Orang miskin mencari uang, orang kaya membangun aset. Orang miskin
mencari pekerjaan, orang kaya membangun jaringan. Kalimat itu sudah
sering kita dengar, baik dari buku maupun dari para motivator keuangan.
Tahun 2009 saya merenovasi klinik di Batu menjadi hotel. Ada 30an
tukang dengan berbagai tingkatan terlibat. Mulai kepala tukang, tukang
ahli, tukang batu biasa, tukang ahli bambu, sampai pembantu tukang.
Sayapun ikut bekerja keras bersama mereka. Jika mereka fokus pada
bangunannya, saya fokus ke mebeler nya karena disitu keahlian saya.
Sejak dulu saya sudah terbiasa membuat perabotan sendiri. Semua tempat
tidur dan meja untuk ruang pertemuan di hotel itu saya buat sendiri. Dan
saya bekerja lebih keras dibanding mereka. Tetangga sebelah sudah hafal,
jika setelah magrib masih ada gergaji listrik yang berbunyi, itu pasti boss
nya yang bekerja. Karena pekerjanya sudah beristirahat, bossnya tidak.
Setelah beberapa bulan bekerja keras, akhirnya hotel itu jadi. Kami
mengadakan selamatan, setiap pekerja saya beri kenang kenangan sebuah
golok khas Batu. Kemudian mereka bubar dan kembali ke tempatnya
masing masing. Hanya saya yg tetap tinggal disana.
Mengapa mereka bubar sedang saya tetap tinggal ? Karena setelah jadi,
aset itu milik saya. Kami sama sama membangun aset yaitu sebuah hotel.
Bedanya, mereka yaitu para pekerja itu mendapat uangnya pada saat
PROSES MEMBANGUN ASET. Sedangkan saya baru mendapat
uangnya setelah ASETNYA JADI. Selama proses membangun aset, saya
justru mengeluarkan uang untuk membiayai pembangunan aset itu.
Sama sama “membangun aset”, tetapi itulah bedanya antara pekerja dan
pemilik. Pekerja sudah mendapat uang pada saat proses membangun aset,
sedang pemilik baru mendapat uangnya setelah asetnya jadi. Siapa yang