Anda di halaman 1dari 28

MATERI ALJABAR

OLIMPIADE MATEMATIKA
TINGKAT SMA
Aljabar merupakan salah satu materi pokok dalam Olimpiade Matematika
Internasional (IMO), disamping geometri, ilmu bilangan, dan kombinatorik. Para
peserta pelatihan sudah mendapatkan materi aljabar sejak masih duduk di kelas
dasar. Menurut pengamatan penulis, sampai dengan di tingkat SMU peserta pelatihan
sudah cukup banyak mendapat materi yang berkaitan dengan aljabar. Yang kurang
adalah berlatih menerapkan teori yang telah didapat itu dalam soal-soal yang
berbentuk pemecahan masalah.

1. Sistem Bilangan Real

Misalkan N , Z , Q , dan R berturut-turut menyatakan himpunan bilangan


asli, himpunan bilangan bulat, himpunan bilangan rasional, dan himpunan bilangan
real. Masing-masing himpunan ini dilengkapi dengan operasi tambah dan operasi
kali disebut sistem bilangan. Sistem ini biasa ditulis notasi himpunan beserta
operasinya. Sebagai contoh sistem bilangan real ditulis (R, +, ×). Selanjutnya cukup
ditulis notasi himpunannya saja, yaitu R.
Berikut akan dibahas dua aksioma yang brkaitan dengan sistem bilangan real,
yaitu aksioma lapangan dan aksioma urutan.

Aksioma Lapangan
1. Sifat asosiatif, yaitu untuk setiap a, b, c di R berlaku
(a) (a + b) + c = a + (b + c)
(b) (ab)c = a (bc)

2. Sifat komutatif, yaitu untuk setiap a, b, c di R belaku


(a) a + b = b + a
(b) ab = ba

3. Eksistensi unsur identitas, yaitu


(a) Terdapat 0 di R yang memenuhi: a + 0 untuk semua a di R .
(b) Terdapat 1 di R dan 1 ≠ 0 yang memenuhi: a1 = a untuk semua a di R
.

4. Eksistensi unsur invers, yaitu


(a) Untuk masing-masing a di R terdapat –a di R yang memenuhi
a + (-a) = 0
(b) Untuk masing-masing a di R yang tidak nol terdapat a-1 di R yang
memenuhi
aa-1 = 1

5. Sifat distributif, yaitu untuk setiap a, b, c di R berlaku


a(b + c) = ab + ac

1
Sebagai konsekuensi dari sifat-sifat di atas diperoleh sifat berikut.

1. –a dan a-1 yang memenuhi sifat 4 di atas adalah tunggal.


2. 0a = 0, untuk setiap a di R .
3. (–1)a = –a, untuk setiap a di R .
4. – (–a) = a , untuk setiap a di R .
5. (– a) (– b) = ab, untuk setiap a di R .
6. (a-1) -1 = a, untuk setiap a di R yang tidak nol.

Aksioma Urutan
1. Untuk setiap pasangan bilangan real a dan b pasti berlaku salah satu dari a <
b, atau a = b, atau a > b.
2. Jika a < b dan b < c maka a < c.
3. Jika a < b maka a + c < b + c.
4. Jika a < b dan c > 0 maka ac < bc.

Sebagai konsekuensi dari sifat-sifat di atas diperoleh sifat berikut.


1. Jika a > 0 dan b > 0 maka ab > 0.
2. Jika a < b dan c < 0 maka ac > bc.
3. Untuk setiap a di R berlaku a2 ≥ 0. Selanjutnya, a2 = 0 jika dan hanya jika a
= 0.
1 1
4. Jika a > b > 0 maka 
a b
a b
5. Jika a > b > 0 dan c > d > 0 maka ac > bd dan  .
d c
6. Jika a > b maka an > bn untuk n bilangan asli ganjil.
7. Jika a > b > 0 maka an > bn untuk n bilangan asli.

Contoh 1. Jika a < b dan c bilangan real sebarang, maka a + c < b + c.


Bukti:
Karena a < b, maka b – c > 0. Perhatikan bahwa (b + c) – (a + c) = b – a > 0. Jadi a +
c < b+c.

Contoh 2. Jika a < b dan c bilangan real positif sebarang, maka ac < bc.
Bukti:
Karena a < b, maka b – c > 0. Perhatikan bahwa bc – ac = (b – c)c > 0. Jadi ac <
bc.

Contoh 3. Untuk bilangan real x sebarang, berlaku x2 ≥ 0. Selanjutnya, x2 = 0 jika


dan hanya jika x = 0.
Bukti:

2
Menurut sifat trikotomi, berlaku salah satu dari: (i) x = 0, atau (ii) x > 0, atau –x > 0.
Jika x=0, maka x2 = xx – 0. Jika x > 0, maka x2 = xx > 0. Jika –x > 0, maka x2 = (-x)(-
x) > 0.

Latihan 1. Buktikan sifat-sifat berikut


(i) Jika a < b, maka –b < -a.
(ii) Jika a < 0 dan b < 0, maka ab > 0.
(iii) Jika a < 0 dan b > 0, maka ab < 0.
(iv) Jika a < b dan b < c, maka a < c.
(v) Jika a < b dan c < d, maka a + c < b + d.
(vi) Jika 0 < a < b dan 0 < c < d, maka ac < bd.
1
(vii) Jika a > 0, maka  0.
a
1
(viii) Jika a < 0, maka  0.
a
a
(ix) Jika a > 0 dan b > 0, maka  0.
b
a
(x) Jika a > 0 dan b < 0, maka  0.
b
(xi) Jika a > 1, maka a2 > a.
(xii) Jika 0 < a < 1, maka a2 <a.
Sebagai catatan, kedua sifat pada sistem bilangan real di atas berlaku juga pada
sistem bilangan rasional. Sedangkan sistem bilangan bulat dan sistem bilangan
asli mempunyai sifat yang berbeda dengan sistem bilangan real dan hal ini akan
dibahas lebih jauh pada teori bilangan.

2. Ketaksamaan
Ketaksamaan merupakan salah satu topik dalam aljabar yang sering keluar
sebagai soal di olimpiade matematika internasional (IMO) dan kompetisi-kompetisi
matematika yang lain. Sebenarnya, topik ini sudah dikenal oleh siswa-siswa kita
sejak di sekolah menengah pertama. Bahkan, pengenalan notasi dan simbol “ lebih
kecil dari” dan “lebih besar dari” sudah mereka kenal sejak sekolah dasar. Berikut
akan dibahas teori tentang ketaksamaan dengan beberapa contoh soal.
Teori ketaksamaan didasarkan kepada sifat (aksioma) urutan bilangan real.
Menurut aksioma ini, diasumsikan terdapat himpunan P yang merupakan himpunan
bagian dari himpunan bilangan real yang memenuhi tiga sifat berikut:
(1) Untuk bilangan real x sebarang, berlaku salah satu dari: (i) x = 0, atau (ii) x 
P, atau
(iii) –x  P
(2) Jika x,y  P, maka x + y  P.
(3) Jika x,y  P, maka xy  P.

Sifat (1), (2), dan (3) di atas berturut-turut disebut trikotomi, ketertutupan
operasi tambah, dan ketertutupan operasi kali. Himpunan P di atas disebut himpunan

3
bilangan real positif. Berikutnya ada kesepakatan bahwa notasi x > 0 digunakan jika
x  P. Dengan demikian ketiga sifat di atas dapat ditulis ulang sebagai berikut.
(1) Untuk bilangan real x sebarang, berlaku salah satu dari: (i) x = 0, atau (ii) x >
0, atau –x >0.
(2) Jika x > 0 dan y > 0, maka x + y > 0.
(3) Jika x > 0 dan y > 0, maka xy > 0.
Pada pembahasan berikutnya, untuk himpunan bilangan real dan himpunan bilangan
real positif berturut-turut digunakan notasi R dan R+.
Berikut didefinisikan relasi “lebih besar dari” dan relasi “lebih kecil dari” untuk dua
bilangan real. x dikatakan lebih besar dari y, dinotasikan x > y, jika x – y > 0. x
dikatakan lebih kecil dari y, dinotasikan x < y, jika y – x > 0. Dapat ditunjukkan
bahwa x > y ekivalen dengan y < x. Notasi x ≥ y, dibaca x lebih besar dari y.

Pembahasan ketaksamaan berikut menggunakan pendekatan pemecahan masalah


dengan beberapa contoh.
1
Contoh 1 Tunjukan bahwa a +  2 untuk setiap bilangan real a > 0, dan akan
a
merupakan kesamaan jika dan hanya jika a = 1.
Penyelesaian: Untuk setiap bilangan real a berlaku

a 2 – 2 a + 1 = ( a – 1)2 ≥ 0.

Sehingga a2 + 1 ≥ 2a. Karena a > 0 maka


1
a + 2
a
Selanjutnya
1
a +  2  a 2  1  2a  a 2  2a  1  0  (a  1) 2  0  a  1
a

Contoh 2 Misalkan a, b, dan c adalah bilangan real positif dan a +b +c =1.


Tunjukkan bahwa
1 1 1
  9
a b c
Penyelesaian: Dari a + b + c = 1 diperoleh
1 b c
 1 
a a a
1 a c
 1
b b b
1 a b
  1
c c c
sehingga
1 1 1  b c a c a b 
  = 1    +   1   +    1
a b c  a a b b c c 
a b a c c b
=       3
b a  c a b c

4
a b a c c b
Menurut contoh 1,   2 ,  ≥ 2 ,  ≥ 2. Oleh karena itu
b a c a b c
1 1 1
   2+2+2+3=9
a b c
Contoh 3 Buktikan bahwa jika a dan b bilangan real positif maka
a 2  b2 ab 2
≥ ≥ ab ≥ 1 1
2 2 a  b
Selanjutnya, ketaksamaan ini akan berlaku sebagai kesamaan jika dan hanya jika a
=b

Bukti: Perhatikan bahwa


a2 – 2ab + b2 = (a – b)2 ≥ 0 (1)
Hal ini ekivalen dengan
a2 + b2 ≥ 2ab (2)

Ditambah dengan a2 + b2 untuk kedua ruas, ketaksamaan (2) ekivalen dengan


2 (a2 + b2) ≥ a2 – 2ab + b2 = (a + b)2 ,
yang ekivalen dengan
a 2  b2 ab
≥ (3)
2 2
Perhatikan bahwa Ketaksamaan (3) merupakan kesamaan jia dan hanya jika
Ketaksamaan (1) merupakan kesamaan. Hal ini terjadi jika dan hanya jika a = b.
Dengan mengganti a dan b pada Ketaksamaan (2) berturut-turut dengan a dan b
diperoleh
a + b ≥ 2 ab
Yang ekivalen dengan
ab
≥ ab (4)
2
Dengan demikian, Ketaksamaan (4) merupakan kesamaan jika dan hanya jika a =
b , atau a = b.
Ketaksamaan (4) ekivalen dengan
2 1

ab ab
yang ekivalen dengan
2 2 1
= ab ≤ ab = ab (5)
1
a  1
b a  b ab
Selanjutnya ketaksamaan (5) merupakan kesamaan jika dan hanya jika a = b.

Dari ketaksamaan (3), (4), dan (5) diperoleh


a 2  b2 a  b 2
  ab  1 1
2 2 a  b

5
Selanjutnya, ketaksamaan di atas akan merupakan kesamaan jika dan hanya jika a =
b

a 2  b2 ab 2
Untuk bilangan real positif a dan b , , , ab , dan 1 1 pada
2 2 a  b
contoh di atas berturut-turut disebut rataan kuadrat (QM), rataan aritmatika (AM),
rataan geometri (GM), dan rataan harmonik dari a dan b. Dengan demikian, untuk
bilangan real posistif a dan b kita mempunyai QM ≥ AM ≥ GM ≥ HM selanjutnya
QM = AM = GM = HM jika dan hanya jika a = b.
Rataan kuadrat, rataan aritmatika, rataan geometri, dan rataan harmonik dari n
bilangan real positif a1 , a2 , … , an berturut-turut adalah

a12  a22    an2


QM =
n
a  a2    an
AM = 1
n
GM = n a1 a2  an
n
HM = 1
a1  1
a2    a1n

Teorema berikut merupakan perumuman dari contoh 3.

Teorema 1. Jika QM, AM, GM, dan HM beturut-turut menyatakan rataan kuadrat,
rataan aritmatika, rataan geometri, rataan harmonik dari bilangan real positif a1 ,
a2 , … an , maka QM ≥ AM ≥ GM ≥ HM. Selanjutnya, ketaksamaan ini akan berlaku
sebagai kesamaan jika dan hanya jika a1 = a2 = … = an .

Ketaksamaan Cauchy- Schwarz

Salah satu dari ketaksamaan yang terkenal adalah ketaksamaan Cauchy-Schwarz.


Sifat berikut diperlukan dakam pembuktian.

Sifat
Jika a, b, c dan x, y, z sebarang bilangan real, maka
(ax + by + cz)2 ≤ (a2 + b2 + c2) (x2 + y2 + z2)
dan terjadi sama dengan jika dan hanya jika a : b : c = x : y : z

Teorema

6
Untuk bilangan – bilangan real ai dan bi (i = 1, 2, … , n) berlaku

( a1b1 + a2b2 + … + anbn )2 ≤ ( a12  a22  ...  an2 ) ( b12  b22  ...  bn2 )

Dan jika semua bi adalah bukan nol maka persamaan yang diperoleh adalah
a1 a2 a
  ...  n
b1 b2 bn

Ketaksamaan Chebyshev

Jika a1, a2, … , an dan b1, b2, … , bn dua kumpulan bilangan dengan ururtan yang
membesar
a1 ≤ a2 ≤ … ≤ an dan b1 ≤ b2 ≤ … ≤ bn maka

 a1  a2  ...an b1  b2  ...  bn   a1b1  a2b2  ...  anbn 


   
 n n   n 

atau
 n   n  n
  ai    bi  a b i i
 i1    i 1   i 1
 n   n  n
   
   

3. NILAI MUTLAK
3. 1. Nilai Mutlak

Sebelum kita berkenalan dengan konsep nilai mutlak, perhatikan dahulu gambar
berikut yang memperlihatkan jarak dua titik pada garis bilangan.

Kenyataan ini membawa kita pada kesimpulan berikut.

7
Jarak titik a ke titik b pada garis bilangan adalah
b  a, bila a  b

j (a, b)  0 , bila a  b
a  b, bila a  b

Situasi khusus terjadi dalam kasus b = 0, jarak dari titik a ke 0 adalah


 a, bila a  0

j (a,0)  0 , bila a  0
a , bila a  0

Konsep nilai mutlak dari bilangan real x dirancang sehingga mempunyai arti
geometri sebagai jarak dari x ke 0 pada garis bilangan. Akibatnya , nilai mutlak dapat
digunakan sebagai ukuran jarak dari dua bilagan (titik) pada garis bilangan real.

Dari gambar di atas kita mempunyai kesimpulan berikut.


 Jarak dari 2 ke 0 adalah 2 – 0 = 2, jarak dari –2 ke 0 adalah 0 – ( –2) = 2.
 Bila x > 0, jarak dari x ke 0 adalah x – 0 = x, bila y < 0, jarak dari y ke 0
adalah 0 – y = –y . Perhatikan bahwa di sini –y adalah bilangan positif karena
y < 0. Bila z = 0 maka jarak z ke 0 adalah 0.
 Dari kenyataan ini, jarak dari x ke 0 adalah x bila x ≥ 0, dan jarak dari x ke 0
adalah –x bila x < 0. Hasil ini dapat ditulis dalam bentuk
 x, bila x  0
Jarak x ke 0 = 
 x, bila x  0

Nilai mutlak dari bilangan real x didefinisikan sebagai berikut.


Definisi Nilai mutlak dari bilangan real x, ditulis x , didefinisikan sebagai
 x, bila x  0
x 
 x, bila x  0

Perhatikan gambar berikut, titik 0 membagi garis bilangan atas dua daerah : x ≥ 0 dan
x < 0. Pada daerah x ≥ 0 berlaku x  x , dan pada daerah x < 0 berlaku x   x.
Dalam hal ini kita mengatakan bahwa x berganti pada titik 0.

8
Perhatikan kembali Definisi tentang bentuk akar. Jika n bilangan genap dan a
bilangan positif , maka n a adalah bilangan positif x yang memenuhi xn = a.
Berdasarkan ini, kaitan antara bentuk akar dengan nilai mutlak adalah
a 2  a ,..., n a n  a , n bilangan genap positif

Sifat-sifat Nilai Mutlak Berbagai sifat nilai mutlak berikut dibuktikan dengan
menggunakan definisi dan kaitan antara bentuk akar dan nilai mutlak.

Teorema
1. Untuk setiap bilangan real x berlaku
(a) x  0 (b) x   x (c)  x  x  x
2
(d) x  x 2  x 2

2. Untuk setiap bilangan real x dan y berlaku


(a) x  y  x   y  x 2  y 2 (b) x  y  y  x

3. Jika a ≥ 0, maka (a) x  a  a  x  a  x 2  a 2


(b) x  a  x  a atau x  a  x 2  a 2

4. Ketaksamaan segitiga. Untuk setiap bilangan real x dan y berlaku


(a) x  y  x  y (c) x  y  x  y
(b) x  y  x  y (d) x  y  x  y

5. Untuk setiap bilangan real x dan y berlaku


x
(a) xy  x y (b) x
y
 y
, y0

3. 2. Pertaksamaan dengan Nilai Mutlak

Proses penyelesaian pertaksamaan yang memuat nilai mutlak adalah mengubah


bentuk pertaksamaan yang diketahui sehingga tidak memuat nilai mutlak lagi,
kemudian, selesaikanlah pertaksamaan yang muncul pada setiap kasus.

9
Untuk ini kita dapat menggunakan sifat nilai mutlak berikut.

Jika a ≥ 0, maka x  a  a  x  x  x 2  a 2

Jika a ≥ 0, maka x  a  x  a atau x  a  x 2  a 2

 x  a, bila x  a
xa  
a  x, bila x  a

Catatan. Berdasarkan sifat pertama dan kedua, kita dapat mengkuadratkan bentuk
pertaksamaan dengan nilai mutlak bila syaratnya telah dipenuhi. Untuk pertaksamaan
yang memuat lebih dari satu bentuk nilai mutlak, sifat ketiga digunakan pada garis
bilangan.

Contoh 1. Tentukan himpunan jawab pertaksamaan 3x  2  1


Jawab
3x  2  1
3 x  2  1 atau 3 x  2  1
3x  1 atau 3x  3
x 1
3
atau x  1
Himpunan jawab = , 13  1,
Contoh 2. Tentukan himpunan jawab pertaksamaan x 2  x  2
Jawab
x2  x  2

 2  x2  x  2
x 2  x  2  0 dan x 2  x  2  0
x   1 34  0
1 2
2 
dan ( x  1) ( x  2)  0

definit positif 1 x  2

Himpunan jawab = R   1,2   1,2

Contoh 3. Tentukan himpunan jawab pertaksamaan 2 x  x  1  2


Jawab Tuliskan pertaksamaannya tanpa bentuk nilai mutlak dengan
menggunakan sifat

 x, bila x  0  x  1, bila x  1
x  dan x  1  
 x, bila x  0 1  x, bila x  1

10
Proses penyelesaiannya pada garis bilangan adalah sebagai berikut.

x<0 0≤x<1 x≥1

x  x x x x x
x 1  1 x x 1  1 x x 1  x 1

Gantikan ke pertaksamaannya Gantikan ke pertaksamaannya Gantikan ke pertaksamaannya

 2x 1  x  2 2x  x 1  2
2x  1  x  2
 3x  1  2 3x  1  2
x 1  2
3x  1 3x  3
x 1
x   13 x 1

Himpunan jawab = Himpunan jawab = Himpunan jawab =

  13,0
 ,0   13 , 0,1   ,1  0,1 1,    ,1  
1

Perhatikan cara mencari himpunan jawab di setiap selang bagiannya, hasil


perhitungan pada penyelesaian pertaksamaan harus selalu diiriskan dengan tempat
berlakunya pertaksamaan tersebut. Di sini himpunan jawab pertama harus diiriskan
dengan selang (,0) , himpunan jawab kedua dengan selang 0,1 , dan himpunan
jawab ketiga dengan selang 1,  .
Karena proses penyelesaian pertaksamaan ini terbagi atas tiga kasus yang selang
pemecahannya saling terasing, maka himpunan jawab pertaksamaannya adalah
gabungan dari ketiga himpunan jawab di atas.

Himpunan jawab =  
3
 
 1 ,0  0,1  1   1 ,1
3

11
Soal Latihan
1. Tuliskan 3x  2 dalam bentuk tanpa nilai mutlak.
2. Tuliskan 2 x  x  1 dalam bentuk tanpa nilai mutlak.
3. Tuliskan 2 x 1  x dalam bentuk tanpa nilai mutlak.
4. Tentukan himpunan jawab persamaan x  x  0 .
5. Tentukan semua x yang memenuhi persamaan sin x  sin x  0 .
Tentukan himpunan jawab dari pertaksamaan
6. 2x  3  x  2
7. 2 x  5  3x
8. 2  x 2  x  6
9. 3 x  x  1  5
10. 2( x  1) 2  x  1  1

4. SUKUBANYAK (Polinom)

Misalkan F menyatakan sistem bilangan real, sistem bilangan rasional atau bilangan
kompleks dan n adalah bilangan bulat tidak negatif. Bentuk
f(x) = a0 + a1x + a2x2 + … + anxn
dengan a0 , a1 , a2 , … , an di F dan an ≠ 0, disebut sukubanyak atas F berderajad n.
Himpunan semua sukubanyak atas F ditandai dengan F [x]. Berikut diberikan
beberapa sifat sukubanyak yang sering digunakan.

Teorema 2 (Algoritma Pembagian) Misalkan f (x) dan g(x) di F [x] dan g(x) bukan
sukubanyak nol. Maka terdapat sukubanyak q(x) dan r(x) di F[x] yang tunggal dan
memenuhi
f(x) = q(x) g(x) + r(x)
dengan r(x) merupakan suku banyak nol atau r(x) bukan sukubanyak nol yang
berderajad kurang dari derajad g(x).

Dalam teorema di atas, q(x) disebut hasilbagi dan r(x) disebut sisa pembagian.
Selanjutnya jika r(x) merupakan sukubanyak nol maka dikatakan f(x) habis dibagi
oleh g(x).

Teorema 3 (Teorema Sisa) Jika sukubanyak f(x) dibagi oleh (x – a) maka sisanya
adalah f(a).

Definisi bilangan a di F disebut akar dari sukubanyak f(x) jika f(a) = 0. Sebagai
akibat dari teorema di atas diperoleh teorema berikut.

Teorema 4 (Teorema Faktor) Sukubanyak f(x) habis dibagi oleh (x – a) jika dan
hanya jika a merupakan akar dari f(x).

12
Teorema 5 (Teorema Fundamental Aljabar) Jika f(x) adalah polinom berderajat n
≥ 1 dengan koefisien-koefisien bilangan kompleks maka setidak-tidaknya f(x)
mempunyai satu akar bilangan kompleks.

Teorema 6 Jika f(x) adalah polinom derajat n ≥ 1 dengan koefisien-koefisien pada


bilangan kompleks, maka f(x) mempunyai tepat n akar yang tidak perlu berbeda
dalam kompleks.
Jika akar-akarnya adalah b1, b2, b3,…., bn, maka pemfaktoran dari f(x) adalah f(x) =
a0 (x – b1)(x –b2)….(x – bn) dengan a0 adalah koefisien awal dari f(x).

Catatan:
1. Jika f(x) mempunyai koefisien-koefisien bilangan bulat, dan a merupakan
akar bulat dari f(x) dan m adalah bilangan bulat yang berbeda dari a maka (a
– m) merupakan faktor dari f(m).
2. Jika f(x) berkoefisien bilangan real dan jika c = a + ib (a, b  R dan b  0)
adalah akar kompleks dari f(x) maka c = a – ib juga merupakan akar dari f(x).
3. Setiap polinom dengan derajat n yang ganjil dan koefisen-koefisien bilangan
real setidak-tidaknya memiliki satu akar real.
4. Jika ( a  b ) adalah akar dari suatu polinom f(x) dengan koefisien-koefisien
dalam bilangan rasional maka a  b juga merupakan akar dari f(x).

Sifat yang lain dari sukubanyak yang sering digunakan adalah sifat simetri akar, yang
lebih dikenal dengan nama Teorema Vieta, yaitu hasil tambah dan hasil tambah dari
hasil kali akar-akar suatu sukubanyak.

(a) Jika sukubanyak ax2 + bx + c mempunyai akar-akar x1 dan x2 maka


ax2 + bx + c = a (x – x1) (x – x2) = ax2 – a(x1 + x2)x + ax1x2
b c
sehingga x1 + x2 =  dan x1x2 =
a a
(b) Misalkan x1,x2 dan x3 akar-akar sukubanyak ax3 + bx2 +ax +d. Dengan ekspansi
a(x – x1)(x – x3)(x – x3) = ax3 – a(x1 + x2 + x3)x2 + a(x1x2 + x2x3 + x3x1)x – ax1x2x3
dan komparasi koefisien diperoleh
b c d
x1 + x2 + x3 =  , x1x2 + x2x3 + x3x1 = , dan x1x2x3 = 
a a a

Teorema Vietta (Sifat Simetri Akar)


Bentuk umum polinom (sukubanyak) berderajat n
an xn + an – 1 xn – 1 + …….+ a1 x + a0 = 0 …………….. (*)
Jika a0, a1, ….., an bilangan-bilangan bulat, dan x1 merupakan akar-akar bulat
persamaan tersebut maka x1 merupakan faktor dari a0.

Persamaan (*) dapat ditulis menjadi

13
an 1 n 1 a a
xn  x  .....  1 x  0  0
an an an
Jika x1, x2, …., xn merupakan akar-akar dari persamaan (*), maka persamaan (*)
dapat ditulis
(x – x1)(x – x2)……(x – xn) = 0
x  ( x1  x2  ...  xn ) x n 1  ....  (1) n x1x2 ....xn  0
n

Sehingga diperoleh

an 1
x1  x2  x3   .  xn  
an
an  2
x1 . x2  x1 . x3   .  xn 1 xn 
an
 ( an  3 )
x1 . x2 . x3  x1 . x2 . x4   .  xn  2 xn 1 xn 
an

a0
x1 . x2 . x3 ..xn  (1) n
an

Catatan:
1. Untuk hasil jumlah 1 akar-akar (x1 + x2 +….+ xn) ada sebanyak
n n! (n  1)! n
C1  (n  1)!  (n  1)!  n
2. Untuk hasil jumlah 2 akar-akar (x1.x2 + x1.x3 + ….+ xn-1.xn) ada sebanyak
n n! (n  2)! (n  1)n 1
C 2  (n  2)! 2!  (n  2)! 2  2 n(n  1)
3. Untuk hasil jumlah 3 akar-akar (x1.x2.x3 + x1.x2.x4 +……+ xn – 2 . xn – 1 .xn) ada
n
sebanyak C 3
n
4. Untuk hasil kali dari n akar (x1.x2.x3.x4……xn – 1.xn) ada sebanyak Cn 1

5. FUNGSI
A. Produk Kartesius Himpunan

Definisi
Misalkan himpunan A, B  , maka produk kartesius dari himpunan A dan B (A  B)
adalah himpunan pasangan terurut dari setiap elemen himpunan A dan setiap elemen
himpunan B,
A  B  {( a, b); a  A, b  B}
Sifat :
 A  B  B  A, kecuali A = B

14
 Jika n(A) = banyaknya anggota pada himpunan A dan n(B) = banyaknya
anggota pada himpunan B, maka n(A  B) = n(A)n(B)
Contoh 1
Misalkan A = {1, 2} dan B = {a, b, c}
Maka :
 A  B = {(1, a), (1, b), (1, c), (2, a), (2, b), (2, c)}
n(A  B) = n(A)n(B) = 2 3 = 6
 BA= …

Catatan:
 Bila A = R dan B = R, maka
A  B = R  R = R2 = {(x, y) | x, y  R} dan
R  R = R2 digambarkan dalam bidang kartesius

B. Relasi
Selanjutnya, dari produk kartesius kita dapat membuat relasi dari himpunan A ke
himpunan B. Relasi dari A ke B yang dimaksud adalah sebarang himpunan bagian
dari produk kartesius A  B,
R  A  B  {( a, b); a  A, b  B}
Contoh 2
Misalkan A = {1, 2} dan B = {a, b, c}
Maka beberapa relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah:
 R1 = {(1, a), (1, b), (2, a), (2, c)}
 R2 = {(1, a), (2, b)}

C. Peta dan Prapeta Fungsi

Pengertian Fungsi
Dari relasi yang ada, terdapat relasi khusus yang memenuhi sifat bahwa setiap
elemen di domain mempunyai tepat satu pasangan di kodomain. Relasi khusus itulah
yang disebut sebagai fungsi.

Fungsi dari subhimpunan D dari A, selanjutnya disebut domain atau daerah asal, ke
himpunan B, yang selanjutnya disebut kodomain atau daerah kawan, didefinisikan
sebagai relasi dari D  A ke B yang memenuhi sifat bahwa setiap elemen dari D
memiliki tepat satu pasangan elemen dari B.
Secara matematis, fungsi dapat dituliskan sebagai pengaitan berikut ini:
f: D  A B
a  b = f(a); untuk setiap a di D  A dan b di B,

Maksudnya, untuk setiap a anggota D  A ada satu dan hanya satu b elemen B
sehingga b peta dari a, yang secara matematis ditulis sebagai berikut,
a  D  A ! b  B sehingga b  f (a) .
a disebut variabel bebas dan b disebut variabel tak bebas.
Daerah jangkauan atau range dari fungsi adalah himpunan yang beranggotakan
semua elemen kodomain yang dipasangkan oleh semua elemen dari domain,

15
R f  {b  B; b  f (a); a  D f }

Contoh 3
Misalkan A = {a, b} dan B = {1, 2} maka,
Produk kartesius antara A dan B adalah:
A  B  {( a, 1), (a, 2), (b, 1), (b, 2)} .

Misalkan n(AB) adalah banyaknya anggota AB , maka relasi dari A ke B ada
sebanyak
2n ( AB )  24  16 ,
yaitu,
R1  { }, R2  {( a,1)},, R16  A  B  {( a,1), (a, 2), (b,1), (b, 2)}

Dari semua relasi ini yang memenuhi sifat fungsi dari A ke B adalah:
 {( a, 1), (b, 1)} ,
 {( a,1), (b, 2)} ,
 {( a, 2), (b,1)} ,
 {( a, 2), (b, 2)} .

Sifat :
 Jika n(A) = p dan n(B) = q , maka banyaknya fungsi yang dapat terbentuk dari
himpunan A ke himpunan B adalah qp

Contoh 4
Misalkan A = {a, b} dan B = {1, 2, 3} maka n(A) = 2 dan n(B) = 3. Sehingga
banyaknya fungsi yang dapat terbentuk dari himpunan A ke himpunan B adalah 32 =
9.

Contoh 5
Misalkan A = R dan B = R, dengan R adalah himpunan bilangan real, maka
Produk kartesius antara A dan B adalah
A  B  R  R  R2  {( x, y); x, y  R} ,
yang secara gambarnya adalah bidang dimensi 2.
Dalam hal ini ada sebanyak tak hingga dan tak terhitung relasi ataupun fungsi dari A
ke B (Kenapa?).

Khusus untuk fungsi dari subhimpunan bilangan real ke himpunan bilangan real
biasanya dinotasikan sebagai berikut
f: D R R
x  y = f(x); untuk setiap x di D  R dan y di R,
Maksudnya, untuk setiap x elemen D  R ada satu dan hanya satu y elemen R
sehingga y sama dengan f(x),
x  D  R ! y  R sehingga y  f (x )

16
Pengaitan di atas, memenuhi sifat fungsi (well defined) jika memenuhi syarat bahwa,
Jika x1 dan x2 di D  R dengan x1  x2 , maka f( x1 ) = f( x 2 ).

Atau pengaitan di atas, memenuhi sifat fungsi (well defined) jika memenuhi
kontraposisinya, yaitu
Jika f( x1 ) ≠ f( x 2 ) maka x1 ≠ x 2 .

Contoh 6
Relasi yang merupakan fungsi antara lain:
a. Fungsi linear y  13  2 x ,
b. Fungsi kuadrat y  4  3x  2 x 2 ,
2x  3
c. Fungsi rasional y  2 ,
3x  7 x  5
2x
d. Fungsi bentuk akar y  ,
3x 2  5
e. Fungsi trigonometri y  cos x
f. Fungsi logaritma y  log 2 x ,
g. Fungsi eksponen y  e x , dan lain-lain.

Contoh 7
Relasi yang bukan merupakan fungsi antara lain:
a. Lingkaran x 2  y 2  9 ,
x2 y2
b. Ellips   1 , dan lain-lain.
9 16

Pengertian Peta dan Prapeta Fungsi

Misalkan y  f (x ) adalah suatu fungsi, dengan domain D f dan range R f , maka


a. Jika x  D f maka f (x) disebut peta dari x.
b. Jika y  R f maka himpunan {x  D f ; f ( x)  y} disebut prapeta dari y, dan
dinotasikan dengan f 1 ( y) .
c. Jika A  D f , maka f ( A)  { f ( x); x  A} disebut peta dari himpunan A.
d. Jika B  R f , maka f 1 ( B)  {x  D f ; f ( x)  B} disebut prapeta dari himpunan
B.
e. Jelas bahwa peta dari D f adalah R f dan prapeta dari R f adalah D f .

Contoh 8

17
Misalkan y  f ( x)  x 2
Maka domain dari fungsi di atas adalah D f = semua bilangan real R dan rangenya
adalah R f = semua bilangan real non negatif.
Selanjutnya, peta dari x = 3 adalah f(3) = 9 dan prapeta dari y = 9 adalah himpunan
f 1 (9)  {3, 3} .
Sementara itu, peta dari interval [0,3] adalah interval [0,9] dan prapeta dari interval
[0,9] adalah interval [-3,3].

Peta dan prapeta suatu interval dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep
pertidaksamaan, sehingga untuk contoh ini dapat dijelaskan sebagai berikut,

Proses menentukan peta dari interval [0,3] oleh fungsi y  f ( x)  x 2 ,


x  0,3
0 x3
0  x2  9
0  f ( x)  9
Jadi, peta dari interval [0,3] oleh fungsi y  f ( x)  x 2 adalah interval [0,9].

Sementara itu, proses untuk menentukan prapeta dari interval [0,9] oleh fungsi
y  f ( x)  x 2 ,
f ( x)  0,9
x 2  0,9
0  x2  9
3 x  3
Jadi, prapeta dari interval [0,9] oleh fungsi y  f ( x)  x 2 adalah interval [-3,3].

D. Operasi-operasi pada fungsi

Operasi-operasi dasar pada fungsi diantara lain adalah:


a. (f + g)(x) = f(x) + g(x)
b. (f  g)(x) = f(x)  g(x)
c. (f g)(x) = f(x)g(x)
d. (f /g)(x) = f(x)/g(x); g(x)  0
e. (f n)(x) = (f(x))n
 
f. n f ( x)  n f ( x)

Contoh 9
Misalkan f(x) = (x – 3)/2 dan g(x) = x , maka tentukanlah:
a. Df =
b. Dg =
c. (f + g)(x) = f(x) + g(x) = …
Df + g =

18
d. (f  g)(x) = f(x)  g(x)
Df  g =
e. (f g)(x) = f(x)g(x)
Df g =
f. (f /g)(x) = f(x)/g(x); g(x)  0
Df / g =

E. Klasifikasi jenis fungsi

Secara umum jenis fungsi dibagi menjadi tiga, yaitu:


a. Fungsi Aljabar
b. Fungsi Transenden
c. Fungsi Campuran

Fungsi Aljabar
Sebuah fungsi disebut fungsi aljabar jika fungsi tersebut dibentuk dari fungsi konstan
(f(x) = k) dan fungsi identitas (f(x) = x) melalui operasi-operasi dasar fungsi
(penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pemangkatan dan penarikan
akar).
Contoh dari fungsi aljabar adalah:
a. Fungsi polinomial
f ( x)  a n x n  a n 1 x n 1   a1 x  a0 ; a n  0
dimana ai  R, i = 0, 1, …, n dan n bilangan bulat nonnegatif.
b. Fungsi Rasional
Fungsi rasional adalah pembagian antara dua fungsi polinomial
a x n  a n 1 x n 1   a1 x  a0
f ( x)  n m
bm x  bm1 x m1  b1 x  b0

c. Fungsi-fungsi lain yang terbentuk dengan melakukan operasi-operasi dasar


fungsi, seperti:
 f ( x)  3 3x
( x  1) x
 g ( x) 
x2  5
 h( x)  x x 2  10 x  45

Fungsi Transenden
Fungsi transenden adalah fungsi yang terbentuk bukan melalui operasi-operasi dasar
fungsi, seperti:
a. Fungsi Trigonometri
b. Fungsi Eksponen
c. Fungsi Logaritma

Fungsi Campuran
Fungsi campuran adalah fungsi yang terbentuk dari fungsi aljabar dan fungsi
transenden, seperti:

19
 f ( x)  3 x  sin x
 h( x)  2 x  log x  x 2

F. Fungsi-fungsi khusus

Fungsi-fungsi khusus yang diperkenalkan adalah;


a. Fungsi genap
Sebuah fungsi f disebut fungsi genap jika
f ( x)  f ( x)
Sebuah fungsi genap dapat kita lihat karakteristik pada grafiknya, yaitu
simetris terhadap sumbu y.

b. Fungsi ganjil
Sebuah fungsi f disebut fungsi ganjil jika
f ( x)   f ( x)
Sebuah fungsi ganjil dapat kita lihat karakteristik pada grafiknya, yaitu
simetris terhadap titik asal (0, 0).

c. Fungsi Bilangan Bulat Terbesar

Jika x bilangan real maka  x  menyatakan bilangan bulat terbesar yang lebih
kecil atau sama dengan x.

Contoh 10 ( Untuk latihan)


Dari fungsi-fungsi berikut ini, manakah yang merupakan fungsi genap atau ganjil,
jelaskan jawaban kalian !
a. f ( x)  x 2  2
b. g ( x)  x3  3x
c. h( x)  2 x 4  5 x
2
d. k ( x)   2 x
x

Contoh 11 ( Untuk latihan)


Tentukan nilai dari 2 , 2,5 , 2,99 , dan  2,5 .
Fungsi  x  sering disebut fungsi tangga, karena grafik dari fungsi ini menyerupai
tangga.

Fungsi Komposisi

20
Fungsi f dan g pada gambar di bawah memenuhi Rf ∩ Dg ≠ Ø. Fungsi komposisi dari
g dan f (f dilanjutkan g), ditulis g○ f, adalah suatu fungsi yang daerah asalnya
himpunan bagian dari Df dan aturannya ditentukan oleh (g○ f) (x) = g  f (x) . Daerah
asal dan daerah nilai fungsi g○ f adalah Dg○ f = {x  Df : f(x)  Dg} dan R g○ f = {y
 Rg : y = g(t), t  Rf}. Diagram panah fungsi komposisi g○ f diperlihatkan pada
gambar berikut:

Fungsi komposisi f ○ g dirancang serupa, dengan f dan g saling bertukar peran.


Misalkan fungsi f dan g memenuhi Rg ∩ Df ≠ Ø. Fungsi komposisi dari f dan g (g
dilanjutkan f), ditulis f ○ g, adalah fungsi yang daerah asalnya himpunan bagian dari
Dg dan aturannya (f ○ g) (x) = f g (x) . Daerah asal dan daerah nilai fungsi f ○ g
adalah
Df ○ g = x  Dg : g ( x)  D f ,
dan
Rf ○ g = y  R f : y  f (t ), t  Rg 

Contoh Jika f(x) = x dan g(x) = 1 – x2, tentukan fungsi g ○ f dan f ○ g beserta
daerah asal dan daerah nilai fungsi komposisinya.
Jawab Daerah asal dan daerah nilai fungsi f dan g adalah
D f  0,  , R f  0,  , Dg  R, dan Rg   ,1

Fungsi g ○ f Karena Rf ∩ Dg = 0,   Ø, maka fungsi g ○ f terdefinisi dengan


aturan
( g  f )( x)  g  f ( x)   g ( x )  1  x
Daerah asal dan daerah nilai fungsi g ○ f adalah
     
Dg f  x  D f : f ( x)  Dg  x  0,  : x  R  x  0 : x  R  0, 
dan
   
Rg  f  y  Rg : y  g (t ), t  R f  y   ,1: y  1  t 2 , t  0,  
 
 y  1 : y  1  t 2 , t  0   ,1
Catatan Berdasarkan konsep fungsi komposisi, meskipun aturan fungsi
komposisinya adalah (g ○ f) (x) = 1 – x , tetapi daerah asal dan daerah nilai fungsi g
○ f bukan R. Di sini Dg ○ f = R ∩ Df = R ∩ 0,   0,  ,dan Rg ○ f = R ∩ Rg = R
∩ (– ∞, 1] = (– ∞, 1]
Fungsi f ○ g Karena Rg ∩ Df = (– ∞, 1] ∩ [0, ∞) = [0, 1] ≠ Ø, maka fungsi f ○ g
terdefinisi dengan aturan

21
(f ○ g) (x) = f( g(x) ) = g(1 – x2) = 1  x 2
Daerah asal dan daerah nilai fungsi f ○ g adalah
Df ○ g = { x  Dg : g(x)  Df } = { x  R : 1 – x2  [ 0, ∞ ]
}
= { x  R : 1 – x2 ≥ 0 } = { x  R : –1 ≤ x ≤ 1 } = [–
1, 1]
dan
Rf ○ g = { y  Rf : y = f(t), t  Rg } = { y  [0, ∞] : y = t , t 
(–∞, 1] }
= { y ≥ 0 : y = t , 0 ≤ t ≤ 1 } = [0, 1]

RUMUS PRAKTIS FUNGSI KOMPOSISI


 Jika f(x) = ax + b
px  q  b
f ○ g (x) = px + q maka g(x) =
a
 Jika f(x) = ax + b
px 2  qx  r  b
f ○ g (x) = px2 + qx + r maka g(x) =
a
 f(ax + b) = px2 + qx + r maka
f(x) = f ( ax + b ) = px2 + q x + r
diinverskan

 f(g(x)) = h(x) maka f(x) = h(g –1(x))

Fungsi Invers
Fungsi f : Df → Rf dikatakan fungsi satu-satu (injektif) jika f(u) = f(v) =  u = v
untuk setiap u dan v  Df.
Ilustrasi
1. Fungsi f : R → R, f(x) = x3 adalah satu-satu karena f(u) = f(v)  u3 = v3  u3 – v3
= 0  (u – v)(u2 + uv + v2)  u = v untuk setiap u dan v  Df = R.
2. Fungsi g : R → R, g(x) = x2 bukan fungsi satu-satu karena –2, 2  Df = R
memenuhi g(–2) = g(2) = 4, tetapi –2 ≠ 2.
Jika fungsi f : Df → Rf, y = f(x) satu-satu, maka terdapat fungsi g : Rf → Df yang juga
satu-satu sehingga f(g(y)) = y untuk setiap y  Rf dan g(f(x)) = x untuk setiap x  Df.
Situasi ini diperlihatkan pada gambar berikut.

Invers fungsi satu-satu f : Df → Rf didefinisikan


sebagai fungsi
f–1: Rf → Df
–1
yang memenuhi f(f (y)) = y untuk setiap y  Rf.
Jika aturan fungsi f adalah y = f(x), maka
f(f–1(y)) = f(x).
Karena fungsi satu-satu, maka f–1(y) = x, sehingga
f–1 (f(x)) = x untuk setiap x  Df. Ini mengakibatkan

22
y = f(x)  x = f–1 (y)

Ini berarti bahwa aturan fungsi f–1 diperoleh dengan cara membuat x dan y saling
bertukar peran. Dari sini juga diperoleh bahwa grafik fungsi f dan inversnya simetri
terhadap garis y = x. Pada gambar diperlihatkan diagram keterkaitan suatu fungsi
dan inversnya, yang menghasilkan sifat tersebut.
y = f(x)  x = f–1(y)
 
(x,y) terletak pada grafik f  (y,x) terletak pada grafik f–1

simetri terhadap garis y = x


x dan y saling bertukar peran
Diagram Keterkaitan Fungsi dengan Inversnya

Karena titik (x, y) dan (y, x) simetri terhadap garis y = x, maka dari sini diperoleh
grafik fungsi f dan inversnya f–1 simetri terhadap garis y = x.

RUMUS PRAKTIS FUNGSI INVERS

xb
 Bentuk linear f(x) = ax + b  f–1 (x) =
a
ax  b  dx  b
 Bentuk Pecahan f(x) =  f–1 (x) =
cx  d cx  a
Catatan: Jika dalam pilihan belum ada maka lawankan semua tanda
xn  b
 Bentuk akar pangkat f(x) = n ax  b  f–1 (x) =
a

f(x) = ax  f–1 (x) = alog x


1
 Bentuk eksponen f(x) = apx  f–1(x) = alog x p

 Bentuk logaritma f(x) = alog x  f–1(x) = ax


1 D b
 Bentuk fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c  f–1(x) =  (x  ) 
a 4a 2a

6. BARISAN DAN DERET

23
A. RUMUS – RUMUS DARI POLA BILANGAN
1. Jumlah dari n bilangan asli ganjil yang pertama = n2
2. Jumlah dari n bilangan asli genap yang pertama = n(n + 1)
3. Pada pola bilangan segitiga Pascal , jumlah bilangan pada baris ke n
= 2n – 1
4. Bilangan persegi yang ke n = n2
5. Bilangan persegi panjang yang ke-n = n(n + 1)
1
6. Bilangan segitiga yang ke n = n (n + 1)
2
7. Pasangan bilangan yang hasil penjumlahannya sama dengan hasil
perkaliannya adalah :
n
n dan dengan n > 1
n 1
n n
n+ =n×
n 1 n 1

B. BARISAN DAN DERET ARITMATIKA


Bentuk umum : a, a + b, a + 2b, a + 3b, … , a + (n + 1)b
U1, U2 , U3 , U4 , … , Un
Jika Un = Suku ke-n
Ut = Suku tengah
Sn = Jumlah n suku pertama
a = Suku awal = U1
b = Beda

RUMUS-RUMUS PENTING
1. Un = a + (n – 1)b
2. Sn = ½ n (a + Un) → dipakai jika suku terakhir diketahui
Sn = ½ n(2a + (n – 1)b) → dipakai jika suku terakhir tidak diketahui
a  Un
3. U1 =
2
4. Un = Sn – Sn – 1 → dapat dipakai dalam deret aritmatika atau deret geometri
5. b = Un – Un – 1

24
C. DERET GEOMETRI

Bentuk Umum : a, ar, ar2, ar3, …, arn-1


U1, U2, U3, U4,…, Un

RUMUS-RUMUS PENTING
Jika Un = Suku ke n; Ut = Suku tengah; Sn = Jumlah n
Suku pertama; a = U1 = Suku awal; r = ratio

Maka: Un = arn-1
a (r n  1)
Sn = untuk r > 1 U1 = aU n
r 1
a (1  r n )
Sn = untuk r < 1 Un = Sn – Sn-1
1 r
Un
r=
U n 1

D. DERET GEOMETRI TAK HINGGA

Bentuk umum : a, ar, ar2, ar3, …

a
S=
1 r

RUMUS RINGKAS

Akan mempunyai jumlah (konvergen/ memiliki limit)


jika : | r| < 1 → -1 < r < 1
Akan tak mempunyai jumlah (divergen/ tidak memiliki limit)
Jika | r| > 1 → r < -1 atau r > 1

26
E. BARISAN ARITMATIKA BERTINGKAT

Suatu barisan memiliki aturan ditambah bilangan yang sama pada tahap kedua, ketiga, dan seterusnya.

1. Jika kita mengetahui bahwa suatu pola bilangan mempunyai selisih kedua yang konstan, maka
rumus dari pola bilangan tersebut adalah
Un = an2 + bn + c
Perhatikan gambar berikut
Suku ke 1 2 3 4
Besar suku a+b+c 4a + 2b + c 9a + 3b + c 16a + 4b + c

Selisih 3a + b 5a + b 7a + b

Selisih kedua 2a 2a

Contoh
Carilah pola bilangan -1, 0, 3, 8, 15, 24, …

Penyelesaian:
Suku ke 1 2 3 4 5 6 7 …

Besar suku -1 0 3 8 15 24 … …

Selisih pertama 1 3 5 7 9

Selisih kedua 2 2 2 2

Berdasarkan pola di atas maka :


2a =2  a=1
3a + b = 3 + b = 1, b = -2
a + b + c = 1 – 2 + c = -1, c = 0
Jadi pola : Un = an2 – 2n + 0 = n2 – 2n + 0

Latihan
Dengan menggunakan teknik ini, tentukan suku ke ke n dari pola bilangan berikut
1). -1, 2, 9, 20, 35, …
2). 7, 14, 23, 34, 47, …
3). -1, 4, 21, 56, 115, …

27
2. Jika kita mengetahui suatu pola bilangan mempunyai selisih ketiga yang konstan, maka
rumusan dari pola bilangan tersebut adalah
Un = an3 + bn2 + cn + d
Perhatikan gambar berikut

Suku ke 1 2 3 4

Besar suku a + b + c +d 8a + 4b + 2c +d 27a + 9b + 3c +d 64a + 16b + 4c +d

Selisih pertama 7a + 3b + c 19a + 5b + c 37a + 7b + c

Selisih kedua 12a +2b 18a + 2b

Selisih ketiga 6a

Contoh
Carilah pola bilangan 4, 15, 38, 79, 144
4 15 38 79 144

11 23 41 65

12 18 24

6 6

Berdasarkan pola di atas diperoleh


 6a = 6 → a = 1
 12a + 2b = 12
12 + 2b = 12
2b = 0
b=0
 7a + 3b + c = 11
7 + 0 + c = 11
c=4
 a+b+c+d=4
1+0+4+d=4
d=−1
Jadi suku ke n adalah Un = n3 + 4n – 1

Latihan
Tentukan suku ke n dari pola bilangan :
12 , 12 + 22 , 12 + 22 + 32 , 12 + 22 + 32 + 42 , 12 + 22 + 32 + 42 + 52 , … , …..
28

Anda mungkin juga menyukai