PROPOSAL PENELITIAN
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mengetahui nilai energi,
magnituda, dan kedalaman gempa vulkanik Gunung Gede khususnya pada
bulan Januari sampai Mei tahun 2021.
1.3. Manfaat
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Dapat membantu para ahli seismologi dalam mengindentifikasi aktifitas
kegempaan gunung api.
2. Menambah wawasan di bidang seismologi.
3. Melatih kemampuan dalam hal aplikasi teori ke dalam praktek.
II. LANDASAN TEORI
Gunung Gede umumnya memiliki erupsi yang kecil dan singkat, kecuali erupsi
yang terjadi pada tahun 1747-1748 yang mengeluarkan aliran lava dari
Kawahlarang. Umumnya hanya mengeluarkan abu atau pasir halus. Periode
erupsi terpendek selama kurang dari satu tahun dan yang terpanjang selama 71
tahun (Kunrat, dkk., 2013).
Pengamatan aktifitas Gunung Gede telah dilakukan sejak tahun 1985.
Pengamatan tersebut dilakukan dari pos pengamatan gunung api dengan
menggunakan seismograf analog PS-2 Kinemetrik dengan lokasi seismometer
berada di lereng barat-laut dan berjarak 4 km dari puncak. Secara geografis,
seismometer ini terletak pada 6045’36,72’’ LS dan 107000’19,44’’ BT pada
ketinggian 1629 mdpl. Selain secara permanen, pemantauan aktifitas
kegempaan dilakukan pula secara temporer dengan tujuan untuk mengetahui
secara pasti hiposenter gempa dan mekanismenya Hiposenter gempa
terkonsentrasi antara puncak gunung Gede dan gunung Pangrango, merupakan
kelurusan struktur sesar. Kedalaman gempa kira-kira antara 1 – 5 km dari
puncak. Ini menggambarkan bahwa kegempaan berasal dari gerakan sesar
normal dengan arah bidang sesar NE – SW dan kemiringannya sekitar
80°.(Octavia,2017).
Selain pengamatan kegempaan, metoda penyelidikan geofisika lain
yang telah dilakukan di Gunung Gede, yaitu metoda gaya berat. Hasil
penyelidikan gaya berat (Tatang Yohana dkk., 1992) memperlihatkan, bahwa
berdasarkan peta anomali regional, peta anomali bouguer, peta anomali
residual (sisa), disimpulkan bahwa terlihat adanya kecenderungan arah
struktur yang berarah baratdaya – timurlaut, massa jenis batuan ke arah
puncak semakin kecil dan dari peta residual pola struktur terlihat jelas
berarah barat– timur.
Magnituda
Magnituda adalah besaran absolut suatu gempa, sekalipun gempa
tersebut tidak terasa. Magnituda gempa mencerminkan besarnya energi yang
dilepaskan pada proses patahan didalam kulit bumi. Besaran ini akan bernilai
sama, meskipun dihitung dari tempat yang berbeda. Skala yang umum
digunakan untuk menyatakan magnituda gempa yaitu skala Richter. Dalam
pengertian internasional, harga magnituda suatu gempa dihitung dengan
menggunakan skala Richter (Suryani, 2003).
Magnituda gempa erat kaitannya dengan jumlah energi total seismik
yang dilepaskan gempa bumi. Hal itu berlaku selama semua energi total seismik
ditransfer dalam bentuk energi gelombang. Karena tidak semua energi gempa
ditransfer dalam bentuk energi gelombang, maka pada dasarnya magnituda
merupakan karakteristik dari jumlah total energi gelombang elastik. Sehingga
magnitude hanya merupakan harga karakteristik untuk menggambarkan energi
gelombang (Situngkir,1997).
Secara umum, magnituda dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut:
M = log + ( )
dimana:
M adalah magnitudo (dalam Skala Richter)
a adalah amplitudo gerakan tanah (dalam mikrometer)
T adalah periode gelombang (dalam sekon)
adalah jarak pusat gempa atau episenter (dalam meter)
adalah kedalaman gempa (dalam meter)
dan adalah faktor koreksi yang bergantung pada kondisi lokal dan
regional daerahnya.
Menurut Sapiie (2012), kuatnya sinyal gelombang yang bervariasi yang
tergantung dari banyak faktor mendasari dibuatnya skala logaritmik. Sehingga
jika magnituda 1 mengindikasikan kelipatan 10 atau amplitude gelombang 10
kali lebih besar. Selanjutnya magnitude 2 diindikasikan menjadi sepuluh kali
lebih besar dan magnituda 3 berarti seratus kali.
Selain Skala Richter diatas, terdapat beberapa definisi magnitudo yang
dikenal dalam kajian gempa bumi yakni,MS yang diperkenalkan oleh Guttenberg
dengan menggunakan fase gelombang permukaan gelombang Rayleigh, serta m b
(body waves magnitudo) yang diukur berdasarkan amplitudo gelombang badan,
baik P maupun S.
Perhitungan magnituda gempa lokal juga telah dikembangkan oleh
Tsumuara (1967) maupun Lee, dkk (1972) dengan menggunakan variabel durasi
gempa. Metode ini digunakan agar dapat menghindari kesalahan yang
disebabkan oleh amplituda gempa yang melewati batas maksimum kemampuan
simpangan jarum galvanometernya, sehingga diperoleh persamaan seperti di
bawah ini:
M = a + b log (T) + c∆
dimana a, b dan c adalah konstanta.
Berdasarkan hasil rekaman gempa pada suatu stasiun, Lee, dkk (1972)
memperoleh nilai magnituda yang dapat disetarakan dengan skala Richter,
yakni:
M = -0.87 + 2 log (T) + 0.0035∆
dengan mengabaikan nilai konstanta dari jarak pusat gempa yang
sangat kecil.
Siswowidjojo dalam pengamatannya pada Gunung Lawu (1979) juga
memperoleh hal yang sama, yaitu:
M = -1.45 + 1.91 log (T)
Energi
Kekuatan gempa di sumbernya dapat juga diukur dari energi total yang
dilepaskan oleh gempa tersebut. Energi yang dilepaskan oleh gempa biasanya
dihitung dengan mengintegralkan energi gelombang keseluruh komponen ruang
dan waktu yang dilewati oleh gelombang. Berdasarkan perhitungan energi dan
magnitudo yang pernah dilakukan, magnituda dan energi memiliki hubungan
yang sederhana dari persamaan Gutenberg-Richter, seperti di bawah ini:
Log E = 4.8 + 1.5 M
dimana: E adalah energi (Joule) dan M adalah magnitudo (dalam skala Richter)
(Shearer, 2009).