Anda di halaman 1dari 158

ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI PADA SISTEM SULBAGSEL

DENGAN INTEGRASI PLTB

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk


menyelesaikan Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin
Makassar

Oleh : ANGGRIANI

SULTAN
D411 14 008

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI PADA SISTEM SULBAGSEL


DENGAN INTEGRASI PLTB

Disusun oleh :

ANGGRIANI SULTAN
D411 14 008

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk


menyelesaikan Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin
Makassar

Disahkan oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Ardiaty Arief, ST.,MTM.,Ph.D. Muh.Bachtiar Nappu,ST.,MT.,M.Phil,Ph .D


NIP. 19780424 200112 2 001 NIP. 19760406 200312 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Elektro

Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, MT


NIP. 19621231 199003 1 024

ii
ABSTRAK

Hari ini kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat. Krisis listrik ini
sudah sejak lama menjadi persoalan dan telah diprediksi oleh banyak ahli energi di
Indonesia sejak sepuluh tahun yang lalu. Untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan
listrik ini, maka diperlukan sebuah energi baru yang mampu memenuhi kebutuhan
listrik nasional yang semakin besar. Sumber energi baik konvensional maupun
terbarukan harus di jaga kualitasnya. Salah satu isu menjaga kualitas energi yang
dihasilkan, utamanya pada sumber energi terbarukan adalah bagaimana menjaga
kestabilan frekuensi sistem dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional. Salah
satu upaya pemanfaatan energi terbarukan yang dilakukan yaitu pembangunan
Pusat Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sulawesi selatan yaitu di Kabupaten Sidrap
dan Kabupaten Jeneponto. Pembangkit Listrik ini mengkonversi energi angin
menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin. Jenis pembangkit energi
angin tergolong baru di Indonesia walaupun pembangkit energi angin sudah lama
dimanfaatkan oleh Negara maju seperti Belanda, Inggris, Australia,dan lain-lain.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kestabilan frekuensi sistem
kelistrikan Sulawesi bagian selatan dengan masukya PLTB Sidrap dan PLTB
Jeneponto. Tujuan Penelitian yaitu untuk mengetahui kestabilan frekuensi setelah
masuknya PLTB dan ketika PLTB lepas dari sistem, serta kestabilan frekuensi
sistem dengan inputan kecepatan angin yang berubah-ubah. Simulasi yang
dilakukan yaitu simulasi masuknya PLTB tanpa dan menggunakan regulasi
frekuensi dan simulasi lepasnya PLTB tanpa dan menggunakan regulasi
frekuensi. Ketika PLTB Sidrap dan Jeneponto masuk dalam sistem, kondisi
frekuensi sistem naik sebesar 50,26
Hz dan 50,258 Hz. Dan ketika PLTB Sidrap dan Jeneponto lepas dari sistem,
terjadi penuruan frekuensi namun masih dapat ditahan oleh Regulasi Primer
sehingga frekuensi kembali stabil pada nilai 49,63 Hz.

Kata Kunci - Energi Terbarukan, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, Kestabilan

3
Frekuensi, Regulasi Frekuensi, dan Under Frequency
Relay

4
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penyelesaian

skripsi ini merupakan upaya penulis dalam memenuhi salah satu syarat guna

memeroleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin.

Peneliti persembahkan skripsi sederhana ini agar menjadi sebuah

kebanggaan bagi kedua orang tua. Kedua orang tua peneliti yang dengan setulus

hati, keikhlasan jiwa, butiran doa dan keringat jerih payahnya dalam

membesarkan dan mendidik ananda. Semoga kalian berdua selalu diberi umur

panjang dan senantiasa dikaruniai kesehatan.

Skripsi ini berjudul Analisis Kestabilan Frekuensi sistem Sulbagsel dengan

Integrasi PLTB. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini

mengalami berbagai kesulitan. Namun, berkat ketekunan dan usaha yang disertai

doa, penulisan skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini

juga tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, serta bimbingan dari

berbagai pihak. Sehebungan dengan hal tersebut, penulis sewajarnya

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan saudara-saudara kami tercinta, serta seluruh

keluarga atas segala doa, bantuan, nasehat, dan mo tivasinya.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, M.T., selaku Ketua

Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.


3. Ibu Ardiaty Arief,ST.,MTM.,Ph.D selaku pembimbing I dan Bapak

Muh. Bachtiar Nappu, ST.,MT.,M.Phil.,Ph.D. selaku Pembimbing II,

terima kasih telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan,

gagasan, serta ide-ide dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar, serta pegawai Departemen Tek

nik Elek tro atas segala ilmu, bantuan, dan kemudahan yang d iberikan

selama kami menemp uh proses perk uliahan.

5. Seluruh pihak PT. PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar Unit Pelayanan

Transmisi yang telah membantu dalam memperoleh data-data yang

diperlukan.

6. Kepada Rekan-Rekan “Rectifier 2014 ” Departemen Teknik Elektro

angkatan 2014 yang sejak pertama menginjakkan kaki di Universitas

Hasanuddin hingga saat ini berjuang bersama peneliti untuk menuntut

ilmu di kampus merah tercinta.

7. Kepada kakak dan saudara – saudara “The Bapers” yang selalu

membantu dan menyemangati dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Kepada teman seperjuangan para pengejar ST periode bulan Juni,

Muh.Alfian Amin dan Asnovita Sari Duhri.

9. Seluruh p ihak yang tidak dapat kami seb utkan satu-persatu

yang telah membantu dan mend uk ung kami dalam menyelesa ik an

tugas ak hir ini.


Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak diharapkan untuk

kesempurnaan skripsi ini. peneliti berharap semoga skripsi ini dapat diterima

sebagai sumbangan pikiran peneliti yang mendatangkan manfaat baik bagi penulis

maupun pembacanya.

Makassar, Mei 2018

Anggriani Sultan
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x

DAFTAR TABEL ......................................................................................

xiv BAB I PENDAHULUAN

.......................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

I.2 Rumusan Masalah...................................................................... 3

I.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4

I.4 Batasan Masalah ........................................................................ 4

I.5 Metode Penelitian ...................................................................... 5

I.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 6

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 7

II.1 Sistem Tenaga Listrik ................................................................ 7

II.2 Sistem Interkoneksi ................................................................... 10

vii
II.2.1 Interkoneksi Jaringan........................................................... 10

II.3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik.............................................. 13

II.3.1 Kestabilan Frekuensi ........................................................... 15

II.3.2 Pengontrolan Frekuensi Sistem ........................................... 18

II.3.3 Menjaga Kestabilan Frekuensi Sistem pada sisi generator . 19

II.3.4 Pelepasan Beban .................................................................. 23

II.3.5 Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi ................... 24

II.3.6 Syarat Pelepasan Beban....................................................... 25

II.3.7 Kriteria Frekuensi Sistem Tenaga ....................................... 26

II.4 Energi Terbarukan .................................................................... 28

II.5 Pembangkit Listrik Tenaga Bayu ............................................. 29

II.6 Potensi Angin di Sidrap dan Jeneponto .................................... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 37

III.1 Judul Penelitian ........................................................................ 37

III.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................... 37

III.3 Pengambilan Data .................................................................... 37

III.4 Alur Penelitian ......................................................................... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 39

8
88
IV.1 Perencanaan Simulasi .............................................................. 39

IV.2 Data Sistem Sulbagsel.............................................................. 39

IV.3 Hasil Simulasi .......................................................................... 51

BAB V PENUTUP..................................................................................... 68

V.1 Kesimpulan................................................................................ 68

V.2 Saran.......................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik............................................................. 7

Gambar 2.2 Pembagian Level Tegangan ................................................... 8

Gambar 2.3 Sistem Jaringan Interkoneksi ................................................. 12

Gambar 2.4 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga Listrik ........................ 15

Gambar 2.5 Gambar Ilustrasi Kestabilan Frekuensi .................................. 17

Gambar 2.6 Kontrol Frekuensi Sistem ....................................................... 19

Gambar 2.7 Frekuensi Ambang Utama dan Batas Operasinya .................. 26

Gambar 2.8 Contoh Energi Terbarukan ..................................................... 29

Gambar 2.9 Karakteristik Kincir Angin ..................................................... 31

Gambar 2.10 Tower PLTB Guyed Lattice Mono Structure....................... 33

Gambar 2.11 Peta Potensi Angin di Kabupaten Sidrap ............................. 34

Gambar 2.12 Peta Potensi Angin di Kabupaten Jeneponto........................ 34

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian......................................................... 38

Gambar 4.1 Single Line Diagram Sistem Sulbagsel .................................. 50

Gambar 4.2 Letak PLTB Sidrap pada sistem Sulbagsel ............................ 51

Gambar 4.3 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV masuknya PLTB

Sidrap ke sistem ......................................................................................... 51


Gambar 4.4 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV masuknya PLTB

Sidrap ke sistem ......................................................................................... 52

Gamabr 4.5 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV masuknya PLTB

Sidrap ke sistem ......................................................................................... 52

Gambar 4.6 Letak PLTB Jeneponto pada sistem ....................................... 53

Gambar 4.7 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV masuknya PLTB

Jeneponto ke sistem.................................................................................... 54

Gambar 4.8 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV masuknya PLTB

Jeneponto ke sistem.................................................................................... 54

Gambar 4.9 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV masuknya PLTB

Jeneponto ke sistem.................................................................................... 55

Gambar 4.10 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV masuknya PLTB

Sidrap dan Jeneponto ke sistem ................................................................. 56

Gambar 4.11 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV masuknya PLTB

Sidrap dan Jeneponto ke sistem ................................................................. 56

Gambar 4.12 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV masuknya PLTB

Sidrap dan Jeneponto ke sistem ................................................................. 57

Gambar 4.13 Tampilan ketika PLTB Sidrap lepas dari sistem .................. 58

Gambar 4.14 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB

sidrap tiba-tiba lepas dari sistem ................................................................ 58


Gambar 4.15 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB

sidrap tiba-tiba lepas dari sistem ................................................................ 59

Gambar 4.16 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB sidrap

tiba-tiba lepas dari sistem........................................................................... 59

Gambar 4.17 Tampilan ketika PLTB Jeneponto lepas dari sistem ............ 60

Gambar 4.18 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB

Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.......................................................... 61

Gambar 4.19 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB

Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.......................................................... 61

Gambar 4.20 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB

Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.......................................................... 62

Gambar 4.21 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB

Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem ....................................... 63

Gambar 4.22 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB

Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem ....................................... 63

Gambar 4.23 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB Sidrap

dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem................................................... 64

Gambar 4.24 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB

Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem ............................................................... 65

xii
Gambar 4.25 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB

Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem ............................................................... 65

Gambar 4.26 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB

Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem ............................................................... 66

Gambar 4.27 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB

Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.......................................................... 67

Gambar 4.28 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB

Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.......................................................... 68

Gambar 4.29 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB

Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.......................................................... 68

Gambar 4.30 Simulasi Frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB

Sidarp dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem ....................................... 70

Gambar 4.31 Simulasi Frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB

Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem ....................................... 71

Gambar 4.32 Simulasi Frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB

Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem ....................................... 71

Gambar 4.34 Tampilan Load Event ........................................................... 72

13
131
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar operasi frekuensi untuk berbagai sistem tenaga

listrik di Amerika Utara, Eropa dan Malaysia ........................................... 27

Tabel 4.1 Tegangan dan arus pada saluran transmisi Sulbagsel ................ 40

Tabel 4.2 Data impedansi saluran transmisi Sulbagsel .............................. 41

Tabel 4.3 Data pembangkit sistem Sulbagsel ............................................ 42

Tabel 4.4 Data transformator sistem Sulbagsel.......................................... 44

Tabel 4.5 Data beban sistem Sulbagsel ...................................................... 47

14
141
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Hari ini kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat. Krisis

listrik ini sudah sejak lama menjadi persoalan dan telah diprediksi oleh banyak

ahli energi di Indonesia sejak sepuluh tahun yang lalu. Kebutuhan energi dapat

meningkat secara bertahap, baik ditinjau dari kapasitasnya, kualitasnya maupun

ditinjau dari tuntutan distribusinya. Konsumsi listrik Indonesia yang begitu

besar akan menjadi masalah bila dalam penyediaannya tidak sejalan dengan

kebutuhan pasokan energi listrik. Konsumsi listrik yang terus-menerus dan

berkualitas menjadi tuntutan yang harus dipenuhi, sedangkan energi yang

dihasilkan sekarang didominasi dengan pembangkitan yang menggunakan

energi fosil (tak terbarukan), dimana ketersediaan energi fosil (tak terbarukan)

semakin berkurang. Hal ini membuat pemerintah untuk menginvestasikan

dana yang cukup besar untuk membangun pembangkit listrik di berbagai

daerah di Indonesia. Untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan listrik ini, maka

diperlukan sebuah energi baru yang mampu memenuhi kebutuhan listrik

nasional yang semakin besar.

Energi terbarukan berasal dari proses alami dan kemungkinan tidak akan

pernah habis. Potensi untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia

sangatlah besar seperti potensi energi surya, energi angin, energi air, biomassa,

energi panas bumi dan energi gelombang laut. Potensi ini cukup banyak dan

1
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jika energi-energi ini dapat diolah dan

dimanfaatkan maka negeri ini tidak akan lagi mengalami krisis energi listrik.

Salah satu upaya pemanfaatan energi terbarukan yang dilakukan yaitu

pembangunan Pusat Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sulawesi selatan yaitu di

Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Jeneponto. Pembangkit Listrik ini

mengkonversi energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin

angin. Jenis pembangkit energi angin tergolong baru di Indonesia walaupun

pembangkit energi angin sudah lama dimanfaatkan oleh Negara maju seperti

Belanda, Inggris, Australia,dan lain-lain.

Pusat Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap dan Jeneponto merupakan

PLTB pertama di Indonesia yang terbesar, tidak banyak Negara di Asia yang

memiliki pembangkit listrik jenis ini. Daya yang dihasilkan cukup besar yakni

PLTB Sidrap dengan kapasitas 75 MW dan PLTB Jeneponto dengan kapasitas

60 MW. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit tersebut akan disalurkan ke

PLN melalui jaringan interkoneksi Sulawesi Selatan. Jaringan ini

menyambungkan ke saluran transmisi PLN 150 kV.

Sistem transmisi merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat

pembangkit tenaga listrik (power plant) hingga ke saluran distribusi listrik

sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen pengguna listrik. Penyebab

utama ketidakstabilan frekuensi adalah ketidakmampuan sistem tenaga untuk

memenuhi permintaan daya aktif. Sedangkan beban sistem yang berupa daya

aktif selalu berubah sepanjang waktu. Untuk mempertahankan frekuensi dalam

batas
toleransi yang diperbolehkan, penyediaan daya aktif (pembangkit) harus selalu

disesuaikan dengan beban daya aktif.

Berdasarkan masalah diatas maka dilakukan sebuah penelitian yang

berjudul “Analisis Kestabilan Frekuensi pada sistem Sulbagsel dengan Integrasi

PLTB“. Dalam penelitian ini, kestabilan frekuensi pada sistem Sulbagsel akan di

analisis dan membandingkan hasilnya pengaruh sebelum dan sesudah

masuknya PLTB, analisis ketika terjadi gangguan pada saat PLTB masuk ke

sistem, serta analisis ketika PLTB tiba-tiba lepas dalam sistem interkoneksi

Sulbagsel.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel sebelum dan sesudah

masuknya PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto.

2. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika PLTB Sidrap

lepas dari sistem, PLTB Jeneponto lepas dari sistem, dan maupun kedua

PLTB lepas dari sistem tanpa regulasi frekuensi.

3. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika PLTB Sidrap

lepas dari sistem, PLTB Jeneponto lepas dari sistem, dan maupun kedua

PLTB lepas dari sistem dengan menggunakan regulasi frekuensi.

4. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika kecepatan angin

yang masuk ke PLTB bervariasi.


I. 3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel sebelum dan

sesudah masuknya PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto

2. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika tiba-tiba

PLTB Sidrap lepas dari sistem, PLTB Jeneponto lepas dari sistem, dan

kedua PLTB lepas dari sistem.

3. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika tiba-tiba

PLTB Sidrap lepas dari sistem, PLTB Jeneponto lepas dari sistem, dan

kedua PLTB lepas dari sistem dengan menggunakan regulasi frekuensi

4. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel dengan inputan

kecepatan angin yang bervariasi

I. 4 Batasan Masalah

Untuk mencegah persepsi yang salah dan pembahasan yang meluas, maka

penulis memberikan batasan masalah yaitu:

1. Sistem kelistrikan yang dianalisis adalah sistem jaringan transmisi dan

jaringan distribusi sulbagsel dan GI PLTB Sidrap dan PLTB

Jeneponto.

2. Perkiraan beban yang digunakan berdasarkan data dari PT.PLN

(Persero).

3. Regulasi frekuensi yang dilakukan yaitu governor free dan Load

Sheding.
I. 5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

1. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan cara mengadakan studi dari

buku, internet, dan sumber bahan pustaka, atau informasi lainnya yang dapat

menunjang peneltian.

2. Pengambilan data Dilakukan pengambilan data pada industri tempat

melakukan penelitian.

3. Pengelompokan data, yang bertujuan untuk :

a. Mengumpulkan dan mengelompokkan data agar lebih mudah dianalisis.

b. Mengetahui kekurangan data sehingga kerja menjadi efisien.

4. Pengolahan data dikerjakan dengan menerapkan dan melakukan simulasi

serta melakukan beberapa perhitungan dan penggambaran, yang selanjutnya

disajikan dalam bentuk table.

5. Analisa hasil pengolahan data dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

simpulan sementara. Selanjutnya simpulan sementara ini akan diolah lebih

lanjut pada bab pembahasan.

6. Simpulan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan

dengan permasalahan yang diteliti. Simpulan ini merupakan hasil akhir dari

semua masalah yang dibahas.


I. 6 Sistematika Penulisan

Penyusunan proposal ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Ini berisi tentang penguraian secara singkat latar belakang, rumusan masalah,

tujuan, ruang lingkup, batasan masalah serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang teori penunjang yang relevan untuk

bahan penelitian yang diperoleh dari sumber referensi untuk menyusun

kerangka teori dan konseptual.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini berisi tentang waktu dan tempat penelitian, metode

pengambilan data, analisa data, dan langkah-langkah penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pembahasan yang ada pada rumusan masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab ini berisi kesimpulan dan saran


BAB II LANDASAN
TEORI

II.1 Sistem Tenaga Listrik [1]

Pada pembangkitan tenaga listrik terdapat proses pengubahan sumber energi

primer menjadi energi listrik. Proses pengubahan sumber energi baik konvensional

maupun non konvensional dapat dilihat pada Gambar 2.1. Masing-masing jenis

pembangkit tenaga listrik mempunyai prinsip kerja yang berbeda, sesuai dengan

prime movernya. Satu hal yang sama pada pembangkit tenaga listrik adalah

semuanya berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik

dengan cara mengubah potensi energi mekanik yang berasal dari air, uap, gas,

angin, panas bumi, nuklir, kombinasinya [1].

Gambar 2.1 Sistem tenaga listrik [1]


Fungsi masing-masing komponen secara garis besar adalah sebagai berikut [1]:

1. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan tenaga


listrik, yaitu mengubah energi yang berasal dari sumber energi lain misalnya:
air, batu bara, panas bumi, minyak bumi dan lain-lain menjadi energi listrik.
2. Transmisi merupakan komponen yang berfungsi menyalurkan daya atau
energi dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
3. Distribusi merupakan komponen yang berfungsi mendistribusikan energi
listrik ke lokasi konsumen energi listrik.
4. Beban adalah peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan energi
listrik dari sistem tersebut.

Pada suatu sistem tenaga listrik, tegangan yang digunakan pada masing-
masing komponen dapat berbeda beda sesuai dengan kepentingannya. Dengan
kata lain, setiap komponen pada sistem tenaga listrik mempunyai level tegangan
yang berbeda-beda. Pembagian level tegangan dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Pembagian Level Tegangan [1]

Pada sistem pembangkitan, level tegangan disesuaikan dengan spesifikasi


generator pembangkit yang digunakan, biasanya berkisar antara 11 s/d 24 kV.
Untuk pembangkit yang berkapasitas lebih besar biasanya menggunakan level
tegangan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu
besar. Karena untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir berbanding
terbalik dengan tegangannya. Level tegangan pada pembangkit biasanya
tidak
tinggi, karena semakin tinggi level tegangan generator, jumlah lilitan generator
harus lebih banyak lagi. Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan
generator menjadi lebih besar dan lebih berat sehingga dinilai tidak efisien.

Pada sistem saluran transmisi biasanya digunakan level tegangan yang lebih
tinggi. Hal ini karena fungsi pokok saluran transmisi adalah menyalurkan daya,
sehingga yang dipentingkan adalah sistem mampu menyalurkan daya dengan
efisiensi yang tinggi atau rugi-rugi daya dan turun tegangannya kecil. Upaya
yang dilakukan adalah mempertinggi level tegangan agar arus yang mengalir pada
jaringan transmisi lebih kecil. Level tegangan saluran transmisi lebih tinggi dari
tegangan yang dihasilkan generator pembangkit. Tegangan saluran transmisi
umumnya berkisar antara 70 s/d 500 kV. Untuk menaikkan tegangan dari level
pembangkit ke level tegangan saluran transmisi diperlukan transformator penaik
tegangan

Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah


dari tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh
masing masing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya
yang disalurkan saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan
pelanggan atau pengguna energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang
sering digunakan ada dua macam, yaitu 20 kV untuk jaringan tegangan menengah
(JTM) dan 220 V untuk jaringan tegangan rendah (JTR). Dengan demikian
diperlukan gardu induk yang berisi trafo penurun tegangan untuk menurunkan
tegangan dari saluran transmisi ke tegangan distribusi 20 kV. Diperlukan juga
trafo distribusi untuk menurunkan tegangan dari 20 kV ke 220 V sesuai tegangan
pelanggan.

Level tegangan beban pelanggan menyesuaikan dengan jenis bebannya,


misalnya beban industri yang biasanya memerlukan daya yang relatif besar
biasanya menggunakan tegangan menengah 20 kV, sedang beban rumah tangga
dengan daya yang relatif kecil, biasanya menggunakan tegangan rendah 220 V [1].
II.2 Sistem Interkoneksi [2]

Sistem interkoneksi kelistrikan merupakan sistem terintegrasinya pusat


pembangkit menjadi satu sistem pengendalian .dengan adanya sistem interkoneksi
ini akan diperoleh suatu keharmonisan antara pembangunan stasiun pembangkit
dengan saluran transmisi dan saluran distribusi agar bisa menyalurkan daya dari
stasiun pembangkit ke pusat beban secara ekonomis,efisien,dan optimum dengan
keandalan tinggi.

Jika suatu daerah memerlukan beban listrik yang lebih besar dari kapasitas
bebannya maka daerah itu perlu beban tambahan yang harus disuplai dari 2
stasiun yang jaraknya cukup jauh. Agar diperoleh sistem penyaluran tenaga listrik
yang baik, diperlukan sistem interkoneksi. Dengan interkoneksi dimungkinkan
tidak terjadi pembebanan lebih pada salah satu stasiun dan kebutuhan beban bisa
disuplai dari kedua stasiun secara seimbang.
Untuk memperoleh stabilitas operasi dari sistem interkoneksi stasiun
pembangkit, maka kedua sistem harus diinterkoneksikan melalui sebuah reaktor,
sehingga tenaga listrik akan mengalir dari stasiun satu ke stasiun lainnya
sebagaimana diperlukan pada kondisi operasi [2].

II.2.1 Interkoneksi Jaringan [3]

Interkoneksi jaringan sistem tenaga listrik memiliki kelebihan dan


kelemahan yaitu:

a. Kelebihannya:
• Merupakan pengembangan sistem network/mesh
• Dapat menyalurkan tenaga listrik dari beberapa pusat pembangkit
tenaga listrik
• Penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terus-menerus (tanpa
putus), walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas
• Memiliki keterandalan dan kualitas sistem yang tinggi
• Apabila salah satu pembangkit mengalami kerusakan, maka
penyaluran tenaga listrik dapat dialihkan ke pusat pembangkit
lainnya.
• Bagi pusat pembangkit yang memiliki kapasitas lebih kecil, dapat
dipergunakan sebagai cadangan atau pembantu bagi pusat
pembangkit utama (yang memiliki kapasitas tenaga listrik yang
lebih besar)
• Ongkos pembangkitan dapat diperkecil
• Sistem ini dapat bekerja secara bergantian sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan
• Dapat memperpanjang umur pusat pembangkit
• Dapat menjaga kestabilan sistem Pembangkitan
• Keandalannya lebih baik l. Dapat dicapai penghematan-
penghematan di dalam investasi
b. Kelemahannya :
• Memerlukan biaya yang cukup mahal
• Memerlukan perencanaan yang lebih matang
• Saat terjadi gangguan hubung singkat pada penghantar jaringan,
maka semua pusat pembangkit akan tergabung di dalam sistem dan
akan ikut menyumbang arus hubung singkat ke tempat gangguan
tersebut.
• Jika terjadi unit-unit mesin pada pusat pembangkit terganggu, maka
akan mengakibatkan jatuhnya sebagian atau seluruh sistem.
• Perlu menjaga keseimbangan antara produksi dengan pemakaian
• Merepotkan saat terjadi gangguan petir

Sistem interkoneksi ini merupakan perkembangan dari sistem


network/mesh. Sistem ini menyalurkan tenaga listrik dari beberapa pusat
pembangkit tenaga listrik yang dikehendaki bekerja secara paralel. Sehingga
penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terus menerus (tak terputus),
walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas. Hanya saja sistem ini
memerlukan
biaya yang cukup mahal dan perencanaan yang cukup matang. Untuk
perkembangan dikemudian hari, sistem interkoneksi ini sangat baik, bisa
diandalkan dan merupakan sistem yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi.
Sistem interkoneksi sistem tenaga listrik, dapat dilihat pada Gambar 2.3

Pada sistem interkoneksi ini apabila salah satu pusat pembangkit tenaga
listrik mengalami kerusakan, maka penyaluran tenaga listrik dapat dialihkan ke
pusat pembangkit lain. Untuk pusat pembangkit yang mem-punyai kapasitas kecil
dapat dipergunakan sebagai pembantu dari pusat pembangkit utama (yang
mempunyai kapasitas tenaga listrik yang besar). Apabila beban normal sehari-hari
dapat diberikan oleh pusat pembangkit tenaga listrik tersebut, sehingga ongkos
pembangkitan dapat diperkecil. Pada sistem interkoneksi ini pusat pembangkit
tenaga listrik bekerja bergantian secara teratur sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Sehingga tidak ada pusat pembangkit yang bekerja terus-menerus.
Cara ini akan dapat memperpanjang umur pusat pembangkit dan dapat menjaga
kestabilan sistem pembangkitan [3].

Gambar 2.3 Sistem jaringan interkoneksi [3]


II . 3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [4]

Suatu sistem tenaga listrik dikatakan baik jika memenuhi beberapa syarat
sebagai berikut:

1. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan suatu sistem untuk menyalurkan


daya atau energi secara terus-menerus.
2. Kualitas (Quality) yaitu kemampuan sistem tenaga listrik untuk
menghasilkan besaran-besaran standar yang ditetapkan untuk tegangan dan
frekuensi.
3. Kestabilan (Stability) yaitu kemampuan dari sistem untuk kembali bekerja
secara normal setelah mengalami suatu gangguan.

Dalam sistem tenaga listrik yang baik maka ketiga syarat tersebut harus
dipenuhi. Dalam artian, sistem tenaga listrik harus memberi pasokan listrik secara
terus menerus dengan standar tegangan dan frekuensi sesuai dengan aturan yang
berlaku serta harus segera kembali normal bila sistem terkena gangguan. Untuk
jaringan yang sangat kompleks dimana beberapa pembangkit saling terhubung
satu sama lain, maka tegangan dan frekuensi haruslah diperhatikan agar tidak ada
pembangkit yang kelebihan beban sementara pembangkit yang lain bebanya kecil.

Sistem tenaga listrik mempunyai variasi beban yang sangat dinamis dan akan
berubah-ubah setiap detiknya. Perubahan beban yang tidak terduga dapat
dikategorikan sebagai gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara
pasokan listrik dan permintaan energi listrik. Gangguan pada pembangkit ataupun
pada sistem transmisi mengakibatkan kerja dari pembangkit yang lain menjadi
lebih berat. Untuk itu, diperlukan satu penelaan kestabilan agar pembangkit yang
terganggu tidak lepas dari sistem.

Kestabilan sistem daya dapat didefinisikan sebagai sifat sistem yang


memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem untuk memberikan
reaksinya terhadap gangguan dalam keadaan kerja normal serta balik kembali
dalam keadaaan semula bila keadaan menjadi normal. Analisis kestabilan
biasanya digolongkan kedalam tiga jenis, tergantung pada sifat dan besarnya
gangguan yaitu
1. Kestabilan keadaan Tetap (Steady State Stability)
Adalah kemampuan sistem tenaga listrik untuk menerima gangguan kecil
yang bersifat gradual yang terjadi disekitar titik keseimbangan pada kondisi
tetap.
Kestabilan ini tergantung pada karakteristik komponen yang terdapat pada
sistem tenaga listrik antara lain: pembangkit, beban, jaringan transmisi, dan
kontrol sistem itu sendiri. Model pembangkit yang digunakan adalah
pembangkit yang sederhana (sumber tegangan konstan) karena hanya
menyangkut gangguan kecil disekitar titik keseimbangan.
2. Kestabilan Dinamis (Dynamic Stability)
Adalah kemampuan sistem tenaga listrik untuk kembali ke titik
keseimbangan setelah timbul gangguan yang relative kecil secara tiba
-tiba dalam waktu yang lama. Analisa kestabilan dinamis lebih komplek
karena juga memasukkan komponen kontrol otomatis dalam perhitungannya.
3. Kestabilan Peralihan (Transient Stability)
Adalah kemampuan sistem untuk mencapai titik
keseimbangan/sinkronisasi setelah mengalami gangguan yang besar sehingga
sistem kehilangan kestabilan karena gangguan terjadi diatas kemampuan
sistem [4].

Kestabilan sistem tenaga listrik merupakan karakteristik sistem tenaga yang


memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem pada operasi normal dan
dapat kembali dalam keadaan seimbang setelah terjadi gangguan. Secara umum
permasalahan kestabilan sistem tenaga listrik terkait dengan kestabilan sudut rotor
(Rotor Angle Stability), kestabilan tegangan (Voltage Stability) dan kestabilan
frekuensi (Frequency Stability). Klasifikasi ini berdasarkan rentang waktu dan
mekanisme terjadinya ketidakstabilan. Kestabilan sudut rotor diklasifikasikan
menjadi Small Signal Stability dan transient Stability. Small signal Stability
adalah kestabilan sistem untuk gangguan-gangguan kecil dalam bentuk osilasi
elektromekanik yang tak teredam, sedangkan Transient Stability dikarenakan
kurang serempaknya torsi dan diawali dengan gangguan-gangguan besar [5].
Stabilitas Sistem
Tenaga

Stabilitas Sudut Stabilitas Stabilitas


Rotor Frekuensi Tegangan

Stabilitas Sudut Stabilitas Stabilitas Tegangan Stabilitas Tegangan


Akibat Gangguan Transien
Kecil

Cepat Cepat Lama

Gambar 2.4 Klasifikasi kestabilan sistem tenaga listrik [4]

II . 3 . 1 Kestabilan Frekuensi [6]

Pada sistem tenaga listrik, frekuensi merupakan indikator dari


keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem.
Frekuensi sistem akan turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan
beban. Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan kegagalan-
kegagalan unit- unit pembangkitan secara beruntun yang menyebabkan kegagalan
sistem secara total. Pelepasan sebagian beban secara otomatis dengan
menggunakan rele frekuensi (under frequency relay) dapat mencegah penurunan
frekuensi dan mengembalikannya ke kondisi frekuensi yang normal. Dengan
semakin berkembangnya sistem tenaga listrik dan dengan adanya pembangkit-
pembangkit baru yang masuk dalam sistem interkoneksi, maka penyetelan rele
frekuensi sudah perlu ditinjau kembali.

Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting
untuk dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi
berkaitan erat dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas
bagi konsumen.
Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan
peralatan konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat
bekerja secara optimal pada batasan frekuensi tertentu saja 50 s.d 60 Hz).

Pengendalian frekuensi tidak semata untuk memuaskan pelanggan semata,


tindakan ini juga bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem. Pertama kita lihat
hubungan antara torsi mekanik (Tm), torsi elektrik (Te), jumlah total moment

inersia dari rotor (J), dan percepatan angular dari rotor

(2.1)
Dari rumus diatas terlihat bahwa ketika [6]:

a. Torsi mekanik = torsi elektrik maka Ta = 0 yang berarti pula tidak ada
percepatan yang dialami oleh rotor. Karena tidak ada percepatan, maka rotor
berputar pada kecepatan yang tetap sehingga mengahasilkan tegangan dengan
frekuensi yang konstan. Keadaan ini terjadi ketika tercapai keseimbangan
antara jumlah energi yang dibangkitkan dengan energi yang diserap beban.

b. Tm > Te maka tercipta kelebihan torsi sebesar Ta yang menyebabkan

timbulnya percep rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang


dibangkitkan naik sampai tercapai nilai tertentu dan tercipta keseimbangan

baru antara Tm dan Te.

c. Tm < Te maka tercipta kekurangan torsi sebesar Ta yang menyebabkan

timbulnya perlambatan rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang


dibangkitkan turun sampai tercapai nilai tertentu di titik B dan tercipta
keseimbangan baru antara Tm dan Te.
Gambar 2.5 Gambar ilustrasi kestabilan frekuensi [6]

Ilustrasi gambar diatas menunjukan bahwa ketidakseimbangan antara


pembangkitan dan beban akan menyebabkan frekuensi bergeser dari nilai
normalnya. Dalam hal ini ketika pembangkitan > beban maka frekuensi sistem
akan
> 50 Hz, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu perlu selalu dijaga keadaan
yang seimbang antara pembangkitan dan beban agar tercipta frekuensi sitem yang
normal
50 Hz.

Penanganan ketika terjadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat


dilakukan dengan cara:

1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara


menambah unit pembangkit yang bekerja.
2. Memanfaatkan fasilitas LFC (Load Frequency Control)/AGC yang
mengendalikan putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika
beban besar makan AGC akan memberikan bahan bakar lebih banyak agar
unit pembangkit dapat membangkitkan energi sesuai yang dibutuhkan oleh
beban.

3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa


harus dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding
(pelepasan beban) ataupun melalui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi
sistem berada dibawah nilai settingnya [6].

II . 3 . 2. Pengontrolan Frekuensi Sistem


Kebutuhan mendasar bagi stabilitas sistem tenaga listrik yakni untuk
memastikan frekuensi dan level tegangan sistem tidak jauh berbeda dari batas
Steady State-nya. Frekusensi sistem dalam sistem tenaga listrik pada umumnya
tidak berada dalam kondisi seimbang, hal ini dikarenakan kebutuhan daya
berganti secara terus-menerus [46]. Pada sebuah sistem kelistrikan, daya yang
dibangkitkan harus sebanding dengan kebutuhan daya. Jika tidak, maka akan
terjadi kekurangan daya [46]. Ketika kebutuhan daya melebihi daya yang
dibangkitkan, frekuensi sistem akan menurun dan akan mengalami kenaikan
ketika daya yang dibangkitkan melebihi kebutuhan daya [47]. Frekuensi sistem
tenaga listrik secara langsung sepadan dengan kecepatan rotasi generator, dimana
hubungan persamaanya adalah
sebagai berikut :
𝑝+�
𝑓=
60

Dimana f adalah frekuensi sistem, p adalah jumlah kutub pada generator


dan n adalah kecepatan rotasi mesin sinkron. Secara praktik, pengarutan kecepatan
generator dapat mengatur frekuensi sistem. Pada umumnya generator dilengkapi
dengan governor untuk mengawasi dan mendeteksi kecepatan secara konstan.
Pada sebuah sistem tenaga listrik terpisah yang memiliki sebuah generator
tunggal, ketika beban meningkat, kebutuhan energi yang ditambahkan menunjang
inersia dari generator listrik. Hasilnya, kecepatan generator akan berkurang
dan oleh karena itu frekuensi sistem akan berkurang.

Fungsi utama governor adalah untuk membuka pintu turbin sehingga


kecepatan turbin meningkat. Kecepatan turbin yang meningkat akan
meningkatkan frekunsi. frekuensi sistem dalam hal ini akan kembali dalam
jagkauan nilai yang memungkinkan. Untuk interkoneksi sistem tenaga listrik,
pengaturan frekuensi diatur oleh sebuah mekanisme kontrol untuk
mengembalikan frekuensi sistem selama kondisi kontinjensi. Gambar 2.6
menggambarkan berbagai tindakan pengontrolan yang diperlukan dalam
mengembalikan frekuensi sistem untuk menghindari blackout sistem tenaga
listrik. [7]
Mengembalikan rata-rata

Sistem Frekuensi Memulihkan Normal


Membatasi penyimpangan

Kontrol Utama Pemulihan bebas Pemulihan Bebas


Setelah dipotong

Kontrol Sekunder

Kontrol Tersier

Aktifkan dalam Kontrol Waktu


jangka Panjang

Gambar 2.6 kontrol frekuensi sistem [7]

II . 3 . 3. Menjaga Kestabilan Frekuensi pada Sisi Generator [6]

Pasokan listrik ke beban dimulai dengan menghidupkan satu generator,


kemudian secara sedikit demi sedikit beban dimasukkan sampai dengan
kemampuan generator tersebut, selanjutnya menghidupkan lagi generator
berikutnya dan memparalelkan dengan generator pertama untuk memikul beban
yang lebih besar lagi. Saat generator kedua diparalelkan dengan generator pertama
yang sudah memikul beban diharapkan terjadinya pembagian beban yang semula
ditanggung generator pertama, sehingga terjadi kerjasama yang meringankan
sebelum beban-beban selanjutnya dimasukkan.

Seberapa besar pembagian beban yang ditanggung oleh masing-masing


generator yang bekerja paralel akan tergantung jumlah masukan bahan bakar dan
udara untuk pembakaran mesin diesel, bila mesin penggerak utamanya diesel atau
bila mesin-mesin penggeraknya lain maka tergantung dari jumlah (debit) air ke
turbin air, jumlah (entalpi) uap/gas ke turbin uap/gas atau debit aliran udara ke
mesin baling-baling.
Jumlah masukan bahan bakar/ udara, uap air/ gas atau aliran udara ini diatur
oleh peralatan atau katup yang digerakkan governor yang menerima sinyal dari
perubahan frekuensi listrik yang stabil pada 50 Hz, yang ekivalen dengan
perubahan putaran (rpm) mesin penggerak utama generator listrik. Bila beban
listrik naik maka frekuensi akan turun, sehingga governor harus memperbesar
masukan (bahan bakar/udara, air, uap/gas atau aliran udara) ke mesin penggerak
utama untuk menaikkan frekuensinya sampai dengan frekuensi listrik kembali ke
normalnya. Sebaliknya bila beban turun, governor mesin-mesin pembangkit harus
mengurangi masukan bahan bakar/udara, air, uap air/gas atau aliran udara ke
mesin-mesin penggerak sehingga putarannya turun sampai putaran normalnya
atau frekuensinya kembali normal pada 50 Hz. Bila tidak ada governor maka
mesin-mesin penggerak utama generator akan mengalami overspeed bila beban
turun mendadak atau akan mengalami overload bila beban listrik naik.

Governor beroperasi pada mesin penggerak sehingga generator


menghasilkan keluaran arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100
persen kemampuannya. Jadi masukan ke mesin penggerak sebanding dengan
keluaran arus generatornya atau dengan kata lain pengaturan governor 0 persen
sampai dengan
100 persen sebanding dengan arus generator 0 persen sampai dengan 100 persen
pada tegangan dan frekuensi yang konstan.

Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari


keluaran arus generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke
mekanis dengan menggunakan elektrik actuator untuk menggerakkan motor listrik
yang menghasilkan gerakan mekanis yang diperlukan oleh governor.

Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya


disamakan tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban
listrik tidak akan dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan
dan frekuensinya selama beban masih dibawah kapasitas total paralelnya,
sehingga tegangan dan frekuensi ini tidak digunakan sebagai sumber sinyal bagi
governor.
Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai
sumber sinyal pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat
diparalelkan pembagian beban generator belum seimbang/sebanding dengan
kemampuan masingmasing generator. Alat pembagi beban generator dipasangkan
pada masing-masing rangkaian keluaran generator, dan masing-masing alat
pembagi beban tersebut dihubungkan secara paralel satu dengan berikutnya
dengan kabel untuk menjumlahkan sinyal arus keluaran masing-masing generator
dan menjumlahkan sinyal kemampuan arus masing-masing generator.

Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan
merupakan petunjuk posisi governor berapa persen, atau arus yang lewat berapa
persen dari kemampuan generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang
dideteksi alat-alat pembagi beban dengan jumlah arus kemampuan generator-
generator yang beroperasi paralel dikalikan 100 (persen) merupakan nilai posisi
governor yang harus dicapai oleh setiap mesin penggerak utama sehingga
menghasilkan keluaran arus yang proprosional dan sesuai dengan kemampuan
masing-masing generator.

Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-
masing alat pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang
harus dihasilkan oleh generator setelah governornya diubah oleh electric actuator
yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sesaat setelah generator
diparalelkan.

Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan


komponen-komponen seperti berikut: trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu
daya), electric actuator, potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar
bantu.

Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai


dengan sebesar arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator
(biasanya maksimum 5 A atau = 100 persen kemampuan maksimum generator).
Trafo tegangan berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban,
umumnya dengan tegangan 110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan
tegangan DC.
Electric actuator merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat pembagi
beban sehingga mampu menggerakkan motor DC di governor sampai dengan arus
keluaran generator mencapai yang diharapkan.

Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur


frekuensi dan tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses
sinkronisasi. Tegangan umumnya sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya
tegangan hanya dipengaruhi oleh kecepatan putaran mesin penggerak. Setelah
generator dioperasikan paralelkan atau sudah sinkron dengan yang telah
beroperasi kemudian menutup MCCB generator, fungsi potensiometer pengatur
kecepatan ini diambil alih oleh alat pembagi beban generator. Untuk lebih
akuratnya pengaturan kecepatan dalam proses sinkronisasi secara manual,
biasanya terdapat potensiometer pengatur halus dan potensiometer pengatur kasar.

Pada sistem kontrol otomatis pemaralelan generator dapat dilakukan oleh


SPM (modul pemaralel generator) dengan mengatur tegangan dan frekuensi
keluaran dari generator, kemudian mencocokan dengan tegangan dan frekuensi
sistem yang sudah bekerja secara otomatis, setelah cocok memberikan sinyal
penutupan ke MCCB generator sehingga bergabung dalam operasi paralel. Untuk
mencocokkan tegangan dan frekuensi dapat dilihat dalam satu panel sinkron yang
digunakan bersama untuk beberapa generator dimana masing-masing panel
generator mempunyai saklar sinkron disamping SPM-nya.

Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat


pembagi bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau
penurunan beban listrik, sehingga masing-masing generator menanggung beban
dengan prosentasi yang sama diukur dari kemampuan masing-masing [6].

II . 3. 4 Pelepasan Beban [8]

Pelepasan beban merupakan salah satu fenomena yang terjadi disuatu


sistem tenaga listrik yang mengijinkan adanya beberapa beban keluar dari sistem
sehingga
menghasilkan kestabilan sisem tenaga listrik. Hal ini biasanya disebabkan oleh
beban lebih pada sistem, sehingga untuk dapat mengembalikan kondisi sistem
seperti sediakala diperlukan pelepasan beberapa beban tertentu.

Adanya ketidaknormalan yang disebabkan oleh terjadinya beban lebih


pada umumnya dipicu oleh beberapa hal, antara lain :

a. Adanya pembangkit yang lepas dari sistem yang mengakibatkan beban yang
seharusnya disuplai oleh pembangkit tersebut menjadi tanggungan pembangkit
lain.
b. Adanya gangguan pada saluran transmisi sehingga ada beberapa beban yang
tidak dapat suplai oleh salah satu pembangkit dalam sistem interkoneksi.

Gangguan berupa beban lebih dapat mempengaruhi antara daya yang


dibangkitkan dan permintaan beban sehingga menyebabkan beberapa hal yang
dapat mengganggu kestabilan sistem, yaitu:

a. Penurunan tegangan sistem


b. Penurunan Frekuensi

Sebagian besar beban pada sistem tenaga listrik memiliki faktor daya
tertinggal (lagging) sehingga membutuhkan suplai daya reaktif yang cukup tinggi.
Ketika terjadi gangguan pada salah satu generator dalam sistem interkoneksi maka
generator yang lain akan terjadi kelebihan beban. Sehingga kebutuhan daya reaktif
akan semakin meningkat. Akibatnya turun tegangan yang terjadi semakin besar
dan menyebabkan kondisi yang tidak aman bagi generator. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan suatu pelepasan beban. Namun, turun tegangan bisa juga
diakibatkan oleh adanya gangguan lain seperti misalnya gangguan hubung
singkat. Sehingga dalam hal ini penurunan frekuensi merupakan acuan yang lebih
baik untuk melakukan pelepasan beban.

Pada dasarnya setiap generator mimiliki spesifikasi tertentu berkaitan


dengan rentang frekuensi kerja yang diijinkan beserta waktu operasi dari frekuensi
tersebut. Penurunan frekuensi yang disebabkan oleh adanya beban lebih sangat
membahayakan generator. Ketika laju penurunan frekuensi menurun tajam, hal
buruk yang mungkin terjadi adalah pemadaman total. Apabila penurunan
frekuensi tidak terlalu tajam, dapat segera dilakukan pelepasan beban. [8].

II . 3. 5 Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi [8]

Pelepasan beban akibat penurunan frekuensi pun diklasifikasikan menjadi


dua macam berdasarkan laju penurunannya yaitu:

a. Pelepasan beban manual


Pelepasan beban manual dilakukan apabila laju penurunan frekuensi sangat
rendah. Sehingga untuk memperbaiki frekuensi tidak membutuhkan waktu
cepat karena sistem dirasa aman untuk jangka waktu yang cukup lama.
Pelepasan beban secara manual ini akan membutuhkan beberapa operator yang
cukup banyak. Waktu yang dibutuhkan pun cukup lama bila dibandingkan
dengan pelepasan beban otomatis.
b. Pelepasan beban otomatis
Pelepasan beban otomatis dilakukan ketika laju penurunan frekuensi cukup
tinggi. Dengan adanya pelepasan beban otomatis maka sistem secara
keseluruhan dapat diselamatkan dengan cepat tanpa harus menunggu operator
bekerja. Pelepasan beban otomatis biasanya didukung dengan beberapa
komponen seperti penggunaan Under Frequency Relay.
Pelepasan beban yang dilakukan akibat penurunan frekuensi yang
merupakan efek beban lebih penting dilakukan. Selain untuk menghindari
terjadinya pemadaman total, pelepasan beban dapat mencegah:
• Penuaan yang semakin cepat dari komponen mekanik generator
Penurunan frekuensi yang cukup parah bisa menimbulkan getaran
(vibration) pada unit turbin. Hal ini mampu memperpendek usia pakai
peralatan.
• Pertimbangan pemanasan
Berkurangnya frekuensi menyebabkan berkurangnya kecepatan motor
pendingin generator, berakibat berkurangnya sirkulasi udara yang dapat
menyebabkan pemanasan pada generator.
• Terjadinya eksitasi lebih
Ketika terjadi penurunan frekuensi arus eksitasi generator semakin
meningkat hal ini memicu terjadinya eksitasi lebih. Eksitasi lebih ditandai
dengan fluks berlebih yang dapat menyebabkan munculnya arus pusar,
yang dapat menyebabkan pemanasan pada inti generator [8].

II . 3 . 6 Syarat Pelepasan Beban [8]

Sebelum dilakukan suatu pelepasan beban yang bertujuan untuk


pemulihan frekuensi, hendaknya pelepasan beban ini memenuhi kriteria antara
lain :

a. Pelepasan beban dilakukan secara bertahap dengan tujuan apabila pada


pelepasan tahap pertama frekuensi belum juga pulih masih dapat dilakukan
pelepasan beban tahap berikutnya untuk memperbaiki frekuensi.
b. Jumlah beban yang dilepaskan hendaknya seminimal mungkin sesuai
dengan kebutuhan sistem tenaga listrik dalam memperbaiki frekuensi.
c. Beban yang dilepaskan adalah beban yang memiliki prioritas paling
rendah dibandingkan beban lain dalam suatu sistem tenaga listrik. Oleh
sebab itu seluruh beban terlebih dahulu diklasifikasikan menurut kriteria-
kriteria tertentu.
d. Pelepasan beban harus dilakukan tepat guna. Oleh karenanya harus
ditentukan waktu tunda rele untuk mendeteksi apakah penurunan frekuensi
generator akibat beban lebih atau pengaruh lain seperti masuknya beban
yang sangat besar ke dalam sistem secara tiba-tiba.

Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi, dengan begitu pelepasan


beban aman untuk dilakukan. [8].

II. 3. 7 Kriteria Frekuensi Sistem Tenaga [7]


Frekuensi sistem tenaga listrik harus memenuhi kriteria toleransi seperti
pada gambar yang menggambarkan batas frekuensi operasi utama Eropa. Kriteria
frekuensi sistem tenaga dibakukan untuk memastikan operasi yang memuaskan
dengan mempertahankan frekuensi sistem dan tegangan yang diterima batas. Ada
beberapa standar operasi frekukuensi pada sistem tenaga listik di berbagai negara
seperti Malaysia, Eropa , dan Amerika Utara.

Gambar 2.7 Frekuensi ambang utama dan batas operasinya [7]

Kriteria Frekuensi sistem tenaga distandarisasikan untuk memastikan


operasi yang andal dengan mempertahankan frekuensi dan tegangan sistem dalam
batas yang diizikan. Menetapkan batas penyimpangan frekuensi yang dapat
diterima sangat sulit. Penyimpangan sistem frekuensi dari nominal 50 atau 60 Hz
dapat menyebabkan peralatan rusak.hal ini dengan cepat dapat menyebabkan
keseluruhan sistem gagal. Peran standar sangat penting, sistem frekuensi halus
dikelola detik demi detik, jauh lebih cepat dari mekanisme pasar. Pengendali
sistem dibebankan oleh kode dengan manajemen pusat dari sistem frekuensi
untuk menentukan standar. Ini harus ditetapkan untuk memastikan peralatan
berfungsi dan tidak akan rusak.
Tabel 2.1 menggambarkan standar operasi frekuensi untuk berbagai sistem
tenaga listrik di Amerika Utara, Eropa dan Malaysia [7]

Standar Keandalan
Sistem Transmisi, Tenaga Nasional Berhad (TNB), Malaysia

NERC, dokumen teknis untuk operasi dan perencanaan, konsep keandalan

Australiaan energy
market commission (AEMC), mendirikan enam entitas, tentang Stabilitas Frekuensi (NEMMCO)
UCTE-ENTSO-e

II. 4 Energi Terbarukan [9]

Energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang berasal dari proses


alamiah dan kemungkinan tidak akan pernah habis, seperti energi matahari, energi
angin, energi air, dan lainnya. Energi terbarukan merupakan sumber energi paling
bersih yang tersedia di planet ini. Tenaga surya, tenaga angin ,biomassa dan
tenaga air adalah teknologi yang paling sesuai untuk menyediakan energy di
daerah-daerah terpencil dan perdesaan. Energi terbarukan lainnya termasuk Panas
Bumi dan Energi Pasang Surut adalah teknologi yang tidak bias diilakukan di
semua tempat. Indonesia memiliki sumber panas bumi yang melimpah; yakni
sekitar 40% dari sumber total dunia. Akan tetapi sumber-sumber ini berada di
tempat-tempat yang spesifik dan tidak tersebar luas. Teknologi energi terbarukan
lainnya adalah tenaga ombak, yang masih dalam tahap pengembangan.

Energi angin adalah salah satu jenis sumber energi terbarukan yang
potensial untuk menghasilkan listrik. Pada saat angin bertiup, angin disertai
dengan energi kinetic (gerakan) yang bisa melakukan suatu pekerjaan. Contoh
perahu layar memanfaatkan tenaga angin untuk mendorongnya bergerak di air.
Tenaga angin
juga bisa dimanfaatkan menggunakan baling-baling yang dipasang di puncak
menara, yang disebut dengan turbin angin yang akan menghasilkan energi
mekanik atau listrik. Dalam pemanfaatannya, diperlukan data/informasi mengenai
potensi energi angin actual yang tersedia di lokasi pemasangan dan kbutuhan di
lokasi tersebut. [9]

Gambar 2.6 Contoh Energi Terbarukan [9]

II. 5 Pembangkit Listrik Tenaga Bayu [9]

Dalam realitas, tenaga angin adalah sekedar bentuk tenaga surya yang
dikonversi. Radiasi matahari memanas di berbagai tempat di bumi dengan
kecepatan yang berbeda pada siang dan malam hari. Hal ini menyebabkan
berbagai bagian atmosfer memanas dalam waktu yang berbeda. Udara panas
menaik, dan udara yang lebih sejuk tertarik untuk menggantikannya. Inilah yang
menyebabkan terjadinya angin. jadi angin, yang disebabkan oleh gerakan
molekul udara di atmosfer, berasal dari energi matahari. Semua benda statis
termasuk molekul udara menyimpan energi laten yang disebut dengan energi
potensial. Pada saat molekul udara mulai bergerak, maka energi potensialnya
dikonversi menjadi energi kinetik (energi gerakan) sebagai akibat dari kecepatan
molekul udara. Mesin energi angin, yang dinamakan turbin angin, menggunakan
energi kinetik angin dan mengkonversinya menjadi energi mekanis atau listrik

29
yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan praktis. Angin bertiup di atas
'sayap' juga disebut bilah atau

30
aerofoil dari turbin angin, yang menyebabkan berputar cepat. Turbin angin
menggunakan gerakan rotasi untuk membangkitkan listrik atau menjalankan
peralatan mesin seperti pompa [9].

Umumnya suatu pembangkit listrik tenaga angin/bayu (PLTB) terdiri dari


beberapa komponen utama yaitu ; a) kincir angin, b) gear box, c) brake sistem, d)
generator dan e) alat penyimpan energi. Selanjutnya komponen-komponen
tersebut akan diuraikan berikut ini [10]:

a. Kincir Angin
Secara umum kincir angin dapat di bagi menjadi 2, yaitu kincir angin yang
berputar dengan sumbu horizontal, dan yang berputar dengan sumbu vertikal.
Gambar 2.7 menunjukan jenis-jenis kincir angin berdasarkan bentuknya.
Sedangkan Gambar 2.8 menunjunkan karakteristik setiap kincir angin sebagai
fungsi dari kemampuannya untuk mengubah energi kinetik angin menjadi
energi putar turbin untuk setiap kondisi kecepatan angin. Dari Gambar 2.4
dapat disimpulkan bahwa kincir angin jenis multi-blade dan Savonius cocok
digunakan untuk aplikasi PLTB kecepatan rendah. Sedangkan kincir angin
tipe Propeller, paling umum digunakan karena dapat bekerja dengan lingkup
kecepatan angin yang luas.

Gambar 2.7 Jenis-jenis kincir angin [10]


Gambar 2.8 Karakteristik kincir angin [10]

b. Gear Box
Merupakan suatu peralatan yang dipasang pada PLTB yang berfungsi
untuk mengubah putaran rendah pada kincir menjadi putaran tinggi.
c. Brake Sistem
Alat ini digunakan untuk menjaga putaran pada poros setelah gearbox agar
bekerja pada titik aman saat terjadi angin yang besar. Alat ini perlu dipasang
karena generator memiliki titik kerja yang aman dalam pengoperasiannya.
Generator ini akan menghasilkan energi listrik maksimal pada saat bekerja
pada titik kerja yang btelahdi telah ditentukan. Kehadiran angin luar dugaan
akan menyebabkan putaran yang cukup cepat pada poros generator, sehingga
jika tidak diatasi maka putaran ini dapat merusak generator. Dampak dari
kerusakan akibat putaran berlebih diantaranya adalah : overheat, rotor
breakdown, kawat pada generator putus, karena tidak dapat menahan arys
yang cukup besar.
d. Generator
Ada berbagai jenis generator yang dapat digunakan dalam sistem turbin
angin, antara lain generator serempak (synchronous generator), generator tak-
serempak (unsynchronous generator), rotor sangkar maupun rotor belitan
ataupun generator magnet permanen. Penggunaan generator serempak
memudahkan kita untuk mengatur tegangan dan frekuensi keluaran generator
dengan cara mengatur-atur arus medan dari generator. Sayangnya penggunaan
generator serempak jarang diaplikasikan karena biayanya yang mahal,
membutuhkan arus penguat dan membutuhkan sistem kontrol yang rumit.
Generator tak-serempak sering digunakan untuk sistem turbin angin dan
sistem mikrohidro, baik untuk sistem fixedspeed maupun sistem variable
speed.
e. Penyimpanan Energi
Pada sistem stand alone, dibutuhkan baterei untuk menyimpan energi
listrik berlebih yang dihasilkan turbin angin. Contoh sederhana yang dapat
dijadikan referensi sebagai alat penyimpan energi listrik adalah aki mobil. Aki
12 volt, 65
Ah dapat dipakai untuk mencatu rumah tangga selama 0.5 jam pada daya 780
watt.
f. Box control turbin angin
Setiap Turbin Angin memiliki box kontrol masing - masing. Fungsi dari
box kontrol sendiri adalah untuk mengatur kecepatan putaran Pada kincir dan
supply dalam kondisi cuaca normal.tegangan dari turbin angin ke panel beban
atau rumah induk.
g. Dummy Load
Merupakan tempat pembuangan tegangan berlebih yang dihasilkan oleh
pembangkit.

h. Data Logger
Merupakan suatu device atau piranti yang dapat membaca berbagai macam
jenis sinyal input yang selanjutnya merekamnya dan disimpan dalam memori
internal serta langsung dihubungkan dengan computer. Data logger ini sangat
cocok untuk lembaga penelitian seperti PLTH dengan budget terbatas namun
menginginkan spek akuisisi data yang baik. Selain itu, data logger ini dapat
digunakan untuk memantau lingkungan yang mensyaratkan perekaman data
secara real-time dan terus menerus 24 jam sehari.
i. Tower
Tower PLTB dapat dibedakan menjadi 3 jenis seperti Gambar 2.9 dibawah
ini. Setiap jenis tower memiliki karakteristik masing-masing dalam hal biaya,
perawatan, efisiensinya, ataupun dari segi kesusahan dalam pembuatannya
[10]

Gambar 2.9 Tower PLTB (kiri) Guyed (Tengah) Lattice (kanan)


Mono-structure [10]
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III . 1 Judul Penelitian

Judul penelitian ini adalah Analisis Kestabilan Frekuensi pada jaringan


Transmisi sistem Sulbagsel dengan integrasi PLTB

III . 2 Waktu dan Lokasi Penelitian

• Waktu : Desember 2017 – April 2018


• Lokasi : UPT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar dan Departemen
Teknik Elektro Unhas

III . 3 Pengambilan Data

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis data atau
studi kasus sistem Sulbagsel, dimana dalam penelitian ini yang akan diteliti yaitu
mengenai kestabilan frekuensi sistem sulbagsel dengan integrasi PLTB. Data
penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari UPT PLN Sulselrabar
khususnya data yang berhubungan dengan penelitian yaitu:

• Single line diagram Transmisi Sulbagsel


• Data-data reaktansi dan resistansi jaringan transmisi Sulbagsel
• Data-data beban reaktansi dan resistansi transmisi Sulbagsel
• Data aliran daya Wilayah Sulbagsel

III . 4 Alur Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian ini digambarkan dalam diagram alur


(Flowchart) dibawah ini:
Mulai

Studi Literatur

Mengumpulkan data single line


Sulbagsel

Membuat single line diagram


sulbagsel

Integrasi PLTB
ke sistem

Analisis kestabilan frekuensi Analisis kestabilan frekuensi Analisis kestabilan frekuensi


dengan inputan angin yang dengan pelepasan PLTB tanpa dan dengan integrasi PLTB
bervariasi menggunakan Regulasi frekuensi

Penulisan Hasil
penelitian

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Perencanaan Simulasi


Perencanaan simulasi yang dilakukan yaitu simulasi kestabilan frekuensi
sistem Sulbagsel dengan masuknya PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto pada
sistem. Analisa kestabilan frekuensi merupakan analisa aliran daya yang
dilakukan pada sistem tenaga listrik yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
frekuensi pada tiap-tiap bus pada sistem. Analisa kestabilan frekuensi yang
dilakukan yakni untuk melihat kondisi frekuensi sistem Sulbagsel ketika PLTB
masuk dan ketika PLTB itu sendiri lepas dari sistem

Ada beberapa skenario simulasi yang dilakukan, dimulai dari simulasi


masuknya PLTB Sidrap ke sistem lalu masuknya PLTB Jeneponto, simulasi
lepasnya PLTB Sidrap dan PLTB jeneponto tanpa regulasi frekuensi, serta
simulasi lepasnya PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto dengan menggunakan
regulasi frekuensi yaitu governor free dan Load Sheding

IV.2 Data Sistem Sulbagsel


Sistem Sulbagsel merupakan sistem kelistrikan intekoneksi se Sulawesi
Selatan yang terdiri dari pembangkit berbeda-beda yang tersebar di Sulawesi
Selatan disalurkan melalui transmisi 275kv dan 150 kV hingga ke konsumen
melalui distribusi 20 kV dan 11 kV.

Penelitian ini menggunaka data dari PT.PLN (Persero) Wilayah


Sulselrabar yang mana data dibatasi hanya pada sistem kelistrikan Sulawesi
bagian selatan. Adapun data-data yang diperoleh yaitu single line diagram
sulbagsel, data saluran transmisi, data pembangkit, dan data beban sulbagsel.
Berikut data-data yang input ke dalam sistem sulbagsel:
Tabel 4.1 Tegangan dan arus pada saluran transmisi sulbagsel

AAAC150mm
Bakaru-Polmas
Bolangi-Maros
Bone-Bulukumba

Bontoala - T. Lama 1 150 kV


Ekspress Bilibili
Hawk120 70 KV
JNPNTO #1 - JNPNTO #2 - PNGYA
Jeneponto-Bulukumba
Latuppa-Pamona
Line 0.535KA
Majene-Mamuju
Pangkep-Mandai
Parepare-Suppa
Pinrang-Parepare
Polmas Majene
SMinasa-Tallasa
Sengkang-Soppeng
Sidrap-Makale
Sidrap-Parepare1
Sidrap-Soppeng
Sidrap-Soppeng(1)
Sinjai-Bulukumba
Soppeng-Bone

37
Sungguminasa-Bolangi
Sungguminasa-T.bunga
Tallasa-Pngya
TalloLama - Bontoala 1 70 kV

Tello-Borongloe

Tello-Panakukang

Tello-sungguminasa
Sumber : PT PLN Perseor Wilayah Sulselrabar

Tabel 4.2 Data impedansi saluran transmisi sulbagsel

Nama Saluran

150_2xZebra
AAAC150mm
Bakaru-Polmas
Bolangi-Maros
Bone-Bulukumba
Bone-Sinjai
Bontoala - T. Lama 1 150 kV
Ekspress Bilibili
Hawk120 70 KV

Jeneponto-Bulukumba

38
Latuppa-Pamona
Line 0.535KA
Majene-Mamuju
Pangkep-Mandai
Parepare-Suppa
Pinrang-Parepare
Polmas Majene
SMinasa-Tallasa
Sengkang-Soppeng
Sidrap-Makale
Sidrap-Parepare1
Sidrap-Soppeng
Sidrap-Soppeng(1)
Sinjai-Bulukumba
Soppeng-Bone
Sungguminasa-Bolangi
Sungguminasa-T.bunga
Tallasa-Pngya

Tello-Borongloe
Tello-Daya
Tello-Mandai
Tello-Panakukang
Tello-T.lama
Tello-sungguminasa
Sumber : PT PLN Perseor Wilayah Sulselrabar

39
Tabel 4.3 Data pembangkit sistem Sulbagsel

Nama Pembangkit
Alsthom 1
Alsthom 2

Mitsubishi 1
Mitsubishi 2
Mitsubishi 40 #1
Mitsubishi 40 #2
PLTA Tangka 1
PLTA Tangka 2
PLTD Agreko
PLTD Sungguminasa
PLTD Tallasa 1
PLTD Tallasa 2
PLTD Tallasa 5
PLTD Tallolama 1
PLTD Tallolama 2

40
PLTM Balla
PLTM Bungin
PLTM Malea
PLTMH Kalulu
PLTMH Sawitto

PLTU Backfeeding 2
PLTU Barru 1
PLTU Barru 2
PLTU Jeneponto 3A
PLTU PLN 1
PLTU PLN 2
PLTUBE 1
PLTUBE 2
POSO HU#1
POSO HU#2
POSO HU#3

Synchronous Machine

41
Sumber : PT PLN Perseor Wilayah Sulselrabar

Tabel 4.4 Data transformator sistem Sulbagsel


Data Transformator 2 belitan

004_Borongloe_TD2_Takaoka
009_Tallo Lama_TD1_PASTI
015_Tello_IBT 1_Meidensha
018_Tello_IBT 4_Meidensha
022_Daya_TD2_Takaoka
024_Mandai_TD2_PASTI
044_Barru_TD1_Hyundai
2-Winding Transformer Type
2-Winding Transformer
Type(1)
IBT 275/150 KV
TD Balusu
TD Punagaya
TF_50MVA
Trafo Distribusi 150/20 KV -
60MVA
Trafo Generator Alsthom 2
Trafo Generator Alsthom1
Trafo Generator Backfeeding
Trafo Generator Bakaru 1
Trafo Generator Bakaru 2

42
Trafo Generator GT11
Trafo Generator GT21
Trafo Generator GT22
Trafo Generator MITS 1
Trafo Generator MITS 2
Trafo Generator MITS 40
Trafo Generator PLN
Trafo Generator PLTU BE
Trafo Generator PLTU Barru
Trafo Generator Poso
Trafo Generator ST18
Trafo Generator SWD 1
Trafo Generator SWD 2
Trafo Generator Suppa
Trafo Generator Wescan
Trafo Sidrap
Trafo Tlasa
TG Suppa 1
Trafo Distribusi 150/20 KV -
60MVA
IBT 275/150 KV
Data Transformator 3 belitan
IBT_Pangkep 31.5MVA
IBT_T.Lama 1 31.5MVA
IBT_T.Lama 2 31.5MVA
IBT_Tello 3 31.5MVA
IBT_Tello 5 31.5MVA
TD_Bone 2 20MVA
TD_Bone 3 30MVA

43
TD_Bontoala 2 30MVA
TD_Bontoala 20MVA
TD_Bulukumba 1 20MVA
TD_Bulukumba 2 30MVA
TD_Daya 1 20MVA
TD_Jeneponto 1 20MVA
TD_Jeneponto 2 30MVA
TD_KIMA 1 30MVA
TD_Majene 20MVA
TD_Makale 1 20MVA
TD_Makale 2 30MVA
TD_Mamuju 1 20MVA
TD_Mamuju 30MVA
TD_Mandai 1 20MVA
TD_Maros 30MVA
TD_Palopo 1 20MVA
TD_Palopo 3 30MVA
TD_Panakkukang_1
TD_Panakkukang_3
TD_Pangkep 20MVA
TD_Pare 1 30MVA
TD_Pare 2 16MVA
TD_Pinrang 1 30MVA
TD_Pinrang 2 16MVA
TD_Polmas 2 30MVA
TD_S.Minasa 60MVA
TD_Sengkang 1 20MVA
TD_Sengkang 2 30MVA

44
TD_Sidrap 1 20MVA
TD_Sidrap 2 30MVA
TD_Sinjai 1 20MVA
TD_Sinjai 2 30MVA
TD_Sopeng 1 20MVA
TD_Sopeng 2 30MVA
TD_T.Bunga 1 60MVA
TD_T.Bunga 2 60MVA
TD_T.Lama 2 30MVA
TD_Tallasa 2 20MVA
TD_Tallasa 3 30MVA
TD_Tello 1 60MVA
TD_Tello 2 60MVA
Sumber : PT PLN Perseor Wilayah Sulselrabar

Tabel 4.5 Data beban sistem Sulbagsel

Bakaru 1
Balusu 1
Bantaeng 1

Bolangi 1

Bontoala 1
Bontoala 2
Borongloe 1

45
Bulukumba 1
Bulukumba 2

GIS Bontoala 1
Jeneponto 1
Jeneponto 2

Kurva Bkumba
Kurva GIS Bontoala
Kurva Jeneponto
Kurva Mamuju
Kurva Palopo
Kurva Pkang
Kurva Tello
Kurva Tnjung Bunga
Majene 1
Makale 1
Makale 2
Mamuju 1
Mamuju 2
Mandai 1
Mandai 2

Palopo 1
Palopo 2
Palopo 3

46
Panakkukang 1
Panakkukang 2
Pangkep 1
Pangkep 2
Parepare 1
Parepare 2
Pinrang 1
Pinrang 2
Polmas 2
Punagaya 1
Sengkang 1
Sengkang 2
Sg. Minasa 2

Soppeng 1
Soppeng 2
Tallasa 2
Tallasa 3

Tj. Bunga 1
Tj. Bunga 2

Sumber : PT PLN Perseor Wilayah Sulselrabar


47
Data-data yang dipakai pada penelitian ini merupakan data yang diambil
pada 23 November 2017 pukul 03.30 WITA. Dari data tersebut dibuatlah sebuah
gambar pada aplikasi dalam bentuk single line diagram seperti gambar berikut

48
Gambar 4.1 Single Line Diagram sistem Sulbagsel
49
IV.3 Hasil Simulasi
Simulasi yang dilakukan yaitu simulasi kestabilan frekuensi tanpa dan
menggunakan Regulasi Frekuensi

1. Simulasi kestabilan frekuensi tanpa menggunakan Regulasi Frekuensi


a. Simulasi frekuensi masuknya PLTB Sidrap

PLTB Sidrap

Gambar 4.2 Letak PLTB Sidrap pada sistem sulbagsel

Gambar 4.3 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV masuknya PLTB Sidrap
ke sistem

50
Gambar 4.4 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV masuknya PLTB Sidrap
ke sistem

Gambar 4.5 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV masuknya PLTB Sidrap


ke sistem

Gambar 4.3 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB masuk ke sistem terjadi kenaikan
frekuensi pada bus Pamona dan Latuppa. Kenaikan frekuensi terjadi hingga
detik ke 4,52 sebesar 50,78 Hz lalu turun pada frekuensi 50,26 Hz pada detik
ke 35,4 dan seterusnya.

Gambar 4.4 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga mengalami kenaikan frekuensi ketika PLTB Sidrap
masuk ke sistem Sulbagsel. Kenaikan frekuensi yang terjadi berlangsung
hingga detik ke 4,52 sebesar 50,78 Hz dan kemudian turun pada detik 35,41
pada frekuensi 50,26 Hz

Gambar 4.5 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili, Bontoala,


Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju, Panakukang,
Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan Balusu. Sama
hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV ini juga
mengalami kenaikan frekuensi yang sama dengan bus 275 kV dan 150 kV

Hal ini dikarenakan, pada saat PLTB Sidrap masuk terjadi penambahan
daya yang dibangkitkan menyebabkan frekuensi naik

b. Simulasi Frekuensi masuknya PLTB Jeneponto

PLTB
Jeneponto

Gambar 4.6 Letak PLTB Jeneponto pada sistem


Gambar 4.7 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV masuknya PLTB
Jeneponto ke sistem

Gambar 4.8 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV masuknya PLTB


Jeneponto ke sistem
Gambar 4.9 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV masuknya
PLTB Jeneponto ke sistem

Gambar 4.7 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Jeneponto masuk ke sistem terjadi
kenaikan frekuensi pada bus Pamona dan Latuppa. Kenaikan frekuensi terjadi
hingga detik ke 4,9 sebesar 50,73 Hz lalu turun pada frekuensi 50,258 Hz
pada detik ke 34,6 dan seterusnya.

Gambar 4.8 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga mengalami kenaikan frekuensi ketika PLTB Sidrap
masuk ke sistem Sulbagsel. Kenaikan frekuensi yang terjadi berlangsung
hingga detik ke 4,9 sebesar 50,73 Hz dan kemudian turun pada frekuensi
50,258 Hz pada detik ke 34,6 dan seterusnya.

Gambar 4.9 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili, Bontoala,


Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju, Panakukang,
Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan Balusu. Sama
hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV ini juga
mengalami kenaikan frekuensi yang sama dengan bus 275 kV dan 150 kV
yaitu
pada detik ke 4,9 kenaikan frekuensi sebesar 50,73 Hz lalu turun hingga ke
frekuensi 50,258 Hz pada detik ke 34,6

Hal ini dikarenakan, pada saat PLTB Jeneponto masuk terjadi


penambahan daya yang dibangkitkan menyebabkan frekuensi naik.

c. Simulasi Frekuensi masuknya PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto

Gambar 4.10 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV masuknya PLTB


Sidrap dan Jeneponto ke sistem

Gambar 4.11 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV masuknya PLTB


Sidrap dan Jeneponto ke sistem
Gambar 4.12 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV masuknya PLTB
Sidrap dan Jeneponto ke sistem

Gambar 4.10 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Sidrap dan Jeneponto masuk ke sistem
terjadi kenaikan frekuensi pada bus Pamona dan Latuppa. Kenaikan frekuensi
terjadi hingga detik ke 4,7 sebesar 51,6 Hz lalu turun pada frekuensi 50,5 Hz
pada detik ke 26,5 dan seterusnya.

Gambar 4.11 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga mengalami kenaikan frekuensi ketika PLTB Sidrap
dan PLTB Jeneponto masuk ke sistem Sulbagsel. Kenaikan frekuensi terjadi
hingga detik ke 4,7 sebesar 51,6 Hz lalu turun pada frekuensi 50,5 Hz pada
detik ke 26,5 dan seterusnya.

Gambar 4.12 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,


Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan
Balusu. Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV
ini juga mengalami kenaikan frekuensi yang sama dengan bus 275 kV dan
150 kV yaitu
kenaikan frekuensi terjadi hingga detik ke 4,7 sebesar 51,6 Hz lalu turun pada
frekuensi 50,5 Hz pada detik ke 26,5 dan seterusnya.

d. Simulasi Frekuensi ketika PLTB Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.13 Tampilan ketika PLTB Sidrap lepas dari sistem

Gambar 4.14 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB


Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem
Gambar 4.15 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB
Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.16 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB


Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.14 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem
frekuensi mula-mula turun sebesar 49 Hz lalu tiba-tiba naik 52 Hz lalu
seketika jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke15 frekuensi tiba-tiba naik
sebesar 55 Hz selama 1 detik lalu jatuh kembali menjadi 0 Hz.
Gambar 4.15 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung
bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga terjadi frekuensi mula-mula turun sebesar 49 Hz lalu
tiba-tiba naik 52 Hz lalu seketika jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke15
frekuensi tiba-tiba naik sebesar 55 Hz selama 1 detik lalu jatuh kembali
menjadi
0 Hz.

Gambar 4.16 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,


Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan
Balusu. Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV
ini juga terjadi frekuensi mula-mula turun sebesar 49 Hz lalu tiba-tiba naik 52
Hz lalu seketika jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke15 frekuensi tiba-tiba
naik sebesar 55 Hz selama 1 detik lalu jatuh kembali menjadi 0 Hz.

e. Simulasi ketika PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem


Gambar 4.17 Tampilan ketika PLTB Jeneponto lepas dari sistem
Gambar 4.18 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB
Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.19 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB


Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
Gambar 4.20 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB
Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.18 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
frekuensi mula-mula turun sebesar 49,7 Hz pada detik ke 2 lalu tiba-tiba naik
pada detik 4,3 sebesar 52,6 Hz lalu seketika jatuh menjadi 0 hingga pada detik
ke 7.

Gambar 4.19 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga frekuensi mula-mula turun sebesar 49,7 Hz pada
detik ke 2 lalu tiba-tiba naik pada detik 4,3 sebesar 52,6 Hz lalu seketika
jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke 7. Namun, pada bus Jeneponto dan
Bulukumba terjadi naik turun frekuensi hingga pada detik ke 7 juga jatuh
menjadi 0 Hz

Gambar 4.20 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,


Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan
Balusu. Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV
ini juga terjadi frekuensi mula-mula turun sebesar 49 Hz lalu tiba-tiba naik 52
Hz lalu seketika
jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke15 frekuensi tiba-tiba naik sebesar 55 Hz
selama 1 detik lalu jatuh kembali menjadi 0 Hz. Namun, pada bus Jeneponto
dan Bulukumba terjadi naik turun frekuensi hingga pada detik ke 7 juga jatuh
menjadi 0 Hz

f. Simulasi ketika PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
secara bersamaan

Gambar 4.21 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB


Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.22 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB


Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
Gambar 4.23 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB
Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.21 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas
dari sistem frekuensi mula-mula turun sebesar 49,7 Hz pada detik ke 2 lalu
tiba-tiba naik pada detik 4,3 sebesar 52,6 Hz lalu seketika jatuh menjadi 0
hingga pada detik ke 7.

Gambar 4.22 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga frekuensi mula-mula turun sebesar 49,7 Hz pada
detik ke 2 lalu tiba-tiba naik pada detik 4,3 sebesar 52,6 Hz lalu seketika
jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke 7. Namun, pada bus Jeneponto dan
Bulukumba terjadi naik turun frekuensi hingga pada detik ke 7 juga jatuh
menjadi 0 Hz

Gambar 4.23 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,


Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan
Balusu. Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV
ini juga terjadi frekuensi mula-mula turun sebesar 49 Hz lalu tiba-tiba naik 52
Hz lalu seketika
jatuh menjadi 0 hingga pada detik ke15 frekuensi tiba-tiba naik sebesar 55 Hz
selama 1 detik lalu jatuh kembali menjadi 0 Hz. Namun, pada bus Jeneponto
dan Bulukumba terjadi naik turun frekuensi hingga pada detik ke 7 juga jatuh
menjadi 0 Hz

2. Simulasi menggunakan Regulasi Frekuensi Primer (Governor Free)


a. Simulasi Lepasnya PLTB Sidrap

Gambar 4.24 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB


Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.25 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB


Sidrap lepas dari sistem
Gambar 4.26 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB Sidrap
tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.24 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Sidrap tiba-tiba lepas dari sistem.
Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,24 Hz pada detik ke 9,11 lalu naik
menuju pada keadaan stabil yaitu 49,63 Hz

Gambar 4.25 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,24 Hz pada
detik ke 9,11 lalu naik menuju pada keadaan stabil yaitu 49,63 Hz.
Gambar 4.26 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,
Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan Balusu.
Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV ini juga
Frekuensi mula- mula turun sebesar 49,24 Hz pada detik ke 9,11 lalu naik
menuju pada keadaan stabil yaitu 49,63 Hz
Hal ini terjadi karena pada saat PLTB Sidrap lepas dari sistem, frekuensi
sistem turun dimana governor dari pembangkit lain merespon penurunan
frekuensi ini sehingga melakukan speed droop yang membuat frekuensi
perlahan kembali menuju keadaan steady state. Daya yang dikompensasi oleh
pembangkit lain ketika PLTB Sidrap lepas sebesar 69.3 MW.

b. Simulasi Lepasnya PLTB Jeneponto

Gambar 4.27 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB


Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.28 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB


Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
Gambar 4.29 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB
Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.27 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem.
Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,03 Hz pada detik ke 10,19 lalu naik
menuju pada keadaan steady state (stabil) yaitu 49,62 Hz

Gambar 4.28 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,03 Hz pada
detik ke 10,19 lalu naik menuju pada keadaan stabil yaitu 49,62 Hz
Gambar 4.29 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,
Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan Balusu.
Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV ini juga
Frekuensi mula- mula turun sebesar 49,03 Hz pada detik ke 10,19 lalu naik
menuju pada keadaan stabil yaitu 49,62 Hz.
Hal ini terjadi karena pada saat PLTB Jeneponto lepas dari sistem,
frekuensi sistem turun dimana governor dari pembangkit lain merespon
penurunan
frekuensi ini sehingga melakukan speed droop yang membuat frekuensi
perlahan kembali menuju keadaan steady state. Daya yang dikompensasi oleh
pembangkit lain ketika PLTB Jeneponto lepas sebesar 56,8 MW.

c. Simulasi Lepasnya PLTB Sidrap dan PLTB


Jeneponto

Gambar 4.30 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB


Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.31 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB


Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
Gambar 4.32 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB Sidrap
dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.30 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto tiba-tiba
lepas dari sistem terjadi ketidakstabilan frekuensi yaitu naik turun nya nilai
frekuensi pada bus 275 kV.

Gambar 4.31 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275 kV,
pada bus 150 kV ini juga terjadi ketidakstabilan frekuensi. Sebagian bus pada
sistem pengalami penurunan frekuensi hingga 48,2 Hz yaitu bus jeneponto,
Tallasa, Sungguminasa, Tanjung Bunga, Bontoala, Tello , Tello lama, Daya,
Bili-bili, dan Maros yang mengakibatkan bus bus yang mengalami penuruan
frekuensi collapse dalam hal ini padam. Sebagiannya lagi mengalami naik
turun frekuensi yang tentu mengganggu kestabilan sistem.
Gambar 4.31 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,
Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan Balusu.
Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV ini juga
mengalami ketidakstabilan frekuensi. Kondisinya sama dengan bus 150 kV.
Sebagian Bus
pada sistem juga mengalami penurunan frekuensi sebesar 48,2 Hz yaitu bus
jeneponto, Tallasa, Sungguminasa, Tanjung Bunga, Bontoala, Tello , Tello
lama, Daya, Bili-bili, dan Maros yang mengakibatkan bus bus yang
mengalami penuruan frekuensi collapse dalam hal ini padam. Sebagiannya
lagi mengalami naik turun frekuensi yang tentu mengganggu kestabilan
sistem.
Hal ini terjadi karena pada saat PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto lepas
dari sistem, Governor free tidak mampu menahan penurunan frekuensi yang
diakibatkan lepasnya daya yang besar dari sistem sehingga sebagian dari
sistem mengalami collapse (padam).

Gambar 4.32 Tampilan Sistem Sulbagsel ketika PLTB Sidrap dan


Jeneponto tiba- tiba lepas
3. Simulasi Lepasnya PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto menggunakan
mekanisme load sheding

Gambar 4.33 Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB


Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.34 Simulasi frekuensi pada bus 150 kV ketika PLTB


Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem
Gambar 4.35 Simulasi frekuensi pada bus 20 kV ketika PLTB
Sidrap dan Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem

Gambar 4.33 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Pamona dan bus
Latuppa, terlihat bahwa ketika PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto tiba-tiba
lepas dari sistem. Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,18 Hz pada detik
ke
7,68 lalu naik menuju pada keadaan stabil yaitu 49,73 Hz

Gambar 4.34 memperlihatkan grafik frekuensi pada bus Bakaru, Tanjung


bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale,
Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello. Sama halnya yang terjadi pada bus 275
kV, pada bus 150 kV ini juga Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,18 Hz
pada detik ke 7,68 lalu naik menuju pada keadaan stabil yaitu 49,73 Hz

Gambar 4.35 memperlihatkan frekuensi pada bus 20 kV Bili-bili,


Bontoala, Bulukumba, Daya, Jeneponto, Kima, Makale, Majene, Mamuju,
Panakukang, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Sungguminasa, dan
Balusu. Sama hanlnya pula dengan bus 275 kV dan 150 kV, pada bus 20 kV
ini juga Frekuensi mula-mula turun sebesar 49,18 Hz pada detik ke 7,68 lalu
naik menuju pada keadaan stabil yaitu 49,73 Hz
Hal ini terjadi karena pada saat PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto lepas
dari sistem, terjadi penurunan frekuensi yang mana UFR mendeteksi
keadaan tersebut lalu memerintahkan Load event pada beban , Tello 1, GIS
Bontoala
1, Daya 1, Maros 1, Tanjung Bunga 1, Mandai 1 dan Sungguminasa 2.
Sehingga setelah PLTB lepas keadaan cenderung menuju stabil.

Gambar 4.37 Tampilan Simulation Fault

4. Simulasi dengan kecepatan angin yang bervariasi


a. Karakteristik kecepatan angin PLTB Sidrap

Gambar 4.38 Karakteristik angin PLTB Sidrap


b. Karakteristik kecepatan angin PLTB Jeneponto

Gambar 4.39 Karakteristik angin PLTB Jeneponto

Gambar 4.38 memperlihatkan grafik karakteristik angin pada PLTB


Sidrap. Terlihat bahwa PLTB Sidrap mulai membangkitkan daya ketika
kecepatan angin sebesar 3,24 m/s yaitu 0,56 MW dan mencapai daya
maksimum ketika kecepatan angin sebesar 15 m/s yaitu 75 MW.
Gambar 4.39 memperlihatkan grafik karakteristik angin pada PLTB
Jeneponto. Sama halnya dengan PLTB Sidrap, PLTB Jeneponto mulai
membangkitkan daya ketika kecepatan angin sebesar 3,24 m/s yaitu 0,53
MW dan mencapai daya maksimum ketika kecepatan angin sebesar 11.75
m/s yaitu 60 MW.
c. Simulasi frekuensi PLTB Sidrap berdasarkan data angin yang berubah-ubah

Tabel 4.6 Hasil simulasi frekuensi PLTB Sidrap dengan kecepatan angin yang
berubah – ubah tahun 2016
Waktu
1-Jan-2016
2-Jan-2016
3-Jan-2016
4-Jan-2016
5-Jan-2016
6-Jan-2016
7-Jan-2016
8-Jan-2016
9-Jan-2016
10-Jan-2016
11-Jan-2016
12-Jan-2016
13-Jan-2016
14-Jan-2016
15-Jan-2016
16-Jan-2016
17-Jan-2016
18-Jan-2016
19-Jan-2016
20-Jan-2016
21-Jan-2016
22-Jan-2016
23-Jan-2016
24-Jan-2016
25-Jan-2016
26-Jan-2016
27-Jan-2016
28-Jan-2016
29-Jan-2016
30-Jan-2016
31-Jan-2016
1-Feb-2016
2-Feb-2016
3-Feb-2016
4-Feb-2016
5-Feb-2016
6-Feb-2016
7-Feb-2016
8-Feb-2016
9-Feb-2016
10-Feb-2016
11-Feb-2016
12-Feb-2016
13-Feb-2016
14-Feb-2016
15-Feb-2016
16-Feb-2016
75
17-Feb-2016
18-Feb-2016
19-Feb-2016
20-Feb-2016
21-Feb-2016
22-Feb-2016
23-Feb-2016
24-Feb-2016
25-Feb-2016
26-Feb-2016
27-Feb-2016
28-Feb-2016
29-Feb-2016
1-Mar-2016
2-Mar-2016
3-Mar-2016
4-Mar-2016
5-Mar-2016
6-Mar-2016
7-Mar-2016
8-Mar-2016
9-Mar-2016
10-Mar-2016
11-Mar-2016
12-Mar-2016
13-Mar-2016
14-Mar-2016
15-Mar-2016
16-Mar-2016
17-Mar-2016
18-Mar-2016
19-Mar-2016
20-Mar-2016
21-Mar-2016
22-Mar-2016
23-Mar-2016
24-Mar-2016
25-Mar-2016
26-Mar-2016
27-Mar-2016
28-Mar-2016
76
29-Mar-2016
30-Mar-2016
31-Mar-2016
1-Apr-2016
2-Apr-2016
3-Apr-2016
4-Apr-2016
5-Apr-2016
6-Apr-2016
7-Apr-2016
8-Apr-2016
9-Apr-2016
10-Apr-2016
11-Apr-2016
12-Apr-2016
13-Apr-2016
14-Apr-2016
15-Apr-2016
16-Apr-2016
17-Apr-2016
18-Apr-2016
19-Apr-2016
20-Apr-2016
21-Apr-2016
22-Apr-2016
23-Apr-2016
24-Apr-2016
25-Apr-2016
26-Apr-2016
27-Apr-2016
28-Apr-2016
29-Apr-2016
30-Apr-2016
1-May-2016
2-May-2016
3-May-2016
4-May-2016
5-May-2016
6-May-2016
7-May-2016
8-May-2016
77
9-May-2016
10-May-2016
11-May-2016
12-May-2016
13-May-2016
14-May-2016
15-May-2016
16-May-2016
17-May-2016
18-May-2016
19-May-2016
20-May-2016
21-May-2016
22-May-2016
23-May-2016
24-May-2016
25-May-2016
26-May-2016
27-May-2016
28-May-2016
29-May-2016
30-May-2016
31-May-2016
1-Jun-2016
2-Jun-2016
3-Jun-2016
4-Jun-2016
5-Jun-2016
6-Jun-2016
7-Jun-2016
8-Jun-2016
9-Jun-2016
10-Jun-2016
11-Jun-2016
12-Jun-2016
13-Jun-2016
14-Jun-2016
15-Jun-2016
16-Jun-2016
17-Jun-2016
18-Jun-2016
78
19-Jun-2016
20-Jun-2016
21-Jun-2016
22-Jun-2016
23-Jun-2016
24-Jun-2016
25-Jun-2016
26-Jun-2016
27-Jun-2016
28-Jun-2016
29-Jun-2016
30-Jun-2016
1-Jul-2016
2-Jul-2016
3-Jul-2016
4-Jul-2016
5-Jul-2016
6-Jul-2016
7-Jul-2016
8-Jul-2016
9-Jul-2016
10-Jul-2016
11-Jul-2016
12-Jul-2016
13-Jul-2016
14-Jul-2016
15-Jul-2016
16-Jul-2016
17-Jul-2016
18-Jul-2016
19-Jul-2016
20-Jul-2016
21-Jul-2016
22-Jul-2016
23-Jul-2016
24-Jul-2016
25-Jul-2016
26-Jul-2016
27-Jul-2016
28-Jul-2016
29-Jul-2016
79
30-Jul-2016
31-Jul-2016
1-Aug-2016
2-Aug-2016
3-Aug-2016
4-Aug-2016
5-Aug-2016
6-Aug-2016
7-Aug-2016
8-Aug-2016
9-Aug-2016
10-Aug-2016
11-Aug-2016
12-Aug-2016
13-Aug-2016
14-Aug-2016
15-Aug-2016
16-Aug-2016
17-Aug-2016
18-Aug-2016
19-Aug-2016
20-Aug-2016
21-Aug-2016
22-Aug-2016
23-Aug-2016
24-Aug-2016
25-Aug-2016
26-Aug-2016
27-Aug-2016
28-Aug-2016
29-Aug-2016
30-Aug-2016
31-Aug-2016
1-Sep-2016
2-Sep-2016
3-Sep-2016
4-Sep-2016
5-Sep-2016
6-Sep-2016
7-Sep-2016
8-Sep-2016
80
9-Sep-2016
10-Sep-2016
11-Sep-2016
12-Sep-2016
13-Sep-2016
14-Sep-2016
15-Sep-2016
16-Sep-2016
17-Sep-2016
18-Sep-2016
19-Sep-2016
20-Sep-2016
21-Sep-2016
22-Sep-2016
23-Sep-2016
24-Sep-2016
25-Sep-2016
26-Sep-2016
27-Sep-2016
28-Sep-2016
29-Sep-2016
30-Sep-2016
1-Oct-2016
2-Oct-2016
3-Oct-2016
4-Oct-2016
5-Oct-2016
6-Oct-2016
7-Oct-2016
8-Oct-2016
9-Oct-2016
10-Oct-2016
11-Oct-2016
12-Oct-2016
13-Oct-2016
14-Oct-2016
15-Oct-2016
16-Oct-2016
17-Oct-2016
18-Oct-2016
19-Oct-2016
81
20-Oct-2016
21-Oct-2016
22-Oct-2016
23-Oct-2016
24-Oct-2016
25-Oct-2016
26-Oct-2016
27-Oct-2016
28-Oct-2016
29-Oct-2016
30-Oct-2016
31-Oct-2016
1-Nov-2016
2-Nov-2016
3-Nov-2016
4-Nov-2016
5-Nov-2016
6-Nov-2016
7-Nov-2016
8-Nov-2016
9-Nov-2016
10-Nov-2016
11-Nov-2016
12-Nov-2016
13-Nov-2016
14-Nov-2016
15-Nov-2016
16-Nov-2016
17-Nov-2016
18-Nov-2016
19-Nov-2016
20-Nov-2016
21-Nov-2016
22-Nov-2016
23-Nov-2016
24-Nov-2016
25-Nov-2016
26-Nov-2016
27-Nov-2016
28-Nov-2016
29-Nov-2016
82
30-Nov-2016
1-Dec-2016
2-Dec-2016
3-Dec-2016
4-Dec-2016
5-Dec-2016
6-Dec-2016
7-Dec-2016
8-Dec-2016
9-Dec-2016
10-Dec-2016
11-Dec-2016
12-Dec-2016
13-Dec-2016
14-Dec-2016
15-Dec-2016
16-Dec-2016
17-Dec-2016
18-Dec-2016
19-Dec-2016
20-Dec-2016
21-Dec-2016
22-Dec-2016
23-Dec-2016
24-Dec-2016
25-Dec-2016
26-Dec-2016
27-Dec-2016
28-Dec-2016
29-Dec-2016
30-Dec-2016
31-Dec-2016

Tabel 4.6 Memperlihatkan hasil simulasi frekuensi PLTB Sidrap dengan


inputan kecepatan angin yang berbeda-beda pada tahun 2016. Data angin yang
digunakan diperoleh dari website NASA (National Aeronautics and Space
Administrasion) dari 1 Januari hingga 31 Desember 2016. [12]

83
Kecepatan angin (m/s)
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Gambar 4.40 Grafik Kecepatan angin PLTB Sidrap 2016


Daya Output (MW)

2.5

1.5

0.5

Gambar 4.41 Grafik Daya Output PLTB Sidrap 2016


50.008

Frekuensi (Hz)
50.006
50.004
50.002
50
49.998
49.996

Gambar 4.42 Grafik Frekuensi Output PLTB Sidrap 2016

Gambar 4.40 memperlihatkan grafik kecepatan angin pada PLTB


Sidrap pada tahun 2016. Terlihat pada grafik kecepatan angin tidak tetap
atau berubah-ubah. Kecepatan angin tertinggi berada pada bulan Desember
dengan kecepatan angin sebesar 4,64 m/s.
Gambar 4.41 memperlihatkan grafik daya output pada PLTB Sidrap
pada tahun 2016. Terlihat pada grafik daya output yang dihasilkan
berubah- ubah sesuai dengan inputan angin yang masuk ke turbin. Daya
output PLTB terbesar yaitu pada bulan Desember dengan daya output
sebesar 2.06 MW.
Gambar 4.42 memperlihatkan grafik frekuensi output PLTB Sidrap
pada tahun 2016. Terlihat frekuensi output mengalami fluktuasi seiring
dengan perubahan daya output dari PLTB. Namun kenaikan maupun
penurunan frekuensi ini tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas
toleransi frekuensi listrik Indonesia

Tabel 4.7 Hasil simulasi frekuensi PLTB Sidrap dengan kecepatan angin yang
berubah – ubah tahun 2017
Waktu

1-Jan-2017
2-Jan-2017
3-Jan-2017
4-Jan-2017
5-Jan-2017
6-Jan-2017
7-Jan-2017
8-Jan-2017
9-Jan-2017
10-Jan-2017
11-Jan-2017
12-Jan-2017
13-Jan-2017
14-Jan-2017
15-Jan-2017
16-Jan-2017
17-Jan-2017
18-Jan-2017
19-Jan-2017
20-Jan-2017
21-Jan-2017
22-Jan-2017
23-Jan-2017
24-Jan-2017
25-Jan-2017
26-Jan-2017
27-Jan-2017
28-Jan-2017
29-Jan-2017
30-Jan-2017
31-Jan-2017
1-Feb-2017
2-Feb-2017
3-Feb-2017
4-Feb-2017
5-Feb-2017
6-Feb-2017
7-Feb-2017
8-Feb-2017
9-Feb-2017
10-Feb-2017
11-Feb-2017
12-Feb-2017
13-Feb-2017
14-Feb-2017
15-Feb-2017
86
16-Feb-2017
17-Feb-2017
18-Feb-2017
19-Feb-2017
20-Feb-2017
21-Feb-2017
22-Feb-2017
23-Feb-2017
24-Feb-2017
25-Feb-2017
26-Feb-2017
27-Feb-2017
28-Feb-2017
1-Mar-2017
2-Mar-2017
3-Mar-2017
4-Mar-2017
5-Mar-2017
6-Mar-2017
7-Mar-2017
8-Mar-2017
9-Mar-2017
10-Mar-2017
11-Mar-2017
12-Mar-2017
13-Mar-2017
14-Mar-2017
15-Mar-2017
16-Mar-2017
17-Mar-2017
18-Mar-2017
19-Mar-2017
20-Mar-2017
21-Mar-2017
22-Mar-2017
23-Mar-2017
24-Mar-2017
25-Mar-2017
26-Mar-2017
27-Mar-2017
28-Mar-2017
87
29-Mar-2017
30-Mar-2017
31-Mar-2017
1-Apr-2017
2-Apr-2017
3-Apr-2017
4-Apr-2017
5-Apr-2017
6-Apr-2017
7-Apr-2017
8-Apr-2017
9-Apr-2017
10-Apr-2017
11-Apr-2017
12-Apr-2017
13-Apr-2017
14-Apr-2017
15-Apr-2017
16-Apr-2017
17-Apr-2017
18-Apr-2017
19-Apr-2017
20-Apr-2017
21-Apr-2017
22-Apr-2017
23-Apr-2017
24-Apr-2017
25-Apr-2017
26-Apr-2017
27-Apr-2017
28-Apr-2017
29-Apr-2017
30-Apr-2017
1-May-2017
2-May-2017
3-May-2017
4-May-2017
5-May-2017
6-May-2017
7-May-2017
8-May-2017
88
9-May-2017
10-May-2017
11-May-2017
12-May-2017
13-May-2017
14-May-2017
15-May-2017
16-May-2017
17-May-2017
18-May-2017
19-May-2017
20-May-2017
21-May-2017
22-May-2017
23-May-2017
24-May-2017
25-May-2017
26-May-2017
27-May-2017
28-May-2017
29-May-2017
30-May-2017
31-May-2017
1-Jun-2017
2-Jun-2017
3-Jun-2017
4-Jun-2017
5-Jun-2017
6-Jun-2017
7-Jun-2017
8-Jun-2017
9-Jun-2017
10-Jun-2017
11-Jun-2017
12-Jun-2017
13-Jun-2017
14-Jun-2017
15-Jun-2017
16-Jun-2017
17-Jun-2017
18-Jun-2017
89
19-Jun-2017
20-Jun-2017
21-Jun-2017
22-Jun-2017
23-Jun-2017
24-Jun-2017
25-Jun-2017
26-Jun-2017
27-Jun-2017
28-Jun-2017
29-Jun-2017
30-Jun-2017
1-Jul-2017
2-Jul-2017
3-Jul-2017
4-Jul-2017
5-Jul-2017
6-Jul-2017
7-Jul-2017
8-Jul-2017
9-Jul-2017
10-Jul-2017
11-Jul-2017
12-Jul-2017
13-Jul-2017
14-Jul-2017
15-Jul-2017
16-Jul-2017
17-Jul-2017
18-Jul-2017
19-Jul-2017
20-Jul-2017
21-Jul-2017
22-Jul-2017
23-Jul-2017
24-Jul-2017
25-Jul-2017
26-Jul-2017
27-Jul-2017
28-Jul-2017
29-Jul-2017
90
30-Jul-2017
31-Jul-2017
1-Aug-2017
2-Aug-2017
3-Aug-2017
4-Aug-2017
5-Aug-2017
6-Aug-2017
7-Aug-2017
8-Aug-2017
9-Aug-2017
10-Aug-2017
11-Aug-2017
12-Aug-2017
13-Aug-2017
14-Aug-2017
15-Aug-2017
16-Aug-2017
17-Aug-2017
18-Aug-2017
19-Aug-2017
20-Aug-2017
21-Aug-2017
22-Aug-2017
23-Aug-2017
24-Aug-2017
25-Aug-2017
26-Aug-2017
27-Aug-2017
28-Aug-2017
29-Aug-2017
30-Aug-2017
31-Aug-2017
1-Sep-2017
2-Sep-2017
3-Sep-2017
4-Sep-2017
5-Sep-2017
6-Sep-2017
7-Sep-2017
8-Sep-2017
91
9-Sep-2017
10-Sep-2017
11-Sep-2017
12-Sep-2017
13-Sep-2017
14-Sep-2017
15-Sep-2017
16-Sep-2017
17-Sep-2017
18-Sep-2017
19-Sep-2017
20-Sep-2017
21-Sep-2017
22-Sep-2017
23-Sep-2017
24-Sep-2017
25-Sep-2017
26-Sep-2017
27-Sep-2017
28-Sep-2017
29-Sep-2017
30-Sep-2017
1-Oct-2017
2-Oct-2017
3-Oct-2017
4-Oct-2017
5-Oct-2017
6-Oct-2017
7-Oct-2017
8-Oct-2017
9-Oct-2017
10-Oct-2017
11-Oct-2017
12-Oct-2017
13-Oct-2017
14-Oct-2017
15-Oct-2017
16-Oct-2017
17-Oct-2017
18-Oct-2017
19-Oct-2017
92
20-Oct-2017
21-Oct-2017
22-Oct-2017
23-Oct-2017
24-Oct-2017
25-Oct-2017
26-Oct-2017
27-Oct-2017
28-Oct-2017
29-Oct-2017
30-Oct-2017
31-Oct-2017
1-Nov-2017
2-Nov-2017
3-Nov-2017
4-Nov-2017
5-Nov-2017
6-Nov-2017
7-Nov-2017
8-Nov-2017
9-Nov-2017
10-Nov-2017
11-Nov-2017
12-Nov-2017
13-Nov-2017
14-Nov-2017
15-Nov-2017
16-Nov-2017
17-Nov-2017
18-Nov-2017
19-Nov-2017
20-Nov-2017
21-Nov-2017
22-Nov-2017
23-Nov-2017
24-Nov-2017
25-Nov-2017
26-Nov-2017
27-Nov-2017
28-Nov-2017
29-Nov-2017
93
30-Nov-2017
1-Dec-2017
2-Dec-2017
3-Dec-2017
4-Dec-2017
5-Dec-2017
6-Dec-2017
7-Dec-2017
8-Dec-2017
9-Dec-2017
10-Dec-2017
11-Dec-2017
12-Dec-2017
13-Dec-2017
14-Dec-2017
15-Dec-2017
16-Dec-2017
17-Dec-2017
18-Dec-2017
19-Dec-2017
20-Dec-2017
21-Dec-2017
22-Dec-2017
23-Dec-2017
24-Dec-2017
25-Dec-2017
26-Dec-2017
27-Dec-2017
28-Dec-2017
29-Dec-2017
30-Dec-2017
31-Dec-2017

Tabel 4.7 Memperlihatkan hasil simulasi frekuensi PLTB Sidrap dengan


inputan kecepatan angin yang berbeda-beda pada tahun 2017. Data angin yang
digunakan diperoleh dari website NASA (National Aeronautics and Space
Administrasion) dari 1 Januari hingga 31 Desember 2017. [12]

94
Kecepatan angin (m/s)
7
6
5
4
3
2
1
0

Gambar 4.43 Grafik Kecepatan angin PLTB Sidrap 2017


Daya Output (MW)

7
6
5
4
3
2
1
0

Gambar 4.44 Grafik Daya Output PLTB Sidrap 2017


50.025

Frekuensi (Hz)
50.02
50.015
50.01
50.005
50
49.995
49.99

Gambar 4.45 Grafik Frekuensi Output PLTB Sidrap 2017

Gambar 4.43 memperlihatkan grafik kecepatan angin pada PLTB


Sidrap pada tahun 2017. Terlihat pada grafik kecepatan angin tidak tetap
atau berubah-ubah. Kecepatan angin tertinggi berada pada bulan Februari
dengan kecepatan angin sebesar 5.84 m/s.
Gambar 4.44 memperlihatkan grafik daya output pada PLTB Sidrap
pada tahun 2017. Terlihat pada grafik daya output yang dihasilkan
berubah- ubah sesuai dengan inputan angin yang masuk ke turbin. Daya
output PLTB terbesar yaitu pada bulan Februari dengan daya output
sebesar 5.81 MW.
Gambar 4.45 memperlihatkan grafik frekuensi output PLTB Sidrap
pada tahun 2017. Terlihat frekuensi output mengalami fluktuasi seiring
dengan perubahan daya output dari PLTB. Namun kenaikan maupun
penurunan frekuensi ini tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas
toleransi frekuensi listrik Indonesia

Tabel 4.8 Hasil simulasi frekuensi PLTB Sidrap dengan kecepatan angin yang
berubah – ubah tahun 2018
Waktu

1-Jan-2018
2-Jan-2018
3-Jan-2018
4-Jan-2018
5-Jan-2018
6-Jan-2018
7-Jan-2018
8-Jan-2018
9-Jan-2018
10-Jan-2018
11-Jan-2018
12-Jan-2018
13-Jan-2018
14-Jan-2018
15-Jan-2018
16-Jan-2018
17-Jan-2018
18-Jan-2018
19-Jan-2018
20-Jan-2018
21-Jan-2018
22-Jan-2018
23-Jan-2018
24-Jan-2018
25-Jan-2018
26-Jan-2018
27-Jan-2018
28-Jan-2018
29-Jan-2018
30-Jan-2018
31-Jan-2018
1-Feb-2018
2-Feb-2018
3-Feb-2018
4-Feb-2018
5-Feb-2018
6-Feb-2018
7-Feb-2018
8-Feb-2018
9-Feb-2018
10-Feb-2018
11-Feb-2018
12-Feb-2018
13-Feb-2018
97
14-Feb-2018
15-Feb-2018
16-Feb-2018
17-Feb-2018
18-Feb-2018
19-Feb-2018
20-Feb-2018
21-Feb-2018
22-Feb-2018
23-Feb-2018
24-Feb-2018
25-Feb-2018
26-Feb-2018
27-Feb-2018
28-Feb-2018
1-Mar-2018
2-Mar-2018
3-Mar-2018
4-Mar-2018
5-Mar-2018
6-Mar-2018
7-Mar-2018
8-Mar-2018
9-Mar-2018
10-Mar-2018
11-Mar-2018
12-Mar-2018
13-Mar-2018
14-Mar-2018
15-Mar-2018
16-Mar-2018
17-Mar-2018
18-Mar-2018
19-Mar-2018
20-Mar-2018
21-Mar-2018
22-Mar-2018
23-Mar-2018
24-Mar-2018
25-Mar-2018
26-Mar-2018
98
27-Mar-2018
28-Mar-2018
29-Mar-2018
30-Mar-2018
31-Mar-2018
1-Apr-2018
2-Apr-2018
3-Apr-2018
4-Apr-2018
5-Apr-2018
6-Apr-2018
7-Apr-2018
8-Apr-2018
9-Apr-2018
10-Apr-2018
11-Apr-2018
12-Apr-2018
13-Apr-2018
14-Apr-2018
15-Apr-2018
16-Apr-2018
17-Apr-2018
18-Apr-2018
19-Apr-2018
20-Apr-2018
21-Apr-2018
22-Apr-2018
23-Apr-2018
24-Apr-2018
25-Apr-2018
26-Apr-2018
27-Apr-2018
28-Apr-2018
29-Apr-2018
30-Apr-2018
1-May-2018
2-May-2018
3-May-2018
4-May-2018
5-May-2018
6-May-2018
99
7-May-2018
8-May-2018
9-May-2018
10-May-2018
11-May-2018
12-May-2018
13-May-2018
14-May-2018
15-May-2018

Tabel 4.8 Memperlihatkan hasil simulasi frekuensi PLTB Sidrap dengan


inputan kecepatan angin yang berbeda-beda pada tahun 2018. Data angin yang
digunakan diperoleh dari website NASA (National Aeronautics and Space
Administrasion) dari 1 Januari hingga 15 Mei 2018. [12]

5
Kecepatan angin (m/s)

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1-Jan-2018 1-Feb-2018 1-Mar-2018 1-Apr-2018 1-May-2018

Gambar 4.46 Grafik Kecepatan angin PLTB Sidrap 2018

100
2.5

Daya Out[ut (MW)


2

1.5

0.5

0
1-Jan-2018 1-Feb-2018 1-Mar-2018 1-Apr-2018 1-May-2018

Gambar 4.47 Grafik Daya Output PLTB Sidrap 2018

50.008

50.006
Frekuensi (Hz)

50.004

50.002

50

49.998

49.996

Gambar 4.48 Grafik Frekuensi Output PLTB Sidrap 2018

Gambar 4.46 memperlihatkan grafik kecepatan angin pada PLTB


Sidrap pada tahun 2018. Terlihat pada grafik kecepatan angin tidak tetap
atau berubah-ubah. Kecepatan angin tertinggi berada pada bulan Desember
dengan kecepatan angin sebesar 4.59 m/s.
Gambar 4.47 memperlihatkan grafik daya output pada PLTB Sidrap
pada tahun 2018. Terlihat pada grafik daya output yang dihasilkan
berubah- ubah sesuai dengan inputan angin yang masuk ke turbin. Daya
output PLTB terbesar yaitu pada bulan Februari dengan daya output
sebesar 2.06 MW.
Gambar 4.48 memperlihatkan grafik frekuensi output PLTB Sidrap
pada tahun 2018. Terlihat frekuensi output mengalami fluktuasi seiring
dengan perubahan daya output dari PLTB. Namun kenaikan maupun
penurunan frekuensi ini tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas
toleransi frekuensi listrik Indonesia

d. Simulasi frekuensi PLTB Jeneponto berdasarkan data angin yang berubah-ubah

Tabel 4.9 Hasil simulasi frekuensi PLTB Jeneponto dengan kecepatan


angin yang berubah-ubah tahun 2016
Waktu

1-Jan-2016
2-Jan-2016
3-Jan-2016
4-Jan-2016
5-Jan-2016
6-Jan-2016
7-Jan-2016
8-Jan-2016
9-Jan-2016
10-Jan-2016
11-Jan-2016
12-Jan-2016
13-Jan-2016
14-Jan-2016
15-Jan-2016
16-Jan-2016
17-Jan-2016
18-Jan-2016
19-Jan-2016
20-Jan-2016
21-Jan-2016
22-Jan-2016
23-Jan-2016
24-Jan-2016
25-Jan-2016
26-Jan-2016
27-Jan-2016
28-Jan-2016
29-Jan-2016
30-Jan-2016
31-Jan-2016
1-Feb-2016
2-Feb-2016
3-Feb-2016
4-Feb-2016
5-Feb-2016
6-Feb-2016
7-Feb-2016
8-Feb-2016
9-Feb-2016
10-Feb-2016
11-Feb-2016
12-Feb-2016
13-Feb-2016
14-Feb-2016
15-Feb-2016
16-Feb-2016
17-Feb-2016
18-Feb-2016
19-Feb-2016
20-Feb-2016
21-Feb-2016
22-Feb-2016
23-Feb-2016
24-Feb-2016
25-Feb-2016
26-Feb-2016
27-Feb-2016
28-Feb-2016
29-Feb-2016
1-Mar-2016
2-Mar-2016
3-Mar-2016
103
4-Mar-2016
5-Mar-2016
6-Mar-2016
7-Mar-2016
8-Mar-2016
9-Mar-2016
10-Mar-2016
11-Mar-2016
12-Mar-2016
13-Mar-2016
14-Mar-2016
15-Mar-2016
16-Mar-2016
17-Mar-2016
18-Mar-2016
19-Mar-2016
20-Mar-2016
21-Mar-2016
22-Mar-2016
23-Mar-2016
24-Mar-2016
25-Mar-2016
26-Mar-2016
27-Mar-2016
28-Mar-2016
29-Mar-2016
30-Mar-2016
31-Mar-2016
1-Apr-2016
2-Apr-2016
3-Apr-2016
4-Apr-2016
5-Apr-2016
6-Apr-2016
7-Apr-2016
8-Apr-2016
9-Apr-2016
10-Apr-2016
11-Apr-2016
12-Apr-2016
13-Apr-2016
104
14-Apr-2016
15-Apr-2016
16-Apr-2016
17-Apr-2016
18-Apr-2016
19-Apr-2016
20-Apr-2016
21-Apr-2016
22-Apr-2016
23-Apr-2016
24-Apr-2016
25-Apr-2016
26-Apr-2016
27-Apr-2016
28-Apr-2016
29-Apr-2016
30-Apr-2016
1-May-2016
2-May-2016
3-May-2016
4-May-2016
5-May-2016
6-May-2016
7-May-2016
8-May-2016
9-May-2016
10-May-2016
11-May-2016
12-May-2016
13-May-2016
14-May-2016
15-May-2016
16-May-2016
17-May-2016
18-May-2016
19-May-2016
20-May-2016
21-May-2016
22-May-2016
23-May-2016
24-May-2016
105
25-May-2016
26-May-2016
27-May-2016
28-May-2016
29-May-2016
30-May-2016
31-May-2016
1-Jun-2016
2-Jun-2016
3-Jun-2016
4-Jun-2016
5-Jun-2016
6-Jun-2016
7-Jun-2016
8-Jun-2016
9-Jun-2016
10-Jun-2016
11-Jun-2016
12-Jun-2016
13-Jun-2016
14-Jun-2016
15-Jun-2016
16-Jun-2016
17-Jun-2016
18-Jun-2016
19-Jun-2016
20-Jun-2016
21-Jun-2016
22-Jun-2016
23-Jun-2016
24-Jun-2016
25-Jun-2016
26-Jun-2016
27-Jun-2016
28-Jun-2016
29-Jun-2016
30-Jun-2016
1-Jul-2016
2-Jul-2016
3-Jul-2016
4-Jul-2016
106
5-Jul-2016
6-Jul-2016
7-Jul-2016
8-Jul-2016
9-Jul-2016
10-Jul-2016
11-Jul-2016
12-Jul-2016
13-Jul-2016
14-Jul-2016
15-Jul-2016
16-Jul-2016
17-Jul-2016
18-Jul-2016
19-Jul-2016
20-Jul-2016
21-Jul-2016
22-Jul-2016
23-Jul-2016
24-Jul-2016
25-Jul-2016
26-Jul-2016
27-Jul-2016
28-Jul-2016
29-Jul-2016
30-Jul-2016
31-Jul-2016
1-Aug-2016
2-Aug-2016
3-Aug-2016
4-Aug-2016
5-Aug-2016
6-Aug-2016
7-Aug-2016
8-Aug-2016
9-Aug-2016
10-Aug-2016
11-Aug-2016
12-Aug-2016
13-Aug-2016
14-Aug-2016
107
15-Aug-2016
16-Aug-2016
17-Aug-2016
18-Aug-2016
19-Aug-2016
20-Aug-2016
21-Aug-2016
22-Aug-2016
23-Aug-2016
24-Aug-2016
25-Aug-2016
26-Aug-2016
27-Aug-2016
28-Aug-2016
29-Aug-2016
30-Aug-2016
31-Aug-2016
1-Sep-2016
2-Sep-2016
3-Sep-2016
4-Sep-2016
5-Sep-2016
6-Sep-2016
7-Sep-2016
8-Sep-2016
9-Sep-2016
10-Sep-2016
11-Sep-2016
12-Sep-2016
13-Sep-2016
14-Sep-2016
15-Sep-2016
16-Sep-2016
17-Sep-2016
18-Sep-2016
19-Sep-2016
20-Sep-2016
21-Sep-2016
22-Sep-2016
23-Sep-2016
24-Sep-2016
108
25-Sep-2016
26-Sep-2016
27-Sep-2016
28-Sep-2016
29-Sep-2016
30-Sep-2016
1-Oct-2016
2-Oct-2016
3-Oct-2016
4-Oct-2016
5-Oct-2016
6-Oct-2016
7-Oct-2016
8-Oct-2016
9-Oct-2016
10-Oct-2016
11-Oct-2016
12-Oct-2016
13-Oct-2016
14-Oct-2016
15-Oct-2016
16-Oct-2016
17-Oct-2016
18-Oct-2016
19-Oct-2016
20-Oct-2016
21-Oct-2016
22-Oct-2016
23-Oct-2016
24-Oct-2016
25-Oct-2016
26-Oct-2016
27-Oct-2016
28-Oct-2016
29-Oct-2016
30-Oct-2016
31-Oct-2016
1-Nov-2016
2-Nov-2016
3-Nov-2016
4-Nov-2016
109
5-Nov-2016
6-Nov-2016
7-Nov-2016
8-Nov-2016
9-Nov-2016
10-Nov-2016
11-Nov-2016
12-Nov-2016
13-Nov-2016
14-Nov-2016
15-Nov-2016
16-Nov-2016
17-Nov-2016
18-Nov-2016
19-Nov-2016
20-Nov-2016
21-Nov-2016
22-Nov-2016
23-Nov-2016
24-Nov-2016
25-Nov-2016
26-Nov-2016
27-Nov-2016
28-Nov-2016
29-Nov-2016
30-Nov-2016
1-Dec-2016
2-Dec-2016
3-Dec-2016
4-Dec-2016
5-Dec-2016
6-Dec-2016
7-Dec-2016
8-Dec-2016
9-Dec-2016
10-Dec-2016
11-Dec-2016
12-Dec-2016
13-Dec-2016
14-Dec-2016
15-Dec-2016
110
16-Dec-2016
17-Dec-2016
18-Dec-2016
19-Dec-2016
20-Dec-2016
21-Dec-2016
22-Dec-2016
23-Dec-2016
24-Dec-2016
25-Dec-2016
26-Dec-2016
27-Dec-2016
28-Dec-2016
29-Dec-2016
30-Dec-2016
31-Dec-2016

Tabel 4.9 Memperlihatkan hasil simulasi frekuensi PLTB Jeneponto dengan


inputan kecepatan angin yang berbeda-beda pada tahun 2016. Data angin yang
digunakan diperoleh dari website NASA (National Aeronautics and Space
Administrasion) dari 1 Januari hingga 31 Desember 2016. [12]
Kecepatan angin (m/s)

12

10

Gambar 4.49 Grafik Kecepatan angin PLTB Jeneponto 2016

111
35

Daya Output (MW) 30

25

20

15

10

Gambar 4.50 Grafik Daya Output PLTB Jeneponto 2016

50.14
50.12
50.1
Frekuensi (Hz)

50.08
50.06
50.04
50.02
50
49.98
49.96
49.94
49.92

Gambar 4.51 Grafik Frekuensi Output PLTB Jeneponto 2016


Gambar 4.49 memperlihatkan grafik kecepatan angin pada PLTB
Jeneponto pada tahun 2016. Terlihat pada grafik kecepatan angin tidak
tetap
atau berubah-ubah. Kecepatan angin tertinggi berada pada bulan Desember
dengan kecepatan angin sebesar 9.56 m/s.
Gambar 4.50 memperlihatkan grafik daya output pada PLTB
Jeneponto pada tahun 2016. Terlihat pada grafik daya output yang
dihasilkan berubah- ubah sesuai dengan inputan angin yang masuk ke
turbin. Daya output PLTB terbesar yaitu pada bulan Desember dengan
daya output sebesar 30.6 MW.
Gambar 4.51 memperlihatkan grafik frekuensi output PLTB Jeneponto
pada tahun 2016. Terlihat frekuensi output mengalami fluktuasi seiring
dengan perubahan daya output dari PLTB. Namun kenaikan maupun
penurunan frekuensi ini tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas
toleransi frekuensi listrik Indonesia

Tabel 4.10 Hasil simulasi frekuensi PLTB Jeneponto dengan kecepatan


angin yang berubah-ubah tahun 2017
Waktu

1-Jan-2017
2-Jan-2017
3-Jan-2017
4-Jan-2017
5-Jan-2017
6-Jan-2017
7-Jan-2017
8-Jan-2017
9-Jan-2017
10-Jan-2017
11-Jan-2017
12-Jan-2017
13-Jan-2017
14-Jan-2017
15-Jan-2017
16-Jan-2017
17-Jan-2017
18-Jan-2017
19-Jan-2017
20-Jan-2017
21-Jan-2017
22-Jan-2017
23-Jan-2017
24-Jan-2017
25-Jan-2017
26-Jan-2017
27-Jan-2017
28-Jan-2017
29-Jan-2017
30-Jan-2017
31-Jan-2017
1-Feb-2017
2-Feb-2017
3-Feb-2017
4-Feb-2017
5-Feb-2017
6-Feb-2017
7-Feb-2017
8-Feb-2017
9-Feb-2017
10-Feb-2017
11-Feb-2017
12-Feb-2017
13-Feb-2017
14-Feb-2017
15-Feb-2017
16-Feb-2017
17-Feb-2017
18-Feb-2017
19-Feb-2017
20-Feb-2017
21-Feb-2017
22-Feb-2017
23-Feb-2017
24-Feb-2017
25-Feb-2017
26-Feb-2017
27-Feb-2017
28-Feb-2017
1-Mar-2017
2-Mar-2017
3-Mar-2017
4-Mar-2017
114
5-Mar-2017
6-Mar-2017
7-Mar-2017
8-Mar-2017
9-Mar-2017
10-Mar-2017
11-Mar-2017
12-Mar-2017
13-Mar-2017
14-Mar-2017
15-Mar-2017
16-Mar-2017
17-Mar-2017
18-Mar-2017
19-Mar-2017
20-Mar-2017
21-Mar-2017
22-Mar-2017
23-Mar-2017
24-Mar-2017
25-Mar-2017
26-Mar-2017
27-Mar-2017
28-Mar-2017
29-Mar-2017
30-Mar-2017
31-Mar-2017
1-Apr-2017
2-Apr-2017
3-Apr-2017
4-Apr-2017
5-Apr-2017
6-Apr-2017
7-Apr-2017
8-Apr-2017
9-Apr-2017
10-Apr-2017
11-Apr-2017
12-Apr-2017
13-Apr-2017
14-Apr-2017
115
15-Apr-2017
16-Apr-2017
17-Apr-2017
18-Apr-2017
19-Apr-2017
20-Apr-2017
21-Apr-2017
22-Apr-2017
23-Apr-2017
24-Apr-2017
25-Apr-2017
26-Apr-2017
27-Apr-2017
28-Apr-2017
29-Apr-2017
30-Apr-2017
1-May-2017
2-May-2017
3-May-2017
4-May-2017
5-May-2017
6-May-2017
7-May-2017
8-May-2017
9-May-2017
10-May-2017
11-May-2017
12-May-2017
13-May-2017
14-May-2017
15-May-2017
16-May-2017
17-May-2017
18-May-2017
19-May-2017
20-May-2017
21-May-2017
22-May-2017
23-May-2017
24-May-2017
25-May-2017
116
26-May-2017
27-May-2017
28-May-2017
29-May-2017
30-May-2017
31-May-2017
1-Jun-2017
2-Jun-2017
3-Jun-2017
4-Jun-2017
5-Jun-2017
6-Jun-2017
7-Jun-2017
8-Jun-2017
9-Jun-2017
10-Jun-2017
11-Jun-2017
12-Jun-2017
13-Jun-2017
14-Jun-2017
15-Jun-2017
16-Jun-2017
17-Jun-2017
18-Jun-2017
19-Jun-2017
20-Jun-2017
21-Jun-2017
22-Jun-2017
23-Jun-2017
24-Jun-2017
25-Jun-2017
26-Jun-2017
27-Jun-2017
28-Jun-2017
29-Jun-2017
30-Jun-2017
1-Jul-2017
2-Jul-2017
3-Jul-2017
4-Jul-2017
5-Jul-2017
117
6-Jul-2017
7-Jul-2017
8-Jul-2017
9-Jul-2017
10-Jul-2017
11-Jul-2017
12-Jul-2017
13-Jul-2017
14-Jul-2017
15-Jul-2017
16-Jul-2017
17-Jul-2017
18-Jul-2017
19-Jul-2017
20-Jul-2017
21-Jul-2017
22-Jul-2017
23-Jul-2017
24-Jul-2017
25-Jul-2017
26-Jul-2017
27-Jul-2017
28-Jul-2017
29-Jul-2017
30-Jul-2017
31-Jul-2017
1-Aug-2017
2-Aug-2017
3-Aug-2017
4-Aug-2017
5-Aug-2017
6-Aug-2017
7-Aug-2017
8-Aug-2017
9-Aug-2017
10-Aug-2017
11-Aug-2017
12-Aug-2017
13-Aug-2017
14-Aug-2017
15-Aug-2017
118
16-Aug-2017
17-Aug-2017
18-Aug-2017
19-Aug-2017
20-Aug-2017
21-Aug-2017
22-Aug-2017
23-Aug-2017
24-Aug-2017
25-Aug-2017
26-Aug-2017
27-Aug-2017
28-Aug-2017
29-Aug-2017
30-Aug-2017
31-Aug-2017
1-Sep-2017
2-Sep-2017
3-Sep-2017
4-Sep-2017
5-Sep-2017
6-Sep-2017
7-Sep-2017
8-Sep-2017
9-Sep-2017
10-Sep-2017
11-Sep-2017
12-Sep-2017
13-Sep-2017
14-Sep-2017
15-Sep-2017
16-Sep-2017
17-Sep-2017
18-Sep-2017
19-Sep-2017
20-Sep-2017
21-Sep-2017
22-Sep-2017
23-Sep-2017
24-Sep-2017
25-Sep-2017
119
26-Sep-2017
27-Sep-2017
28-Sep-2017
29-Sep-2017
30-Sep-2017
1-Oct-2017
2-Oct-2017
3-Oct-2017
4-Oct-2017
5-Oct-2017
6-Oct-2017
7-Oct-2017
8-Oct-2017
9-Oct-2017
10-Oct-2017
11-Oct-2017
12-Oct-2017
13-Oct-2017
14-Oct-2017
15-Oct-2017
16-Oct-2017
17-Oct-2017
18-Oct-2017
19-Oct-2017
20-Oct-2017
21-Oct-2017
22-Oct-2017
23-Oct-2017
24-Oct-2017
25-Oct-2017
26-Oct-2017
27-Oct-2017
28-Oct-2017
29-Oct-2017
30-Oct-2017
31-Oct-2017
1-Nov-2017
2-Nov-2017
3-Nov-2017
4-Nov-2017
5-Nov-2017
120
6-Nov-2017
7-Nov-2017
8-Nov-2017
9-Nov-2017
10-Nov-2017
11-Nov-2017
12-Nov-2017
13-Nov-2017
14-Nov-2017
15-Nov-2017
16-Nov-2017
17-Nov-2017
18-Nov-2017
19-Nov-2017
20-Nov-2017
21-Nov-2017
22-Nov-2017
23-Nov-2017
24-Nov-2017
25-Nov-2017
26-Nov-2017
27-Nov-2017
28-Nov-2017
29-Nov-2017
30-Nov-2017
1-Dec-2017
2-Dec-2017
3-Dec-2017
4-Dec-2017
5-Dec-2017
6-Dec-2017
7-Dec-2017
8-Dec-2017
9-Dec-2017
10-Dec-2017
11-Dec-2017
12-Dec-2017
13-Dec-2017
14-Dec-2017
15-Dec-2017
16-Dec-2017
121
17-Dec-2017
18-Dec-2017
19-Dec-2017
20-Dec-2017
21-Dec-2017
22-Dec-2017
23-Dec-2017
24-Dec-2017
25-Dec-2017
26-Dec-2017
27-Dec-2017
28-Dec-2017
29-Dec-2017
30-Dec-2017
31-Dec-2017

Tabel 4.10 Memperlihatkan hasil simulasi frekuensi PLTB Jeneponto dengan


inputan kecepatan angin yang berbeda-beda pada tahun 2017. Data angin yang
digunakan diperoleh dari website NASA (National Aeronautics and Space
Administrasion) dari 1 Januari hingga 31 Desember 2017. [12]
Kecepatan angin (m/s)

14
12
10
8
6
4
2
0

Gambar 4.52 Grafik Kecepatan angin PLTB Jeneponto 2017

122
70

Daya Output (MW)


60

50

40

30

20

10

Gambar 4.53 Grafik Daya Output PLTB Jeneponto 2017

50.3
50.25
Frekuensi (Hz)

50.2
50.15
50.1
50.05
50
49.95
49.9
49.85

Gambar 4.54 Grafik Frekuensi Output PLTB Jeneponto 2017

Gambar 4.52 memperlihatkan grafik kecepatan angin pada PLTB


Jeneponto pada tahun 2017. Terlihat pada grafik kecepatan angin tidak
tetap
atau berubah-ubah. Kecepatan angin tertinggi berada pada bulan Februari
dengan kecepatan angin sebesar 12,51 m/s.
Gambar 4.53 memperlihatkan grafik daya output pada PLTB
Jeneponto pada tahun 2017. Terlihat pada grafik daya output yang
dihasilkan berubah- ubah sesuai dengan inputan angin yang masuk ke
turbin. Daya output PLTB terbesar yaitu pada bulan Desember dengan
daya output sebesar 60 MW.
Gambar 4.54 memperlihatkan grafik frekuensi output PLTB Jeneponto
pada tahun 2017. Terlihat frekuensi output mengalami fluktuasi seiring
dengan perubahan daya output dari PLTB. Namun kenaikan maupun
penurunan frekuensi ini tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas
toleransi frekuensi listrik Indonesia.

Tabel 4.11 Hasil simulasi frekuensi PLTB Jeneponto dengan kecepatan angin
yang berubah-ubah tahun 2018
Waktu

1-Jan-2018
2-Jan-2018
3-Jan-2018
4-Jan-2018
5-Jan-2018
6-Jan-2018
7-Jan-2018
8-Jan-2018
9-Jan-2018
10-Jan-2018
11-Jan-2018
12-Jan-2018
13-Jan-2018
14-Jan-2018
15-Jan-2018
16-Jan-2018
17-Jan-2018
18-Jan-2018
19-Jan-2018
20-Jan-2018
21-Jan-2018
22-Jan-2018
23-Jan-2018
24-Jan-2018
25-Jan-2018
26-Jan-2018
27-Jan-2018
28-Jan-2018
29-Jan-2018
30-Jan-2018
31-Jan-2018
1-Feb-2018
2-Feb-2018
3-Feb-2018
4-Feb-2018
5-Feb-2018
6-Feb-2018
7-Feb-2018
8-Feb-2018
9-Feb-2018
10-Feb-2018
11-Feb-2018
12-Feb-2018
13-Feb-2018
14-Feb-2018
15-Feb-2018
16-Feb-2018
17-Feb-2018
18-Feb-2018
19-Feb-2018
20-Feb-2018
21-Feb-2018
22-Feb-2018
23-Feb-2018
24-Feb-2018
25-Feb-2018
26-Feb-2018
27-Feb-2018
28-Feb-2018
1-Mar-2018
2-Mar-2018
3-Mar-2018
4-Mar-2018
125
5-Mar-2018
6-Mar-2018
7-Mar-2018
8-Mar-2018
9-Mar-2018
10-Mar-2018
11-Mar-2018
12-Mar-2018
13-Mar-2018
14-Mar-2018
15-Mar-2018
16-Mar-2018
17-Mar-2018
18-Mar-2018
19-Mar-2018
20-Mar-2018
21-Mar-2018
22-Mar-2018
23-Mar-2018
24-Mar-2018
25-Mar-2018
26-Mar-2018
27-Mar-2018
28-Mar-2018
29-Mar-2018
30-Mar-2018
31-Mar-2018
1-Apr-2018
2-Apr-2018
3-Apr-2018
4-Apr-2018
5-Apr-2018
6-Apr-2018
7-Apr-2018
8-Apr-2018
9-Apr-2018
10-Apr-2018
11-Apr-2018
12-Apr-2018
13-Apr-2018
14-Apr-2018
126
15-Apr-2018
16-Apr-2018
17-Apr-2018
18-Apr-2018
19-Apr-2018
20-Apr-2018
21-Apr-2018
22-Apr-2018
23-Apr-2018
24-Apr-2018
25-Apr-2018
26-Apr-2018
27-Apr-2018
28-Apr-2018
29-Apr-2018
30-Apr-2018
1-May-2018
2-May-2018
3-May-2018
4-May-2018
5-May-2018
6-May-2018
7-May-2018
8-May-2018
9-May-2018
10-May-2018
11-May-2018
12-May-2018
13-May-2018
14-May-2018
15-May-2018

Tabel 4.11 Memperlihatkan hasil simulasi frekuensi PLTB Jeneponto dengan


inputan kecepatan angin yang berbeda-beda pada tahun 2018. Data angin yang
digunakan diperoleh dari website NASA (National Aeronautics and Space
Administrasion) dari 1 Januari hingga 15 Mei 2018. [12]

127
Kecepatan angin (m/s)
12

10

0
1-Jan-2018 1-Feb-2018 1-Mar-2018 1-Apr-2018 1-May-2018

Gambar 4.55 Grafik Kecepatan angin PLTB Jeneponto 2018

35
Daya Output (MW)

30

25

20

15

10

0
1-Jan-2018 1-Feb-2018 1-Mar-2018 1-Apr-2018 1-May-2018

Gambar 4.56 Grafik Daya Output PLTB Jeneponto 2018


50.15

50.1
Frekuensi (Hz)
50.05

50

49.95

49.9
1-Jan-2018 1-Feb-2018 1-Mar-2018 1-Apr-2018 1-May-2018

Gambar 4.57 Grafik Frekuensi Output PLTB Jeneponto 2018

Gambar 4.55 memperlihatkan grafik kecepatan angin pada PLTB


Jeneponto pada tahun 2018. Terlihat pada grafik kecepatan angin tidak
tetap atau berubah-ubah. Kecepatan angin tertinggi berada pada bulan
Januari dengan kecepatan angin sebesar 9.95 m/s.
Gambar 4.56 memperlihatkan grafik daya output pada PLTB
Jeneponto pada tahun 2018. Terlihat pada grafik daya output yang
dihasilkan berubah- ubah sesuai dengan inputan angin yang masuk ke
turbin. Daya output PLTB terbesar yaitu pada bulan Januari dengan daya
output sebesar 33.33 MW.
Gambar 4.57 memperlihatkan grafik frekuensi output PLTB Jeneponto
pada tahun 2018. Terlihat frekuensi output mengalami fluktuasi seiring
dengan perubahan daya output dari PLTB. Namun kenaikan maupun
penurunan frekuensi ini tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas
toleransi frekuensi listrik Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan dapat di simpulkan bahwa :


a. Kondisi kestabilan frekuensi pada sistem Sulbagsel setelah masuknya
PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto mengalami perubahan yakni
mengalami kenaikan frekuensi dari 50 Hz menjadi 50,5 Hz. Mesikipun
awalnya mengalami kenaikan frekuensi yang cukup tinggi yakni 51,6 Hz,
setelah beberapa detik frekuensi cenderung menuju stabil dan masih dalam
batas toleransi frekuensi listrik di Indonesia.
b. Saat PLTB tiba-tiba lepas dari sistem Sulbagsel, semua bus mengalami
penurunan frekuensi sampai 0 Hz. Hal ini tentu menyebabkan
ketidakstabilan frekuensi pada sistem.
c. Setelah pemasangan regulasi frekuensi pada sistem, saat PLTB Sidrap atau
PLTB Jeneponto lepas, regulasi frekuensi primer aktif sehingga terjadi
kompensasi daya yakni 69,3 MW ketika PLTB Sidrap lepas dan 56,8 MW
ketika PLTB Jeneponto lepas sehingga sistem kembali menuju stabil. Dan
setelah pemasangan mekanisme Load Sheding pada sistem, saat kedua
PLTB tiba-tiba lepas dari sistem sulbagsel secara bersamaa, UFR
mendeteksi penurunan frekuensi yang terjadi sehingga memerintahkan
terjadinya Load Sheding yang dalam hal ini adalah pengurangan beban
pada beban-beban yang besar pada sistem, sehingga frekuensi dapat
kembali stabil setelah terjadi pelepasan pembangkit.
d. Kondisi kestabilan frekuensi dengan inputan angin yang bervariasi
mengalami fluktuasi frekuensi yang disebabkan oleh daya output yang
dihasilkan Turbin juga naik turun sesaui inputan angin yang masuk pada
turbin. Namun, kenaikan dan penuruan frekuensi yang terjadi berada pada
nilai batas toleransi frekuensi listrik Indonesia
V.2 Saran

a. Sebaiknya dipasangkan LFC (Load Frequency Control) pada sistem,


sehingga ketika terjadi penurunan atau kenaikan frekuensi tidak langsung
melakukan pelepasan beban atau pelepasan pembangkit.
b. Data-data dari PLN perlu diperbarui lagi berdasarkan sistem yang terus
berkembang setiap saat. Hal ini penting untuk lebih mendukung
keakuratan kelanjutan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Suripto, Sistem Tenaga Listrik, Yogyakarta: Univer


Yogyakarta, 2016.

[2] S. R, Rencana Pembangunan Interkonekasi Jawa-Bali

[3] D. Suswanto, Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Padang


Padang, 2009.

[4] P. Kundur, Power System Stability and Control, New Y


1994.

[5] H. sadaat, Power system Analysis, singapore: mc graw

[6] D. Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Yogyakar

[7] E. N. o. T. System(ENTSO-e), Continental Europe Op

[8] d. Hidayat, Simulasi Pelepasan Beban pada Sistem Te

[9] PNPM-MP, Buku Panduan Energi Terbarukan, Indone


Energy Indonesia, 2011.

[10] A. d. Susanto, Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Sem


Negeri Semarang, 2005.

[11] Peta Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)

[12] NASA, "Power Data Acces NASA," NASA, [Online]


power.larc.nasa.gov/data-acces-viewer/. [Accessed 15

132

Anda mungkin juga menyukai