9. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik.
10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
(seperti relaksasi, hypnosis, akrupessure dll)
31

11. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri


12. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
13. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan
tim kesehatan lain untuk meilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan
nyeri non farmakologis
14. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
15. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri.

2. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen cairan:


cairan 3x24 jam, kekurangan volume cairan pada 1. Monitor status hidrasi (membran mukosa
pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
normal).
1. Mempertahankan urine output sesuai
2. Monitor TTV (pernafasan, nadi, tekanan darah,
dengan usia dan berat badan ·
suhu)
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam
3. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
batas normal
retensi cairan (peningkatan BUN, penurunan
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas
hematokrit).
turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
4. Berikan terapi IV.
tidak ada rasa haus yang berlebihan
5. Tingkatkan asupan oral (memberikan sedotan,
memberikan makanan favorit, menggunakan
cangkir obat kecil).
6. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu
dalam memberikan makan dengan baik.
7. Pemberian produk-produk darah (trombosit dan
plasma yang baru).
32

3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Peningkatan tidur:
3x24 jam, gangguan pola tidur pada pasien 1. Monitor dan catat pola tidur pasien dan jumlah
dapat teratasi, dengan kriteria hasil: jam tidur serta kondisi fisik (misal apnea tidur,
sumbatan jalan nafas, nyeri) atau psikologis
1. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8
(misalnya ketakutan atau kecemasan) yang
jam/hari.
mengganggu tidur.
2. Pola tidur, kualitas dalam batas normal.
2. Sesuaikan lingkungan (misalnya cahaya,
3. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat.
kebisingan, suhu, tempat tidur) untuk
4. Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang
meningkatkan tidur.
meningkatkan tidur.
3. Bantu untuk menghilangkan situasi stres
sebelum tidur.
4. Ajarkan pasien untuk melakukan cara non-
farkamologis untuk memancing tidur (misalnya
pijat, pemberian posisi dan sentuhan efektif).
5. Beri informasi pasien dan keluarga mengenai
faktor yang berkontribusi terjadinya gangguan
pola tidur (misalnya fisiologis, psikologis,
lingkungan dll).
6. Kolaborasi dengan dokter tentang penggunaan
obat tidur.
7. Dorong penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung zat penekan tidur REM.
8. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan tidur.
9. Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk
mendukung tidur/siklus bangun pasien.
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen nutrisi:
nutrisi kurang dari 3x24 jam, Ketidakseimbangan nutrisi kurang 1. Kaji adanya alergi makanan
33

kebutuhan tubuh dari kebutuhan tubuh pada pasien dapat 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
teratasi, dengan kriteria hasil: jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai pasien.
dengan tujuan. 3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 4. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
badan. mengkonsumsi makan (misalnya bersih,
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. berventilasi, bebas dari bau menyengat)
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 5. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan
5. Menunjukkan peningkatan fungsi perawatan mulut sebelum makan
pengecapan dan menelan. 6. Beri obat-obatan sebelum makan (misalnya
6. Tidak terjadi penurunan berat badan. penghilang rasa sakit, antiemetik(, jika
diperlukan
7. Pastikan makanan disajikan dalam bentuk
menarik pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi secara optimal.
8. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
favorit pasien
9. Pastikan diet mencakup makanan tinggi
kadungan serat untuk mencegah konstipasi.
10. Monitor kalori dan asupan makanan.

5. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Kontrol infeksi:


3x24 jam, resiko infeksi pada pasien dapat 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
teratasi, dengan kriteria hasil: digunakan untuk setiap pasien.
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 2. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, 3. Batasi jumlah pengunjung.
faktor yang mempengaruhi penularan serta 4. Ajarkan cara cuci tangan.
penatalaksanaannya. 5. Anjurkan pasien mengenai teknik cuci tangan
34

3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah dengan benar.


timbulnya infeksi. 6. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci
4. Jumlah leukosit dalam batas normal. tangan yang sesuai.
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat. 7. Cusi tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan pasien.
8. Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan
oleh kebijakan pencegahan universal.
9. Pakai sarung tangan steril dengan tepat.
10. Pastikan penangan aseptik dari semua saluran
IV.
11. Pastikan perawatan luka yang tepat
12. Verikan terapi antibiotik yang sesuai
13. Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik
yang sesuai.
14. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada petugas kesehatan.
15. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
begaimana cara menghindari infeksi
6. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pressure Management
kulit 3x24 jam, kerusakan integritas kulit pada pasien 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
dapat teratasi, dengan kriteria hasil: yang longgar
Penyembuhan luka bakar: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
No Indikator
Tujuan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
1 2 3 4 5 kering
1. Nyeri √ 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
2. Infeksi √
3. Kulit melepuh √
dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
35

4. Edema pada √ 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada


area bakar daerah yang tertekan
5. Nekrosis √
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
jaringan
Keterangan: Insision site care
1. Sangat besar 8. Membersihkan, memantau dan meningkatkan
2. Besar proses penyembuhan pada luka yang ditutup
3. Sedang dengan jahitan, klip atau straples
4. Terbatas 9. Monitor proses kesembuhan area insisi
5. Tidak ada 10. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area
insisi
11. Bersihkan area sekitar jahitan, menggunakan
lidi kapas steril
12. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
13. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai
atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut)
sesuai program.
7. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Terapi latihan: ambulasi
3x24 jam, hambatan mobilitas fisik pada pasien 1. Sediakan tempat tidur yang rendah dan sesuai
dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur
untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh
1. Klien dapat menopang berat badan
3. Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai
2. Klien dan keluarga paham mengenai manfaat
kebutuhan
dan tujuan melakukan latihan sendi
4. Instruksikan pasien mengenai pemindahan dan
3. Klien paham cara melakukan latihan ROM
teknik ambulasi yang aman
aktif atau pasif
5. Monitor penggunaan kruk atau alat bantu
4. Pasien/keluarga paham mengenai
berjalan lainnya
pemindahan dan teknik ambulasi yang aman
Terapi latihan: pergerakan sendi
36

6. Tentukan batasan pergerakan sendi dan


efeknya terhadap sendi;
7. Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat dan tujuan melakukan latihan sendi
8. Instruksikan klien/keluarga cara melakukan
latihan ROM aktif atau pasif.
9. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya
nyeri.
10. Pakaikan baju yang tidak menghambat
pergerakan pasien
8. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Body image enhancement
3x24 jam, gangguan citra tubuh pada pasien 1. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien
dapat teratasi, dengan kriteria hasil: terhadap tubuhnya
2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
1. Body image positif
3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
kemajuan dan prognosis penyakit
3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan
4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
fungsi tubuh
5. Identifikasi arti pengurangan melalui
4. Mempertahankan interaksi sosial
pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil
37
DISCHARGE PLANNING

Peran perawat dalam perencanaan pemulangan pasien luka bakar dapat


dilihat dari bagaimana perawat melakukan pengkajian kebutuhan persiapan
pulang pasien luka bakar memberikan edukasi bagi pasien dan keluarga, melatih
pasien dan keluarga untuk mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, serta
dalam menginformasikan rujukan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan
pemulangan pada pasien luka bakar dilakukan dengan baik di Rumah Sakit. Untuk
itu, perawat di Rumah Sakit harus lebih memperhatikan pentingnya perencanaan
pemulangan yang optimal bagi pasien luka bakar. Perawat juga harus lebih
menyadari bahwa perencanaan pemulangan adalah hal yang sangat penting untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien luka bakar setelah dipulangkan dari rumah
sakit. Pasien luka bakar harus mematuhui diet yang sudah ditetapkan yaitu rendah
lemak, rendah glukosa, tinggi ini untuk mengendalikan lemak darah, gula darah
dan kolesterol. Selain itu juga harus lebih banyak minum air putih, agar suhu
badantetap normal dan untuk memperbaiki dan mempercepat penyembuhan
jaringan yang rusak dan mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi
mikro. Perawatan luka bakar dan perawaatan mencegah luka baru dapat dilakukan
seperti tidak memakai pakaian yang sempit, jaga luka tetap bersih dan kering,
hindari penekanan yang lama pada kaki yang luka.
38

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2006. Penuntun diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Ilmu.
https://books.google.co.id/books [Diakses pada 24 September 2018]
Anggowarsito, J. L. 2014. Luka bakar sudut pandang dermatologi. Jurnal Widya
Medika Surabaya. 2(2): 115-120
Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth
Edition. United State of America: Mosby Elsevier.
Baughman. D. C. dan J. C. Hackley. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. https://books.google.co.id/books
[Diakses pada 24 September 2018]
Burninjury. 2013. Burn complications. Available in :
http://burninjuryguide.com/burn-recovery/burncomplications/ [Diakses pada
24 September 2018]
Dewi, R. 2016. Tata Laksana Luka Bakar pada Anak. Current Evidences in
Pediatric Emergencies Management. Bogor: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-
PKB-68.pdf [Diakses pada 24 September 2018]
Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing
Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby
Elsevier.
Dzulfikar. 2012. Penanganan Luka Bakar di Ruang Perawatan Intensif Anak.
2(2): 79-84 http://perdici.org/wp-content/uploads/mkti/2012-02-
02/mkti2012-0202-079084.pdf [Diakses pada 24 September 2018]
Grace, P. A. dan N. R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga.
Jakarta: Erlangga https://books.google.co.id/books [Diakses pada 24
September 2018]
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Kairupan, G., A. Monoarfa dan M. Hatibie. 2015. Angka Kejadian Penderita Luka
Bakar di Bagian/SMF Bedah RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado Periode
Juni 2011 Sampai Juni 2014. Jurnal E-Clinic (Ecl). 3(3): 826-829
http://www.download.portalgaruda.org [Diakses Pada 24 September 2018]
Rahayuningsih, T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Profesi. 8: 1-
13. https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/viewFile/11/9
[Diakses pada 24 September 2018]
39

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
20.2013.pdf [Diakses pada 24 September 2018]

Anda mungkin juga menyukai