Anda di halaman 1dari 17

Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah

Ijarah

NAMA:

1. Firda Yanti Putri (170302006)


2. Nurul Khotimah (170302015)
3. Rudy Semiawan (170302019)
4. Bella Savitri R (170302035)
5. Pipit Octavianingrum (170302050)
6. Siti Nurhaliza (170302107)
7. Zahrotut Taqiyah (170302114)
8. Ummi Taslimah (170302087)
9. Salma Nindira (180302126)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayahNya penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi Lembaga
Keuangan Syariah dengan baik.
Dalam penyusunan tugas ini penyusun banyak menemukan hambatan, namun berkat
bantuan dan bimbingan dari semua pihak, serta masukan dari teman-teman maka penyusun
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu tidak lupa penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada dosen mata
kuliah Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, dan akhirnya kami berharap tugas yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Gresik,18 Juni 2019

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................................III
A. Pengertian Ijarah..............................................................................................................1
B. Karakteristik Ijarah.........................................................................................................2
C. Dasar Hukum Ijarah........................................................................................................4
D. Rukun dan Syarat Ijarah.................................................................................................4
E. Macam-Macam Ijarah.....................................................................................................5
F. Realisasi Akad Ijarah pada Lembaga Keuangan Syariah............................................7
G. Standar Akuntansi Keuangan Tentang Akuntansi Ijarah............................................9
KESIMPULAN.......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................14

III
Ijarah

A. Pengertian Ijarah
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir
(penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakan. Ijarah muntahiyah
bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak
milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
Dalam kamus istilah Keuangan dan Perbankan Indonesia (Bank Indonesia) menjelaskan
pengertian yang berkaitan dengan Ijarah sebagai berikut:
 Ijarah : Sewa menyewa. Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang/jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
 Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) : Sewa yang diakhiri dengan pemindahan
kepemilikan barang. Sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih
tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa pengertian yang
dipergunakan dalam transaksi Ijarah sebagai berikut :
 Aset Ijarah : Baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya
disewakan.
 Ijarah : Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset
itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah operasi (operating lease).
 Ijarah Muntahiya Bittamlik : Ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan aset yang
diijarahkan pada saat tertentu.
 Nilai Wajar : Jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi
dengan wajar (arms lenght transaction)
 Obyek Ijarah : Manfaat dari penggunaan aset berwujud/tidak berwujud.
 Sewa Operasi : Sewa yang tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan
manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
 Umur Manfaat : Suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah
produksi/unit serupa dari satu pihak akan diperoleh dari aset.
 Wa’ad : Janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu.

1
B. Karakteristik Ijarah
Dewan syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah sebagaimana tercantum dalam
fatwanya Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000
(Fatwa, 2006) sebagai berikut :
Pertama : Rukun dan syariat Ijarah
1. Pernyataan ijab dan qabul.
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik
asset, LKS) dan penyewa (lesse, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset
nasabah).
3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari pengguna asset.
4. Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus
dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset
itu sendiri.
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah
1. Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/ atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dnegan syariah.
5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mngakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa dalam ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat, dan jarak.
Ketiga : Kewajiban LKS nasabah dalam pembiayaan ijarah

2
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa :
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c. Menjaminkan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
2. Kewajiban nasabah sebagi penyewa :
a. Membayar ewa dan bertanggungjawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa
serta menggunakannya sesuai kontrak
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan dan tidak material
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena penggunaan yang diperbolehkan, juga
bukan kesalahn dari pihak yang penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggungjawab atas kerusakan tersebut.

Sedangkan fatwa yang berkaitan dengnan al-ijarah muntahiyah al-bittamlik sebagimana


tercantum dalam fatwa ewan syariah nasional nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret
2002 (fatwa,2006) sebagi berikut :
Pertama : Ketentuan umum
Akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah (fatwa DSN no : 09/DSN-
MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-muntahiyah bi at-tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-muntahiyah bi al-tamlik harus disepakati ketika
akad ijarah ditanda tangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Kedua : Ketentuan tentang al-muntahiyah bi al-tamlik
1. Pihak yang melakukan al-muntahiyah bi al-tamlik harus melaksanakan akad ijarah
terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian,
hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila jani yang itu ingin dilaksanakan, maka harus ada
akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.

Dalam PSAK 107 tentang akuntansi ijarah dijelaskan bebrapa karakteristik dari ijarah an
ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik sebagai berikut :
5. Ijarah merupakan sewa menyewa objek ijarah tanpa perpindahan resiko dan manfaat
yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan
kepemilikan dari pemilik atau (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.

3
6. Perpinahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa,
dalam ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik, dilakukan akad ijarah telah berakhir atau
diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad
terpisah secara :
 Hibah  Penjualan pada akhir masa akad
 Penjualan sebelum masa akad  Penjualan
 Secara bertahap
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk
menghindari resiko kerugian.
8. Spesifikasi akad ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad.

C. Dasar Hukum Ijarah


Sumber hukum transaksi ijarah dalam islam adalah Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijtihad,
(termasuk didalamnya menggunakan instrumen ijma’, Qiyas, Al-maslakhah Al-Mursalah,
Urf, Istishab, sa ad-dhari’ah, dan lain-lain yang diakui sebagai instrumen ijtihad). Disamping
itu, terdapat legal maxim (kaidah fiqhiyah) yang merupakan prinsip umum yang dapat di
jadikan panduan umum dalam pembangunan hukum islam, terutama apabila treapat masalah
baru yang memerlukan keputusan hukum secara cepat ( Juhayah S. Pratja,2012:96).
Berlandaskan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, Hadits, ataupun Ijma’ Ulama’,
Al-Ijarah merupakan akad yang diperbolehkan. Akan tetapi, adapula ulama’ yang tidak
membolehkannya, diantaranya Abu Bakar Al- Ashamm, Ismail bin aliyah, Hasan Basri, dan
lainnya. Mereka beralaskan, jika menggunakan qiyas (analog), akad al-ijarah identik dengan
ba’i al-ma’dum yang dilarang, manfaat sebagai objek tidak dapat dihadirkan ketika akad
(Dimayauddin Djuaini, 2008:153).
1. Al-Qur’an
 Surat At-talaq (65): 6 tentang pemberian upah kepada oorang yang menyusui
2. Al-hadits
 Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri tentang memperkerjakan seorang
buruh.
 Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar tentang pembayaran sewa tanh
dengan tanaman.
3. Ijma’ ulama
 Merupakan ulama pada zaman sahabat

D. Rukun dan Syarat Ijarah

4
Rukun dalam bahasa Arab berarti bagian kukuh yang memungkinkan tegaknya sesuatu.
Rukun merupakan sesuatu yang harus ada pada saat berlangsungnya kontrak. Syarat secara
bahasa berarti tanda yang dapat membedakan dari yang lain. Dengan demikian, syarat
merupakan sesuatu yang harus ada sebelum dan ketika kontrak berlangsung (Juhaya S.
Pradja, 2012: 111). Rukun Ijarah :
 Musta’jir /penyewa  Ajaran atau Ujrah/Harga sewa atau
manfaat sewa
 Mu’ajjir/pemilik barang
 Ijab Qabul
 Ma’jur barang atau obyek sewaan
Syarat ijarah terdiri atas empat macam, sebagaimana syarat dalam jual beli (Rachmat
Syafe’i, 2002: 124), yaitu sebagai berikut:
1. Syarat al-Inqad (syarat terjadinya akad). Berkaitan dengan aqid, zat akad, dan tempat
akad.
2. Syarat an-nafadz (syarat pelaksanaan akad). Agar ijarah terlaksana, barang harus
dimiliki oleh ‘aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah) atau
memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). Apabila ijarah yang dilakukan oleh
orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diizinkan oleh pemiliknya, maka tidak
dapat disebut ijarah (ijarah al-fudhul).
3. Syarat sah ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid (orang yang melalukan akad), ma’qud
‘alaih (barang yang menjadi objek akad), ujrah (upah), dan zat akad. Syarat-syarat akad
ijarah (Nasrun Haroen, 2007:232), adalah :
 Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad
ijarah. Apabila salah seorang terpaksa, maka akadnya tidak sah.
 Upah atau sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai
harta. Para ulama menyepakati bahwa khamr dan babi tidak boleh menjadi upah
dalam akad ijarah karena kedua benda tersebut tidak bernilai harta dalam islam.
Ulama Hanafiyah menyatakan upah atau sewa itu tidak sejenis dengan manfaat yang
disewa.
4. Syarat kelaziman ijarah, terdiri atas:
 Ma’qud ‘alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat
 Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
ijarah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila
ada uzur. Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan
kemadharatan bagi yang melakukan akad.

E. Macam-Macam Ijarah
Dilihat dari segi objeknya, akad ijarah terbagi menjadi 2, yaitu ijarah yang bersifat
manfaat dan ijarah yang bersifat pekerjaan. Ijarah yang bersifat manfaat, misalnya dalam
sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian, dan perhiasan. Dengan syarat, manfaat itu

5
merupakan manfaat yang dibolehkan syari’at untuk dipergunakan. Ijarah yang bersifat
pekerjaan adalah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
dengan syarat pekerjaannya jelas dan dibenarkan oleh syara’ (Muhammad, 2002:13).
Dilihat dari segi objeknya, ijarah dibagi menjadi dua macam :
1. Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian
pengantin, dan perhiasan. Harta benda yang diakadkan harus memenuhi persyaratan
berikut :
 Manfaat dari objek akad harus diketahui secara jelas. Hal ini dapat dilakukan dengan
memeriksa, atau pemilik memberikan informasi secara transparan dengan kualitas
manfaat barang.
 Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak
mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transaksi ijarah
atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga.
 Objek ijarah dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan hukum syara’,
misalnya menyewakan DVD porno dan menyewakan rumah untuk kegiatan maksiat.
 Objek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya, sewa-
menyewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, buku untuk dibaca, tanah
atau kebun untuk ditanami, dan sebagainya.
 Harta benda yang menjadi objek ijarah harus harta benda yang bersifat isti’maliy,
yaitu harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang-ulang tanpa mengakibatkan
kerusakan zat dan pengurangan sifatnya, seperti tanah, rumah, dan mobil. Adapun
harta benda yang bersifat istihaqi, harta benda yang rusak atau berkurang sifatnya
karena pemakaiannya, seperti makanan dan buku tulis maka tidak sah ijarah atasnya.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan, yaitu dngan cara mempekerjakanseseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan, sperti : buruhbangunan, tukang pijat, dll. Adapun ijarah
yang bersiat pribadi juga dibenarkan ( M. Ali Hasan, 2002 : 236)
Jenis-jenis ijarah :
1. Ijarah mutlaqah ( leasing), proes sea- menyewa yang kita temui dalam kegiatan
perekonimian sehari-hari.
2. Bi’iu at-ta’riji (hire perchase), akad sewa-menyewa barang antara bank dan penyewa
tang disertai janji bahwa pada saat yang telah ditentukan, kepemilikan barag berpindah
menjadi milik penyewa (musta’jir).
3. Musyarakah mutanaqisah, kombinasi antara musyarakah dan ijarah. sistem ini dapat
diterapkan dalam pemberin kredit rumah dan proses refinancing (Muhammad, 2004 :
10).
Umumnya jenis pembiayaan Ijarah menurut Sunarto Zulkifli (2003;43) dibagi menjadi dua :
1. Ijarah murni (operational lease), merupakan akad pemindahan hak guna atau manfaat
atas suatu barang atau jasa melalui upah sewa tanpa memindah hak kepemilikan atas
barang tersebut.

6
2. Ijarah muntahiyah bittamlik (finncial lease with purchase option), adalah perpaduan
antara kotrak jual beli dan sewa atau lebih teptnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikannya barang ditangan penyewa. pemindahan hak milik atas barang dapat
terjadi dengncara sebagai berikut (Adiwarman Karim , 2002;149) :
 Pihak yang menyewa berjanji untuk kenjual barang yan disewakan tersebut pada akhir
masa sewa. pilihan ini diambil krena kemampuan financial penyewa utnuk membayar
relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang telah dibayarkan sampai akhir periode sewa
belum mencukupi harga beli barang tersebut.
 Pihak yang menyewakan berjanji untuk menghibahkan barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa. Pilihan ini diambil krena kemampuan financial
penyewa utnuk membayar relatif besar maka akumulasi sewa pada akhir periode sewa
sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang telah
ditetapkan oleh bank.

F. Realisasi Akad Ijarah pada Lembaga Keuangan Syariah


1. Para pihak pada perjanjian pembiayaan ijarah
a. Pada perjanjian pembiyaan ijarah, para pihak dalam perjanjian tersebut adalah sebagai
berikut (Muhammad, 2002: 34)
 Bank sebagai pihak yang menyewakan asset. Bank yang diwakili oleh direktur utama
dan direktur atau yang dikuasakan oleh itu dengan surat kuasa yang sah.
 Untuk usaha yang berbadan hukum lainnya (nasabah debitur), diwakili oleh direktur
utama atau jabatan yang setingkat dengan itu dengan surat kuasa yang sah.
 Untuk kelompok, diwakili oleh anggota yang mewakili kelompok tersebut atau yang
dikuasakan untuk itu dengan surat yang sah.
 Untuk perseorangan, oleh orang yang bersangkutan atau yang dikuasakan untuk itu
dengan surat kuasa yang sah.
b. Hak dan kewajiban para pihak
Pihak yang menyewakan berkewajiban mempersiapkan barang yang disewakan untuk
digunakan secara optimal oleh penyewa. Apabila barang tidak dapat digunakan secara
optimal, pihak yang menyewakan wajib mengganti atau memperbaikinnya. Jika ia tidak
dapat memperbaikinya, pihak penyewa memiliki pilihan untuk membatalkan akad atau
menerima manfaat yang rusak. Adapun pihak penyewa berkewajiban menggunakan
barang yang disewakan menurut syarat akad atau kelaziman penggunanya.
Pihak penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh (Adiwarman
Karim, 2002:138). Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah (Abdul Ghafur
Anshori, 2009:125).

7
2. Tata cara pembayaran Ijarah

 Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah


 Bank syariah membeli atau menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai
objek ijarah, baik dari supplier,penjual maupun pemilik
 Setelah tercapainya kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai barang objek
ijarah, tarif ijarah, periode ijarah, dan biaya pemeliharaanya, akad pembiayaannijarah
ditanda tangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
 Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai dengan akad yang disepakati.
Setelah periode akad ijarah berakhir,nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut
kepada bank.
 Dalam hal membeli objek ijarah tersebut (al-bai’ wal ijarah), setelaj periode ijarah
berakhir,objek tersebut disimpan oleh bank sebagai asset yang dapat disewakan
kembali. Apabila bank menyewakan objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank
kepada supplier atau penjual atau pemilik (Adiwarman Karim 2002: 147).
3. Metode pembayaran
Metode pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayaranya
bergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance) dan ijarah yang
pembayaranya tidak bergantung pada kinerja objek yang disewa (non contingent to
performance). Ijarah yang pembayarannya bergantung pada kinerja objek yang disewa
disebut gaji/sewa. Adapun ijarah yang pembayarannya tidak bergantung pada kinerja objek
yang disewa disebut ju’alah atau success fee (Adiwarman A. Karim, 2006: 142)

4. Perpindahan Kepemilikan (Transfer of Title)


Ijarah pada dasarnya tidak mengenal perpindahan kepemilikan baik pada awal maupun
pada akhir periode. Sekalipun demikian, pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakannya kepada nasabah. Oleh karena itu, dalam perbankan Syariah
dikenal ijarah
Muntahiyah bit tamlik/IMBT (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan)
(Adiwarman Karim, 2002: 143).
Harga sewa dan harga jual disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Akad ijarah harus
dilaksanakan terlebih dahulu, sedangkan akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual
maupun dengan pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai. Janji
pemindahan kepemilikan yang telah disepakati pada awal akad ijarah adalah waad yang
hukumnya tidak mengikat, dan apabila janji tersebut ingin dilaksanakan, harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai, sebagaimana yang
tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.27/DSN-
MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi At-Tamlik. Adapun prinsip-prinsip dasar
kepemilikan, yaitu sebagai berikut :

8
 Pada hakikatnya, kepemilikan bumi dan alam semesta dengan segala adalah milik Allah
 Kedudukan manusia terhadap bumi dan alam semesta hanya sebagai pemilik sementara
 Sumber-sumber daya ekonomi tidak diikuti dengan kepemilikan oleh sebagian
kelompok
 Kepemilikan terhadap sesuatu harus didasarkan pada proses transaksi yang benar sesuai
dengan ketentuan Allah (Juahaya S.Pradja, 2012:90).

5. Sale and Lease Back


Himpunan fatwa DSN MUI No. 71/DSN-MUI/VI/2008 menjelaskan bahwa sale and
lease back adalah jual beli suatu asset yang kemudian pembeli menyewakan asset tersebut
kepada penjual, dengan ketentuan :
 Akad yang digunakan adalah bai’ dan ijarah yang dilaksanakan secara terpisah
 Dalam akad bai’ , pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali
kepadanya asset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan
 Akad ijarah adalah barang yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis
 Akad ijarah dalam gadai Syariah, misalnya murtahin dapat menyewakan tempat
penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Barang titipan dapat berupa
barang yang menghasilkan (dimanfaatkan) ataupun barang yang tidak menghasilkan
(tidak dapat dimanfaatkan). Pemilik menyewakan manfaat (muajjir) kepada penyewa
atau nasabah (mustajir) dengan kompensasi atau balas jasa yang disebut ajaran atau
ujrah. Dengan demikian, nasabah akan memberikan biaya jasa atau fee kepada
murtahin karena nasabah telah menitipkan barangnya kepada murtahin untuk menjaga
atau merawat marhun (Sasli Rais, 2008: 81).

G. Standar Akuntansi Keuangan Tentang Akuntansi Ijarah


Standar akuntansi keuangan yang mengatur tentang akuntansi ijarah termuat dalam PSAK
107 sebagai pengganti PSAK 59 paragraf 105-129b: Akuntansi Syariah yang berhubungan
dengan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
atas transaksi ijarah.
1. Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah (Mu’Jir)
Salah satu perbedaan akuntansi iajarah dengan akuntansi sewa beli (leasing) adalah
pencatatan obyek ijarah yang dilakukan oleh Lessor. Disamping itu ada beberapa akun yang
dipergunakan dalam akuntansi Ijarah pada pemilik obyek Ijarah. Selain itu akan dibahas
pengadaan obyek ijarah, perhitungan harga sewa pemeliharaan dan perbaikan obyek ijarah,
pengalihan kepemilikan khusus untuk Ijarah Muntahia Bittamlik.Akun akun berikut dan
penjelasannya yang digunakan untuk mencatat transaksii ijarah, baik yang berhubungan

9
dengan pembuatan Laporan Posisi Keuanan (neraca) dan Laporan Laba Rugi pada Akuntansi
Pemilik Objek Ijarah (neraca)antara lain:
a. Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat obyek ijarah, baik atas asset berwujud maupun
asset tidak berwujud. akun ini didebet pada saat dilakukan transaksi ijarah sebesar
harga perolehan obyek ijarah dan dikredit pada saat dilakukan penyusutan atas asset
berwujud atau amortisasi atas asset tidak berwujud.
b. Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah
Akun ini depergunakan untuk mencatatnpenyusutan obyek ijarah asset berwujud
dengan mempergunakan metode penyusutan sesuai ketentuan PSAK yang terkait. Akun
ini dikredit pada saat dibentuk penyusutan objek ijarah sebesar beban penyusutan yang
dilakukan dan didebet pada saat asset tersebut dipindahkan kepemilikannya kepda
pihak lain. Akun ini disajikan sebagai pengurang dari asset ijarah.
c. Sewa Multijasa Tangguhan / Sewa Lanjut Tangguhan
Akun ini digunakan untuk mencatat biaya perolehan obyek ijarah asset tidak berwujud
(misalnya untuk produk multijasa yang mempergunakan akad ijarah). Akun ini didebet
pada saat dilakukan pembayaran biaya perolehan obyek ijarah asset tidak berwujud
sebesar biaya perolehan yang dikeluarkan dan dikredit pada saat dilakukan amortisasi
obyek ijarah asset tidak berwujud sebesar beban amortisasi yang dilakukan.
d. Cadangan Biaya Pemeliharaan / Perbaikan
Akun ini dipergunakan dalam hal pembentukan cadangan biaya pemeliharaan obyek
ijarah. Akun ini dikredit saat pembentukan cadagan sebesar cadangan yang dibentuk
dan didebet pada saat timbul biaya pemeliharaan sebesar pengeluaran beban
pemeliharaan yang dibayar.
e. Biaya Penyusutan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya penyusutan yang dilakukan atas obyek
ijarah atas asset berwujud, baik ijarah maupun IMBT. Akun ini disajikan sebagai
pengurang dari akun pendapatan ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban
operasional) Akun ini didebet pada saat pembentukan penyusutan obyek ijarah asset
berwujud sebesar beban penyusutan yang dibentuk sesuai metode penyusutan yang
diperkenankan. Akun ini dikredit pada saat akhir tahun bersama sama dengan
pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan Operasi Utama
f. Biaya Pemeliharaan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya pemeliharaan obyek ijarah yang menjadi
tanggung jawab pemilik obyek ijarah (lessor) atas asset berwujud. Akun ini disajikan
sebagai pengurang dari akun pendapatan ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai
beban operasional). Akun ini didebet pada saat dilakukan pemeliharaan obyek ijarah
sebesar beban yang dikeluarkan dan dikredit pada saat akhir tahun bersama sama
dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan Operasi Utama.

10
g. Biaya Amortisasi Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban amortisasi yang telah dilakukan atas
obyek ijarah asset tidak berwujud. Akun ini disajikan sebagai pengurang dari akun
pendapatan ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional). Akun
ini didebet pada saat dilakukan pembentukan amortisasi sebesar beban sesuai metode
penyusutan yang diperkenankan dan dikredit saat akhir tahun bersama sama dengan
pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan Operasi Utama.
h. Keuntungan Pelepasan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan pelepasan asset ijarah, baik asset
ijarah maupun IMBT atas asset berwujud dimana nilai tercatat lebih rendah dari nilai
jualnya. Akun ini disajikan sebagai Penambahan Pendapatan Ijarah (tidak
diperkenankan disajikan sebagai beban operasional). Akun ini dikredit pada saat
pelepasan asset ijarah sebesar selisih nilai tercatat dengan nilai jual asset ijarah. Akun
ini akan didebet bersama sama dengan pendapatan ijarah sebagai Pendapatan Operasi
Utama.
i. Kerugian Pelepasan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian pelepasan Aset Ijarah, baik asset
iajarah maupun IMBT atas asset berwujud dimana nilai tercatat lebih tinggi dari nilai
jualnya. Akun ini disajikan sebagai pengurang pendapatan ijarah (tidak disajikan
sebagai beban operasional). Akun ini didebet pada saat pelepasan asset ijarah sebesar
selisih nilai tercatat dengan nilai jual asset ijarah. Akun ini akan dikredit bersama
sama dengan pendapatan ijarah sebagai pendapatan operasi utama.
j. Pendapatan Sewa
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa.
Akun ini dikredit pada saat diterima harga sewa sebesar harga sewa yang disepakati
dan didebet pada akhir tahun dipindahkan atau diperhitungan sebagai pendapatan
usaha utama.

2. Akuntansi Penyewa (musta’jir)


Salah satu perbedaan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah dan PSAK 59 tentang
akuntansi perbankan pada paragraf ijarah adalah dalam PSAK 59 hanya dibahas akuntansi
ijarah dari segi bank syariah saja baik sebagai pemilik obyek ijarah maupun bank syariah
sebagai pihak penyewa, sedangkan dalam PSAK 107 telah dibahas akuntansi penyewa tanpa
membedakan apakah hal tersebut dilakukan oleh lembaga keuangan syariah maupun nasabah
sebagai penyewa.
Akun dalam akuntansi penyewa. Akun yang dipergunakan oleh penyewa sangat berbeda
dengan akun yang dipergunakan oleh pemilik obyek sewa. Berikut diberikan beberapa akun
yang dipergunakan oleh penyewa obyek ijarah, baik untuk kepentingan penyusun laporan
posis keuangan (neraca) maupun untuk menyusun laporan laba rugi.

11
a. Aktiva tetap
Akun ini dipergunakan untuk mencatat aset yang telah diperoleh atas dasar
pemindahan kepemilikan dalam transaksi ijarah muntahia bittamlik. Perlukan
akuntansinya tersebeut sesuai ketentaun penyusunan ativa tetap
b. Akumulais aktiva tetap
Akun ini dipergunakan untuk mencatat akumulasi penyusutan atas aktiva tetap yang
diperoleh dari transaksi ijarah muntahia bittamlik. Perlakukan akuntansinya tersebut
sesusi ketentuan penyewaan aktiva tetap.
c. Uang muka sewa (sewa dibayar di muka)
Akun ini dipergunakan untuk mecatat bagian dari harga sewa yang telah dibayar
sebelum pemanfaat obyek ijarah. Akun ini di debet pada saat dilakukan pembayaran
bagian harga sewa sebesar harga sewayang dibayar. Akun ini dikredit pada saat
pengakuan beban harga sewa untuk periode yangbersangkutan
d. Beban sewa ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang dibayr baik untuk transaksi
ijarah atau ijarah muntahia bittamli. Akun ini didebet pada saat pembayaran harga
sewa sebesar harga sewa yang dibayar atau yang menjadi beban. Akun ini dikredit
pada akhir tahun untuk dipindahkan ke laba rugi tahun berjalan.
e. Beban pemeliharaan rutin aset ijarah
Akun ini dipergunakan auntuk mencatat beban pemeliharaanrutin yang menjadi beban
penywa, akun ini didebet saat menjadi pemeliharaan rutin yang dilakukan sebesar
beban yang dikeluarkan dan dikredit pada kahir tahun untuk dipindahkan ke laba
tahun berjalan

KESIMPULAN

12
Sewa menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan Al-ijarah. Menurut pengertian
hukum islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.
Syarat-syarat ijarah adalah :
1. Yang menyewakan dan yang menyewa sudah baligh, berakal sehat
2. Barang yang disewakan itu mempunyai faedah yang berharga
3. Harga sewanya dan keadaannya jelas
4. Yang menyewakan adalah pemilik barang sewa
5. Ada kerelaan kedua belah pihak

Rukun-rukun ijarah :
 Mu’jir dan Mu’tajir
 Ujrah ( upah / harga sewa ),

Tujuan ijarah adalah untuk mengambil manfaat dari apa yang disewa tersebut dengan
maksud tertentu dan mubah setelah disewa maka akan memberi pengganti kepada yang
menyewakan
Macam-macam sewa-menyewa :
a) Sewa barang
b) Sewa menyewa binatang
c) Menyewa Pekerja Dengan Upah Harian, Bulanan, Tahunan Atau Berdasarkan Jumlah
Yang Dikerjakan
Dasar hukum ijarah :
 Al-Qur’an. Surat At-talaq (65): 6 tentang pemberian upah kepada oorang yang
menyusui
 Al-hadits. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri tentang
memperkerjakan seorang buruh., Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn
Umar tentang pembayaran sewa tanh dengan tanaman.
 Ijma’ ulama. Merupakan ulama pada zaman sahabat

Hikmah dalam persewaan adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan dan


perselisihan tidak boleh menyewakan suatu barang yang tidak ada kejelasan manfaatnya

DAFTAR PUSTAKA
1. Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.

13
2. Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Bogor: Prenada Media.
3. Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
4. Sahrani, Sohari., Ru’fah Abdullah. 2011. FIKIH MUAMALAH. Bogor: agahalia
Indonesia
5. Antonio, M. Syafi’i, 1999, Bank Syari’ah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan,
Penerbit Bank Indonesia dan Tazkia Institute
6. Harahap, Sofyan S., Wiroso & M. Yusuf, 2005 Akuntansi Perbankan Syariah,
Jakarta, Penerbit LPFE Usakti.
7. Nurhayati Sri, Wasilah. 2015. “Akuntansi Syariah Di Indonesia”, Jakarta: Salemba
Empat

14

Anda mungkin juga menyukai