INDIKATOR KOMPETENSI
Setelah membaca dan memhami materi kegiatan belajar 1 ini diharapkan sudara
dapat:
1. Menjelaskan tentang hukum zakat tanah yang disewakan
2. Menjelaskan tentang hukum zakat hasil usaha (profesi)
3. Menjelaskan tentang hukum zakat produktif
4. Menjelaskan tentang hukum zakat untuk pembangunan mesjid
POKOK-POKOK MATERI
URAIAN MATERI
Saudara-saudara sekalian, pada bahan kegiatan belajar akan dibahas empat materi
pokok tentang zakat yang diperselisihkan hukumnya. Pada bagian pertama akan
dibahas tentang hukum zakat tanah yang disewaka. Pada bagian kedua akan dibahas
tentang hukum zakat profesi. Pada bagian ketiga akan dibahas tetang hukum zakat
produktif dan pada bagian keempat akan dibahas tentang hukum zakat untuk
pembangunan mesjid. Kepada saudara, diharapkan untuk dapat membaca dan
memahami materi kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya baik agar tujuan
pembelajaranyang diharapkan dapat dicapai secara optimal.
1
1. ZAKAT HASIL TANAH YANG DISEWAKAN
Mencermati judul di atas setidaknya terdapat pertanyaan dalam benak saudara, siapa
yang wajib mengeluarkan zakat dari tanah yang disewakan, apakah si pemilik tanah atau pihak
penyewa tanah. Sepintas jawabannya sudah dapat ditentukan dari judul itu yaitu orang yang
menyewa tanah karena dialah orang yang mendapatkan secara langsung dari hasil tanah
tersebut. Namun demikian, ditemukan pendapat bahwa si pemilik tanahlah yang terkena
kewajiban zakatnya karana tanpa tanah tidak mungkin didapati hasil tanaman. Terdapat juga
pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya dikembalikan kepada kesepakatan antara dua
belah pihak sebelum transaksi dilakukan, berikut bahasannya.
A. Pengertian
Kata zakat ) ٌ ) زَ كَاةberasal dari bahasa Arab, secara bahasa artinya suci, tumbuh
berkembang dan berkah. Makna zakat secara bahasa ini mencerminkan sifat zakat yang dapat
mensucikan harta dan jiwa serta mengandung nilai positif yang dapat dikembangkan berupa
kebaikan bagi si muzakki dan kemashlahatan ekonomi bagi para mustahiq.
Sejalan dengan firman Allah swt:
Menurut syara’, para ulama mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib
dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.”
Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan, ”Zakat adalah suatu nama hak Allah yang
harus dikeluarkan oleh manusia kepada fuqara.” Selanjutnya Sabiq menambahkan,
“Dinamakan zakat karena mengharap berkah, pensucian diri, dan bertambahnya kebaikan.”
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
2
Zakat sering juga disebut shadaqah ( ٌ) ٌصدقةkarena tindakan itu adalah tindakan yang
benar (shidq). Istilah zakat dalam al-Qur'an sering sekali penyebutannya digandengkan dengan
kata sholat, ditemukan sebanyak 82 ayat. Penyelarasan ini menunjukkan bahwa zakat
merupakan rukun Islam yang sangat penting setelah perkara sholat.
3
ٌ)(رواهٌاحمدٌومسلم
Artinya: “Tanaman yang tumbuh diari oleh air yang menggunakan alat, zakatnya
sebanyak lima persen. Sedangkan tanaman yang diairi oleh air hujan sebanyak sepuluh
persen.”
Jika dicermati, mengapa hasil tanah yang diairi oleh alat lebih kecil dari pada yang
diairi oleh air hujan? Hal ini karena yang memakai alat itu membutuhkan biaya, sedangkan
yang memakai air hujan tidak membutuhkan biaya. Dengan demikian, terdapat keadilan di
dalamnya.
Zakat hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen, tidak berlaku untuknya
istilah syarat haul (genap satu tahun) di dalamnya. Jika satu tahun itu dua kali panen, maka
zakatnyapun dua kali. Sedangkan ketentuan nisabnya menurut M. Syaltut, baik sedikit atau
banyak hasil panennya tetap dizakatkan karena menurutnya agar tumbuh selalu sikap
solidaritas sosial sebagai hikmah diwajibkannya zakat.
ٌي
َ ٌو ٌِهَ ِْ ٌِالز ْرعَّ الز َكاةٌُ َح ُّق َّ ٌوَ ع َّ علَىٌاْل ُم ْستَأ ْ ِج ِرٌالَّذِىٌيُ َبا ِش ُر
َ ٌالز ْر َ ٌَىٌالَّذِىٌنَ ْعت َ ِمدُهٌُاِن َّها
ُ ْالرا
َّ َف
ٌب َ ٌو ِبذَا ِل َكٌ َكانٌَاْل ُم ْستَأ ْ ِج ُرٌ ُه َوٌاْل ُم
ُ ٌَطال َ سالَ َم ِت ِه
َ ٌو َّ علَىٌ ِن ْع َم ِةٌاِ ْن َبات
َ ٌِِالز ْرع َ ٌش ْك ِر ُّ ٌمنٌَال
ِ ٍَب ْعدٌَن َْوع
ٌٌِضٌاْل ُم ْستَأ ْ َج َرة ِ ِبا ِْخ َراجٌِزَ َكاةٌِاْأل َ ْر
Artinya:“Pendapat yang kami pegang bahwasanya kewajiban zakat ada pada pihak
penyewa yang langsung menggarap pertanian. Dan zakat merupakan hak pertanian
4
sebagai rasa syukur atas ni’mat berhasilnya pertanian. Dengan demikian penyewalah
yang dibebani untuk mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan.”
2. Menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya bahwa pemilik tanahlah yang wajib
mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa
tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
3. Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur
berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan
pendapat point pertama.
Mencermati perselisihan pendapat tentang zakat hasil tanah yang disewakan
sebagaimana tersebut di atas dapat dikelompokkan perbedaannya menjadi dua kelompok
dengan alasannya masing-masing.
Pendapat pertama adalah ulama yang menetapkan bahwa si penyewa dalam hal ini
orang yang menggarap tanah yang wajib mengeluarkan zakat karena dialah yang secara
langsung memperoleh hasil dar tanah tersebut. Sedangkan pendapat kedua menetapkan bahwa
si pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena si pemilik tanah tersebut
mendapatkan uang sewa. Jika diperbandingk alasan dari kedua kelompok tersebut, maka
pendapat pertama memiliki argumentasi yang lebih kuat karena hal ini diperkuat oleh firman
Allah swt dalam surat al-An’am ayat 141 seperti tersebut di atas yang menyebutkan bahwa
hasil tanah yang wajib dikeluarkan zakatnya bukan tanahnya demikian juga dengan yang
dimaksudkan oleh Hadits Rosulullah sebagaimana tersebut di atas. Berdasarkan kepada dalil-
dali tersebut, fuqaha telah sepakat bahwa yang dizakatkan adalah hasil tanah bukan tanahnya
maka sebidang tanah yang tidak ditanami tidak wajib di keluarkan zakatnya. Dengan demikian,
tanah yang di sewakan jika dilihat dari hasilnya itu adalah milik sempurna pihak si penyewa.
Maka tidaklah tepat alasan yang diajukan oleh kelompok kedua yang berpendapat bahwa
penyewalah yang wajib mengeluarkan zakatnya.
Terkait dengan status tanah yang disewakan itu tetap milik orang yang menyewakan di
mana pada status tersebut di sisi lain terdapat kewajiban untuk mengeluarkan kewajiban pajak.
Jika berpegang kepada pendapat pertama seperti dijelaskan di atas maka sebenarnya dengan
status tersebut terjadi pembagian kewajiban yang cukup merata karena kedua belah pihak
memiliki andil, yakni si penyewa wajib membayar zakat dan di sisi lain si pemilik tanah
membayar pajak tanah, maka pendapat pertama ini dipandang lebih adil dan tidak
memberatkan kedua-belah pihak.
5
Solusi lain yang juga dapat di pandang bijak dalam pemerataan pengeluarkan zakat
adalah pendapat yang ditawarkan oleh Abu Zahra. Menurutnya, kedua-duanya baik si pemilik
tanah maupun si penyewa sama-sama wajib mengeluarkan zakat. Hal ini demi memenuhi
keadilan dalam pemungutan zakat, dengan ketentuan pihak penyewa mengeluarkan zakat
tanaman setelah dikurangi harga sewa yang ia bayar kepada pemilik tanah. Dan si pemilik
tanah mengeluarkan zakat atas dasar harga sewa yang ia terima dari si penyewa yang berarti ia
mengeluarkan zakat uang, dengan demikian kedua-duanya terkena beban untuk mengeluarkan
zakat.
Solusi lain yang dapat dipertimbangkan adalah jika memang kedua belah pihak
sebelum transaksi telah bersepakat yang bertujuan agar keduanya tidak terlalu terbebani, maka
zakat itu dapat dilakukan secara patungan antara kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan
itu.
6
2. ZAKAT HASIL JASA (PROFESI)
Terhadap hukum zakat profesi, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Hal ini
antara lain dikernakan dasar hukum tentang zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha tersebut
masih bersifat zhan (dugaan), berikut bahasannya.
7
yang tidak tetap dan dapat dipastikan seperti kontraktor, pengacara, royaliti pengarang,
konsultan, dan artis.
Dengan demikian, zakat profesi meliputi semua pekerjaan yang halal dan baik,
zakatnya dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu perolehannya setelah diambil terlebih dahulu
untuk kewajiban biaya terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang dengan profesinya
yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bukanlah
termasuk profesi yang wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan mereka tergolong orang yang
berhak menerima zakat (mustahiq), seperti tukang beca.
C. Contoh Kasus
Ali adalah seorang dosen PTN golongan IV/a dengan masa kerja selama 20 tahun. Ia
memiliki seorang istri dan tiga anak. Penghasilannya tiap bulan pada tahun 2015 sebagai
berikut:
a. Gaji dari Negara Rp. 4.300.000
8
c. Honor dari beberapa PTS Rp. 2.500.000
d. Honor dari yang lain Rp. 2.000.000
Pengeluaran setiap bulan:
a. Keperluan keluarga Rp. 3.000.000
b. Angsuran kredit rumah Rp. 1.250.000
c. Dan lain-lain Rp. 1.500.000
Kalkulasi
Penerimaan Rp. 7.800.000
Pengeluaran Rp. 5.750.000
Sisa Rp. 2.050.000
Jika sisa di atas dikalikan setahun, maka berjumlah Rp. 24.600.000 yang kemudian
didepositokan di bank dengan bunga keuntungan 18 % setahun. Maka perhitungan zakatnya
ialah 2,5 % x 24.600.000 = Rp. 615.000. Ternyata zakatnya setahun sangat ringan, jika ia ingin
mengeluarkan setiap bulan, maka 615.000 : 12 = + Rp. 51.250 zakat yang ia harus keluarkan
setiap bulannya.
Uraian di atas merupakan konsep zakat profesi bagi mendukung adanya zakat profesi.
Namun dengan demikian, terdapat juga ulama yang mengatakan bahwa zakat profesi itu tidak
ada dengan alasan karena sulit menentukan jenis profesi dan nisabnya. Mereka yang menolak
zakat profesi tersebut karena mereka memasukakan zakat profesi kepada zakat harta yang harus
dibayar jika sudah sempurna satu tahun (haul).
Menurut hemat penulis, pada intinya mengeluarkan zakat adalah manefestasi dari
keislaman seseorang sebagai rasa syukur kepada Allah swt atas nikmat yang telah
diterimanaya. Di antara nikmat tersebut adalah profesi. Maka ijtihad yang menetapkan adanya
zakat profesi di mana belum pernah ada pada zaman klasik Islam perlu direspons secara positif.
Hukum Islam selalu relevan dengan perkembangan zaman. Sekarang adalah zaman yang syarat
dengan profesi (keahlian) yang dapat menghasilkan uang. Maka adanya zakat profesi sebagai
hasil ijtihad sejalan dengan prinsip hukum Islam yang memberikan pintu kemudahan, dalam
hal ini penunaian zakat secara ta’jil (disegerakan) dapat menghilangkan kealfaan seseorang
dalam penunaian zakat.
9
3. ZAKAT PRODUKTIF
Kemunculan istiah di atas dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk “kritik” terhadap
penyaluran zakat kepada mustahiq yang pada umumnya bersifat konsumtif. Zakat yang
diterima oleh mustahiq yang tersebut terakhir ini biasanya bersifat konvensional yaitu sekedar
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang sifatnya “menghabiskan”. Namun di sisi
lain terdapat mustahiq yang keberadaannya masih produktif baik dari tenaga, ilmu dan
ketrampilan. Maka untuk kriteria mustahiq yang tersebut terakhir ini zakat dapat diarahkan
menjadi modal usaha untuk pengembangan kemampuan yang dimilikinya. Permasalahannya
yang kemuidan muncul bagaimana hukum penyaluran zakat untuk modal usaha, berikut
bahasannya.
10
keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan dalam zakat produktif ini
adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat sebagai modal yang terus dikembangkan.
11
ْ سبُ ُه ُم
ٌٌال َجا ِهلٌُأ َ ْغنٌِيَا َء ِ يٌاأل َ ْر
َ ضٌ َي ْح ْ ِض ْربًاٌف
َ ٌٌََّللا ٌَالٌيَ ْستَ ِطيعُون
ِ َّ س ِبي ِل ِ اءٌالَّذِينٌَأ ُ ْح
َ ٌص ُرواٌفِي ِ ِل ْلفُقَ َر
ٌٌع ِليم ِ ُاسٌ ِإ ْل َحافًاٌ َو َماٌت ُ ْن ِفق
ٌََّ واٌم ْنٌ َخي ٍْرٌفَإ ِ َّن
َ ٌٌَّللا ِب ِه َ َّفٌتَ ْع ِرفُ ُه ْمٌ ِبسِي َما ُه ْم ٌَالٌيَسْأَلُونَ ٌالن
ِ ُِّمنَ ٌالت َّ َعف
Artinya: “Berinfaklah untuk orang-orang faqir yang terikat oleh jihad di jalan Allah,
mereka tidak mampu berusaha di bumi. Orang yang tidak tahu, menyangka mereka adalah
orang yang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu melihat mereka
dengan melihat sifat-sifatnya. Mereka tidak meminta-minta kepada orang secara medesak.
Dan apa yang kamu nafkahkan di jalan Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
(QS. al-Baqarah: 273)
Hikmah yang dapat dipetik dari praktek zakat produktif di antaranya agar terjadi
komunikasi yang dapat menghilangkan menara gading antara si miskin dengan si kaya. Efek
yang ditimbulkannya menjadikan si muzakki (pemberi zakat) akan merasa puas dan senang
karena zakatnya bisa berkembang, di sisi lain menjadikan mustahiq tidak menjadi mental
pengemis dan tersalurkan kemampuannya. Dengan demikian terjadi hubungan yang signifikan
antara keberadaan zakat produktif dengan peningkatan sumber daya manusia. Dan yang
terpenting lagi, dengan zakat produktif tidak terjadi sikap pembiaran terhadap fakir miskin dan
telah menyelamatkan bahaya dari kefakiran yang dapat menjadikan seorang menjadi kafir,
sebagaimana diperkuat oleh Hadits Nabi:
12
4. PENYALURAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MESJID
Penjelasan tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah cukup jelas
diinformasikan oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah mesjid tidak terdapat dalam kelompok
yang delapan tersebut, inilah yang menimbulkan permasalahan apakah zakat dapat disalurkan
untuk pembangunan dan pemugaran mesjid. Uraian berikut mencoba untuk menjelaskan
hukum penyaluran kepada sesuatu yang diluar asnaf (kelompok mustahiq zakat tersebut.
ِ ٌو ْالغ
ٌ ََار ِمين ِ يٌالرقَا
ٌَ ب ِ َ اٌو ْال ُم َؤلَّفَ ِةٌقُلُوبُ ُه ْم
ٌِوف َ ع َل ْي َه ِ ٌو ْال َع
َ ٌ َاملِين َ ين َ ٌو ْال َم
ِ سا ِك ِ صدَقَاتُ ٌ ِل ْلفُقَ َر
َ اء َّ ِإنَّ َماٌال
ٌع ِليمٌ َح ِكيم َّ ٌو
َ ٌَُّللا َ ٌَّللا ِ ً ضة
ِ َّ ٌَمن َ س ِبي ِلٌفَ ِري
َّ ٌواِب ِْنٌال َّ س ِبي ِل
َ ٌَِّللا َ ٌَوفِي
Artinya: “Shadaqah adalah hak untuk faqir, miskin, amil zakat, muallaf, budak, orang
yang terlilit hutang, di jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan (musafir). Sebagai
kewajiban yang datang dari Allah dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
(QS. at-Taubah: 60)
13
melakukan sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan, seperti
pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.
14
semua bentuk serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk sabilillah. Lebih rinci, beliau
menyebutkan usaha pembebasan Islam dari kekuasaan dengan memerangi kaum kafir, sarana
pendidikan dan pengajaran serta lembaga da’wah, surat kabar islami, penerbitan buku-buku
islami dan para da’i, semua yang disebutkan di atas dapat dimasukkan ke dalam cakupan
makna sabilillah.
Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa istilah sabilillah adalah semua jalan yang dapat
menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal.
Mencermati pendapat-pendapat di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pengertian
sabilillah secara umum (mazaj) dapat mencakup semua jalan kebaikan yang manfaatnya
kembali kepada ummat Islam termasuk di dalamya adalah masjid, penyebutan sarana ibadah
yang disebutkan terakhir ini secara jelas disebut oleh Mahmud Syaltut pada point pertama.
Pengertian mazaj semacam ini dalam hukum Islam dapat ditolelir selama tidak bertentangan
dengan kaidah agama. Keberadaan mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis,
fungsinya bukan hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat pendidikan, da’wah,
serta sosial kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt. Dengan demikian,
zakat boleh disalurkan untuk pembangunan mesjid karena mesjid termasuk sabilillah yang
mengandung manfaat bagi umat Islam.
Selanjutnya menurut hemat penulis, skala prioritas harus diutamakan. Terlebih
sekarang ini, keberadaan mesjid di masyarakat begitu banyak dan pesat, sehingga jarak mesjid
sangat berdekatan dan relatif jamaahnya di beberapa mesjid ditemukan sangat sedikit.
Mengingat hal itu, penulis sejalan dengan Mahmud Syaltut yang berpendapat bahwa
penyaluran zakat untuk mesjid itu harus diutamakan untuk mesjid baru yang dibangun karena
mesjid yang berdekatan sudah tidak mampu lagi untuk menampung jamaah atau untuk agenda
perluasan mesjid karena daya tampungnya tidak lagi mencukupi untuk menampung jamaah.
15