Anda di halaman 1dari 20

GENETIKA

Penentuan Jenis Kelamin

OLEH
Indah Permata Sari

Dosen Pembina : Dr.Syamsurizal, M. Biomed

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2018
A. Sistem Penentuan Jenis Kelamin

Individu pria / jantan adalah heterogametik (XY) sementara wanita / betina adalah
homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru homogametik (ZZ)
sementara individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada
manusia / mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam, dan unggas
lainnya serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.

Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis kelamin
lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.

a) Sistem XY

Sistem ini ditemukan pada tumbuhan, hewan dan manusia.


~ Genosom X berukuran lebih besar dibandingkan genosom Y. XX merupakan betina,
XY merupakan jantan.

Sistem XY Pada Manusia

Kromosom manusia dibedakan atas autosom dan kromosom kelamin. Sel tubuh manusia
mengandung 46 kromosom yang terdiri dari 44 (22 pasang autosom) dan (2 atau 1 pasang
kromosom kelamin). Pada wanita kromosom kelamin berupa 2 buah kromosom –X bersifat
homogametik, sedang pada pria berupa sebuah kromosom –X dan kromosom –Y bersifat
heterogametik.

Perbandingan seks pada Manusia

Kemungkinan lahir anak perempuan atau laki-laki secara teoritis mengikuti perbandingan
seks 1 perempuan : 1 laki-laki, tetapi terkadang tampak bahawa salah satui seks kerap kali
melebihi jumlahnya dibanding dengan seks yang lain.

a. Sistem XY pada Drosophila

Drosophila banyak digunakan untuk penelitian Genetika, karena :

 Mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar dan
didalam botol susu ukuran sedang.
 Mempunyai siklus hidup pendek, kira-kira 2 minggu.
 Mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan.
 Mempunyai 8 kromosom saja, sehingga mudah menghitungnya.
b) Sistem XO

Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Di dalam


sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X sementara individu
jantan hanya mempunyai sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY.
Bedanya, pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan
demikian, jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada jumlah
pada individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan bahwa sel somatis
serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom, sedang pada individu jantannya
hanya ada 13 kromosom.

Sistem nisbah X/A

C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai jenis kelamin pada lalat
Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada
organisme tersebut berkaitan dengan nisbah banyaknya kromosom X terhadap banyaknya
autosom, dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini kromosom Y
hanya berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas penentuan jenis kelamin dengan
sistem X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila

Σ Σ nibah X/A jenis kelamin


kromosom autosom
X
1 2 0,5 Jantan
2 2 1 Betina
3 2 1,5 Metabetina
4 3 1,33 Metabetina
4 4 1 betina 4n
3 3 1 betina 3n
3 4 0,75 Interseks
2 3 0,67 Interseks
2 4 0,5 Jantan
1 3 0,33 Metajantan

Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel, akan terlihat bahwa ada beberapa
individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu dengan jenis
kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X
yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu normal (diploid) ini
disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah (non disjunction),
yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu pembelahan meiosis.
Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya
beberapa individu abnormal seperti nampak pada diagram.

P: E AAXX x AAXY G

gagal pisah

gamet : AXX AO AX AY

F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY

betina super betina jantan steril letal

Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada

Drosophila akibat peristiwa gagal pisah

Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan adanya lalat


Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis kelamin
jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat ini dikatakan mengalami mozaik seksual
atau biasa disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah ketidakteraturan
distribusi kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis zigot. Dalam hal ini
ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang hanya menerima satu
kromosom X.
Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenese (pebentukan sel telur) akan
terbentuk 2 macam sel telur, yaitu sel telur yang membawa 2 kromosom X (3AXX) dan
sebuah kromosom sel telur tanpa X (3AO). Jika dalam keadaan ini terjadi pembuahan,
sudah tentu keturunan akan menyimpang dari keadaan normal, yaitu sebagai berikut :

a) Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang
membawa kromosom X akan menghasilkan lalat betina super (3AAXXX) yang
memiliki 3 kromosom X. Lalat ini tidak lama hidupnya, karena mengalami
kelainan dan kemunduran pada beberapa alat tubuhnya.

b) Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang
membawa kromosom Y akan menghasilkan lalat betina yang memliki kromosom
Y (3AAXXY). Lalat ini fertile atau subur seperti lalat betina biasa.

Gambar perkawinan pada lalat Drosophila melanogaster yang menunjukan


adanya nondisjunction selama Oogenesis. Ada kemungkinan dihsilkan lalat betina
super 3AAXXX, Lalat betina 3AAXXY, lalat jantan 3AAXO. Lalat YO tidak
pernah dikenal karena letal.
c) Sel telur yang tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon
yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat jantan (3AAXO). Lalat ini
steril.

d) Sel telur tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang
membawa kromosom Y tidak menghasilkan keturunan, sebab letal. Jadi lalat
(3AAYO) tidak dikenal.

Partenogenesis

Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu
jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu melalui telur yang tidak dibuahi.
Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat
kromosomnya haploid.

Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan
jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin
tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).

a. Sistem gen Sk-Ts

Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak
berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih ada
kaitannya dengan jumlah perangkat kromosom.

Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung, baik
kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas keberadaan gen
tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk, yang mengatur
pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan bunga jantan.
Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.

Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi


pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu, jagung
dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina diosius (berumah dua), sedang jagung skskTs_
adalah jantan diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi
pengaruh sk, atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk seakan-akan tidak
ada alel sk.

c) System ZW

Pada beberapa jenis kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan burung
diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan daripada yang telah diterangkan
di muka. Yang jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka
dikatakan bersifat homogametik. Yang betina bersifat heterogametik, karena satu
kromosom kelamin berbentuk seperti pada yang jantan, sedangkan satunya lagi sangat
lain bentuknya. Jadi keadaan ini kebalikan dengan manusia, sebab pada manusia, yang
laki-laki adalah heterogametik (XY) sedangkan yang perempuan homogametik (XX).
Untuk menghindari kekeliruan, maka kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut di
atas disebut ZZ dan ZW. Hewan jantan adalah ZZ, sedang yang betina ZW. Jadi, semua
spermatozoa mengandung kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada
kemungkinan mengandung kromosom dan kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung
kromosom kelamin W.

d) System ZO

Pada uggas (ayam, itik dan sebagainya) susunan kromosomnya lain lagi. Yang
betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapai bentuknya lain dengan
yang dijumpai pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO (heterogametik). Ayam
jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka menjadi ZZ
(homogametik). Jadi spermatozoa ayam hanya satu macam saja, yaitu membawa
kromosom kelamin Z, sedang sel telurnya ada dua macam, mungkin membawa
kromosom Z dan mungkin juga tidak memiliki kromosom kelamin sama sekali.

System Haploid-Diploid
Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu
jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari sel telur
tanpa didahului oleh pembuahan. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki
sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.
Lebah madu jantan misalnya, bersifat haploid, yang memiliki 6 buah kromosom. Sel telur
yang yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina yang berupa
lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid dan memiliki 32 kromosom.
Karena perbedaan tempat dan makanan, maka lebah ratu subur (fertil), sedangkan lebah
pekerja mandul (steril).
Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah, berkembang
dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis
kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin tetapi
hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).

Pengaruh lingkungan

Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal ini
misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata
ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang
berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina.
Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan
memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian berkembang
menjadi individu jantan yang parasitik.

B. Sex Reversal

Sex reversal merupakan cara pembalikan arah perkembangan kelamin ikan yang
seharusnya berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi betina atau
sebaliknya. Teknik ini dilakukan pada saat belum terdiferensiasinya gonad ikan secara jelas
antara jantang dan betina pada waktu menetas. Sex reversal merubah fenotif ikan tetapi tidak
merubah genotifnya. Teknik sex reversal mulai dikenal pada tahun 1937 ketika estradiol 17
disintesis untuk pertama kalinya di Amerika Serikat. Pada mulanya teknik ini diterapkan pada
ikan guppy (Poeciliareticulata).Kemudian dikembangkan oleh Yamamato di Jepang pada ikan
medaka (Oryzias latipes). Ikan medaka betina yang diberi metiltestosteron akan berubah menjadi
jantan. Setelah melalui berbagai penelitian teknik ini menyebar keberbagai negara lain dan
diterapkan pada berbagai jenis ikan. Awalnya dinyakini bahwa saat yang baik untuk melakukan
sex reversal adalah beberapa hari sebelum menetas (gonad belum didiferensiasikan).Teori ini
pun berkembang karena adanya fakta yang menunjukkan bahwa sex reversal dapat diterapkan
melalui embrio dan induk yang sedang bunting.
a. Manfaat

Penerapan sex reversal dapat menghasilkan populasi monosex (kelamin tunggal).


Kegiatan budidaya secara monosex (monoculture) akan bermanfaat dalam mempercepat
pertumbuhan ikan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat pertumbuhan antara ikan
berjenis jantan dengan betina. Beberapa ikan yang berjenis jantan dapat tumbuh lebih cepat
daripada jenis betina misalkan ikan nila dan ikan lele Amerika. Untuk mencegah pemijahan liar
dapat dilakukan melalui teknik ini. Pemijahan liar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kolam cepat penuh dengan berbagai ukuran ikan. Total biomass ikan tinggi namun kualitasnya
rendah. Pemeliharaan ikan monoseks akan mencegah perkawinan dan pemijahan liar sehingga
kolam tidak cepat dipenuhi ikan. Selain itu ikan yang dihasilkan akan berukuran besar dan
seragam. Contoh ikan yang cepat berkembangbiak yaitu ikan nila dan mujair.Pada beberapa jenis
ikan hias seperti cupang, guppy, kongo dan rainbow akan memiliki penampilan tubuh yang lebih
baik pada jantan daripada ikan betina. Dengan demikian nilai jual ikan jantan lebih tinggi
ketimbang ikan betina.
Sex reversal juga dapat dimanfaatkan untuk teknik pemurnian ras ikan. Telah lama
diketahui ikan dapat dimurnikan dengan teknik ginogenesis yang produknya adalah semua
betina. Menjelang diferensiasi gonad sebagian dari populasi betina tersebut diambil dan diberi
hormon androgen berupa metiltestosteron sehingga menjadi ikan jantan. Selanjutnya ikan ini
dikawinkan dengan saudaranya dan diulangi beberapa kali sampai diperoleh ikan dengan ras
murni.
b. Metode Sex Reversal
Sex reversal dapat dilakukan melalui terapi hormon (cara langsung) dan melalui rekayasa
kromosom (cara tidak langsung). Pada terapi langsung hormon androgen dan estrogen
mempengaruhi fenotif tetapi tidak mempengaruhi genotif. Metode langsung dapat diterapkan
pada semua jenis ikan apapun sek kromosomnya. Cara langsung dapat meminimalkan jumlah
kematian ikan. Kelemahan dari cara ini adalah hasilnya tidak bisa seragam dikarenakan
perbandingan alamiah kelamin yang tidak selalu sama. Misalkan pada ikan hias, nisbah kelamin
anakan tidak selalu 1:1 tetapi 50% jantan:50% betina pada pemijahan pertama, dan 30%
jantan:50% betina pada pemijahan berikutnya.
C. Kelainan Kromosom pada Manusia

Kelainan kromosom pada manusia dapat dibedakan atas :


a. Kelainan Pada Kromosom Kelamin
1) Sindrom Turner
Orang yang mengalami pengurangan pada kromosom Y, sehingga
mempunyai kariotip 22AA+XO. Orang yang emnalami sindrom Turner
berkelamin wanita, tetapi ovariumnya tidak tumbuh. Peristiwa ini disebut
ovaricular disgenesis.

Sifat-sifat penderita antara lain :


* Tubuhnya pendek, tidak sesuai dengan umurnya
* Dada bidang dan pinggul lebih sempit
* Tidak memiliki kromatin kelamin
* Individunya perempuan
* Mandul
* Gonad ovari asas (struktur gonadal kurang berkembang)
* Tidak datang haid
* Peningkatan berat badan, obesiti
* Buah dada yang kurang berkembang
* Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya
membentuk gamet

2) Sindrom Klinefelter
Pada sindrom Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1
kromosom X, sehingga mempunyai kariotip 22AA+XXY. Penderita penyakit
ini ada yang disebut testicular disgenesis karenatestis tidak tumbuh, sehingga
tidak dapat menghasilkan sperma yang mengakibatkan kemandulan, ada juga
yang disebut gynaecomatis karena payudara tumbuh, tetapi kelaminya dikenal
sebagai pria.

Pria dan wanita biasanya memiliki 2 kromosom seks. Wanita


mendapatkan 2 kromosom X, 1 dari ibu, 1 dari ayah. Pria mendapatkan 1
kromosom X dari ibu dan 1 kromosom Y dari ayah.
Pria dengan sindrom Klinefelter biasanya memiliki kelebihan
kromosom X sehingga mereka memiliki 3 kromosom seks, yaitu 2 kromosom
X dan 1 kromosom Y. Sindrom ini ditemukan pada 1 diantara 700 bayi baru
lahir. Sifat-sifat penderita :
* Kaki dan lengan kelihatan panjang, sehingga keseluruhan tubuhnya
nampak panjang
* Memiliki satu kromatin kelamin
* Individunya laki-laki
* Dada sempit, pinggul lebar, suatu keadaan yang biasanya terdapat pada
wanita normal
* Setelah mencapai masa akil-baliq, payudara membesar tetapi testis
mengecil
* Mandul
* Mempunyai keinginan untuk kawin
* Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya
membentuk gamet

3) Wanita Super
Wanita ini kelebihan sebuah kromosom X, sehingga memiliki 47
kromosom, dengan formula kromosom 22AAXXX atau disingkat sebagai
wanita XXX. Wanita ini hidupnya tidak lama, biasanya meninggal di waktu
masih kanak-kanak, karena banyak alat-alat tubuhnya tidak sempurna
perkembanganya.
Kemungkinan terjadinya karena ada nondisjunction pada waku ibunya
membentuk sel telur.

4) Pria XYY
Pada sindrom XYY, seorang bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan
kromosom Y.
Pria biasanya hanya memiliki 1 kromosom X dan 1 kromosom Y,
digambarkan sebagai 46, XY.
Pria dengan sindrom XYY memiliki 2 kromosom Y dan digambarkan
sebagai 47, XYY. Kelainan ini ditemukan pada 1 diantara 1.000 pria.
D. Penyakit keturunan

Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya secara genetis. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa
sifat (carrier) saja dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya
hidupnya.
Berbagai macam penyakit keturunan yaitu:
1. Alergi
Alergi merupakan Salah satu penyakit akibat faktor keturunan. Namun alergi dapat
dipicu oleh arergen hirup(tungau debu), makanan, dan alergen suntik(gigitan serangga
atau suntikan). Umumnya dengan gejala yang muncul apabila terena alergi yaitu bersin
terus menerus, batuk-batuk, kulit memerah atau gatal-gatal,dsb.

2. Obesitas (kegemukan)
Salah satu penyebab obesitas yaitu faktor gen atau keturunan, gen menurun tersebut
menyebabkan fungsi penahan nafsu makan tidak bekerja dengan baik.

3. Buta Warna
Dapat diartikan sebagai keabnormalan yang terjadi pada panca indra penglihatan
seseorang kareana sel-sel kerucut mata telah rusak sehingga tidak mampu menangkap
suatu spektrum warna tertentu. Ketidakmampuan sel-sel ini bekerja diakibatkan oleh
faktor genetik yang berasal dari orang tua penderita.

4. Asma
Asma adalah penyakit genetik pada manusia yang berupa menyempitnya saluran
pernafasan, asma bisa timbul bila dipicu oleh adanya suatu alergen disekitarnya. Selain
itu sekitar 30% penyakit asma disebabkan karena faktor keturunan.

5. Penyakit Albino
Penyakit albino diturunkan dari gen orangtua kepada anaknya. Pada umumnya,
penderita albino lahir dari orang tua yang punya gangguan dalam hal produksi
melaninnya. Orang yang memiliki gen albino, tubuhnya tidak dapat memproduksi
pigmen melanin. Penyakit albino ditandai dengan tampak kulit putih-putih, rambut putih
yang tidak wajar.

6. Kanker payudara
Dikatakan kanker payudara apabila terdapat perubahan atau mutasi tertentu pada
DNA sel payudara. Gejala kanker payudara yaitu umumnya kulit payudara atau puting
berwarna kemerahan, bersisik, atau menebal.

7. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)


Hipertensi adalah penyakit keturunan pada manausia dimana penyakit ini karena
meningkatnya tekana darah diatas normal. Penyakit turunan ini sering tidak disadari
karena tidak ada gejala.

8. Kolestrol Tinggi
Penyakit dimana diakibatkan perubahan gen ketika lemak tidak mengalami
metabolisme yang baik dalam darah sehingga menumpuk di arteri. Penyakit ini jika salah
satu dari orang tua mengidap kolestrol tinggi, anaknya akan beresiko 50% terjangkit
penyakit kolestrol tinggi tersebut.
9. Hipotiroid
Penyakit hipotiroid terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan cukup hormon tiroksin.
Gejala yang muncul yaitu sering kelelahan dan penurunan berat badan.

10. Gangguan Bipolar


Penyakit gangguan bipolar adalah suatu kondisi yang mengakibatkan depresi yang
dipicu karena stress.

11. Diabetes
Penyakit diabete memiliki resiko yang tinggi diturunkan jika dalam satu keluarga
terdapat anggota keluarga yang mengidap penyakit diabetes , jika salah satu orangtua
mengidap diabetes, resiko penyakit tersebut diturunkan sebasar 15% tapi jika kedua
orangtua nya nya mengidap penyakit diabetes maka resiko diturunkannya sebesar 70%.

12. Parkinson
Gejala penyakit parkinson tidak banayk diketahui, pada banyak kasus yang terjadi,
awal dari penyakit parkinson diawali denga gemetar pada bagian tangan ketika sedang
beristirahat. Penyakit parkinsonini beresiko diturunkan jika memiliki orang tua, saudara,
atau kerabat dekat dengan gangguan parkinson, maka dua kali lipat lebih mungkin
emngalami penyakit yang sama.

Anda mungkin juga menyukai