Anda di halaman 1dari 162

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya-upaya
kesehatan tersebut sesuai dengan BAB IV Pasal 47 Undang-Undang nomor
36 tahun 2009 tentang kesehatan meliputi pencegahan penyakit (preventif),
peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2014). Untuk dapat
melakukan upaya kesehatan yang dimaksud di atas salah satu hal yang perlu
dilakukan dan dipandang mempunyai peranan penting adalah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah sub
sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif ( peningkatan kesehatan ) dengan sasaran
masyarakat.( Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo, 2003).

Upaya penyelenggaraan kesehatan sudah menjadi tanggung jawab bersama


antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang sudah terncantum dalam
Undang-Undang kesehatan no. 36 tahun 2009 dimana setiap orang
berkewajiban ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat maupun lingkungannya.
Peningkatan derajat kesehatan atau pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mempertinggi derajat kesehatan, yang tertuang didalam sistem Kesehatam
Nasional yang merupakan upaya bangsa Indonesia untuk menigkatkan derajat

1
kesehatn yang sejalan dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan. Untuk meningkatkan derajat kesehatan tersebut dibutuhkan tenaga
kesehatan salah satunya perawat komunitas (Dinkes Provinsi Jawa Barat,
2010).

Program Nursing Practice 6.4 (Praktik Kerja Lapangan Mahasiswa)


merupakan integrasi dari berbagai mata kuliah. Program ini dilaksanakan
berbasis bidang keilmuan kesehatan dalam hal ini keperawatan, sehingga
penekanan pada kegiatan ini diarahkan dalam penyelesaian masalah yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan. Kegiatan ini
diharapkan dapat digunakan untuk membantu masyarakat dengan berfokus
pada pengembangan potensi masyarakat di wilayah terkait.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan hasil kegiatan selamaPraktik Kerja Lapangandi Desa
Sukajadi RW 07, dengan menerapkan konsep-konsep komunitas guna
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatan pada keluarga, lanjut usia dan komunitas.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat Kampung Sawah bera
RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung,
melalui Survey Mawas Diri (SMD).
b. Merumuskan masalah yang didapat pada wilayahKampung Sawah bera
RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.
c. Membuat rencana tindakan pada wilayahKampung Sawah bera RW 07
Desa Sukajadi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.
d. Melakukan kegiatan/implementasi pada wilayahKampung Sawah bera
RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.

2
e. Melakukan evaluasi pada tindakan yang telah dilakukan pada
wilayahKampung Sawah bera RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan
Ciwidey Kabupaten Bandung.
f. Melakukan rencana tindak lanjut (RTL) pada wilayahKampung Sawah
bera RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah studi kasus
dengan pendekatan proses keperawatan yang menggambarkan permasalahan
pada saat sekarang, menganalisisnya kemudian mencari alternative
pemecahan masalah dengan partisipasi aktif dari aparat RW dan RT
setempat.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Wawancara
a. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan
menggunakan cara tanya jawab yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi warga Kampung Sawah bera RW 07 Desa Sukajadi
Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.
b. Observasi adalah mengamatiperilaku dan keadaan masyarakat
wargaKampung Sawah bera RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan
Ciwidey Kabupaten Bandung. Dalam penyusunan untuk memperoleh
data tentang masalah kesehatan dan keperawatan masyarakat serta
melibatkan langsung partisipasi aktif Ketua RW, Ketua RT, Kader,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan masyarakat lainnya. Observasi
juga dilakukan dengan men-chek list masalah sesuai dengan angket
yang ada.
2. Studi Kepustakaan
Memahami dan menelusuri dengan membuat konsep dan teori asuhan
pengabdian masyarakat dengan bersumber atau merujuk pada literatur
yang sudah ada.
3. Survey Mawas Diri

3
Kegiatan pengenalan, pengumpulan dan pengkajian masalah kesehatan
oleh tokoh masyarakat dan kader setempat dibawah bimbingan petugas
kesehatan atau perawat di desa.

D. Sistematika Penulisan
Pada sistematika penulisan, penulisan akan menjelaskan isi masalah yang
dimulai dengan :
BAB I: Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan yang kami
paparkan.
BAB II: Bab II merupakan bab yang berisi tinjauan teori keperawatan
komunitas, tinjauan teori konsep keperawatan komunitas, konsep
keperawatan keluarga, konsep keperawatan gerontik, konsep
pendidikan dan promosi kesehatan, konsep lingkup kesehatan
komunitas, konsep lingkup kesehatan lingkungan, konsep
lingkup kelompok khusus.
BAB III: Bab ini berisikan Profil Desa Sukajadi & Kampung Sawah Bera
RW 07 Desa Sukajadi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
BAB IV: Bab ini berisikan Hasil Pengkajian (Survey Mawas , Diri),
Analisa Data, Analisa SWOT, Prioritas Masalah, Planning Of
Action, Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut.
BAB V: Bab ini berisikan mengenai pembahasan tinjauan teori
penyuluhan mengenai ISPA, rumah sehat, rokok, hipertensi,
rematoid arthritisdan pernikahan diri.
BAB VI: Bab ini berisikan mengenai kesimpulan saran dari Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Kampung Sawah bera RW 07 Desa Sukajadi
Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Keperawatan Komunitas


1. Definisi Keperawatan Komunitas
Komunitas adalah komponen penting dari pengalaman manusia sebagai
bagian dari pengalaman yang saling terkait dengan keluarga, rumah, serta
berbagai ragam budaya dan agama.(Buku panduan asuhan keperawatan
individu keluarga, kelompok dan komunitas dengan modifikasi NANDA,
KNP, NOC, dan NIC di Puskesmas dan Masyarakat 2017).

Keperawatan kesehatan komunitas adalah area pelayanan keperawatan


professional yang diberikan secara holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) dan
yang difokuskan pada kelompok risiko tinggi yang bertujuan
meningkatkan derajat kesehatan melalui upaya promotif, preventif, tanpa
mengabaikan kuratif dan rehabilitatif dengan melibatkan komunitas
sebagai mitra dalam menyelesaikan masalah (Hithcock, Scubert &
Thomas, 1999, Allender & Spradley, 2001, Stanhope & Lancaster,
2016).

Praktik keperawatan komunitas adalah sintesis praktik keperawatan dan


praktik kesehatan masyarakat, diaplikasikan dalam peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan masyarakat (populasi), menggunakan ilmu yang
berasal dari keperawatan, sosial, dan kesehatan masyarakat (Stanhope &
Lancaster, 2016).

2. Tujuan Keperawatan Komunitas


Tujuan keperawatan komunitas adalah mempertahankan sistem klien
dalam keadaan stabil melalui upya perevensi primer, sekunder, dan

5
tersier. Menurut Pacala(2007); Wallace, dalam Allender, Rector &
Warner(2014) adapun penjelasan mengenai upaya preverensi tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Preverensi Primer
Preverensi primer ditujukkan kepada individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat yang sehat.Bentuk tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan adalah promosi kesehatan dan perlindungan
spesifik agar terhindar dari masalah/ penyakit.Contohnya adalah
memberikan imuniasi pada balita, pemberian vaksin, serta promosi
kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Preverensi sekunder
Preverensi sekunder ditujukkan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang beresiko mengalami masalah
kesehatan.Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah
pelayanan/ asuhan keperawatan mencangkup identifikasi
masyarakat atau kelompok yang beresiko mengalami kesehatan,
melakukan penganggulangan masalah kesehatan secara tepat dan
cepat, upaya penemuan poenyakit sejak awal (skrining kesehatan),
pemeriksaan kesehatan berkala, serta melakukan rujukkan terhadap
masyarakt yang memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.
c. Preverensi tersier
Preverensi tersier ditujukkan kepada individu, keluarga,kelompok,
dan masyarakat pada masa pemulihan setelah mengalami masalah
kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah upaya
rehabilitasi pasca perawatan di fasilitas tatanan pelayanan
kesehatan lain untuk mencegah ketidakmampuan,
ketidakberdayaan atau kecacatan lebih lanjut. Contoh tindakan
yang dilakukan adalah melatih rentang pergerakkan sendi/ Range
Of Motion (ROM) pada klien pasca stroke, atau melakukan
kegiatan pemulihan kesehatan pasca bencana.

6
Perawat komunitas harus dapat memahami tiga upaya preverensi di
atas.Untuk lebih memahami pelaksanaannya berikut penjelasan konsep
keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) yang ada di Indonesia.

3. Fungsi Keperawatan Komunitas


Fungsi keperawatan komunitas menurut Mubarak(2006) dalam buku
pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas(2013), adalah sebagai berikut:
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah
bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan
masalah klien melalui asuhan keperawatan.
b. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya di bidang kesehatan.
c. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan
peran serta masyarakat.
d. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan
penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat
mempercepat proses penyembuhan.

4. Sasaran Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas adalah suatu dalam keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta aktif masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan
menekankan kepada peningkatan peran serta masyarakat dalam
melakukan upaya promotif dan perventif dengan tidak melupakan
tindakan kuratif dan rehabilitatif sehingga diharapkan masyarakat mampu
mengenal, mengambil keputusan dalam memelihara kesehatannya
(Mubarak, 2009)

7
Selain menjadi subjek, masyarakat juga menjadi objek yaitu sebagai
klien yang menjadi sasaran dari keperawatan kesehatan komunitas terdiri
dari individu dan masyarakat.Berdasarkan pada model pendekatan
totalitas individu (Neuman 1972 dalam Anderson, 2006) untuk melihat
masalah pasien, model komunitas sebagai klien dikembangkan untuk
menggambarkan batasan keperawatan kesehatan masyarakat sebagai
sintesis kesehatan masyarakat dan keperawatan.Model tersebut telah
diganti namanya menjadi model komunitas sebagai mitra,untuk
menekankan filosofi pelayanan kesehatan primer yang menjadi
landasannya. Secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut :
a. Tingkat individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu
tersebut mempunyai masalah kesehatan maka perawat akan
memberikan asuhan keperawatan pada individu tersebut.
Pelayanan pada tingkat individu dapat dilaksanakan pada rumah
atau puskesmas, meliputi penderita yang memerlukan pelayanan
tindak lanjut yang tidak mungkin dilakukan asuhan keperawatan di
rumah dan perlu kepuskesmas, penderita resiko tinggi seperti
penderita penyakit demam darah dan diare.Kemudian individu
yang memerlukan pengawasan dan perawatan berkelanjutan seperti
ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita.
b. Tingkat keluarga
Keperawatan kesehatan komunitas melalui pendekatan
keperawatan keluarga memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga yang mempunyai masalah kesehatan terutama keluarga
dengan resiko tinggi diantaranya keluarga dengan sosial ekonomi
rendah dan keluarga yang anggota keluarganya menderita penyakit
menular dan kronis.Hal ini dikarenakan keluarga merupakan unit
utama masyarakat dan lembaga yang menyakut kehidupan
masyarakat.Dalam pelaksanaannya, keluarga tetap juaga berperan

8
sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan
anggotanya.
c. Tingkat komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas di tingkat masyarakat dilakukan
dalam lingkup kecil sampai dengan lingkup yang luas didalam
suatu wilayah kerja puskesmas.Pelayanan ditingkat masyarakat
dibatasi oleh wilayah atau masyarakat yang mempunyai ciri-ciri
tertentu misalnya kebudayaan, pekerjaan, pendidikan dan
sebagainya. Asuhan keperawatan komunitas diberikan dengan
memandang komunitas sebagai klien dengan strategi intervensi
keperawatan komunitas yang mencakup tiga aspek yaitu primer,
sekunder dan tertier melalui proses individu dan kelompok dengan
kerja sama lintas sektoral dan lintas program.

5. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Strategi intervensi keperawatan komutitas menurut Mubarak(2009)
adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (Group Process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya
setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain dari faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media massa, televisi,
penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan,dan
sebagainya. Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan
sekitar masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering
mereka temukan sebelumnya sangat memengaruhi upaya
penanganan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penanganan yang bersifat individual tidak
akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu,
maka mereka telah melakukan pendekatan pemecahan masalah
kesehatan menggunakan proses kelompok
b. Pendidikan kesehatan (Health Promotion)

9
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer
materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangakat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut tesrjadi
adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, atau
masyarakat sendiri. Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah
agar seseorang mampu:
1) Menetapkan masalah dan kebutuan mereka sendiri
2) Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap
masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka dan
ditambah dengan dukungan dari luar.
3) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna, untuk
meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman
bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerjasama
sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan
keperawatan komunitas, melalui upaya ini berbagai persoalan di
dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih
cepat.

Selanjutnya secara spesifik menurut Mubarak(2009)diharapkan


individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat mempunyai
kemampuan untuk :

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami.


b. Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut.
c. Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan.
d. Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi.

10
e. Menegvaluasi sejauh mana pemecahan maslaah yang mereka
hadapi.

6. Karakteristik Keperawatan komunitas


Menurut Effendi(2009) keperawatan komunitas memiliki beberapa
karakteristik yaitu :
a. Pelayanan kesehatan yang diberikan berorientasi kepada pelayanan
kelompok
b. Fokus pelayanan utama adalah peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit
c. Asuhan keperawatan diberikan secara komprehensif dan
berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi klien/ masyarakat.

Peran yang dapat dilaksanakan di antaranya adalah sebagai pelaksana


pelayanan kesehatan, pembaharu (innovator), pengorganisasian pelayanan
kesehatan (organizer), panutan (role model), sebagai fasilitator (tempat
bertanya), dan sebagai pengelola (manager)

7. Falsafah Keperawatan Komunitas


Selanjutnya agar dapat memberikan arahan pelaksanaan kegiatan, berikut
ini diuraikan falsafah keperawatan komunitas dan pengorganisasian
masyarakat menurut Mubarak(2009), yaitu sebagai berikut:
1. Falsafah Keperawatan Kesehatan Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas merupakan pelayanan yang
memberikan perhatian terhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-
sosio-kultural-spiritual) terhadap kesehatan masyarakat dan
memberikan prioritas pada strategi pada pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan.Falsafah yang melandasi yang mengacu

11
pada paradigma keperawatan secar umum dengan empat komponen
dasar yaitu; manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan.
2. Pengorganisasian masyarakat
Pengorganisasian masyarakat meliputi peran serta masyarakat
(localiti developmen), perencanaan sosial melalui birokrasi
pemerintah (social developmant) dan aksi sosial berdasarkan
kejadian saat itu (social action).

B. Konsep Keperawatan Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang perannya sangat penting
untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah akan
tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu
kebudayaan maka dimulai dari keluarga (Harnilawati. 2013).

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, keluarga,


adopsi yang bertujuan untuk mencuptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial tiap-
tiap anggota keluarga (Effendy, 2009).

2. Tipe Bentuk Keluarga


Menurut Setiadi(2008) Perkembangan tipe ini bergantung kepada konteks
keilmuan dan orang yang mengelompokan, yaitu sebagai berikut:
a. Secara Tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi 2 yaitu :
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri
dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau
adopsi atau keluarga.
2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga intu ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek, nenek, paman,bibi).

12
b. Secara Modern (berkembangnya peran individu dan meningkatnya
rasa individualisme maka pengelompokan tipe keluarga selain diatas
adalah sebagai berikut:
1) Tradisional Nuclear
Keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah
ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
atu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami/istri, tinggal dalam pembentukan suatu rumah dengan anak-
anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
3) Niddle Age/Aging Couple
Suami sebagia pencari uang, istri dirumah/ kedua-duanya bekerja
di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawinan/ meniti karir.
4) Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang
keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.
5) Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian
pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar
rumah.
6) Dual Carrier
Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
7) Commuter Married
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal berpisah pada
jarak tertentu.Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

8) Single Adult

13
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
9) Three Generation
Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
10) Institusional
Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu
panti-panti.
11) Comunal
Yaitu satu rumah terdiri darai dua atau lebih pasangan yang
monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
12) Group Marriage
Yaitu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunanannya di
dalam suatu kesatuan keluarga dan setiap individu adalah kawin
dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
13) Unmaried Parent and Child
Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak di kehendaki,
anaknya diadopsi.
14) Cohibing Couple
Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
kawin.
15) Gay and Lesbian Family
Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin
sama.

Gambaran tentang bentuk keluarga diatas ini melukiskan banyaknya


bentuk struktur yang menonjol dalam keluarga saat ini, yang penting
adalah keluarga harus dipahami dalam konteknya, label dan jenisnya
hanya berfungsi hanya sebagai referensi bagi penataan kehidupan keluarga
dan sebuah kerangka kerja. Dan setiap upaya perlu memperhatikan
keunikan dari setiap keluarga. Untuk itu kalangan profesionalitas dalam

14
bidang kesehatan yang melayanai keluarga harus bersifat toleren dan
sensitif terhadap perbedaan gaya hidup.

3. Struktur dan Fungsi Keluarga


a. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman dalam Harmoko(2012) digambarkan
sebagai berikut :
1) Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi dalam keluarga
apabila dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik
selesai dan hirrarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim
yakni mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta
meminta dan menerima umpan balik.Penerima pesan
mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan
valid.Komukasi dalam keluarga tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan
salalu mengulang isu dan pendapat sendiri.Komuniksi keluarga
bagi pengirim sangat bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas,
judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima
pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif),
terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid, yaitu sebagai
berikut:
a) Karakteristik pemberi pesan :
- Yakni mengemukakakn suatu pendapat.
- Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
- Selalu menerima dan meminta timbal balik.
b) Karakteristik pendengar
- Siap mendengarkan.
- Memberikan umpan balik.
- Melakukan validasi.
2) Struktur Peran

15
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
posisi sosial yang diberikan.Jadi, pada struktur peran bisa bersifat
formal atau informal.Posisi/ status adalah posisi individu dalam
masyarakat misal status sebagai suami/istri.
3) Strukutur Kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk
mengontrol, mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.
Hak ( legimate power), ditiru (referent power), dan efektif power.
4) Struktur dan Nilai Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang meningkat
anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah
pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu,
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
- Nilai, susatu sitem, sikap, kepercayaan yang secara sadar
atau tidak dapat mempersatukan anggota keluarga.
- Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.
- Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dielakari,
bagi dam ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah.
b. Funngsi Keluarga
Menurut Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu :
1) Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga.
2) Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan
anak sebagai anggota masyarakay yang produktif serta
memberikan status pada anggota keluarga.
3) Fungsi Reproduksi

16
Untuk mempertahankan kontunuitas keluarga selama beberapa
generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.
4) Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
5) Fungsi Perawatan Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik- makanan, pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan.

Sedangkan berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994


tertulis fungsi keluarga dalam delapan bentuk yaitu :
1) Fungsi Keagamaan
a) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan
hidup seluruh anggota keluarga.
b) Menerjemahkan agama ke dalam tingkah laku hidup sehari-
hari dalam pengalaman dari ajaran agama.
c) Menjadikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam
pengalamana dari ajaran agama.
d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak
tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau
masyarakat.
e) Membina, rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga
beragama sebagai ponasi menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera.
2) Fungsi Budaya
a) Membian tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk
meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa
yang ingin dipertahankan.
b) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk
menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.

17
c) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang
anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai
pengaruh negatif globalisasi dunia.
d) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang
anggotanya dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai
dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan
globalisasi.
e) Membina nudaya keluarga yang sesuain, selaras, dan seimbang
dengan budaya masryarakat atau lembaga untuk menunjang
terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera.
3) Fungsi Cinta Kasih
a) Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada
antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara
optimal dan terus-menerus.
b) Membina tingkah laku saing menyayangi baik antar keluarga
secara kuantitaf dan kualitatif.
c) Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan
ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
d) Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup
ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
4) Fungi perlindungan
a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik daari
rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun luar keluarga.
b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari
berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.
c) Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga
sebagai modal menujuuu keluarga kecil bahagia sejahtera.

18
5) Fungsi Reproduksi
a) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan
reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi
keluarga sekitarnya.
b) Memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah pembentukan
keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.
c) Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang
berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara 2 anak dan
jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.
d) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal
yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
6) Fungsi Sosialisasi
a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan
keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak
pertama dan utama.
b) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan
keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan
dan berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik
di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
c) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-
hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan
kedewasaan (fisik dan mental), yang tidak, kurang diberikan
oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.
d) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam
keeluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak,
tetapi juga bagi orang tua dalam rangka perkembangan dan
kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera.
7) Fungi Ekonomi

19
a) Melakukan kegiaaatan ekonomi baik diluar maupun didalam
lingkuan keluarga dalam rangaka menopang kelangsungan dan
perkembangan kehidupan keluarga.
b) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi lesesrasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan dan
ppengeluara keluaraga.
c) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan
perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan serasi, selaras
dan seimbang.
d) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebaga modal
untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
8) Fungsi Pelestarian Lingkungan
a) Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan
intern keluarga.
b) Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan
ekstern keluarga.
c) Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan
yang serasi, selaras, dan seimbang anatara lingkungan keluarga
dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.
d) Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan
hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil
bahagia sejahtera.
(UU No. 10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994, dalam Setiadi
2008)

4. Tugas dan Kesehatan Keluarga


Menurut Freeman dalam Setiadi (2008) membagi 5 tugas keluaga dalam
bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu :
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga,

20
maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat
kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar
perubahannya.
b. Mengambil kepurusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang aman untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk melakukan tindakan keluarga maka segara
melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat
dikurangi atu bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan
seyogyanya meminta bantuan orang lain di lingkungan sekitar
keluarga.
c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak
dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang
terlalu muda.
Perawatan indi dapat dulakukan dirumah apabila keluarga memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau
kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik anatar keluarga dan
lembaga kesehatn (pemanfaatan fasilitas kesehatn yang ada)

5. Peran Perawat Keluarga


Menurut Setiadi(2008) dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan
keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara
lain adalah sebagaiberikut:
a. Pengenal Kesehatan (health monitor)

21
Perwata membantu keluarga untuk mengenal penyimpangan dari
keadaan normal tentang kesehatannya dengan menganalisa data secara
objektif secara membuat keluarga sadar akan akibat masalah tersebut
dalam perkembangan keluarga.
b. Pemberi pelayanan pada anggota keluarga yang sakit, dengan
memberikan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
Seringkali kontak pertama kali dengan keluarga dimulai dengan
adanya anggota keluarga yang sakit baik melalui penemuan langsung
maupun rujukan.
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawata kesehatan keluarga,
yaitu berperan dalam mengkoordinir pelayanan kesehatan keluarga
baik secara berkelompok maupun individu.
d. Fasilitator, yaitu dengan cara menjadikan pelayanan kesehatan itu
mudah dijangkau oleh keluarga dan membantu mencarikan jalan
pemecahannya.
e. Pendidik kesehatan, yaitu untuk merubah perilaku keluarga dari
perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat.
f. Penyuluh atau konsultan, yang berperan dalam memberikan petunjuk
tentang asuhan keperawatan dasar dalam keluarga.

Dalam memerikan asuhan keperawatan terhadap keluarga, perawat tidak


dapat bekerja sendiri, melainkan bekerja sama secara tim dan bekerja sama
denga proesi lain untuk mencapai asuhan keperawatan keluarga dengan
baik.

C. Konsep Keperawatan Gerontik


1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah seseorang dengan usia yang meliputi: usia
pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia
lanjut (elderly) yaitu kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun, usia tua
(old) yaitu kelompok usia 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very
old) yaitu usia di atas 90 tahun (Nugroho, 2008).

22
Lanjut usia adalah seseorang mencapai lebih dari 60 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
hidupnya sehari-hari (Noorkasiani, 2009).

Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia


pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun keatas. Dra.Ny. Jos Masdani; Nugroho,
2000 mengemukaan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia
dewasa.

2. Batasan Usia Lansia


WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle
age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) yaitu
kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) yaitu kelompok
usia 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu usia di atas
90 tahun. Sedangkan Nugroho (2000) menyimpulkan pembagian umur
berdasarkan pendapat beberapa para ahli, bahwa yang disebut lanajut
usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.

Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan


menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood), 18 atau 29-25 tahun,
usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau 65
tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), lebih
dari 80 (very old).

3. Klasifikasi Lansia

23
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Azizah (2011) yang terdiri dari:
a. Pralansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berudia 70 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensia yaitu lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

4. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho,
2008). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan jaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pekerjaan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah,
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan
pengkritik.
d. Tipe pasrah

24
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial dan ekonominya
Tipe ini antara lain:
1) Tipe optimis
2) Tipe konstruktif
3) Tipe ketergantungan (dependent)
4) Tipe militan dan serius
5) Tipe marah atau frustasi (the angry man)
6) Tipe putus asa (benci pada diri sendiri) atau self heating man

5. Tipe Kepribadian Lansia


Menurut Aziza (2011) kepribadian lansia adalah sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif
Orang memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi
tinggi dan fleksibel.Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami
gejolak, tenang, dan menatap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrome.Apalagi jika pada masa lansia tidak diberikan kegiatan
yang dapat memberikan otonomi.
c. Tipe Kepribadian Tergantung
Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga,
apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal
maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi sedih yang
mendalam. Tipe lansia ini sanagat senang mengalami pensiun,

25
tidak punya inisiatif, pasif tetapi masih tau diri dan masih dapat di
terima oleh masyarakat.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan
Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa
tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak
diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya
menurun. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada
yang dianggap baik, takut mati dan iri hati dengan yang muda.
e. Tipe Kepribadian Defensive
Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol,
bersifat kompulsif aktif.Mereka takut menjadi tua dan tidak
menyenangi masa pensiunnya.
f. Tipe Kepribadian Kritik Diri
Pada lansia tipe ini umunya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu oleh orang lain atau cenderung membuat
susah dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan
merasa korban dari keadaan.

6. Perubahan yang terjadi pada Lansia


a. Perubahan Fisik
Menurut Azizah(2011) perubahan fisik yang terjadi pada lansia
antara lain sebagai berikut:
1) Sistem Indera
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya
dengan presbiopi.Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot
penyangga lensa lemah, ketajaman dan daya akomodasi dari
jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan
sistem penerangan yang baik dapat digunakan.
Sistem pendengaran; Presbiakusis (gangguan pada
pendengaran) karena hilangnya kemampuan pendengaran pada

26
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suaara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Sistem integumen: pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur,
tidak elastos kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan
sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atrofi glandula sebasea dan glandula sudoritera,
timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver
spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultra
violet
2) Sistem Musculoskeletal
Perubahan sistem musculoskeletal pada lansia menurut
(Azizah, 2011) antara lain sebagai berikut:
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen
sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kertilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadu bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada
kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak
berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari
duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Upaya fisioterapi
untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan
latihan untuk menjaga mobilitas.
b) Kartilago; jaringan kartilago pada persendian lunak dan
mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi
menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago

27
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar
penumpu berat badan. Akibatnya perubahan itu sendi
mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan
gerak, dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
Tulang; berkurangnya kepadatan tulang setelah di
observasi adalah bagian dari penuaan fisiologis trabekula
longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal
terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan
akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas, dan fraktur. Latihan
fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah untuk
mencegah adanya osteoporosis.
c) Otot; perubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasu, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan pengubung dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak
perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu
reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk
mencegah perubahan lebih lanjut, dapat diberikan latihan
untuk mempertahankan mobilitas.
d) Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasia mengalami penurunan
elastisitas. Ligament, dan jaringan periarkular mengalami
penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi,
erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.
Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa
bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan
aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegahan
kerusakan sendi antara lain dengan memberi teknik

28
perkindungan sendi, antara lain dengan memberi teknik
perlindungan sendi dalam beraktivitas.
3) Sistem Krdiovaskular dan Respirasi
Perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi menurut
(Azizah, 2011) mencakup :
a) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang
karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.Konsumsi oksigen pada
tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru
menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2
maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan
b) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru
bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang rugi
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan
pada otot, kartilago dan sendi toraks mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.Umur tidak berhubungan
dengan perubahan otot diafragma, apabila terjadi
perubahan otot diafragma, maka otot thoraks menjadi
tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi
dinding toraks selama respirasi berlangsung.
Sistem kardiovaskular mengalami perubahan seperti
arteri yang kehilangan elastisitasnya.Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik
darah.Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin
benar-benar merupakan tanda penuaan yang normal.Di

29
dalam sistem pernapasan, terjadi pendistribusian ulang
kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium
dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah
kalsium.Hal ini berhubungan dengan perubahan postural
yang menyebabkan penuruna efisiensi ventilasi paru.
Berdasarkan alasan ini, lansia mengalami salah satu hal
terburuk yang dapat ia lakukan yaitu istirahat di tempat
tidur dalam waktu yang lama. Perubahan dalam sistem
pernapasan membuat lansia lebih rentan terhadap
komplikasi pernapasan akibat istirahat total, seperti
infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru.
c) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi nyata.
Kehilangan gigi; penyebab utama adalah Periodental
disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan
gizi yang buruk. Indera pengecap menurun; adanya
iritasi yang kronis, dari selaput lendir, atropi indera
pengecap (80%), kehilangan sensitifitas dan saraf
pengecap di lidah terutama rasa tentang asin, asam, dan
pahit.Pada lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas
lapar menurun), asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun.Peristaltik lemah dan biasanya
timbil konstipasi.Fungsi absorpsi melemah (daya
absorpsi terganggu). Liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran
darah. Kondisi ini secara normal, tidak ada konsekuensi
yang nyata, tetapi menimbulkan efek yang merugikan
ketika diobati. Pada usia lanjut, obat-obatan
dimetabolisme dalam jumlah yang sedikit. Pada lansia

30
perlu diketahui kecenderungan terjadinya peningkatan
efek samping, overdosis, dan reaksi yang merugikan dari
obat.Oleh karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis
obat yang diberikan kepada lansia lebih kecil dari
dewasa. (Azizah, 2011)
d) Sistem Perkemihan
Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem
perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsin oleh ginjal. Hal ini
akan memberikan efek dalam pemberian obat pada
lansia. Mereka kehilangan kemampuan untuk
mengekskresi obat atau produksi metabolisme obat.Pola
berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di
malam hari, sehingga mengharuskan mereka pergi ke
toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan bahwa
inkontinensia urin meningkat (Ebersole and Hess, 2001)
e) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia.Lansia
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.Penuaan menyebabkan
penurunan presepsi sensori dan respon motorik pada
susunan saraf pusat dan penurunan reseptor
proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat
pada lansia mengalami perubahan morfologis dan
biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif.Koordinasi keseimbangan; kekuatan otot,
reflek, perubahan postur dan peningkatan waktu
reaksi.Hal ini dapat di cegah dengan pemberian latihan

31
koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk
menjaga mobilitas dan postur. (Azizah, 2011)
f) Sistem Resproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovari dan uterus.Terjadi atrofi payudara.Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatosoa,
meskipun adanya penurunan secara beransur-ansur.
Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun
(asal kondisi kesehatan baik), yaitu dengan kehidupan
seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang, dan reaksi sifatnya
menjadi alkali. (Azizah, 2011)

b. Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif menurut Azizah(2011) diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Memory (Daya ingat, ingatan)
Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima, mencamkan,
menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa
yang pernah dialami seseorang. Pada lanjut usia, daya ingat
(memory) merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali
paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang
(Long term memory) kurang mengalami perubahan, sedangkan
ingatan jangka pendek (short term memory) atau seketika 0-10
menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan
kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik
perhatiannya dan informasi baru seperti TV dan film. Keadaan
ini sering menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh
sebab itu dalam proses pelayanan terhadap lanjut usia, sangat
perlu dibuatkan tanda-tanda atau rambu-rambu baik berupa

32
tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka.
Misalnya dengan tulisan JUM’AT, TANGGAL 26 APRIL 2009
dan sebagainya, ditempatkan pada tempat yang strategis yang
mudah dibaca/dilihat.
2) IQ (Intellegent Quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi
matematika (analitis, linier, sekuensial) dan perkataan
verbal.Tetapi persepsi dan daya membayangkan (fantasi)
menurun.Walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensia
kurang memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada
lansia (Cockburn & Smith, 1991 di kutip oleh Lumbatobing,
2006).Hal ini terutama dalam bidang vokabular (kosakata),
keterampilan praktis, dan pengetahuan umum. Fungsi intelektual
yang stabil ini disebut sebagai crystallized intelligent.
Sedangkan fungsi intelektual yang mengalami kemunduran
adalah fluid intelligent seperti mengingat daftar, memori bentuk
geometri, kecepatan menemukan kata, menyelesaikan masalah,
kecepatan berespon, dan perhatian yang cepat teralih (Wonder &
Donovan, 1984; Kusumoputro & Sidiarto, 2006)

Tabel Perubahan Kemampuan Kognitif Pada Penuaan


Kemampuan Kognitif Perubahan
1. Pemecahan masalah  Terjadi penurunan sampai akhir usia 60-
an
 Banyak perubahan dapat ditanggulangi
dengan bimbingan dan latihan

2. Memori  Sedikit mengalami penurunan


 Sensori  Tidak ada perubahan
 Memori pendek  Beberapa menurun, penurunan terutama

33
 Memori panjang pada proses encoding
 Memori jangka  Penurunan dimulai pada awal usia 50-an
panjang  Tidak mampu diubah dengan intervensi
kemampuan
psikomotor
3. Proses Informasi  Penurunan dimulai pada awal usia 50-an
4. Kemampuan Verbal  Tidak mampu diubah dengan intervensi
5. Alasan Abstrak  Menurun sebelum usia 80 tahun
 Mungkin terjadi penurunan

3) Kemampuan Belajar (Learning)


Menurut Brocklehurst dan Allen (1987); Darmojo & Martono
(2004), lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia
masih memiliki kemampuan belajar yang baik, bahkan di negara
industri maju didirikan University of the third age. Hal ini sesuai
dengan prinsip belajar seumur hidup (life-long learning), bahwa
manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan
sampai akhir hayat.Oleh karena itu, sudah seyogyanya jika
mereka tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkannya
wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience).
Implikasi praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental
health) lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif
dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang
berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan
dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
(Azizah, 2011)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan. Dalam pelayanan terhadap lanjut
usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dalam

34
berkomunikasi dilakukan kontak mata (saling memandang).
Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir lawan
bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat di atasi
dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap
yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa
aman dan diterima, sehingga mereka akan lebih tenang, lebih
senang dan merasa dihormati. (Azizah, 2011)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin
banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat
dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi
indra pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari
penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain, yang berakibat
bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam
menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan
jiwa lanjut usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan
pasien lanjut usia. (Azizah, 2011)
6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
Pengambilan keputusan termasuk dalam proses pemecahan
masalah. Pengambilan keputusan pada umumnya berdasarkan
data yang terkumpul, kemudian dianalisa, dipertimbangkan dan
dipilih alternatif yang dinilai positif (menguntungkan),
kemudian baru diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan
pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah terjadi
penundaan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau
pendamping yang dengan sabar sering meningatkan mereka.
Keputusan yang diambil tanpa dibicarakan dengan mereka, akan
menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk
kondisinya. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan,
kaum tua tetap dalam posisi yang dihormati. (Azizah, 2011)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)

35
Bijaksana (wisdom) adalah aspek kepribadian (personality) dan
kombinasi dari aspek kognitif kebijaksanaan menggambarkan
sifat dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara
baik dan buruk serta untung ruginya sehingga dapat bertindak
secara adil atau bijaksana. Menurut Kuntjoro (2002), pada lansia
semakin bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan.
Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kematangan
kepribadian seseorang dan pengalaman hidup yang dijalani.
Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia harus dengan
penuh bijaksana sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-
masing individu yang dilayani tetap terpelihara.
8) Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan kinerja baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance
yang membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami penurunan
(Lumbantobing, 2006).Penurunan itu berdifat wajar sesuai
perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang
sifatnya patologis. Dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia,
mereka perlu diberikan latihan-latihan keterampilan untuk tetap
mempertahankan kinerja,Menurut Stanley dan Beare (2007),
hasil pemeriksaan psikometri fungsi kognitif pada lansia
menunjukkan keadaan berikut:
a) Adanya korelasi yang kuat antara tingkat kinerja
intelektual dengan tingkat survival lansia
b) Fungsi kognitif menunjukkan sedikit atau tidak ada
penurunan sampai usia sangat lanjut
c) Proses dan proses penuaan patologis mengurangi fungsi
kognitif. Kemampuan intelektual dan harapan hidup
menunjukkan korelasi yang positif
d) Dengan bertambahnya usia, didapatkan penurunan
berlanjut dalam kecepatan belajar, memproses

36
informasi baru, dan bereaksi terhadap stimulus
sederhana atau kompleks
9) Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong seseorang
untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan
atau yang dituntut oleh lingkungannya.Motivasi dapat
bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif kognitif
lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan
untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong manusia
untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif afektif lebih
menekankan aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk
mencapai tingkat emosional fisik, psikis dan sosial dalam
kehidupannya dan individu akan menghayatinya secara
subyektif. Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun
afektif untuk mencapai/memperoleh sesuatu yang cukup besar,
namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh
dukungan kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal
diinginkan banyak berhenti di tengah jalan. (Azizah, 2011)

c. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam
kehidupannya .lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya.
Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan
proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan.
Karena aliran siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia,
keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif
harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara
menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan akhirnya
dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan
memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk

37
bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.
(Azizah, 2011)
Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang
lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian.Hal ini
menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap
konsep dan realitas kematian. Pada tahap perkembangan usia lanjut
merasakan atau sadar akan kematian (Sense of Awarenenss of
Mortality)

D. Konsep Pendidikan dan Promosi Kesehatan


1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis,
dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi/teori dari
seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangakat prosedur. Akan
tetapi, perubahan tersebut tesrjadi adanya kesadaran dari dalam diri
individu, kelompok, atau masyarakat sendiri. Tujuan utama pendidikan
kesehatan adalah agar seseorang mampu:
1) Menetapkan masalah dan kebutuan mereka sendiri
2) Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya,
dengan sumber daya yang ada pada mereka dan ditambah dengan
dukungan dari luar.
3) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna, untuk meningkatkan
taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.

2. Metode Pembelajaran dan Pendidikan Kesehatan


Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan
perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Intinya, pendidikan
kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui
bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari

38
atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan
orang lain,kemana seharusnya mencari pengobatan jika sakit, dan
sebagainya (notoatmodjo, 2007:12)
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidika
n kesehatan adalah usaha atau kegiatan yang membantuindi/idu,keluarga a
tau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapi kesehata
n secara optimal.

3. Konsep kesehatan dalam pendidikan kesehatan


Mengelolaan pembelajaran dalam pendidikan kesehatan merupakan suatu
langkah yang sistematis yang dimulai dari pengenalan masalah pendidikan
kesehatan, penyusunan perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidika
n kesehatan, dan upaya tindak lanjut.Untuk melaksanakan strategi terbut
diatas, maka proses manajemen harus dipakai dalam kegiatan ini meliputi :
a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini, para ahli pendidikan kesehatan


harus sudah di ikut sertakan agar dapat menyumbangkan usaha untuk
mengubah perilaku dan menyakinkan masyarakat tentang manfaat
usaha kesehatan.

b. Pelaksanaan

Pada tahap ini ahli pendidikan kesehatan di ikut sertakan dalam


mengatasi perkembangan usaha tersebut. Jika ada hambatan atau
penyimpangan, maka ia dapat memberikan bahan pertimbangan atau
cara penyelesaian yang lain, terutama yang berhubungan dengan
keadaan sosial budaya masyarakat setempat.
Dengan demikian, usaha yang dijalangkan tidak bertentangan dengan
system norma yang berlaku di tempat tersebut.

c. Penilaian

39
Pada tahap ini ahli pendidikan kesehatan diminta untuk turut menilai
seberapa jauh program atau usaha itu telah mencapai hasil sesuai
dengan yang diharapkan.Bila terjadi kemacetan, pendidikan kesehatan
dapat ikut memberikan gagasan tentang usaha pemecahan masalah
yang dianggap tepat dan benar.

d. Tindak lanjut

Pada tahap ini sebenarnya termasuk dalam kegiatan untuk


memantapkan usaha sehingga dapat berlanjut dengan baik, dan di
sinilah perlu diciptakan suatu system mekanisme yang tepat agar
usaha tersebut tidak mengalami kemandekan.

4. Metode pendidikan kesehatan

Mendidikan kesehatan pada hakekat nya adalah suatu kegiatan atau usaha
untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau
individu. adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Dengan kata
lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap
perubahan perilaku sasaran.Pendidikan kesehatan juga sebagai suatu
proses dimana proses tersebut
mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Faktor-faktor yang
mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri jug
a metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya,
dan alat-alat bantu,alat peraga pendidikan. Agar tercapai suatu hasil yang
optimal maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis.

E. Ruang Lingkup Kesehatan Komunitas


1. Konsep Penyakit Degeneratif
a. Pengertian Penyakit Degeneratif
Penyakit degenerative adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ
tubuh.Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormone,
imunodefisiensi, peroksida, lipid, kerusakan sel DNA dan pembuluh

40
darah. Secara umum dikatakan bahwa penyakit ini merupakan proses
penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua.
Namun adakalanya juga terjadi pada usia muda, akibat yang
ditimbulkan adalah penurunan derajat kesehatan yang biasanya diikuti
dengan penyakit (amalia, 2010).

Penyakit degenerative disebut juga penyakit yang mengiringi proses


penuaan. Pesatnya perkembangan penyakit tersebut telah mendorong
masyarakat luas untuk memahami dampak yang ditimbulkannya.
Menurut WHO 2010 saja penyakit degenerative telah menyebabkan
kematian hamper 17 juta orang diseluruh dunia. Penyakit degenerative
adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul
akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh dari keadaan normal
menjadi lebih buruk. Ada sekitar 50 penyakit degenerative yang
masuk dalam kelompok tersebut antara lain kanker, stroke, hipertensi,
rematik dan sebagainya. Dalam kasus ini kami akan membahas
penyakit degenerative mengenai hipertensi dan rematik.

2. Hipertensi
1. Definisi
Tekanan darah (TD) didistribusikan terus menerus.Insidensi terjdinya
komplikasi berbanding lurus dengan tekanan darah, jadi tidak ada
definisi absolut untuk hipertensi.Terapi biasanya bermanfaat untuk TD
> 140/90 mmHg yang menetap.
2. Penyebab
Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui (90%) ,
bila ditemukan sebabnya disebut sekunder (10%).
Penyebabnya antara lain :
a. Penyakit : penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, koarktasi
aorta, obstructive sleep opnea, penyakit paratiroid,

41
feokromositoma, aldoseteronism primer, penyakit renfoskular,
penyakit tiroid.
b. Obat-obatan : prednison, fludrokortison, triamsinolon.
Amfetamin/anorektik : phendimetrazine, phentermine,
sibutramine

Secara klinik derajad hipertensi dapat dikelompokan yaitu :


Sitolik Distolik
No Kategori ( mmhg ) ( mmhg )
1 Optimal <120 < 80
2 Normal 120 – 129 80 – 84
3 High normal 130 - 139 85 – 89
4 Hipertensi
Grade 1 ( ringan ) 140 - 159 90 – 99
Grade 2 ( sedang ) 160 - 179 100 – 109
Grade 3 ( berat ) 180 - 209 100 - 119
Grade 4
( sangat berat ) >210 >120

3. Perjalanan Penyakit
a. Hipertensi primer
Faktor yang menghasilkan perubahan pada resistansi vaskular
prifer, denyut jantung atau curah jantung memengaruhi tekanan
darah arteri sistemik. Empat sistem konntrol yang memainkan
peran utama dalam menjaga tekanan darah adalah :
1) Sistem baroreseptor dan kemoreseptor arteri;
2) Pengaturan volume cairan tubuh;
3) Sistem renin-angiotensin;
4) Autoregulasivaskular.

42
Hipertensi primer kemungkinan besar terjadi karena
kerusakan atau malsfungsi pada beberapa atau semua sistem
ini.Baroreseptor dan kemorespetor bekerja secara refleks
untuk mengontrol tekanan darah.Baroreseptor, reseptor
peregangan utama, ditemukan di sinus karotis, aorta, dan
dinding bilik jantung kiri, berfungsi memonitor tingkat
tekanan dan mengatasi peningkatan melalui vasodilatasi dan
memeperlambat denyut jantung melalui saraf
vagus.Kemorespetor, berada di medula dan tubuh karotis dan
aorta, sensitif terhadap perubahan dalam konsentrasi
oksigen, karbon dioksida, dan ion hidrogen ( pH ) dalam
darah.

Penurunan konsentrasi oksigen arteri atau pH menyebabkan


kenaikan refleksif pada tekanan, sementara kenaikan
konsentrasi karbon dioksida menyebabkan penurunan
tekanan darah. Perubahan-perubahan pada volume cairan
memengaruhi tekanan arteri sistemik.Dengan demikian
kelainan dalam transfornatrium dalam tubulus ginjal mungkin
menyebabkan hipertensi esensial.

Ketika kadar natriumdan air berlebih, volume total darah


meningkat dengan demikian meningkatkan tekanan darah.
Perubahan-perubahan patologis yang mengubah ambang
tekanan dimana ginjal mengekskresikan garam dan air
mengubah tekanan darah sistemik. Selain itu, produksi
hormon penahan natrium yang berlebihan menyebabkan
hipertensi.

b. Hipertensi sekunder

43
Banyak masalah ginjal, vaskular, neurologis, dan obat
makanan yang secara langsung dan tidak langsung
berpengaruh negatif terhadap ginjal dapat mengakibatkan
gangguan serius.Pada organ-organ ini eksresi natrium,
perfusi renal atau mekanisme renin angiostensin-aldosteron,
yang mengakibatkan naiknya tekanan darah dari waktu ke
waktu.

Glomerulonefritis dan stenosis arteri renal kronis adalah


penyebab yang paling umu dari hipertensi sekunder. Juga,
kelenjar adrenal dapat mengakibatkan hipertensi sekunder
jika ia memproduksi aldosteron, kortisol, dan katekolamin
berlebih. Kelebihan aldosteron mengakibatkan renal
menyimpan natrium dan air, memeperbanyak volume
darah, dan menaikkan tekanan darah.

Feokromositoma, tumor kecil di medula adrenal, dapat


mengakibatkan hipertensi, dramatis karena pernaasan
jumlah efinefrin dan noretinefrin ( disebut katekolamin )
yang berlebihan. Permasalahan adrenokorsikal lainnya
dapat mengakibatkan produksi kortikol berlebihan (
sindrom chusing ). Klien dengan sindrom chusing memiliki
80% resikopengembangan hipertensi.

Kortisol meninngkatkan tekanan darah dengan


meningkatnya simpanan natrium renal, kadar angiotensin
II, dan reaktifitas vskular terhadap norefinefrin. Stress
kronis meningkatkan kadar katekolamin, aldoteron, dan
kortisol dalam darah.

c. Perubahan pembuluh

44
Pada awal perjalanan perkembangan hipertensi, tidak ada
perubahan aptologis nyata pada pembluh dan organ darah
yang dapat dilihat selain dari elefasi intermiten tekanan
darah ( hipertensi labil ) dengan perlahan, penyebaran
perubahan patologis terjadi baik dalam pembuluh darah
kecil dan besar dan dijantung, ginjal, dan otak.

Pembuluh bessar, seperti aorta, arteri koroner, arteri


basilaris ke otak, dan pembuluh perifer pada organ tubuh,
menjadi sklerosis, berkelok, dan lemah.Luminannya
sempit, dengan hasil menhurunnya aliran darah ke jantung,
otak, dan ekstremitas bawah.

Oleh karena kerusakan berlanjut, pembuluh bessar


kemungkinan menjadi tersumbat atau mungkin terjadi
perdarahan, yang menyebabkan infark jaringan yang
disuplai oleh pembuluh yang dengan tiba-tiba telah diambil
darahnya.

Kerusakan pembulu kecil, sama berbahayanya,


mengakibatkan perubahan struktur jantung, ginjal, dan
otak. Elevasi TDD merusak lapisan intima pembuluh
kecil.Oleh karena kerusakan intima, fibrin terakumulasi
dipembuluh, edema lokal berkembang, dan penggumpalan
intravaskuler mungkin terjadi.Hasil akhir dari perubahan ini
adalah :
1) Penurunan suplai darah ke jaringan jantung, otak,
ginjal, dan retina;
2) Gangguan fungsional progresif organ-organ ini;
3) dan akhirnya, sebagai konsekuensi iskemia kronis,
infark jaringan yang disuplai oleh pembuluh.

45
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika
tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan dalam
kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a) Mengeluh sakit kepala, pusing
b) Lemas, kelelahan
c) Sesak nafas
d) Gelisah
e) Mual
f) Muntah
g) Epitaksis
h) Kesadaran menurun

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb / ht : untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap
volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan
faktor resiko seperti hipokoagulitas anemia.
2) Bun / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.

46
3) Glukosa : hiperglikemi (dm ) adalah pencetus hipertensi )
dapat diakibatkan oleh pengeluarin kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa menisyaratkan disfungsi
ginjal dan ada dm.
5) Ct scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
6) Ekg : dapat menunjukan pola regangan , dimana luas,
peninggian gelombang, p : adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
7) Iup : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu
ginjal, perbaikan ginjal
8) Photo dada : menunjukan distruksi kalsifikasi pada area
katub , pemebesaran jantung.

6. Komplikasi
Hubungan kenaikan tekanan darah dengan risiko pkv berlangsung
secara terus menerus, konsisten dan independen dari faktor-faktor
risiko yang lain. Pada jangka lama bila hipertensi tidak dapat turun
stabil pada kisaran target normo tensi pasti akan merusak organ-
organ terkait ( tod ).

Penyakit kardiovaskular utamanya hipertensi tetap menjadi


penyebab kematian tertinggi di dunia. Risiko komplikasi ini bukan
hanya tergantung pada kenaikan tekanan darah yang tereus
menerus, tetapi juga tergantung bertambahnya umur penderita.

7. Pencegahan
Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit,
juga bukan sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati
dengan obat farmasi, bukan target pengobatan hipertensi, tetapi
populasi pre hipertensi adalah kelompok yang berisiko tinggi untuk

47
menuju kejadian penyakit kardiovaskular. Di populasi usa,
menurut nhanes 1999-2000, insiden pre hipertensi sekitar 31%.

Populasi pre hipertensi ini diprediksi pada akhir nya akan menjadi
hipertensi permanen, sehingga pada populasi ini harus segera
dianjurkan untuk merubah gaya hidup ( lifestyle modification ) agar
tidak menjadi progresif ke tod.

Untuk mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk


menurunkan asupan garam sampai di bawah 1500 mg/hari. Diet
yang sehat ialah bilamana dalam makanan sehari-hari kaya dengan
buah-buahan segar, sayuran, rendah lemak, makanan yang kaya
serat ( soluble fibre ), protein yang berasal dari tanaman, juga harus
tidak lupa olah raga yang teratur, tidak mengkonsumsi alkohol,
mempertahankan berat badan pada kisaran bmi 18,5-24,9 kg/m2,
mengusahakan lingkar perut pada kisaran laki-laki < 102 cm ( asia
< 90cm ), wanita < 88cm ( asia < 80 cm ), harus tidak merokok
dimanapun/kapanpun.

a. Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati menurut chep


2011, bila kita berhasil menurunkan natrium dari 3500 mg ke
1700 mg, kita akan mendapat keuntungan berupa:
1) Hipertensi bisa berkurang sekitar 1 juta.
2) Pasien yang berkunjung ke dokter untuk mengobati
hipertensi bisa berkurang 5 juta.
3) Penghematan biaya pelayanan kesehatan 430 sampai 540
juta dolar us per tahun terkait menurunnya kunjungan ke
dokter, biaya obat dan laboratium untuk hipertensi.
4) Menyederhanakan jumlah obat anti hipertensi.
5) Penurunan penyakit kardiovaskular sampai 13%.

48
6) Penghematan biaya pelayanan kesehatan total sampai
lebih dari 1,3 milyar dolar us per tahun.

b. Nasihat untuk olah raga adalah sebagai berikut:


Frekuensi tujuh kali per minggu, intensitas moderate, waktu
sekitar 30-60 menit, tipe aktifitas kardiorespirasi seperti
berjalan, joging, bersepeda, berenang yang non kompetitif (
olah raga harus diberikan sebagai tambahan terhadap terapi
farmakologis ).

Studi trophy menunjukkan pengobatan pre hipertensi dengan


candesartan menurunkan hipertensi stage1 sampai dengan 66%
setelah dua tahun. Setelah obat dihentikan, dua tahun kemudian
risiko hipertensi stage1 turun 15,68%. Namun belum diuji
apakah pemberian candesartan pada pre hipertensi ini cukup
cost effective.

Whelton memberi strategi pencegahan hipertensi sebagai


berikut ialah dengan mengupayakan supaya pola kurva
distribusi hipertensi sebelum intervensi bergeser ke kurva
normo tensi sebelah kiri. Caranya memberikan pengobatan
yang lebih agresif secara individuil atau pada kelompok yang
disebut high risk hypertension ( tekanan darah tinggi , riwayat
keluarga dengan hipertensi, kelompok risiko tinggi, paparan
lingkungan yang meningkatkan kemungkinan hipertensi:
obesitas, diet tinggi garam, alkohol, inaktifitas fisik ).

8. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah dan Dapat Diubah


a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1) Riwayat keluarga

49
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu
pada seseorang dengan riwayat hipertensi keluarga,
beberapa gen mungkin berinteraksi dengan yang
lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan
tekanan darah naik dari waktu ke waktu.

Kecenderungna genetis yang membuat keluarga tertentu


lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungna
dengan peningkatan kadar natrium intraseluler dan
penurunan rasio kalsium natrium, yang lebih sering
ditemukan pada mnausia berkulit hitam.

2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50
tahun. Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia; 50-
60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki
tekanan darah lebih dari 140/90 mmhg. Penelitian
epidemiologi, bagaimana pun juga, telah menunjukkan
prognosis yang lebih buruk pada klien yang
hipertensinya mulai pada usia muda.

Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada


orang yang berusia lebih dari 50 tahun, dengan hampir
24% dari semua orang terkena pada usia 80 tahun.
Diantara orang dewasa,pembacaan tds lebih baik dari
pada tdd karena merupakan prediktor yang lebih baik
untuk kemungkinan kejadian di masa depan seperti
pada penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung,
dan penyakit ginjal.

50
3) Jenis kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-kira
usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hampir
sama antara usia 55 sampai 74 tahun; kemudian, setelah
usia 74 tahun wanita resiko lebih besar.

4) Etnis
Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka
kematian pada wanita berkulit putih dewasa dengan
hipertensi lebih rendah pada angka 4,7%; pria berkulit
putih pada tingkat rendah berikutnya yaitu 6,3% dan
pria berkulit hitam pada tingkat rendah berikutnya yaitu
22,5%; angka kematian tertinggi pada wanita berkukit
hitam pada angka 29,3%.

Alasan peningkatan prevalensi hipertensi dianta orang


berkulit hitam tidaklah jelas, akan tetapi
peningkatannya dikaitkan dengan kadar renin yang
lebih rendah,sensitifitas yang lebih besar terhadap
vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya
stress lingkungan.

b. Faktor-Faktor Resiko Yang Dapat Di Ubah :


1) Diabetes
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari 2 kali lipat
pada klien diabetes menurut beberapa studi penelitian
terkini. Diabetesmempecepat atreosklerosis dan
menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada
pembuluh darah besar.oleh karena itu hipertensi akan
menjadi diagnosis yang lazim pada

51
diabetes,meskipundiabetesnya terkontrol dengan
baik.ketik seorang klien diabetes di diagnosis dengan
hipertensi,keputusan pengobatan dan perawatan tidak
lanjut harus benar-benar individual dan agresif.

2) Stress
Stress meningkatkan resistansi vaskular perifer dan
curah jantung serta menstimulasi aktivitas sistem saraf
simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi dapat
berkembang. Stressor bisa banyak hal, mulai dari suara,
infeksi, peradangan, nyeri, berkurangnya suplai
oksigen,panas,dingin trauma, pengerahan tenaga
berkepanjangan, respon pada peristiwa kehidupan,
obesitas, usia tua, obat-obatan, penyakit, pembedahan
dan pengobatan medis dapat memicu respon stress.

Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang


sebagai ancaman atau dapat menyebabkan bahaya;
kemudian, sebuah respon psikopatologis "melawan-
atau-lari" ( fight or flight ) di prakarsai didalam tubuh.
Jika respon stress menjadi berlebihan atau
berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit
akan di hasilkan.

3) Obesitas
Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas ( tubuh
berbentuk apel ), dengan meningkatnya jumlah lemak
sekitar diagfragma, pinggang, dan perut, dihubungkan
dengan pengembangan hipertensi. Orang yang
berlebihan berat badan tetapi mempunyai kelebihan
paling banyak di pantat,pinggul, dan paha ( tubuh

52
berbentuk pear ) berada pada resiko jauh lebih sedikit
untuk pengembangan hipertensi sekunder dari pada
peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas
dengan faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindrom
metabolis, yang juga meningkatkan resiko hipertensi.

4) Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam
perkembangan hipertensi esensial.Paling tidak 40% dari
klien yang akhirnya terkena hipertensi atau sensitif
terhadap garam dan kelebihan garam mungkin menjadi
penyebab pencetus hipertensi pada individu ini.

Diet tinggi garam mungkin menyebabkan pelepasan


hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin
secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah.
Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme
vasovresor di dalam sistem saraf pusat ( ssp ).

3. Rhematoid Arthritis
1. Definisi
Reumatoid Arthritis adalah penyakit sistematik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya.Karakteristis Reumatoid Arthritis adalah
terjadinya kerusakan dan proliferasi pada membran sinovial, yang
menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
defomitas.Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam
memulai dan timbulnya penyekit ini. Pendapat lain mengatakan,
Reumatoid Arthritis adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyekit
jaringan penyambung difusi yang diperantarai oleh imunitas. (Ningsih,
2012)

53
Reumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit sistematik yang
bersifat progrsif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi
serta jaringan lunak.Reumatoid Arthritis adalah suatau penyakit
autoimun deimana secara simetris persendian mengalami peradangan
sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan sering
kali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Karakteristik
Reumatoid Arthritis adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir)
yang persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan
penyebaran yang simetris (Junaidi,2013)

Reumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial


yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai
sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Chairuddin, 2003)

Reumatoid Arthritis merupakan penyakit reumatik yang paling sering


terjadi, tetapi perubahan fisiologi, pengaruh pada individu, dan
penatalaksanaan penyakit kurang dikenal baik oleh praktisi selain
timreumatologi.

2. Penyebab
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang
ditemukan mengenai penyebab Reumatoid Arthritis, yaitu:
1) Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non-
hemolitikus
2) Endokrin
3) Autoimun
4) Metabolic
5) Factor genetic serta factor pemicu lingkungan

54
Pada saat ini, Reumatoid Arthritis diduga disebabkan oleh factor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II;
factor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme
mikroplasma atau group difteroid yang menghasilkan antigen kolagen
tipe II dari tukang rawan sendi penderita, kelainan yang dapat terjadi
pada suatu Reumatoid Arthritis yaitu:

1) Kelainan pada daerah artikuler


1) Stadium I (stadium sinovitis)
2) Stadium II (stadium destruksi)
3) Stadium III (stadium deformitas)
2) Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-
artikuler adalah :
1) Otot : terjadi miopati
2) Nodul subkutan
3) Pembuluh darah perifer: terjadi proliferasi tunika intima, lesi
pada pembuluh darah arteriol dan venosa
4) Kelenjar limfe: terjadi pembesaran limfe yang berasal dari
aloiran limfe sendi, hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas
sistem retikuloendotelial dan proliferasi yang mengakibatkan
splenomegali
5) Saraf: terjadi nekrosis fokal, reaksi epiteloid serta infiltrasi
leukosit
6) Visera

55
3. Perjalanan Penyakit

Reaksi faktor Rdengan Kekakuan sendi Hambatan mobilitas fisik


antibody, faktor
metabolic, infeksi
dengankecenderungan Reaksi peradangan Nyeri
virus

Synovial menebal Pannus Kurangnya informasi


tentang proses penyakit

Nodul Infiltrasi dalam Definisi pengetahuan


os.subcondria Ansietas

Deformitas sendi
Hambatan nutrisi pada
Kartilago nekrosis
kartilago artikularis

Gangguan body image


Kerusakan kartilago Erosi kartilago
dan tulang

Adhesis pada permukaan


Mudah luksasi dan Tendo dan ligament sendi
subluksasi melemah

Hilangnya kekuatan Ankilosis fibrosa


Resiko cidera
otot

Keterbatasan gerak sendi Kekuatan sendi Ankilosis tulang

Deficit perawatan diri Hambatan mobilitas


fisik
56
Kerusakan kartilago yang disebabkan inflamasi yang memicu
respons imun lebih lanjut, termasuk aktivitas komplemen.Pada
gilirannya, sel komplemen menarik leukosit polimorfonuklear dan
menstimulasi pelepasan mediator inflamsi yang memperburuk
kerusakan sendi

4. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda inflamasi artikular, yang sering disertai dengan faktor
ekstraartikular dan konstitusional, menunjukkan awitan AR. Efek
emosional tambahan AR bervarisi di antara pasien dan sepanjang
waktu.

Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid.Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi
bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris.Tetapi
kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis
rheumatoid mono-artikular (Chairuddin, 2003).
Stadium Artritis rheumatoid menurut Chairuddin(2003), adalah
sebagai berikut:
a) Stadium Awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia.
Gejala lokal yang berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan
gerak pada sendi matakarpofalangeal.
Pemeriksaan Fisik : tenosinofitas pada daerah ekstensor
pergelangan tangan dan fleksor jarijari. Pada sendi besar
(mosalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa
pembengkakan nyeri serta tanda-tanda efusi sendi.
b) Stadium Lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanan,
selanjutnya timbul/ketidakstabilan sendi akibat rupture

57
tendo/ligament yang menyebabkan deformitas theumatoid yang
khas berupa devisa ulnar jari-jari, devisa radial/voral pergelangan
tangan serta valgus lutut dan kaki

5. Pencegahan reumatik
a. Hindari kegiatan tersebut apabil sendi sudah terasa nyeri,
sebaiknya berat badan diturunkan sehingga kegemukan
mengakibatkan beban pada sendi lutut atau tulang pinggul terlalu
berat
b. Istirahat yang cukup pakailah kaos kaki atau serung tangan
sewaktu tidur pada malam hari dan kurangi aktivitas berat secara
perlahan lahan
c. Hindari makanan dan segala sesuatu secara berlebihan atau
terutama segala sesuatu yang mencetus reumatik.
d. Kurangi makanan yang kaya akan daging, jeroan, usus, hati,
ampela.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Faktor reumatoid, fiksasi lateks, reaksi-reaksi aglutinasi
b. Laju endap darah: umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h)
mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
c. Prtein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi
d. Sel darah putih : meningkat pada wkatu timbul proses inflamsi
e. Hemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang
f. Ig (Ig M dan IgG); peningkatan besar menunjukkan proses
autoimun sebagai penyebab AR
g. Sina x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringann lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista

58
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
h. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
i. Artroskopi langsung, Aspirasi cairan sinovial
j. Biopsi membran sinvial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas

4. Penyakit Lainnya
ISPA
1. Definisi
Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur
yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut.Infeksi adalah masuknya
mikro organisme ke dalam tubuh manusia dan berkembangbiak
sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernafasan adalah organ
yang mulai dari hidung, hingga ke alveoli beserta organ adneksanya
(sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura) sedangkan infeksi akut
adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari walaupun
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat
berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya pertusis. Dengan demikian
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung
sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan
berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes RI,2003).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mulai diperkenalkan pada


tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di
Cipanas.Istilah ini berasal dari bahasa inggris yaitu Acute Respiratory
Infections (ARI).ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu
bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya,

59
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Syafrudin, Damayani
& Delmaifanis, 2011).

2. Gejala
Gejala atau gambaran klinis saluran pernafasan akut bergantung pada
tempat infeksi serta mikro organisme penyebab infeksi. Semua
manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya
kerusakan langsung akibat mikroorganisme.

Manifestasi klinis menurut Elizabeth(2009), antara lain sebagai


berikut:
a. Batuk
b. Bersin
c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung serta turun ke
tenggorokan
d. Demam derajat ringan
e. Malaise (tidak enak badan)

3. Klasifikasi Penyakit ISPA


Klasifikasi penyakit ISPA menurut Widoyono (2008) Terdiri dari:
a. Bukan pneumonia, mencakup kelompok pasien balita dengan batuk
yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan
tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
arah dalam. Contohnya common cold, faringitis, tonsilitis dan
otitis.
b. Pneumonia, didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas.
c. Pneumonia berat, didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai sesak nafas atau tarikan dinding dada
bagian bawah ke arah dalam.

60
4. Penatalaksanaan Pada ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasusyang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan
antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit
ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian
makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA . Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau
tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) :
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak
tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas),
untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya.
Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak.Bila
baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada.Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak
harus dibuka sedikit.Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop
penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
b. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

61
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa
napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia..
c. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic
parenteral, oksigendan sebagainya.
2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata
dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,
dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotic (penisilin) selama 10
hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya.
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2

62
bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan
4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet
dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur
dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

5. Pencegahan Penyakit ISPA


Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan
(healthpromotion) dan pencegahan khusus (specific protection) terhadap
penyakit tertentu. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan menurut
Budiarto (2001) yaitu:
Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-
hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan
penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI
Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan
anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya
rokok.

a. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi


angka kesakitan (insiden) pneumonia.
b. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi
vitamin A.
c. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir
rendah.
d. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

63
6. Teori Simpul
Patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan kedalam
suatu model atau paradigma.Paradigma tersebut menggambarkan suatu
hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi
bahaya penyakit dengan manusia.Dengan mempelajari patogenesis
penyakit, kita dapat menentukan pada titik mana atau simpul mana kita
bisa melakukan pencegahan. Patogenesis penyakit dalam perspektif
lingkungan dan kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul
(Ahmadi,2008).

Patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan menurut


Ahmadi(2008) dapat diuraikan dalam 5 simpul yaitu:
a. Simpul I yaitu sumber penyakit.
b. Simpul II yaitu media tansmisi penyakit.
c. Simpul III yaitu perilaku pemajanan/ Biomarker.
d. Simpul IV yaitu kejadian penyakit.
e. Simpul V yaitu semua variabel yang memiliki pengaruh
terhadap keempat simpul tersebut misalnya iklim, dll.
5. Pelayanan Kesehatan Pengertian posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan
peayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategi dalam mengembangkan sumber daya
manusia sejak dini(Mubarak, 2009).

Posyandu merupakan lembaga yang paling baik dan paling dekat


dengan masyarakat, sehingga ideal untuk diterapkan dinegara
Indonesia. Dengan lembaga yang sudah ada mereka dapat berkreasi
ari sudut apa saja(Mubarak, 2009).

64
2. Tujuan posyandu
Tujuan pokok pelayanan terpadu adalah mempercepat penurununan
angka kematian ibu dan anak, meninggkatkan pelayanan kesehatan
ibu untuk menurunkan IMR, mempercepat penerimaan NKKBS,
meninggkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan, dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang
peningkatan kemampuan hidup sehat pendekatan dan pemerataan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk
berdasarkan letak geografis(Mubarak, 2009).
3. Sasaran posyandu
Sasaran dalam pelayanan posyandu antara lain : bayi berusia kurang
dari 1 tahun, anak balita usia 1 sampai 5 tahun, ibu hamil, ibu
menyusui, ibu nifas, serta wanita usia subur.
d. Kegiatan posyandu
1) Lima kegiatan posyandu (panca krida posyandu)
a) Kesehatan ibu dan anak
b) Keluarga berencana
c) Imunisasi
d) Peningkatan gizi
e) Penanggulangan diare
2) Tujuh kegiatan posyandu (sapta krida posyandu)
a) Kesehatan ibu dan anak
b) Keluarga berencana
c) Imunisasi
d) Peningkatan gizi
e) Penanggulangan diare
f) Sanitasi dasar
g) Penyediaa obat sensual

65
e. Pembentukan posyandu
Posyandu dibentuk dari pos-pos, seperti : pos penimbangan balita, pos
imunisasi,pos keluarga berencana desa, dan pos kesehatan.
f. Persyaratan pembentukan posyandu
Penduduk RW setempat dengan criteria paling sedikit terdapat 100
orang balita, terdiri atas 120 kepala keluarga, disesuaikan dengan
kemampuan petugas (bidan desa), jarak antara kelompok rumah, serta
jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh
g. Alasan pendirian posyandu
Alasan penderian posyandu adalah sebagai berikut.
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan, khususnya
dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan
pelayanan KB
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat,
sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya
dalam bidang kesehatan keluarga berencana.
h. Penyelenggara posyandu menurut Mubarak(2009), adalah sebagai
berikut:
1) Pelaksanaan kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah
dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan
puskesmas.
2) Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua
RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan
informal, serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.
9. Lokasi atau letak posyandu
Lokasi posyandu hendaknya ditempat yang mudah didatangi oleh
masyarakat, yang ditentukan oleh masyarakat sendiri.Letak posyandu
bisa merupakan lokasi tersendri, bila tidak memungkinkan, dapat

66
dilaksanakan dirumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW, atau pos
lainnya.

10. Pelayanan kesehatan yang dijalankan

Berikut ini pelayanan kesehatan yang terdapat dalam posyandu.

1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita


 Penimbangan bulanan
 Pemberian makanan tambahan bagi yang berat badanya
kurang.
 Imunisasi bayi 3-14 bulan
 Pemberian oralit untuk menanggulangi diare.
 Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
2) Pemeriksaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan
usia subur
 Pemeriksaan kesehatan umum
 Pemeriksaan kehamilan dan nifas
 Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin
dan pil penambah darah
 Imunisasi TT untuk ibu hamil.
 Penyuluhan kesehatan dan KB
3) Pemberian alat kontrasepsi KB.
4) Pemberian oralit pada ibu yang terkena penyakit diare.
5) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
6) Pertolongan pertama pada kecelakaan.
11. Posyandu balita
Tugas-tugas kader posyandu dalam rangka menyelenggarakan
posyandu dibagi tiga kelompok, yaitu :
1) Tugas sebelum hari buka posyandu atau disebut juga tugas pada
hari H-posyandu;

67
2) Tugas pada hari buka posyandu atau disebut juga tugas pada
hari H posyandu;
3) Tugas setelah hari buka posyandu atau disebut juga pada
H+posyandu

Berikut ini tugas kader pada hari H-atau saat persiapan hari buka
posyandu:

1) Menyiapkan alat dan bahan, meliputi : alat penimbangan


bayi,KMS, alat peraga,alat pengukur LLA, obat-obatan yang
dibutuhkan (pil besi,vitamin A,oralit)dan bahan materi
penyuluhan.
2) Mengundang dan menggerakkan masyarakat, yaitu member tahu
ibu-ibu untuk datang ke posyandu.

Prinsip dasar

Prinsip dasar posyandu diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat


perpaduan antara pelayanan professional dan non-profesional
(oleh masyarakat).
2. Adanya kerja sama lintas program yang baik
(KIA,KB,gizi,imunisasi,penanggulangan diare) maupun lintas
sektoral (departemen kesehatan RI dan BKKBN).
3. Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok atau pos
timbang, pos imunisasi, pos kesehatan, dan lain-lain)
4. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (bayi 0-1 tahun, anak
balita 1-4 tahun, ibu hamil, PUS)
5. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan
pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) atau primary
health care (PHC).
12. Persiapan social

68
Persiapan masyarakat sebagai pengelola dan peaksana posyandu serta
masyarakat umum sebagai pemakaian jasa posyandu.

13. Langkah-langkah pembentukan

Langkah-langkah pembentukan posyandu balita adalah sebagai


berikut.

1) Perumusan masalah
a) Survey mawas diri
b) Penyajian hasil survey (loka karya mini)
2) Perencanaan pemecahan masalah
a) Kaderisasi sebagai peaksanaan posyandu.
b) Pembentukan pengurus sebagai pengelola posyandu
c) Menyusun rencana kegiatan posyandu.
3) Pelaksanaan kegiatan
a) Kegiatan diposyandu sekali sebulan atau lebih.
b) Pengumpulan dana sehat.
c) Pencatatan dan laporan kegiatan posyandu.
4) Evaluasi
a) Evaluasi hasil kegiatan sedang berjalan.
b) Evaluasi hasil kegiatan sesuai dengan batas waktu yang
telah ditetapkan.

14. Pelaksanaan

Pelaksanaan posyandu melibatkan petugas dari puskesmas, petugas


BKKBN sebagai penyelenggara pelayanan professional, serta peran
serta masyarakat secara aktif dan positif sebagai penyelenggara
pelayanan non-profesional terpada dalam ragka alih teknologi dan
swakelola masyarakat.

Dari segi masyarakat :

69
1) Kegiatan swadaya masyarakat yang diharapkan dengan adanya
kader kesehatan.
2) Perencanaan melalui musyawarah masyarakat desa.
3) Pelaksanaannya melalui system lima meja.

Daerah juga mulai kreatif dalam mengombinasikan program


posyandu, tidak semata-mata kegiatan penimbangan balita dan PMT,
terapi posyandu mulaidigabungkan dengan kegiatan pendidikan anak
dini usia (PADU) atau simpan pinjam untuk kegiatan enkonomi
produktif, kemudian kegiatan tersebut lebih dikenal dengan nama
posyandu terpadu.

F. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan


1. PHBS
PHBS merupakan kependekan dari Pola Hidup Bersih dan Sehat.
Sedangkan pengertian PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh
anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta
memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat (Kemenkes, 2010)
2. Indikator Operasional PHBS
Menurut Permenkes (2011) pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan
untuk mewujudkan Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah
rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS dan 3 indikator gaya
hidup sehat, sebagai berikut :
a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya)
b. Bayi diberi ASI eksklusif
Bayi 0 – 6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan.
c. Penimbangan bayi dan balita

70
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan
balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi
gizi kurang atau gizi buruk.
d. Mencuci tangan dengan air sabun
1) Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab penyaki. Bila digunakan, kuman beroindah ke tangan. Pada
saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bias
menimbulkan penyakit.
2) Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa
sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
e. Menggunakan air bersih
Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,
berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci
pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit
atau terhindar dari penyakit.
f. Menggunakan jamban sehat
Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa
dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung
akhir.
g. Rumah bebas jentik
Rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak
terdapat jentik nyamuk.

Rumah Sehat
1. Definisi
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan.Rumah berfungsi sebagai
tempat untuk melepas lelah, tempat bergaul dan membina rasa
kekeluargaan di antara anggota keluarga serta sebagai tempat berlindung
dan menyimpan barang berharga.Selain itu, rumah juga merupakan status
lambang sosial (Mukono, 2000).

71
Menurut Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1992 menjelaskan bahwa
rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area
sekitarnya yang dipakai sebagai tempa ttinggal dan sarana pembinaan
keluarga. Menurut WHO (2004), rumah adalah struktur fisik atau
bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk
kesehatan keluarga dan individu.

Rumah sehat adalah rumah idaman.Rumah sehat adalah kondisi fisik,


kimia, biologi di dalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan
penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar
penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas
(Syafrudin, Damayani & Delmaifanis, 2011).

Sedangakn menurut Kepmenkes No 829/ Menkes/SK/VII/1999 Rumah


sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria minimal akses air minum,
akses jamban sehat, lantai, ventilasi dan pencahayaan.

Jadi rumah sehat merupakan rumah yang memenuhi kriteria seperti


kondisi fisik, kimia, biologi yang dapat memungkinkan penghuni
bernaung, berlindung dan beristirahat serta dapat memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.

2. Kriteria rumah sehat


Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa prinsip standar rumah sehat.
Prinsip ini dapat dibedakan atas dua bagian :
a. Yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan, terdiri atas :
1) Perlindungan terhadap penyakit menular, melalui pengadaan
air minum, sistem sanitasi, pembuangan sampah, saluran air,

72
kebersihan personal dan domestik, penyiapan makanan yang
aman dengan struktur rumah yang aman dengan memberi
perlindungan.
2) Perlindungan terhadap trauma/benturan, keracunan dan
penyakit kronis dengan memberikan perhatian pada struktur
rumah, polusi udara rumah, polusi udara dalam rumah,
keamanan dari bahaya kimia dan perhatian pada pnggunaan
rumah sebagai tempat bekerja.
3) Stress psikologi dan sosial melalui ruang yang adekuat,
mengurangi privasi, nyaman, memberi rasa aman pada
individu, keluarga dan akses pada rekreasi dan sarana
komunitas pada perlindungan terhadap bunyi.
b. Berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan
kesehatan terdiri atas :
1) Informasi dan nasehat tentang rumah sehat dilakukan oleh
petugas kesehatan umumnya dan kelompok masyarakat melalui
berbagai saluran media dan kampanye.
2) Kebijakan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perumahan
harus mendukung penggunaan tanah dan sumber daya
perumahan untuk memaksimalkan aspek fisik, mental dan
sosial.
3) Pembangunan sosial ekonomi yang berkaitan dengan
perumahan dan hunian harus didasarkan pada proses
perencanaan, formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik dan
pemberian pelayanan dengan kerjasama intersektoral dalam
manajemn dan perencanaan pembangunan, perencanaan
perkotaan dan penggunaan tanah, standar rumah, disain, dan
konstruksi rumah, pengadaan pelayanan bagi masyarakat dan
monitoring serta analisis situasi secara terus menerus.

73
4) Pendidikan pada masyarakat profesional, petugas kesehatan,
perencanaan dan penentuan kebijakan akan pengadaan dan
penggunaan rumah sebagai sarana peningkatan kesehatan.
5) Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tingkat melalui
kgiatan mandiri diantara keluarga dan perkampungan.

Menurut Depkes RI (2002), indikator rumah yang dinilai adalah


komponen rumah yang terdiri dari : langit-langit, dinding, lantai,
jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi,
dapur dan pencahayaan dan aspek perilaku. Aspek perilaku penghuni
adalah pembukaan jendela kamar tidur, pembukaan jendela ruang
keluarga, pembersihan rumah dan halaman.

3. Syarat rumah sehat


Persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai
berikut:
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, seperti :

1) Debu total tidak lebih dari 150 μg m3.

2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam

3) Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan


berkembangnya mikroorganisme patogen.

4. Komponen rumah
Menurut Syafrudin, Damayani & Delmaifanis (2011), Komponen
rumah harus memiliki persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :
a. Lantai

74
Kedap air dan mudah dibersihkan, harus cukup kuat untuk
manahan beban di atasnya. Ada berbagai jenis lantai rumah seperti
dari semen atau ubin, keramik atau cukup tanah biasa yang di
padatkan. Syarat yang penting adalah tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan
berdebu merupakan sarang penyakit.

b. Dinding

1) Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana


ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

2) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan


mudah dibersihkan.

c. Atap
Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan. Atap genteng umum dipakai baik di daerah perkotaan
maupun di pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah
tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian banyak
masyarakat pedesaan yang tidak mampu menggunakan atap
genteng, maka atap daun rumbia atau daun kelapa yang digunakan.

d. Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap
segar. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya o2
didalam rumah yang berarti kadar co2 yang bersifat racun bagi
penghuninya meningkat. Disamping itu kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena

75
terjadi proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Luas ventilasi
alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Fungsi
kedua adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri
terutama bakteri patogen. Fungsi lainnya untuk menjaga agar
ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban yang optimum.

5. Sarana sanitasi
a. Penyediaan Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang syaratnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum yang
berasal dari penyediaan air minum (Dep Kes RI,2002).

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber
air bagi penghuni rumah untuk digunakan bagi penghuni rumah
yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Yang perlu
diperhatikan antara lain:
1) Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran (seperti
septik tank, tempat pembuangan sampah, air limbah) minimal
10 meter.
2) Pada sumur gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat
kedap air,yaitu dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur
3) Penampungan air hujan pelindung air, sumur artesis atau
terminal air atau perpipaan/kran atau sumur gali terjaga
kebersihannya dan dipelihara rutin.

Jumlah air untuk keperluan rumah tangga per hari per kapita
tidaklah sama pada tiap negara. Pada umumnya dapat dikatakan
dinegara-negara yang sudah maju jumlah pemakaian air per hari

76
per kapita lebih besar dari pada negara-negara yang sedang
berkembang.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


416/Menkes/Per/IX/1990, Air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak.Air bersih didapat
dari sumber mata air yaitu air tanah, sumur, air tanah dangkal,
sumur artetis atau air tanah dalam. Air bersih ini termasuk
golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air
minum.

Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan


bakterinya menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No.
1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK Pedoman Kualitas Air Tahun
2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut:
1) Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total koliform
kurang dari 50
2) Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung koliform
51-100
3) Air bersih kelas C kategori jelek mengandung koliform 101-
1000
4) Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung koliform
1001-2400
5) Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung
koliform lebih 2400.
b. Penggunaan Jamban
Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang dilaksanakan
secara tidak layak tanpa memenuhi persyaratan sanitasi dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran tanah dan sumber-sumber
penyediaan air. Disamping itu, juga akan dapat memberi

77
kesempatan bagi lalat-lalat dari species tertentu untuk bertelur,
bersarang, makan bahan tersebut, serta membawa infeksi, menarik
hewan ternak, tikus serta serangga lain yang dapat menyebarkan
tinja dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak dapat
ditolerir.

Atas dasar hal tersebut, maka perlu dilakukan penanganan


pembungan tinja yang memenuhi persyaratan sanitasi.Tujuan
dilakukannya pembuangan tinja secara saniter adalah untuk
menampung serta mengisolir tinja sedemikian rupa sehingga dapat
tercegah terjadinya hubungan langsung maupun tidak langsung
antara tinja dengan manusia, dan dapat dicegah terjadinya
penularan faecal borne diseases dari penderita kepada orang yang
sehat, maupun pencemaran lingkungan pada umumnya.

1) Adapun persyaratan sarana pembuangan tinja yang baik dan


memenuhi syarat kesehatan adalah:
a) Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan.
b) Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
masuk ke mata air atau sumur.
c) Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan.
d) Excreta tidak dapat dijangkau oleh lalat atau kuman.
e) Tidak terjadi penanganan Excreta segar. Apabila tidak
dapat dihindarkan, harus ditekan seminimal
mungkin.Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak
sedap.
f) Metode yang digunakan harus sederhana serta murah
dalam pembangunan dan penyelenggaraannya.

2) Cara pembuangan tinja yang dianjurkan dari aspek kesehatan


lingkungan,antara lain:

78
a) Kakus Cubluk (pit privy)
b) Kakus cair (agua privy)
c) Kakus leher angsa atau angsa trine

3) Menurut Notoatmodjo (2003), yang dimaksud dengan jamban


adalah suatubangunan yang diperlukan untuk membuang tinja
atau kotoran manusia. Ada tigakelompok teknik pembuangan
tinja dengan sistem jamban, yaitu:
a) Tehnik yang menggunakan jamban tipe utama
- Jamban cubluk (pit privy) ialah jamban yang terdiri dari
lubang tanah yang digali dengan tangan, dilengkapi
dengan lantai tempat jongkok, dan dibuat rumah jamban
di atasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi dan
menyimpan tinja manusia sedemikian rupa sehingga
bakteri yang berbahaya tidak dapat berpindah ke inang
yang baru.
- Jamban air (agua privy) ialah jamban yang terdiri dari
sebuah tangki berisi air, di dalamnya terdapat pipa
pemasukan tinja yang tergantung pada lantai jamban.
Tinja dan air seni jatuh melalui pipa pemasukan ke
dalam tangki dan mengalami dekomposisi anaerobik.
- Jamban leher angsa (angsa trine) atau jamban tuang
siram yang menggunakan sekat air ialah Jamban yang
terdiri dari lantai beton yang dilengkapi leher angsa, dan
dapat langsung dipasang diatas lubang galian, lubang
hasil pengeboran, atau tangki pembusukan. Dengan
adanya sekat air pada leher angsa, lalat tidak dapat
mencapai bahan yang terdapat pada lubang jamban, dan
bau tidak dapat keluar dari lubang itu.

79
b) Tehnik yang menggunakan jamban tipe yang kurang
dianjurkan
- Jamban bor (bored-hole latrin) merupakan variasi dari
jamban cubluk yang lubangnya dibuat dengan
caradibor. Lubangnya mempunyai penampang
melintang yang lebih kecil, dengan diameter sama
dengan diameter mata bor yang digunakan dan lebih
dalam.
- Jamban keranjang (bucket latrine), atau jamban kotak,
atau kaleng yaitu tinja ditampung sementara kemudian
dibuang ketempat pembuangan. Penggunaan jamban
keranjang memungkinkan penanganan tinja segar,
akibatnya menarik lalat dalam jumlah besar, selalu ada
bahaya terjadinya pencemaran tanah, air permukaan, air
tanah, menimbulkan bau dan pemandangan yang tidak
sedap.
- Jamban parit (trench latrine) yaitu Jamban dengan
lubang diatas tanah biasanya berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 30 x 30 cm dan kedalaman 40 cm.
Tanah galian ditumpuk disekitar lubang dan
dimanfaatkan untuk menutup tinja yang telah dibuang.
- Jamban gantung (overhung privy) ialah jamban yang
dipasang diatas kedalam air sedemikian rupa sehingga
dasarnya tidak akan pernah kelihatan pada musim
kering atau pasang surut.

c) Tehnik yang menggunakan jamban untuk situasi khusus.


- Jamban kompos (compost privy) yaitu jamban tempat
penampunggan tinja yang memiliki dua atau lebih
lubang penampungan, dan dicampur dengan sampah
organik (jerami, limbah dapur, potongan rumput dan

80
sebagainya), yang produk akhirnya dapat digunakan
untuk pupuk.
- Jamban kimia (chemical toilet) yaitu jamban yang
terdiri dari sebuah tangki logam yang berisi larutan soda
kaustik. Tempat duduk atau tempat jongkok dengan
penutupnya ditempatkan langsung diatas tangki. Tangki
dilengkapi dengan pipa ventilasi yang ujungnya
menjorok sampai ke atas atap rumah.
- Jamban kolam yaitu bentuk jamban dengan
memanfaatkan tinja yang dibuang secara langsung ke
air untuk makanan ikan yang dipelihara.
- Jamban gas bio yaitu jamban yang terdiri dari rumah
jamban, tangki pencerna, penampung gas dan sistem
perpipaan untuk menyalurkan gas bio dari tangki
pencernaan ke penampungan gas dan dari penampungan
gas ke tempat pemakaian gas (kompor, alat penerangan,
dan sebagainya). Jamban gas bio ini selain dapat
dimanfaatkan untuk bahan bakar juga menghasilkan
kompos untuk menyuburkan tanaman

4) Jamban keluarga sehat menurut Depkes RI,(2002), adalah


jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang
penampungan berjarak 10 – 15 meter dari sumber air
minum
b) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamak oleh serangga
maupun tikus.
c) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok agar
tidak mencemari tanah disekitarnya.
d) Mudah dibersihkan dan aman penggunaanya

81
e) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air
dan berwarna terang.
f) Cukup penerangan.
g) Lantai kedap air.
h) Ventilasi cukup baik
i) Tersedia air dan alat pembersih

6. Sarana pembuangan sampah


Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah
dengan metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi
mengganggu kesehatan lingkunga atau kesehatan masyarakat.Ada
dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan
sampah solid waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal
(pembuangan akhir) (Sarudji. D,2006).

Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman menurut


Sarudji(2006) yang perlu diperhatikan adalah:
a. Penyimpanan setempat (onsite storage)
Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak
bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya
serta tidak menimbulkan bau.Oleh karena itu persyaratan
kontainer sampah harus mendapatkan perhatian.
b. Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah
juga tergantung pada pengumpulan sampah yang
diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus
kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real
estate misalnya.Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan
sampah ke tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi
kebersihan lingkungan pemukiman.

82
Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan
sumber makanan lalat dan tikus.Lalat merupakan salah satu vektor
penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti Thypus
abdominalis, Cholera.Diare dan Dysentri (Sarudji, 2006).

7. Pembuangan Air Limbah


Air limbah adalah air yang tidak bersih mengandung berbagai zat
yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan,
dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia.sumber air limbah
yang lazim dikenal adalah :
a. Berasal dari rumah tangga misalnya air, dari kamar mandi,
dapur.
b. Berasal dari perusahaan misalnya dari hotel, restoran, kolam
renang
c. Berasal dari industri seperti dari pabrik baja, pabrik tinta dan
pabrik cat
d. Berasal dari sumber lainnya seperti air tinja yang tercampur air
comberan, dan lain sebagainya.

8. Penerapan Rumah Sehat


Penerapan rumah sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai
faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya.
Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis
pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi, bangunan,
kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan
rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah
rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang
memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta
pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya (Soedjajadi,
2002).

83
Bertitik tolak dengan teori di atas, maka penerapan rumah sehat
dapat dilihat dari keadaan rumah tersebut.Menurut American
Public Health Association (APHA) Rumah yang sehat menurut
harus memenuhi empat persyaratan yang dianggap pokok. Empat
syarat tersebut menurut Depkes RI(2002) adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis
1) Memepertahankan temperatur lingkungan untuk
menjaga keseimbangan pengeluaran panas tubuh dan
kelembaban ruangan.
2) Membuat ketentuan tentang kadar pengotoran udara
yang diperkenankan oleh bahan-bahan kimia.
3) Tentang illuminasi cahaya siang yang cukup.
4) Ketentuan tentang direct sunlight yang diperkenankan.
5) Ketentuan tentang cahaya buatan yang cukup baik.
6) Perlindungan terhadap gangguan suara/keributan yang
berlebihan.
7) Adapun lapangan terbuka untuk olah raga, rekreasi dan
tempat anak-anak bermain.

b. Memenuhi Kebutuhan Pisikologis


1) Ketentuan-ketentuan tentang privacy yang cukup bagi
setiap individu.
2) Kebebasan dan kesempatan bagi setiap keluarga yang
normal.
3) Kebebasan dan kesempurnaan hidup bermasyarakat.
4) Fasilitas yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan
tanpa menyebabkan kelelahan fisik dan mental
5) Fasilitas-fasilitas untuk mempertahankan kebersihan
rumah dan lingkungan.
6) Ketentuan tentang kenyamanan dirumah dan sekitarnya.

84
7) Membuata indeks standar standar sosial dari masyarakat
yang secara lokal.

c. Perlindungan terhadap penularan penyakit


1) Penyediaan air sehat bagi setiap penduduk
2) Ketentuan tentang perlindungan air minum dari
pencemaran
3) Ketentuan tentang fasilitas pembuangan kotoran (
Jamban)
4) Melindungi interior rumah terhadap sewage
contamination
5) Menghindarkan insanitary condition sekitar rumah
6) Ketentuan tentang “Space” dikamar tidur
7) Menghindarkan adanya sarangan tikus dan kutu busuk
dalam rumah

d. Terhindar dari kecelakaan


1) Membuat kontruksi rumah yang kokoh untuk
menghindarkan ambruk.
2) Menghindarkan bahaya kebakaran
3) Mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan jatuh
dan kecelakaan lainnya
4) Perlindungan terhadap Electrical shock
5) Perlindungan terhadap bahaya keracunan oleh gas
6) Menghindarkan bahaya-bahaya lalulintas kendaraan

e. Menurut Depkes RI (2002), suatu rumah dikatakan sehat


apabila:
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain
pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup,
terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

85
2) Memenuhi kebutuhan psikologis antara lainprivacy
yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota dan
penghuni rumah.
3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit
antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih,
penglolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas dari
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup
sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.
4) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya
kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar
maupun dalam rumah antara lain persyaratan jalan,
komponen yang tidak roboh, tidak mudah terbakar, dan
tidak cenderung membuat penghuninya jatuh
tergelincir.
6. Rokok
2. Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang 70 hingga 120
mm (bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm. Didalamnya berisi
daun-daun tembakau yang telah dicacah. Untuk menikmatinya salah
satu ujung rokok dibakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat
dihirup lewat mulut pada ujung lain (Fajar Rahmat, 2011).

Hubungan rokok dengan kesehatan, yaitu rokok mengandung zat


berbahaya bernama nikotin. Zat ini berasal dari daun tembakau yang
merupakan bahan baku utama rokok. Pada saat orang menghisap
rokok, asap yang mengandung nikotin masuk ke dalam tubuh dan
mencemari paru-parunya. Nikotin merupakan zat yang dapat membuat
seorang perokok kecandunan.

86
Rokok adalah silinder dari kertas berkuruan panjang 70 hingga 120
mm (bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm. Di dalamnya berisi
daun-daun tembakau yang telah dicacah. Untuk menikmatinya salah
satu ujung rokok dibakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat
dihirup lwat mulut pada ujung lain

3. Jenis-jenis Rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan
atas ada atau tidaknya filter bahan pembungkus rokok, dan bahan baku
atau isi rokok
a. Rokok berdasarkan ada atau tidaknya filter
1) Rokok filter ialah rokok yang memiliki penyaring.
Fungsinya untuk menyaring nikotin, salah satu zat
berbahaya yang terkandung dalamrokok. Filter itu terbuat
dari busa serabut sintesis
2) Rokok tidak berfilter. Rokok yang satu ini pada kedua
ujungnya tidakterdapat busa serabut sintesis. Dengan
demikian, semua zat berbahaya leluasa masuk ke tubuh
penikmatnya

b. Rokok berdasarkan bahan pembungkus


1) Klabot
Rokok klabot ialah rokok yang bahan pembungkusnya
daun jagung yang dikeringkan. Daun jagung itu diisi
dengan irisan tembakau yang sudah kering serta bahan-
bahan lain yang dapat menambah cita rasa rokok
2) Kawung
Rokok kawung ialah rokok yang bahan pembungkusnya
daun aren yang sudah dikeringkan terlebih dahulu. Daun
aren itu kemudian diisi dengan irisan tembakau yang sudah

87
kering serta bahan-bahan lain seperti cengkeh atapun
kemenyan
3) Sigaret
Sigaret inilah yang dimaksud orang sebagai rokok pada
umumnya yakni rokok yang dibungkus dengan kertas
4) Cerutu
Cerutu ialah rokok yang bahan pembungkusnya daun
tembakau itu kemudian diisi pula dengan irisan tembakau

c. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi


1) Rokok putih
Rokok putih ialah rokok yang bahan baku atau isinya
hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan
efek rasa dan aroma tertentu
2) Rokok kretek
Rokok kretek ialah rokok yang bahan baku atau isinya
daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok kretek
ini pada umumnya tidak menggunakan filter
3) Rokok klembak
Rokok klembak ialah rokok yang bahan baku atau isinya
berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang
diberu saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu

4. Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok


Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok adalah sebagai berikut:
a. Akrolein

88
Zat berbentuk cair tidak berwarna. Pada dasarnya zat ini
mengandung alkohol yang pasti sangat menggangu kesehatan
b. Karbon monoksida
Gas yag tidakberbau ini dihasilkan dari pembakaran unsur zat
karbob yang tidak sempurna. Jika karbon monoksida ini masuk ke
tubuh dan dibawa oleh hemoglobin ke dalam otot-otot tubuh,
seseorang akan mengalami kekurangan oksigen
c. Nikotin
Cairan berminyak ini tidak berwarna.Zat ini bisa menghambat rasa
lapar. Jadi seseorang yang menghisap rokok tidak akan merasa
lapar
d. Amonia
Gas ini tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan hidrogen serta
memiliki bau yang sangat tajam dan merangsang.Zat ini
sangatcepat memasuki sel-sel tubuh. Suntikkan sedikit saja pada
aliran darah akan membuat seseorang pingsan atau koma
e. Tar. Zat ini adalah racun bagi tubuh
f. Insektisida. Zat ini sangat beracun dna pada umunya banyak
digunakan untuk membunuh serangga
g. Polycyclic. Zat ini menyerang paru-paru dan menyebabkan kerusan
yang fatal bagi perokok aktif
h. Carsinogens.
i. Asap yang dihasilkan dari pembakaran tembakau dan kertas sigaret
mengandung beragam zat kimiawi yang sangat berbahaya dan
mampu memicu penyakit kanker bag siapapun yang menghirupnya
j. Para peneliti mengungkapkan adanya sekitar 30 zat kimiawi
mampu memicu kaker dalam setiap batang rokok. Diantara zat
kimiawi yang dianggap paling berbahaya adalah Beta-
Naphtylamine dan PAH (Polyclic Aromatic Hydrocarcon). Para
peneliti mengemukakan bahwa keduanya mampu menjadi pencetus
datangnya penyakit kanker

89
5. Bahaya dan Dampak Rokok
a. Bahaya rokok dapat menyebabkan :
1) Infeksi saluran pernafasan
2) Emphysema
3) Alergi
4) Hipertensi
5) Bronchitis
6) Penyakit jantung koroner
7) Infeksi lidah dan rongga mulut
8) Berbagai masalah kehamilan
9) Infeksi pada lambung dan usus dua belas
10) Mengentalnya aliran darah
11) Sariawan
12) Obstruksi jalan nafas kronik
13) Infeksi tenggorokan dn terganggunya pita suara
14) Kecemasan
15) Pusing
16) Menggiggil
17) Meningkatnya detak jantung
18) Sakit pada dada
19) Asma
20) Melemahnya aktivtas peredaran darah
21) Berkurangnya energi dan vitalitas
22) Meningkatnya keasaman pada lambung
23) Melemahnya kemampuan dalam merasakan rasa pada
makanan dilidah dan melemahnya kemampuan penciuman
pada hidung
24) Lemahnya kemampuan seksual
25) Impotensi
26) Sulit tidur

90
27) Kanker

b. Dampak merokok pada diri perokok aktif


1) Menguningnya gigi dan ujung jari sebagaimana menguningnya
kertas rokok yang dibakar
2) Memiliki kulit yang pucat
3) Memiliki rambur yang kusut dan mengeluarkan bau layaknya
asap rokok dan bahkan terkadang menguningnya layaknya
kertas rokok yang dibakar
4) Munculnya kerutan pada dahi dan sekitar ujung bibir yang
disebabkan karena kebiasaan mengerutkannya di kala sedang
merokok
5) Munculnya kerutan hitam dibawah mata
6) Mengeringnya bibi dan berwarna lembab karena lebih banyak
diasupi oleh gas karbon monoksida dibandingkan dengan
oksigen yang sudah menjadi kebutuhannya
7) Hilangnya kejernihan mata dan mata pun menjadi selalu
memerah
8) Seorang perokok selalu tampak dalam keadaan buruk disaat ia
sedang merokok
9) Umumnya seorang perokok aktif kehilangan berat badannya
dan mudah terbawa emosi

c. Dampak perilaku merokok


Odgen (2000) dalam Nasution (2007) membagi dampak perilaku
merokok menjadi dua, yaitu:
1) Dampak positif. Merokok menimbulkan dampak positif yang
sangat sedikit bagi kesehatan. Odgen (2000) dalam Nasution
(2007) menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan
merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat
membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit

91
(Nasuition, 2007). Smet (1994) dalam Nasution (2007)
menyebutkan keuntungan merokok (teutama bagi perokok)
yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi,
dukungan sosial dan menyenangkan.
2) Dampak Negatif
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang
sangat berpengaruh bagi kesehatan (Odgen, 2000 dalam
Nasution 2007).Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit
tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh
dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat
mengakibatkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya
jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai
jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok dimulai dari
penyakit di kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki,
antara lain (Sitepoe, 2000): penyakit kardiovaskular,
neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan
darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan)
dan nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh
darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia
(penhelihatan kabur), kulit menjadi kering pucat dan keriput,
serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata,
hidung, dan tenggorokkan).

6. Klasifikasi Perilaku Merokok


Menurut Nasution (2007) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan
Management of Affect Theory, yaitu:
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk
menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah
didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan

92
2) Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya
dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan
3) Pleasure of handling the cigaratte, kenikmatan yang
diperoleh dari memegang rokok
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan
negatif dalam dirinya.Misalnya merokok bila marah, cemas,
gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.Mereka
menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga
tehindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
c. Perilaku merokok yang adiktif
Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang
digunakan setiap saat setelah efek dai rokok yang dihisapnya
berkurang
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi
kebiasaan.

G. Ruang Lingkup Kesehatan Kelompok Khusus


A. Ruang Lingkup Kesehatan Kelompok Khusus
1. Konsep Kelompok Kesehatan Anak
a. Pengertian Anak

Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, dengan demikian


dibutuhkan anak dengan kualitas baik agar tercapai masa depan
bangsa yang baik. Untuk mendapatkan kualitas anak yang baik
harus dipastikan tumbuh dan kembangnya juga baik.Perkembangan
seorang anak spesifik dan berbeda.Perkembangan anak merupakan
maturasi organ tubuh terutama system saraf pusat (SSP).

93
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delaoan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (Undang-undangNomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2012 tentang
Perlindungan Anak.
b. Indikator Kesehatan Anak
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang kesehatan yang saat ini di Negara indoseia (Kompas,
2006).Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan
bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki
kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan
pembangunan bangsa. Berdasarkan alas an tersebut, masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan
pembangunan bangsa (Kompas, 2006).
1) Angka kematian bayi
Angka kematian bayi menjadi indicator pertama dalam
menentukan derajat kesehatan anak (WHO, 2002) karena
merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat
ini.Tingginya angka kematian bayi di Indonesi disebabkan
oleh berbagai factor, diantaranya adalah faktor penyakit
infeksi dan kekurangan gizi.Beberapa penyakit yang saat
ini masih menjadi penyebab kematian terbesar bayi, di
antaranya penyakit diare, tetanus, gangguan perinatal, dan
radang saluran napas bagian bawah (Hapsari, 2004).
Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai
penyakit yang selama dapat di cegah dengan imunisasi,
seperti tetanus, campak, dan difteri.Hal ini terjadi karena

94
masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk memberi
imunisasi pada anak.

Kematian pada bayi juga dapat disebabkan oleh adanya


trauma persalinan dan kelainan bawaan yang kemungkinan
besar dapat disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu pada
saat kehamilan serata kurangnya jangkauan pelayanan
kesehatan dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
(WHO, 2002).

2) Angka Kesakitan bayi


Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam
menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan
merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi
dan anak balita.Angka kesakitam tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan
anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi,
dan pendidikan ibu.

3) Status Gizi
Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan
derajat kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak
untuk mencapai kematangan yang optimal. Gizi yang cukup
juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga
diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status
gizi ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko
terjadinya masalah kesehatan.Pemantauan status gizi dapat
digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan
perbaikan status kesehatan anak.

95
4) Angka Harapan Hidup Waktu Lahir
Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukir
selanjutnya dalam menentukan derajat kesehatan
anak.Dengan mengetahui angka harapan hidup, maka dapat
diketahui sejauh mana perkembangan status kesehatan
anak.Hal ini snagat penting dalam menentukan program
perbaikan kesehatan anak selanjutnya.Usia harapan hidup
juga dapat menunjukkan baik atau buruknya status
kesehatan anak yang sangat terkait dengan berbagai faktor,
seperti faktor sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

5) Upaya menurunkan Angka Kematian Anak Balita


Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk
mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk
menurunkan angka kematian anak, di antaranya sebagai
berikut:

a) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan


pemerataan pelayanan kesehatan
Untuk meingkatkan mutu pelayanan serta pemerataan
pekayanan yang ada di masyarakat telah dilakukan
serbagai upaya, salah satunya adalah dengan
meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor
pelayanan dasar.Pelayanan dasar dapat dilakukan di
puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu,
serta unit-unit yang terkait di masyarakat.

Semua bentuk pelayanan kesehatan perlu didorong


dan digerakkan untuk menciptakan pelayanan yang
prima.Selain itu, cakupan pelayanan diperluas dengan
pemerataan pelayanan kesehatan untuk segala aspek

96
atau lapisan masyaraka.Bentuk pelayanan tersebut
dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan
pelayanan kesehatan.Upaya pemerataan tersebut dapat
dilakukan dengan penyebaran bidan desa, perawat
komunitas, fasilitas balai kesehatan, pos kesehatan
desa, dan puskesmas keliling.

Berkaitan dengan kematian bayi akibat persalinan,


maka upaya yang dapat dilakukan adalah
memperbaiki pelayanan kebidanan serta menyebarkan
buku KIA, alat monitor kesehatan oleh tenaga
kesehatan, dan alat komunikasi antara tenaga
kesehatan dengan pasien. Di Jepang, buku KIA yang
digunakan sejak tahun 1948 mampu menurunkan
secara signifikan angka kematian bayi – AKB dan
angka kematian ibu – AKI (Hapsari, 2004).

b) Meningkatkan status gizi masyarakat


Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian
dari upaya untuk mendorong terciptanya perbaiakn
status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik
diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak
akan baik pula, di samping dapat memperbaiki status
kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan
melalui berbagai kegiatan, diantaranya upaya
perbaikan gizi keluarga atau di kenal dengan nama
UPGK. Kegiatan UPGK tersebut rawan aatu memiliki
resiko tinggi terhadap kematian atau
kesakitan.Kelompok resiko tinggi terdiri atas anak
balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang
golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut,

97
peningkatan kesehatan akan tercakup pada semua
lapisan masyarakat khususnya pada kelompok risiko
tinggi.

c) Meningkatkan peran serta masyarakat


Peningakatan peran serta masyarakat dalam
membantu perbaikan status kesehatan ini penting,
sebab upaya pemerintah dalam menurunkan kematian
bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan
keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya
masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan
program pemerintah sehingga mampu mengatasi
berbagai masalah kesehatan.Melalui peran serta
masyarakat diharapkan mampu pula bersifat elektif
dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau
program pelayanan kesehatan yang membutuhkan
peran serta masyarakat antara lain pelaksanaan
imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan,
perbaiakan gizi, dan lain-lain. Upaya tersebut akan
memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang
tepat pada sasaran yang ada.

d) Meningkatkan manajemen kesehatan


Upaya pelaksanaan kesehatananak dapat berjalan dan
berhasi dengan baik bila didukung dengan perbaikan
dalam pengelolaan pelayanan kesehatan.Dalam hal ini
adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan
melalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesioanal
yang mampu secara langsung mengatasi masalah
kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang dimaksud

98
antara lain tenaga perawat, bidan, serta dokter yang
berada di puskesmas yang secara langsung berperan
dalam pemberian pelayanan kesehatan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan anak


Beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak balita
adalah sebagai berikut:
1) Faktor kesehatan keluarga
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat
menentukan status kesehatan anak secara umum.Faktor ini
ditentukan oleh status kesehatan anak itu sendiri, status
gizi, dan kondisi sanitasi.

2) Faktor kesehatan budaya


Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan
anak, di mana terdapat keterkaitan secara langsung antara
budaya dengan pengetahuan. Budaya di masyarakat
menimbulkan penurunan kesehatan dimasyarakat yang
dianggap baik oleh masyarakat, padahal budaya tersebut
justu menurunkan kesehatan anak, sebagai contoh, anak
yang badannya panas akan dibawa kedukun, dengan
keyakinan terjadinya kesurupan atau kemasukkan barang
gaib, anak pascaoperasi dilarang makan daging ayam,
kerena daging ayam dianggap dapt menambah nyeri yang
ada pada luka operasi ( nyeri atau ada anggapan lain bahwa
luka tersebut sulit sembuhnya ), kebiasaan memberikan
pisang pada bayi abru lahir dengan anggapan bahwa anak
akan cepat besar dan berkembang, atau anak tidak boleh
makan daging dan telur karena dapat menimbulakan
penyakit cacingan. Berbagai contoh budaya yang ada
dimasyarakat tersebut sangat besar mempengaruhi derajat

99
kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan
dan perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan
gizi atau nutrisi yang cukup.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan
manusia. Masa ini merupakan massa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologis, perubahan psikologis, dan perubahan social. Disebagian
besar masyrakat dan budaya, masa remaja pada umumnya dimulai
pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) remaja
merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang
secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami
perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan
mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan
menjadi relative mandiri.

a) Faktor Perilaku Seksual Remaja dan Kesehatan Sistem


Reproduksi
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang
memiliki pengertian yang sangat berbeda satu sama
lainnya. Perilaku dapat diartikan sebagai respons organisme
atau respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan)
yang ada (Notoatmodjo,1993). Sedangkan seksual adalah
rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul
berhubungan dengan seks.Jadi perilaku seksual remaja
adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan
dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam
dirinya maupun dari luar dirinya.
Mengenai kesehatan reproduksi, ada beberapa konsep
tentang kesehatan reproduksi, namun dalam tulisan ini

100
hanya akan di kemukakan dua batasan saja. (ICPD dan Rai
dan Nassim).Batasan kesehatan reproduksi menurut
International Conference on Population and Development
(ICPD) hampir berdekatan dengan batasan ‘sehat’ dari
WHO. Kesehatan reproduksi menurut ICPD adalah
keadaan sehat jasmani, rohani, dan bukan hanya terlepas
dari ketidakhadiran penyakit atau kecacatan semata, yang
berhubungan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi.
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan status kesehatan
reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya,
perilaku lingkungan yang tidak sehat, dan ada tidaknya
fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu mengtasi
gangguan jasmani dan rohani.Dan tidak adanya akses
informasi merupakan faktor tersendiri yang juga
mempengaruhi kesehatan reproduksi.

Secara umum terdapat 4 (empat) faktor yang berhubungan


dengan kesehatan reproduksi, yakni:
1. Faktor sosial-ekonomi, dengan demografi. Faktor ini
berhubungan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah dan ketidaktahuan mengenai
perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta
lokasi tempat tinggal yang terpencil.
2. Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah
praktik tradisional yang berdampak buruk terhadap
kesehatan reproduksi, keyakinan banyak anak banyak
rejeki, dan informasi yang membingungkan anak dan
remaja menganai fungsi dan proses reproduksi.
3. Faktor psikologis: keretakan orang tua akan
memberikan dampak pada kehidupan remaja, depresi

101
yang akan disebabkan oleh ketidakseimbangan
hormonal, rasa tidak berharganya wanita di mata yang
membeli kebebasan dengan materi.
4. Faktor biologis antara lain cacat lahir, cacat pada
saluran reproduksi dan sebagainya.

Faktor-faktor yang saling terkait kondisi saat ini


menyebabkan perilaku sesksual remaja semakin
menggejala akhir-akhir imi.Namun begitu, banyak remaja
tidak mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari
perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik
dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih
panjang. Sehubungan dengan definisi kesehatan reproduksi
yang telah dibicarakan terdahulu, berikut ini akan dibahas
mengenai dampak perilaku seksual remaja pranikah
terhadap kesehatan reproduksi.

1. Hamil yang tidak dikehendaki (Unwanted Pregnancy)


Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak di
kehendaki) merupakan salah satu akibat dari perilaku
seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru
seperti: melakukan hubungan seks pertama kali, atau
hubungan seks jarang dilakukan, atau perempuan masih
muda usianya, atau bila hubungan seks dilakukan
sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila
menggunakan teknik coitu interpus (senggama
terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan
pencetus semakin banyaknya kasus unwanted
pregnancy.
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dua
pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya.
Menurut khisbiyah (1995) secara umum ada dua factor

102
yang mempengaruhi pengambilan keputusan itu, yakni
faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal meliputi, intensitas hubungan dan
komitmen pasangan remaja untuk menjalin
hubungan jangka panjang dalam perkawinan, sikap
dan persepsi terhadap janin yang dikandung, serta
persepsi subjektif mengenai kesiapan psikologis dan
ekonomi untuk memasuki kehidupan perkawinan.
b. Faktor eksternal meliputi sikap dan penerimaan
orang tua kedua belah pihak, penilaian masyarakat,
nilai-nilai normatif dan etis dari lembaga
keagamaan, dan kemungkinan-kemungkinan
perubahan hidup dimasa depan yang mengikuti
pelaksanaan keputusan yang akan dipilih.

2. Penyakit menular seksual (PMS)


Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap
kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk
HIV/AIDS. Seringkali remaja melakukan hubungan
seks tidak aman.Adanya kebiasaan berganti-ganti
pasanagan dan melakukan anal seks menyebabkan
remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti
sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data
yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita
pederita atau kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara
15-29 tahun. Tidak terbatasnya cara melakukan
hubungan kelamin pada genital-genital saja (bisa juga
orogenital) menyebabkan penyakit kelamin tidak saja
terbatas pada daerah genital, tetapi dapat juga pada
daerah-daerah ekstra genital.

103
3. Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat
berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah
konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi,
pihak perempuan atau tepatnya korban utama dalam
masalah ini. Kodrat untuk hamil dan melahirkan
menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok
yang hamil merupakan ‘aib’ keluarga, yang secara telak
mencoreng nama baik keluarga; dan ia adalah si
pendosa yang melanggar norma-norma sosial dan
agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang meresap
dan terus tersosialisasi dalam remaja putri tersebut.
Perassan bingung, cemas, malu, dan bersalah yang
dialami remaja setelah mengetahui kehamilannya
bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap
masa depan dan kadang disertai rasa benci dan marah
baik kepada diri sendiri maupun pada pasangan, dan
kepada nasib membuat kondisi secara fisik, sosial, dan
mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.

b) Faktor Pernikahan Dini


1. Definisi
Pernikahan dini adalah pernikahan yang biasanya
dilakukan oleh pasangan mudah mudi dibawa umur 16
tahun.Dan pada umumnya mereka menikah dikisaran
umur 13 sampai 16 tahun. (Najlah Naqiyah, 2009)

2. Penyebab Pernikahan Dini


Penyebab pernikahan dini adalah sebagai berikut:
a. Faktor sosial budaya

104
b. Desakan ekonomi
c. Tingkat pendidikan
d. Sulit mendapatkan pekerjaan
e. Media massa
f. Agama

3. Manfaat Pernikahan Dini


Manfaat pernikahan dini menurut Intan(2012), yaitu:
a. Terhindar dari perilaku seks bebas
b. Menginjak usia tua tidak lagi mempunyai anak yang
masih kecil
c. Terpenuhinya kebutuhan secara biologis, psikologis,
dan ekonomi

4. Dampak Pernikahan Dini


Menurut Lenteraim (2010) pernikahan dini memiliki
beberapa dampak sebagai berikut :

1. Kesehatan Perempuan
1) Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi
bagi dirinya sendiri
2) Resiko anemia dan meningkatnya angka
kejadian depresi
3) Beresiko pada kematian usia dini
4) Meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI),
ingat 4T
5) Study epidemiologi kanker serviks: resiko
meningkat lebih dari 10x bila jumlah mitra
seks 6/lebih atau bila berhubungan seks
pertama dibawah usia 15 tahun

105
6) Semakin muda wanita memiliki anak
pertama, semakin rentang terkena kanker
serviks
7) Resiko terkena penyakit menular seksual

2. Kualitas anak
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi,
adanya kebutuhan nutrisi yang harus lebih
banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan
pertumbuhan ibu sendiri
2) Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia
dibawah 18 tahun rata-rata lebih kecil dan bayi
dengan BBR memiliki kemungkinan 5-30x lebih
tinggi untuk meninggal

3. Keharmonisan Keluarga dan Perceraian


1. Banyaknya pernikahan usia muda berbanding
lurus dengan tingginya angka perceraian
2. Ego remaja yang masih tinggi
3. Banyaknya kasus perceraian merupakan
dampak dari mudanya usia pasangan bercerai
ketika memutuskan untuk menikah
4. Perselingkuhan
5. Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua
maupun mertua
6. Psikologis yang belum matang, sehingga
cenderung labil dan emosional
7. Kurang mampu untuk bersosialisasi dan
adaptasi Tanpa kita sadari.

106
BAB III

PROFIL WILAYAH

A. Profil Desa Sukajadi


1. Geografis
a. Letak dan Luas Wilayah
Desa Sukajadi merupakan Desa yang berada di kecamatan
Soreang Kabupaten Soreang. Ketinggian tanah dari permukaan air
laut 900 mdl dengan topografi masuk dalam dataran tinggi
dengan suhu udara rata-rata 21-28oC. Luas seluruh Dusun
Sukajadi 43,5 Ha/m2.

b. Batas-batas Desa Sukajadi


Sebelah Utara : Desa Sadu
Sebelah Timur : Desa Sukanegara
Sebelah Selatan : Desa Cukanggenteng
Sebelah Barat : Desa Cikoneng

c. Pemanfaatan lahan tanah


Perkebunan : 234 Ha
Perukiman : 500 Ha
Sawah irigrasi : 1.192 Ha
Sawah blukar : 760 Ha
Ruput/Tanah kosong : 1.703 Ha

d. Jarak ke kantor pemerintahan


Jarak dari pusat kecamatan : 6 KM
Jarak dari pusat Kota : 7 KM
Jarak dari pusat ibu kota profinsi : 23 KM
Jarak dari kota/kabupaten : 7 KM

107
e. Fasilitas Pemerintahan dan sarana Pendidikan
Kantor Desa :1
Kantor Puskesmas Pembantu :1
Taman Kanak-kanak/Paud :2
Sekolah Dasar :1

2. Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Desa Sukajadi berdasarkan data jiwa :
Laki-laki : 4061 jiwa
Perempuan : 3863 Jiwa
Jumlah laki-laki dan perempuan : 7924 jiwa
Jumlah kepala keluarga : 2763 KK

b. Jumlah Dusun / lingkungan , RT dan RW


Desa Sukajadi terbagi menjadi 4 (empat) Dusun dengan jumlah
lingkungan sebanyak 16 RW (Rukun Warga) dan 41 RT (Rukun
Tetangga)

c. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat


1) Sumber Daya Sosial
2) Unsur pelapisan masyarakat di Desa Sukajadi bersifat
Achieved status, yaitu penduduk mencapai seseorang atas
dasar keterampilan dan kemampuan seseorang yaitu
konfeksi pakaian.

d. Tingkat Pendidikan
1) TK/PAUD : 295 Orang
2) SD : 3443 Orang
3) SMP : 1700 Orang
4) SMA/SMK/STM :1352 Orang

108
5) S1/D3/D4 : 255 Orang
6) Tidak Sekolah :874 Orang

e. Tahapan Keluarga Sejahtera


1) Keluarga Pra Sejahtera : 8 KK
2) Keluarga Sejahtera I : 1251 KK
3) Keluarga Sejahtera II : 1132 KK
4) Keluarga Sejahtera III :-
5) Keluarga Sejahtera III Plus : 2383 KK

f. Penyelenggaraan Program KB
1) Posyandu :14
2) Wanita Usia Subur (WUS) : -
3) Pasangan Usia Subur (PUS) : 2109 jiwa

3. Sumber Daya Budaya


a. Kehidupan masyarakat rata-rata hidup dalam kesederhanaan
(makan, pakaian dan kebutuhan hidup lainnya)

b. Karakteristik Usaha Ekonomi :


1) Masih mengandalkan ketersediaan sumber daya lokal
2) Umumnya berorientasi pada bidang Pertanian, Home
Industri, buruh Tani, buruh pabrik
3) Bersifat turun menurun
4) Penggunaan Teknologi bersifat sederhana
5) Terbatas akses pemasaran (tergantung perantara)

c. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan yang diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat selalu didasarkan atas rasa kekerabatan, rasa

109
semangat kebersamaan dan rasa gotong royong ssehingga segala
sesuatu didasarkan atas dasar Musyawarah dan Mufakat

d. Bahasa Pergaulan
Pada umumnya masyarakat Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung dalam kehidupan pergaulan sehari- hari
menggunakan bahasa daerha yaitu bahas Sunda

e. Kesenian
Kesenian masyarakat Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung adalah kultur budaya sunda yang merupakan
warisan dari leluhur dan masih dilestarikan dengan baik sehingga
keyakinan terhadap hukum adat masih kuat

f. Agama
Mayoritas masyarakat Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung99% memeluk Agama Islam

4. Sarana dan Prasarana


a. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan Umum yang terdapat di Desa Sukajadi
Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung meliputi :
1) TK/PAUD : 295
2) SD : 3443
3) SMP : 1770
4) SMA/SMK/STM : 1352
5) D3/D4/S1 : 255
6) Tidak sekolah : 874

b. Sarana Kesehatan

110
Sarana Kesehatan yang ada di Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung, yaitu:
1) Posyandu : 15
2) Puskesmas :1
3) Bidan :1
4) Klinik :0
5) Rumah Sakit :0

c. Sarana dan Prasarana Ekonomi


1) Pasar : 1886
2) UUD/KUD : 40
3) Bank : 101
4) Perusahaan sendiri : 1228

5. Manfaat yang diharapkan


Dalam upaya peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintah Desa,
yang diinginkan dan menjadikan harapan oleh pemerintah Desa
bersama masyarakat, adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kinerja aparatur desa dengan memiliki disiplin
yang tinggi
b. Meningkatnya kesemangatan dalam melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana penunjang kebutuhan tim
kerja
d. Terlaksananya program-program perencanaan pembangunan yang
dapat di realisasikan secara berjenjang dan berkeseimbangan
e. Terpenuhinya kebutuhan ekonomi bagi aparatur pemerintah Desa

Disamping upaya peningkatan kinerja tersebut, tentunnya


pemerintahan desa dalam meningkatkan pembangunan dan

111
kesejahteraan masyarakat selalu berupaya secara kontinue dengan
melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan
kembangkan pencapaian tujuan pembangunan yang telah menjadi
otoritas dalam penyelenggaraan pemerintah Desa. Tentunya manfaat
yang diharapakan dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan
antara lain:

a. Meningkatnya sarana dan prasarana pemerintah agar dalam


penyelenggaraan sesuai dengan yang diharapkan guna pelayanan
prima bagi masyarakat.
b. Meningkatnya sarana dan prasarana infrastruktur, terutama
perbaikan jalan, pengerasan jalan, dan peningkatan jalan,
sehingga terciptanya kelecaran akses transportasi bagi masyarakat
dalam upaya pengembangan perekonomian masyarakat.
c. Dengan adanya sarana dan prasarana potensi pengembanagn
keterampilan masyarakat akan dapat dikembangkan masyarakat,
akan dapat dikembangkan untuk mengurangi pengangguran
masyrakat.
d. Dengan adanya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di desa, akan dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang sehat dan peningkatkan perkembangan gizi bagi
balita.
e. Dengan adanya peningkatan pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan, terutama jenjang pendidikan dasar bagi usia dini
dengan mendukung program wajib belajar 9 (sembilan) tahun,
tentunya sangat diharapkan agar masyarakat dapat memiliki
pengetahuan yang memadai, sehingga menurunnya tingakat
pengangguran bagi masyarakat.
f. Peningakatan sarana dan prasarana ekonomi, misalnya
penambahan modal usaha masyarakat kecil, pendirian BUMDes,
bantuan peningkatan sarana produksi pertanian kepada kelompok

112
tani, peningkatnya sarana produksi pertanian kepada kelompok
tani, peningkatnya intesifikasi pertanian, adalah merupakan
harapan agar masyarakat lebih sejahtera.
g. Meningkatkan pembanguan sarana dan prasarana kamptibnas,
misalnya pemerataan pembangunan poskamling/posr ronda
ditingkat RT serta perekrutan regenerasi serta peningkatan
pembekalan pelatihan bagi anggota Limnas dapat meningkatkan
ketentraman dan kenyamanan bagi masyarakat dan desa
h. Meningkatkan sarana dan prasarana perlibatan akan dapat
meningkatkan swadaya masyarakat dalam pembangunan,
sehingga akan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan yang
maha Esa.

B. Profil Kecamatan Soreang


1. Geografis
a. Letak dan Luas Wilayah
Wilayah Desa Soreang merupakan bagian dari Kecamatan
Soreang Kabupaten Kabupaten Bandung dengan Luas Wilayah
sebesar 231,070 Ha, dengan ketinggian wilayah 72,4 mdl,
sehingga Desa Soreang merupakan daerah dataran rendah dengan
tanah sawah yang masih luas serta tanah dataran yang sebagian
besar digunakan untuk pemukiman dan fasilitas umum.

b. Batas – batas wilayah Soreang


Sebelah Utara : Desa Pamekaran, Desa Cingcin
Sebelah Selatan : Desa Panyirapan
Sebelah Timur : Desa Pananjung
Sebelah Barat : Desak Karamat Mulya

c. Pemanfatan lahan tanah


Perumahan : 40,790 Ha

113
Pertanian : 157,659 Ha
Pemakaman : 1,000 Ha
Pekarangan : 3,304 Ha
Perkantoran :1,340 Ha
Fasilitas umum Lainnya : 26,986 Ha

2. Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Soreang berdasarkan data terakhir tahun
119.112 jiwa
3. Sumber Daya Budaya
a. Kehidupan masyarakat rata-rata hidup dalam kesederhanaan
(makan, pakaian dan kebutuhan hidup lainnya)

b. Karakteristik Usaha Ekonomi :


1) Masih mengandalkan ketersediaan sumber daya lokal
2) Umumnya berorientasi pada bidang Pertania, Industri ,
buruh Tani, buruh pabrik
3) Bersifat turun menurun
4) Penggunaan Teknologi bersifat sederhana
5) Terbatas akses pemasaran (tergantung perantara)

c. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan yang diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat selalu didasarkan atas rasa kekerabatan, rasa
semangat kebersamaan dan rasa gotong royong ssehingga segala
sesuatu didasarkan atas dasar Musyawarah dan Mufakat

d. Bahasa Pergaulan

114
Pada umumnya masyarakat Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung dalam kehidupan pergaulan sehari- hari
menggunakan bahasa daerha yaitu bahas Sunda

e. Kesenian
Kesenian masyarakat Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung adalah kultur budaya sunda yang merupakan
warisan dari leluhur dan masih dilestarikan dengan baik sehingga
keyakinan terhadap hukum adat masih kuat

f. Agama
Mayoritas masyarakat Desa Sukajadi Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung 99% memeluk Agama Islam

4. Sarana dan Prasarana


a. Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan Umum yang terdapat di Desa Soreang
Kabupaten Bandung meliputi :
1) SD/MI : 7 Buah
2) SMP/MTS : 2 Buah
3) SMA/MAN : 6 Buah
4) Taman Kanak-Kanak/PAUD : 7 Buah

b. Sarana Kesehatan
Saran Kesehatan yang ada di Desa Soreang Kabupaten Bandung
meliputi :
1) Puskesmas : 1 Unit
2) Posyandu : 24 Unit
3) Bidan : 1 Orang
4) Tenaga medis : 12 Orang

115
c. Sarana Pribadatan
1) Mesjid : 46 unit
2) Mushola : 48 unit
3) Majlis ta’lim : 28 kelompok

d. Sarana pemerintah/Umum
1) Kantor Desa
2) Kantor BPD
3) Kantor LPMD
4) Kantor PKK
5) Kantor MUI

e. Prasarana
1) Transportasi
2) Komunikasi dan Informasi
3) Jaringan Listrik
4) Air Bersih
5) Sanitasi

5. Manfaat yang diharapkan :


Dalam upaya peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintah Desa,
yang diinginkan dan menjadikan harapan oleh pemerintah Desa
bersama masyarakat, adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kinerja aparatur desa dengan memiliki disiplin
yang tinggi
b. Meningkatnya kesemangatan dalam melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana penunjang kebutuhan tim
kerja
d. Terlaksananya program-program perencanaan pembangunan yang
dapat di realisasikan secara berjenjang dan berkeseimbangan

116
e. Terpenuhinya kebutuhan ekonomi bagi aparatur pemerintah Desa

Disamping upaya peningkatan kinerja tersebut, tentunnya


pemerintahan desa dalam meningkatkan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat selalu berupaya secara kontinue dengan
melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan kembangkan
pencapaian tujuan pembangunan yang telah menjadi otoritas dalam
penyelenggaraan pemerintah Desa. Tentunya manfaat yang
diharapakan dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan antara lain:

a. Meningkatnya sarana dan prasarana pemerintah agar dalam


penyelenggaraan sesuai dengan yang diharapkan guna pelayanan
prima bagi masyarakat.
b. Meningkatnya sarana dan prasarana infrastruktur, terutama
pebaikan jalan, pengerasan jalan, dan peningkatan jalan, sehingga
terciptanya kelecaran akses transportasi bagi masyarakat dalam
upaya pengembangan perekonomian masyarakat.
c. Dengan adanya sarana dan prasarana potensi pengembanagan
ketrampilan masyarakat akan dapat dikembangkan masyarakat,
akan dapat dikembangkan untuk mengurangi pengangguran
masyrakat.
d. Dengan adanya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di desa, akan dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang sehat dan peningkatkan perkembangan gizi bagi
balita.
e. Dengan adanya peningkatan pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan, terutama jenjang pendidikan dasar bagi usia dini
dengan mendukung program wajib belajar 9 (sembilan) tahun,
tentunya sangat diharapkan agar masyarakat dapat memiliki
pengetahuan yang memadai, sehingga menurunnya tingakat
pengangguran bagi masyarakat.

117
f. Peningakatan sarana dan prasarana ekonomi, misalnya
penambahan modal usaha masyarakat kecil, pendirian BUMDes,
bantuan peningkatan sarana produksi pertanian kepada kelompok
tani, peningkatnya sarana produksi pertanian kepada kelompok
tani, peningkatnya intesifikasi pertanian, adalah merupakan
harapan agar masyarakat lebih sejahtera.
g. Meningkatkan pembanguan sarana dan prasarana kamptibnas,
misalnya pemerataan pembangunan poskamling/posr ronda
ditingkat RT serta perekrutan regenerasi serta peningkatan
pembekalan pelatihan bagi anggota Limnas dapat meningkatkan
ketentraman dan kenyamanan bagi masyarakat dan desa
h. Meningkatkan sarana dan prasarana perlibatan akan dapat
meningkatkan swadaya masyarakat dalam pembangunan,
sehingga akan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan yang
maha Esa.

C. Profil Kabupaten Bandung


1. Geografi
Kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung yang terletak pada
koordinat 1070 22 - 1080 – 50 Bujur Timur dan 60 41’ – 70 19’
Lintang Selatan terletak di wilayah daratan tinggi. Luas wilayah
keseluruhan Kabupaten Bandung 176.238,67 Ha, sebagai besar
wilayah Bandung berada diantara bukti-bukti dan gunung-gunung
yang mengelilingi Kabupaten Bandung , seperti disebelah utara
terletak Bukittunggul dengan tinggi 2.220 M, Gunung Tangkuban
parahu dengan tinggi 2.076 m yang berbatasan dengan Kabupaten
Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta dan disebelah selatan
terdapat Gunung Patuha dengan tinggi 2.249 m, keduanya di
perbatasan dengan Kabupaten Garut.

Batas wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Bandung adalah :

118
a) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota
Bandung, dan Kabupaten Sumedang
b) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan
Kabupaten Garut
c) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan
Kabupaten Cianjur
d) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota
Bandung dan Kota Cimahi

Dengan Morfologi wilayah pegunungan dengan rata-rata kemiringan


lereng antara 0-8 % , 8-15 % hingga di atas 45%. Kabupaten Bandung
beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah
hujan rata-rata antara 1.500 mm dengan sampai dengan 4.000 mm per
tahun. Suhu udara berkisar antara 120 C sampai 240 C dengan
kelembaban antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim
kemarau.

2. Demografi
Dari jumlah penduduk tersebut di atas, terdapat angka beban
ketergantungan (dependency ratio) sebesar 54,10% ini artinya pada
setiap 100 penduduk produktif harus menanggung lk. 54 orang
penduduk tidak produktif. Jika dibandingkan dengan tahun 2009,
dependency ratio pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar
5,15 poin, sedangkan dependency ratio pada tahun 2009 sebesar
48,95% Angka Ketergantungan (dependency ratio) diharapkan dapat
diturunkan pada tahun-tahun mendatang, dengan meningkatkan Daya
saing dan Sumber Daya Manusia Masyarakat Kabupaten Bandung.

D. Profil puskesmas Desa Sukajadi


1. Gambaran umum
Kondisi geografi wilayah kerja Puskesmas Sukajadi
Batas-batas wilayah kerja :

119
a) Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Desa Sadu
b) Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayahDesa Cukanggenteng
c) Sebelah Timur berbatasan dengan wilayahDesa Sukanegara
d) Sebelah Barat berbatasan dengan wilayahDesa Cikoneng

2. Luas wilayah kerja


Desa Sadu : 158, 50 ha
Desa Cukanggenteng : 565,34 ha
Desa Sukanegra : 153,20 ha
Desa Cikoneng : 446, 06 ha

3. Nama dan jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah RW dan RT perdesa


Puskesmas Desa Sukajadi Tahun 2018
No. Nama Dusun RT RW
1. Desa Sadu 67 55
2 Cukanggenteng 43 13
3. Sukanegra 56 15
4. Cikoneng 41 13

4. Profil Puskesmas
Nama Puskesmas : Puskesmas Sukajadi
Kode Puskesmas : P3204190202
Alamat : Jl. Raya Soreang Ciwidey No. 443 Km.
07, Kode Pos 40951
Email :-
Status Puskesmas : TTP (Tanpa Tempat Perawatan)
Tahun pembangunan :-
Tahun perbaikan terakhir : 2012
Status Kepemilikan Tanah: Milik Desa

120
E. Profil RW 07
1. Visi dan Misi
a. Visi:
Mewujudkan Desa Sukajadi menjadi desa yang maju dibidang
ekonomi untuk mencapai masyarakat sejahtera adil dan makmur dan
mandiri berlandaskan Iman dan Taqwa.
b. Misi:
1) Mewujudkan pemerintah yang baik dan pelayanan yang prima,
memelihara stabilitas kehidupan masyarakat yang aman dan
tertib.
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi,
pendidikan dan kesehatan.
2. Luas Desa: 542.167 m2.
3. Batas Wilayah:
a. Utara : Desa Sadu.
b. Selatan : Desa Cukanggenteng.
c. Timur : Desa Sukanagara.
d. Barat : Desa Cikoneng.

121
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Hasil Pengkajian (Survey Mawas Diri)


1. Jumlah KK : 84 KK.
2. Penggolongan Usia
No Usia Jumlah Persentase (%)
1 Bayi-Balita (0 bulan-5 tahun) 13 5%
2 Anak (6-12 tahun) 26 10%
3 Remaja (13-21 tahun) 38 14%
4 Dewasa (22-55 tahun) 136 52%
5 Pralansia (55-60 tahun) 13 5%
6 Lansia (>60 tahun) 37 14%
TOTAL 263 100%

3. Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 128 49%
2 Perempuan 135 51%
TOTAL 263 100%

4. Agama
No Agama Jumlah Persentase (%)
1 Islam 263 100%
2 Kristen 0 0%
3 Hindu 0 0%
4 Budha 0 0%
TOTAL 263 100%
5. Pendidikan

122
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 TK/ PAUD 20 8%
2 SD 139 53%
3 SMP 21 8%
4 SMA/ SMK/ STM 7 3%
5 S1/ D3/ D4 0 0%
6 Tidak/ Belum sekolah 76 29%
TOTAL 263 100%

6. Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Petani 62 24%
2 Pelajar 48 18%
3 Wiraswasta 1 0%
4 Buruh 62 24%
5 IRT 30 11%
6 PNS 0 0%
7 Karyawan swasta 2 1%
8 Tidak bekerja 30 11%
9 Pedagang 7 3%
10 Pensiunan 1 0%
11 Peternak 20 8%
12 Karyawan BUMN 0 0%
TOTAL 263 100%

7. Asal penduduk
No Asal Jumlah Persentase (%)
1 Asli 261 98%
2 Pendatang 2 2%
TOTAL 263 100%

123
B. Analisa Data

No Data Masalah
kesehatan
1. DO : Defisiensi
1. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja kesehatan
RW.07 tidak terdapat program untuk komunitas
meningkatkan kesejahteraan bagi kelompok
lansia
2. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja RW.
07 tidak tersedia program untuk mencegah satu
atau lebih masalah kesehatan bagi kelompok
lansia
3. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja RW.
07 tidak tersedia program untuk mengurangi
satu atau lebih masalah kesehatan bagi
kelompok lansia.

DS : Berdasarkan hasil wawancara dengan kader


kesehatan di wilayah kerja RW.07, beliau
mengatakan bahwa tidak terdapat posyandu khusus
lansia di RW tersebut.
2. DO : Defisiensi
1. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja Pengetahuan
RW.07 terdapat 53% masyarakat dengan
pendidikan terakhir SD dan 23% masyarakat
dengan pendidikan terakhir tidak bersekolah.

DS :
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat RW.07 sebanyak 74% mengatakan

124
mendapatkan informasi kesehatan dari TV dan
kira-kira hanya 26% masyarakat yang
mengatakan mampu memahami tentang
informasi kesehatan tersebut.
2. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader
kesehatan, beliau mengatakan bahwa
masyarakat RW.07 belum semuanya mengikuti
akan pentingnya pendidikan/sekolah.
3. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader
kesehatan, beliau mengatakan terdapat kejadian
penyalahgunaan alat komunikasi (HP) oleh
anak-anak dibawah umur akibat tidak di
dampingi orangtua dalam penggunaan alat
komunikasi (HP) & kurangnya pendidikan.

3 DO : Ketidakefektifa
1. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja n pemeliharaan
RW.07 terdapat 50% masyarakat terkena kesehatan
hipertensi.
2. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja
RW.07 terdapat kebersihan rumah yang kotor
disebabkan oleh debu sebanyak 44% dan 49%
disebabkan oleh sampah.
3. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja
RW.07 terdapat pengurasan tempat
penampungan air sebanyak 42% warga
menguras tempat penampungan air selama ˃ 3
hari dan sebanyak 35% tidak pernah dilakukan.

DS : Berdasarkan hasil wawancara dengan


masyarakat RW.07, sebanyak 42% warga menguras
tempat penampungan air selama ˃ 3 hari

125
dikarenakan tidak sempat dan merasa air dalam
penampungan masih bersih.
4. DO : Ketidakefektifa
1. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja n manajemen
RW.07 terdapat 50% warga terkena hipertensi regimen
dan keluarga kurang memperhatikan asupan terapeutik
nutrisi keluarga yang terkena hipertensi keluarga
2. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja
RW.07 kesadaran keluarga akan pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan masih belum
sepenuhnya mengerti, terbukti terdapat 7%
warga terkena asma dan lingkungan rumah
kotor disebabkan oleh debu sebanyak 44%

DS :
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kader
kesehatan di RW.07, beliau mengatakan bahwa
kesadaran masyarakat akan pendidikan masih
belum sepenuhnya paham akan pentingnya
pendidikan.
2. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kader
kesehatan di RW.07, bahwa terdapat anak usia
14 tahun yang melakukan hubungan suami istri
sebelum menikah, dikarenakan penyalahgunaan
alat komukasi (HP) dan tanpa bimbingan orang
tua.

5. DO : Perilaku
1. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja kesehatan
RW.07, orangtua mengizinkan anaknya cenderung
membeli jajanan atau makanan di warung tidak berisiko
sehat / tidak bersih mengatakan tidak

126
mengetahui cara mengolah dan memberikan
makanan dengan asupan gizi seimbang.
2. Hasil SMD, selama 3 hari di wilayah kerja
RW.07 terdapat 42% warga menguras tempat
penampungan air selama ˃ 3 hari dan 35%
warga tidak menguras tempat penampungan air.

DS :
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat di RW.07, ditemukan 65% anak
usia sekolah membeli jajanan atau makanan di
warung yang tidak sehat dan bersih.
2. Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat di RW.07, terdapat 65% anak usia
sekolah mempunyai pola makan tidak sehat.

C. Analisa SWOT

Strength :

1. Masyarakat desa sukajadi RW 07 sudah menjadi masyarakat madani


artinya masyarakat yang hidup dengan beradab dan menghargai hak-hak
tanggung jawab manusia lainnya
2. Memiliki sumber mata air pegunungan
3. Terdapatnya program senam rutin setiap hari sabtu di gedung olahraga
setempat
4. Sudah meratanya kader disetiap RW
5. Memiliki wadah aspirasi bagi masyarakat seperti karang taruna
6. Adanya wadah keagamaan daerah yakni TPA untuk anak-anak dan
pengajian untuk dewasa laki-laki dan dewasa perempuan yang
dilaksanakan rutin
7. Daya minat dan respon positif masyarakat akan informasi terbaru

127
8. Tingginya minat masyarakat mengenai pembinaan dan pembekalan
kesehatan secara umum dan gotong royong

Weakness :

1. Tidak terdapatnya fasilitas pendidikan seperti TK/PAUD, SD, SMP


diwilayah kerja RW 07
2. Lulusan pendidikan masyarakat masih rendah, 53 % masyarakat
berpendidikan terakhir SD
3. Akses jalan yang sulit dilalui masyarakat untuk pergi ke RT 02
4. Pusat kesehatan masyarakat yang sulit dijangkau masyarakat, khususnya
masyarakat RT 02
5. Tidak terdapat TPA untuk membuang sampah
6. Tingginya angka pemusnahan sampah dengan cara dibakar
7. Sebanyak 35% masyarakat tidak pernah melakukan pengurasan tempat
penampungan air

Threat :

1. Minimnya pembinaan dan informasi kesehatan terbaru kepada masyarakat


RW 07
2. Hanya 1 dari 3 kader RW 07, yang masih aktif berpartisipasi dalam
kegiatan yang di adakan oleh desa

Opportunity :

1. Adanya kerjasama desa dengan perguruan tinggi sebagai wadah praktek


kerja lapangan bagi mahasiswa contoh mahasiswa STIK Immanuel
2. Sebanyak 89% keluarga ikutserta dengan program KB yang dianjurkan
pemerintah
3. Respon masyarakat yang positif mengenai kegiatan penyuluhan yang
diadakan oleh petugas pelayanan kesehatan

128
4. Respon masyarakat yang positif mengenai kegiatan yang mahasiswa
lakukan, seperti pengkajian keluarga, lansia, dan komunitas

129
D. Prioritas Masalah
1. Defisiensi kesehatan komunitas

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Jumlah Keterangan


A B C D E F G H I J K L
1.Risiko terjadinya peningkatan 4 4 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 35 Keterangan kriteria :
penyakit akibat lingkungan A. Sesuai dengan
yang kurang bersih (DBD, peran perawat
ISPA, TB paru dan tifus) di B. Risiko terjadi
RT 01-02 RW 07 Kelurahan C. Risiko parah
Sawah Bera berhubungan D. Potensi untuk
dengan kurangnya pendidikan kesehaan
pengetahuan masyarakat E. Interest untuk
tentang akibat dari komunitas
lingkungan yang kurang F. Kemungkinan
bersih diatasi
2.Potensial pemberdayaan 2 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 37 G. Relevan dengan
potensi remaja di wilayah program
RW 07 kelurahan Sawah Bera H. Tersedianya

130
berhubungan dengan kegiatan tempat
yang positif (olahraga dan I. Tersedianya
keagamaan) waktu
J. Tersedianya
3.Risiko terjadinya penurunan 2 4 4 3 3 3 2 2 2 4 2 3 31 dana
kualitas hidup lansia di K. Tersedianya
wilayah RT 01-02 RW 07 fasilitas
Kelurahan Sawah Bera L. Tersedianya
berhubungan dengan sumber daya
kurangnya pengetahuan dan
kesadaran lansia dalam usaha
Keterangan
pemeliharaan kesehatan
pembobotan:
4.Potensial peningkatan 4 4 1 4 3 3 3 3 3 3 4 2 37
1. Sangat rendah
kesehatan balita, ibu hamil,
2. Rendah
ibu nifas, dan ibu menyusui di
3. Cukup
RW 07 Kelurahan Sawah
4. Tinggi
Bera berhubungan dengan
5. Sangat tinggi
tingginya kesadaran warga
terhadap kesehatan balita, ibu

131
hamil, ibu nifas, ibu
menyusui yang ditunjang
dengan keaktifan kader dan
petugas kesehatan.

2. Defisiensi pengetahuan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Jumlah Keterangan


A B C D E F G H I J K L
1.Risiko terjadinya peningkatan 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 35 Keterangan kriteria :
penyakit akibat lingkungan A. Sesuai dengan
yang kurang bersih (DBD, peran perawat
ISPA, TB paru dan tifus) di B. Risiko terjadi
RT 01-02 RW 07 Kelurahan C. Risiko parah
Sawah Bera berhubungan D. Potensi untuk
dengan kurangnya pendidikan kesehaan
pengetahuan masyarakat E. Interest untuk
tentang akibat dari komunitas
lingkungan ang kurang bersih F. Kemungkinan

132
2.Potensial pemberdayaan 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 35 diatasi
potensi remaja di wilayah G. Relevan dengan
RW 07 kelurahan Sawah Bera program
berhubungan dengan kegiatan H. Tersedianya
yang positif (olahraga dan tempat
keagamaan) I. Tersedianya
3.Risiko terjadinya penurunan 2 4 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 29 waktu
kualitas hidup lansia di J. Tersedianya
wilayah RT 01-02 RW 07 dana
Kelurahan Sawah Bera K. Tersedianya
berhubungan dengan fasilitas
kurangnya pengetahuan dan L. Tersedianya
kesadaran lansia dalam usaha sumber daya
pemeliharaan kesehatan
4.Potensial peningkatan 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 2 35
Keterangan
kesehatan balita, ibu hamil,
pembobotan:
ibu nifas, dan ibu menyusui di
1. Sangat rendah
RW 07 Kelurahan Sawah
2. Rendah
Bera berhubungan dengan

133
tingginya kesadaran warga 3. Cukup
terhadap kesehatan balita, ibu 4. Tinggi
hamil, ibu nifas, ibu 5. Sangat tinggi
menyusui yang ditunjang
dengan keaktifan kader dan
petugas kesehatan.

3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Jumlah Keterangan


. A B C D E F G H I J K L
1.Risiko terjadinya peningkatan 4 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 37 Keterangan kriteria :
penyakit akibat lingkungan A. Sesuai dengan
yang kurang bersih (DBD, peran perawat
ISPA, TB paru dan tifus) di B. Risiko terjadi
RT 01-02 RW 07 Kelurahan C. Risiko parah
Sawah Bera berhubungan D. Potensi untuk
dengan kurangnya pendidikan kesehaan
pengetahuan masyarakat E. Interest untuk

134
tentang akibat dari komunitas
lingkungan ang kurang bersih F. Kemungkinan
2.Potensial pemberdayaan 3 4 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 37 diatasi
potensi remaja di wilayah G. Relevan dengan
RW 07 kelurahan Sawah Bera program
berhubungan dengan kegiatan H. Tersedianya
yang positif (olahraga dan tempat
keagamaan) I. Tersedianya
waktu
3.Risiko terjadinya penurunan 4 4 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 44 J. Tersedianya
kualitas hidup lansia di dana
wilayah RT 01-02 RW 07 K. Tersedianya
Kelurahan Sawah Bera fasilitas
berhubungan dengan L. Tersedianya
kurangnya pengetahuan dan sumber daya
kesadaran lansia dalam usaha
pemeliharaan kesehatan
Keterangan
4.Potensial peningkatan 3 2 2 4 3 3 4 3 3 3 3 2 35
pembobotan:
kesehatan balita, ibu hamil,

135
ibu nifas, dan ibu menyusui di 1. Sangat rendah
RW 07 Kelurahan Sawah 2. Rendah
Bera berhubungan dengan 3. Cukup
tingginya kesadaran warga 4. Tinggi
terhadap kesehatan balita, ibu 5. Sangat tinggi
hamil, ibu nifas, ibu
menyusui yang ditunjang
dengan keaktifan kader dan
petugas kesehatan.

4. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Jumlah Keterangan


. A B C D E F G H I J K L
1.Risiko terjadinya peningkatan 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 Keterangan kriteria :
penyakit akibat lingkungan A. Sesuai dengan
yang kurang bersih (DBD, peran perawat

136
ISPA, TB paru dan tifus) di B. Risiko terjadi
RT 01-02 RW 07 Kelurahan C. Risiko parah
Sawah Bera berhubungan D. Potensi untuk
dengan kurangnya pendidikan kesehaan
pengetahuan masyarakat E. Interest untuk
tentang akibat dari komunitas
lingkungan ang kurang bersih F. Kemungkinan
2.Potensial pemberdayaan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 diatasi
potensi remaja di wilayah G. Relevan dengan
RW 07 kelurahan Sawah Bera program
berhubungan dengan kegiatan H. Tersedianya
yang positif (olahraga dan tempat
keagamaan) I. Tersedianya
waktu
3.Risiko terjadinya penurunan 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 40 J. Tersedianya
kualitas hidup lansia di dana
wilayah RT 01-02 RW 07 K. Tersedianya
Kelurahan Sawah Bera fasilitas
berhubungan dengan L. Tersedianya

137
kurangnya pengetahuan dan sumber daya
kesadaran lansia dalam usaha
pemeliharaan kesehatan
Keterangan
4.Potensial peningkatan 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 2 35
pembobotan:
kesehatan balita, ibu hamil,
1. Sangat rendah
ibu nifas, dan ibu menyusui di
2. Rendah
RW 07 Kelurahan Sawah
3. Cukup
Bera berhubungan dengan
4. Tinggi
tingginya kesadaran warga
5. Sangat tinggi
terhadap kesehatan balita, ibu
hamil, ibu nifas, ibu
menyusui yang ditunjang
dengan keaktifan kader dan
petugas kesehatan.

5. Perilaku kesehatan cenderung berisiko

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Jumlah Keterangan


. A B C D E F G H I J K L

138
1.Risiko terjadinya peningkatan 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 39 Keterangan kriteria :
penyakit akibat lingkungan 1. Sesuai dengan
yang kurang bersih (DBD, peran perawat
ISPA, TB paru dan tifus) di 2. Risiko terjadi
RT 01-02 RW 07 Kelurahan 3. Risiko parah
Sawah Bera berhubungan 4. Potensi untuk
dengan kurangnya pendidikan kesehaan
pengetahuan masyarakat 5. Interest untuk
tentang akibat dari komunitas
lingkungan ang kurang bersih 6. Kemungkinan
2.Potensial pemberdayaan 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 27 diatasi
potensi remaja di wilayah 7. Relevan dengan
RW 07 kelurahan Sawah Bera program
berhubungan dengan kegiatan 8. Tersedianya
yang positif (olahraga dan tempat
keagamaan) 9. Tersedianya
3.Risiko terjadinya penurunan 4 4 3 4 2 3 3 2 2 3 2 3 35 waktu
kualitas hidup lansia di 10. Tersedianya
wilayah RT 01-02 RW 07 dana

139
Kelurahan Sawah Bera 11. Tersedianya
berhubungan dengan fasilitas
kurangnya pengetahuan dan 12. Tersedianya
kesadaran lansia dalam usaha sumber daya
pemeliharaan kesehatan
4.Potensial peningkatan 3 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 2 34
Keterangan
kesehatan balita, ibu hamil,
pembobotan:
ibu nifas, dan ibu menyusui di
1. Sangat rendah
RW 07 Kelurahan Sawah
2. Rendah
Bera berhubungan dengan
3. Cukup
tingginya kesadaran warga
4. Tinggi
terhadap kesehatan balita, ibu
5. Sangat tinggi
hamil, ibu nifas, ibu
menyusui yang ditunjang
dengan keaktifan kader dan
petugas kesehatan.

140
Prioritas Masalah

No. Diagnosa Keperawatan Total


1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan 153
2. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga 148
3. Defisiensi kesehatan komunitas 140
4. Defisiensi pengetahuan 135
5. Perilaku kesehatan cenderung berisiko 134

141
E. Planning Of Action

Diagnosis Rencana Penanggung


No Implementasi Indikator Kriteria Hasil Waktu
Keperawatan Kegiatan Jawab
1. Ketidakefektifa Pendidikan 1. Mempersiapkan 1. Warga mengerti 1. Peserta hadir Mahasiswa Jumat
n pemeliharaan kesehatan tempat dan peralatan tentang rumah ditempat yang telah dan
kesehatan rumah sehat yang diperlukan. sehat. ditentukan. Sabtu,
2. Menyampaikan izin 2. Warga dapat 2. Kegiatan berjalan 10-11
pemakaian tempat menyebutkan dan dengan lancar. Agustus
penyuluhan. menjelaskan 3. Peserta antusias 2018
3. Berkoordinasi dengan kembali mendengarkan
kader. mengenai rumah materi penyuluhan
4. Mengundang seluruh sehat. dan bertanya.
RW 07 RT 01 & RT 3. Warga dapat 4. Penyuluhan diikuti
02 mengimplementa minimal 60% warga
sikan indikator di RW 07 RT 01 &
rumah sehat pada RT 02
rumahnya

142
masing-masing.
2. Ketidakefektifa Pendidikan 1. Mempersiapkan 1. Warga mengerti 1. Peserta hadir Mahasiswa Jumat
n manajemen kesehatan tempat dan peralatan tentang ditempat yang telah dan
regimen pernikahan yang diperlukan. pernikahan dini ditentukan. Sabtu,
terapeutik dini 2. Menyampaikan izin 2. Warga dapat 2. Kegiatan berjalan 10-11
keluarga pemakaian tempat menyebutkan dan dengan lancar. Agustus
penyuluhan. menjelaskan 3. Peserta antusias 2018
3. Berkoordinasi dengan kembali mendengarkan
kader. mengenai materi penyuluhan
4. Mengundang seluruh pernikahan dini dan bertanya.
RW 07 RT 01 & RT 3. Warga dapat 4. Penyuluhan diikuti
02 mengimplementa minimal 60% warga
sikan indikator di RW 07 RT 01 &
pernikahan dini. RT 02
3. Defisiensi Pendidikan 1. Mempersiapkan 1. Warga mengerti 1. Peserta hadir Mahasiswa Jumat
kesehatan kesehatan tempat dan peralatan tentang ditempat yang telah dan
komunitas Hipertensi yang diperlukan. Hipertensi dan ditentukan. Sabtu,
dan Rematik 2. Menyampaikan izin Rematik 2. Kegiatan berjalan 10-11
pemakaian tempat 2. Warga dapat dengan lancar. Agustus

143
penyuluhan. menyebutkan dan 3. Peserta antusias 2018
3. Berkoordinasi dengan menjelaskan mendengarkan
kader. kembali materi penyuluhan
4. Mengundang seluruh mengenai dan bertanya.
RW 07 RT 01 & RT Hipertensi dan 4. Penyuluhan diikuti
02 Rematik minimal 60% warga
3. Warga dapat di RW 07 RT 01 &
mengimplementa RT 02
sikan indikator
Hipertensi dan
Rematik
4. Defisiensi Pendidikan 1. Mempersiapkan 1. Warga mengerti 1. Peserta hadir Mahasiswa Jumat
pengetahuan kesehatan tempat dan peralatan tentang ISPA ditempat yang telah dan
ISPA yang diperlukan. 2. Warga dapat ditentukan. Sabtu,
2. Menyampaikan izin menyebutkan dan 2. Kegiatan berjalan 10-11
pemakaian tempat menjelaskan dengan lancar. Agustus
penyuluhan. kembali 3. Peserta antusias 2018
3. Berkoordinasi mengenai ISPA mendengarkan
dengan kader. 3. Warga dapat materi penyuluhan

144
4. Mengundang mengimplementa dan bertanya.
seluruh warga RW sikan indikator 4. Penyuluhan diikuti
07 RT 01 & RT 02 dari ISPA minimal 60% warga
di RW 07 RT 01 &
RT 02
5. Perilaku Pendidikan 1. Mempersiapkan 1. Warga mengerti 1. Peserta hadir Mahasiswa Jumat
kesehatan kesehatan tempat dan peralatan tentang rokok ditempat yang telah dan
cenderung rokok yang diperlukan. 2. Warga dapat ditentukan. Sabtu,
berisiko 2. Menyampaikan izin menyebutkan dan 2. Kegiatan berjalan 10-11
pemakaian tempat menjelaskan dengan lancar. Agustus
penyuluhan. kembali 3. Peserta antusias 2018
3. Berkoordinasi mengenai rokok mendengarkanmater
dengan kader. 3. Warga mengerti i penyuluhan dan
4. Mengundang mengenai bahaya bertanya.
seluruh wargaRW rokok 4. Penyuluhan diikuti
07 RT 01 & RT 02 minimal 60% warga
di RW 07 RT 01 &
RT 02

145
F. Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut

Temuan
No Implementasi Hambatan Dukungan Evaluasi Hasil RTL
Hasil Kajian
1 Ketidakefektif a. Melakukan Kurang a. Keaktifan pihak a. Struktur a. Koordinasi
an koordinasi partisipasi desa setempat Pada saat dilakukan Meningkatkan
pemeliharaan dengan pihak masyarakat (RT, RW dan Musyawarah Masyarakat Desa, koordinasi pihak desa
kesehatan desa setempat dalam kegiatan Kader pihak desa setempat (RT, RW dan Kader
(RT, RW dan penyuluhan kesehatan) RW menyetujui dan menerima kesehatan) dalam
Kader yang dilakukan 07 memberikan rencana kegiatan yang akan meningkatkan
kesehatan) di RW 07. kelancaran dilakukan. motivasi masyarakat
mengenai dalam b. Proses : khususnya dalam
kegiatan pelaksanaan 1) Melakukan kegiatan pencegahan serta
penyuluhan kegiatan penyuluhan kesehatan di penatalaksanaan
rumah sehat implementasi RW 07. penyakit yang
yang yang dilakukan 2) Memberikan motivasi diakibatkan oleh
dilakukan di disetiap sesi. kepada masyarakat, pada tidak menerapkan
RW 07. b. Masyarakat saat memberikan prinsip rumah sehat.
b. Tanggal 10- yang hadir penyuluhan tentang rumah

146
11 Agustus antusias pada sehat. b. Sosialisasi
2018. saat mengikuti c. Hasil : Sosialisasi dengan
dilakukan penyuluhan Masyarakat menerima pihak desa (RT, RW
penyuluhan yang diberikan. penyuluhan yang diberikan dan Kader kesehatan)
dan dengan baik dan antusias. mengenai
pemeriksaan pencegahan serta
tekanan darah penatalaksanaan
di RW 07. penyakit yang
diakibatkan oleh
tidak menerapkan
prinsip rumah sehat.
c. Penanggung jawab
kegiatan:
1) Puskesmas.
2) Ketua RW.
3) Ketua RT.
4) Kader
Kesehatan.
5) Karang Taruna.

147
6) Masyarakat RW
07.

2. Ketidakefektif a. Melakukan Kurang a. Keaktifan pihak a. Struktur a. Koordinasi


an manajemen koordinasi partisipasi desa setempat Pada saat dilakukan Meningkatkan
regimen dengan pihak masyarakat (RT, RW dan Musyawarah Masyarakat Desa, koordinasi pihak
terapeutik desa setempat dalam kegiatan Kader pihak desa setempat desa (RT, RW dan
keluarga (RT, RW dan penyuluhan kesehatan) RW menyetujui dan menerima Kader kesehatan)
Kader yang dilakukan 07 memberikan rencana kegiatan yang akan dalam meningkatkan
kesehatan) di RW 07. kelancaran dilakukan. motivasi masyarakat
mengenai dalam khususnya mengenai
kegiatan pelaksanaan b. Proses : pernikahan dini.
penyuluhan kegiatan 1. Melakukan kegiatan
Pernikahan implementasi penyuluhan kesehatan di a. Sosialisasi
Dini yang di yang dilakukan RW 07 Sosialisasi dengan
lakukan di disetiap sesi. 2. Memberikan motivasi pihak desa (RT, RW
RW 07. b. Masyarakat kepada masyarakat, pada dan Kader kesehatan)
b. Tanggal 10- yang hadir saat memberikan mengenai
11 Agustus sangat antusias penyuluhan tentang pencegahan serta

148
2018 saat mengikuti Pernikahan Dini. penatalaksanaan
dilakukan kegiatan c. Hasil: penyakit yang
penyuluhan penyuluhan. Masyarakat menerima diakibatkan oleh
dan penyuluhan yang diberikan pernikahan dini.
pemeriksaan dengan baik dan antusias.
tekanan darah b. Penanggung jawab
di RW 07. kegiatan:
1) Puskesmas.
2) Ketua RW.
3) Ketua RT.
4) Kader Kesehatan.
5) Karang Taruna.
6) Masyarakat
RW07.
3. Defisiensi a. Melakukan Kurang a. Keaktifan pihak a. Struktur a. Koordinasi
kesehatan koordinasi partisipasi desa setempat Pada saat dilakukan Meningkatkan
komunitas dengan pihak masyarakat (RT, RW dan Musyawarah Masyarakat Desa, koordinasi pihak
desa setempat dalam kegiatan Kader pihak desa setempat desa (RT, RW dan
(RT, RW dan penyuluhan kesehatan) RW menyetujui dan menerima Kader kesehatan)

149
Kader yang dilakukan 07 memberikan rencana kegiatan yang akan dalam
kesehatan) di RW 07. kelancaran dilakukan. meningkatkan
mengenai dalam motivasi
kegiatan pelaksanaan b. Proses : masyarakat
Penyuluhan kegiatan a. Melakukankegiatan khususnya
Hipertensi implementasi penyuluhan kesehatan di mengenai hipertensi
dan Rematik yang dilakukan RW 07. dan rematik.
yang disetiap sesi. b. Memberikan motivasi b. Sosialisasi
dilakukan di b. Masyarakat kepada masyarakat, pada Sosialisasi
RW 07. yang hadir saat memberikan mengenai
b. Tanggal 10- sangat antusias penyuluhan tentang bagaimana
11 Agustus saat mengikuti Hipertensi dan Rematik pencegahan
2018 kegiatan serta cara pencegahannya. Hipertensi dan
dilakukan penyuluhan. c. Hasil: Rematik.
penyuluhan Masyarakat menerima c. Penanggung jawab
dan penyuluhan yang diberikan kegiatan:
pemeriksaan dengan baik dan antusias. 1) Puskesmas.
tekanan darah 2) Ketua RW.
di RW 07. 3) Ketua RT.

150
4) Kader
Kesehatan.
5) Karang Taruna.
6) Masyarakat RW
07.
4. Defisiensi a. Melakukan Kurang a. Keaktifan pihak a. Struktur a. Koordinasi
pengetahuan koordinasi partisipasi desa setempat Pada saat dilakukan Meningkatkan
dengan pihak masyarakat (RT, RW dan Musyawarah Masyarakat Desa, koordinasi pihak desa
desa setempat dalam kegiatan Kader pihak desa setempat setempat (RT, RW
(RT, RW dan penyuluhan kesehatan) RW menyetujui dan menerima dan Kader kesehatan)
Kader yang dilakukan 07 memberikan rencana kegiatan yang akan dalam meningkatkan
kesehatan) di RW 07. kelancaran dilakukan. motivasi masyarakat
mengenai dalam Proses : khususnya dalam
kegiatan pelaksanaan 1. Melakukan kegiatan pencegahan serta
Penyuluhan kegiatan penyuluhan kesehatan di penatalaksanaan
tentang ISPA implementasi RW 07. penyakit ISPA.
di RW 07 yang dilakukan 2. Memberikan motivasi b. Sosialisasi
b. Tanggal 10-11 disetiap sesi. kepada masyarakat, pada Sosialisasi dengan
Agustus 2018 b. Masyarakat saat memberikan pihak desa (RT, RW

151
dilakukan yang hadir penyuluhan tentang dan Kader kesehatan)
penyuluhan sangat antusias pendidikan kesehatan ISPA mengenai
dan saat mengikuti dan cara pencegahannya. pencegahan serta
pemeriksaan kegiatan b. Hasil: penatalaksanaan
tekanan darah penyuluhan. Masyarakat menerima penyakit ISPA.
kepada warga penyuluhan yang diberikan c. Penanggung jawab
di RW 07. dengan baik dan antusias. kegiatan:
1) Puskesmas.
2) Ketua RW.
3) Ketua RT.
4) Kader
Kesehatan.
5) Karang Taruna.
6) Masyarakat RW
07.
5. Perilaku a. Melakukan Kurang a. Keaktifan pihak a. Struktur a. Koordinasi
kesehatan koordinasi partisipasi desa setempat Pada saat dilakukan Meningkatkan
cenderung dengan pihak masyarakat (RT, RW dan Musyawarah Masyarakat Desa, koordinasi pihak
berisiko desa dalam kegiatan Kader pihak desa setempat desa (RT, RW dan

152
setempat penyuluhan kesehatan) RW menyetujui dan menerima Kader kesehatan)
(RT, RW yang dilakukan 07 memberikan rencana kegiatan yang akan dalam meningkatkan
dan Kader di RW 07. kelancaran dilakukan. motivasi masyarakat
kesehatan) dalam khususnya dalam
mengenai pelaksanaan b. Proses : pencegahan serta
Penyuluhan kegiatan a. Melakukankegiatan penatalaksanaan
tentang implementasi penyuluhan kesehatan di penyakit yang
Rokok yang yang dilakukan RW 07. diakibatkan oleh
di RW 07. disetiap sesi. b. Memberikan motivasi merokok.
b. Tanggal 10- b. Masyarakat kepada masyarakat, pada b. Sosialisasi
11Agustus yang hadir saat memberikan Sosialisasi dengan
2018 sangat antusias pendidikan kesehatan pihak desa (RT, RW
dilakukan saat mengikuti tentang Rokok dan Kader kesehatan)
penyuluhan kegiatan c. Hasil: mengenai
dan penyuluhan. Masyarakat menerima pencegahan serta
pemeriksaan penyuluhan yang diberikan penatalaksanaan
tekanan dengan baik dan antusias. penyakit yang
darah kepada diakibatkan oleh
warga di RW merokok.

153
07. c. Penanggung jawab
kegiatan:
1) Puskesmas.
2) Ketua RW.
3) Ketua RT.
4) Kader
Kesehatan.
5) Karang Taruna.
6) Masyarakat RW
07.

154
BAB V

PEMBAHASAN

1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan


Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Rumah berfungsi sebagai
tempat untuk melepas lelah, tempat bergaul dan membina rasa
kekeluargaan di antara anggota keluarga serta sebagai tempat berlindung
dan menyimpan barang berharga. Selain itu, rumah juga merupakan status
lambang sosial (Mukono, 2000).

Menurut Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1992 menjelaskan bahwa


rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area
sekitarnya yang dipakai sebagai tempa ttinggal dan sarana pembinaan
keluarga. Menurut WHO (2004), rumah adalah struktur fisik atau
bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk
kesehatan keluarga dan individu.

Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai


Rumah Sehat di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.
Penyuluhan tersebut yang dilakukan, pemberian leaflet mengenai materi
yang bersangkutan dan hasil mouth to mouth dari warga ke warga.

2. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga


Pernikahan dini atau pernikahan anak merupakan pernikahan yang
dilakukan pada usia yang terlalu muda, yaitu usia kurang dari 20 tahun
untuk perempuan dan usia kurang dari 25 tahun untuk pria. Berdasarkan
aturan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana

155
Nasional (BKKBN) bahwa usia menikah ideal untuk perempuan adalah
20-35 tahun dan 25-40 tahun untuk pria. Penyebab dari pernikahan dini di
Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain pendidikan rendah,
kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda, pernikahan yang diatur, seks
bebas pada remaja, pemahaman agama

Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai


Pernikahan Dini di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.
Penyuluhan tersebut yang dilakukan, pemberian leaflet mengenai materi
yang bersangkutan dan hasil mouth to mouth dari warga ke warga.

3. Defisiensi kesehatan komunitas


1. Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai
dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi,
walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui
(hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi
(tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran
darah (Kurniawan, 2002).

Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai


penyakit Hipertensi di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar
64,2%. Penyuluhan tersebut yang dilakukan, pemberian leaflet

156
mengenai materi yang bersangkutan dan hasil mouth to mouth dari
warga ke warga.
2. Artritis Rheumatoid adalah penyakit inflamasi non bakterial yang
bersifat progresif kronis mengenai beberapa area misalnya sendi bahu
dan/atau sendi lutut dan tidak diketahui penyebabnya. Pada saat ini
Artritis Rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi (Muttaqin, 2011:418).

Penyakit rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit


autoimun berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa (Singh et al.,
2015). Rasa nyeri pada penderita RA pada bagian sinovial sendi,
sarung tendo, dan bursa akan mengalami penebalan akibat radang yang
diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi
(Syamsuhidajat, 2010) hingga dapat menyebabkan kecacatan (Yazici
& Simsek, 2010).

Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai


penyakit Rematik di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar
64,2%. Penyuluhan tersebut yang dilakukan, pemberian leaflet
mengenai materi yang bersangkutan dan hasil mouth to mouth dari
warga ke warga.

4. Defisiensi pengetahuan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mulai diperkenalkan pada tahun
1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah
ini berasal dari bahasa inggris yaitu Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura (Syafrudin, Damayani & Delmaifanis, 2011).

157
Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai
penyakit ISPA di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.
Penyuluhan tersebut yang dilakukan, pemberian leaflet mengenai materi
yang bersangkutan dan hasil mouth to mouth dari warga ke warga.

5. Perilaku kesehatan cenderung berisiko


Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang 70 hingga 120 mm
(bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm. Di dalamnya berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Untuk menikmatinya salah satu ujung rokok
dibakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut
pada ujung lain (FajarRahmat, 2011).

Hubungan rokok dengan kesehatan, yaitu rokok mengandung zat


berbahaya bernama nikotin. Zat ini berasal dari daun tembakau yang
merupakan bahan baku utama rokok. Pada saat orang menghisaprokok,
asap yang mengandung nikotin masuk kedalam tubuh dan mencemari
paru-parunya. Nikotin merupakan zat yang dapat membuat seorang
perokok kecandunan.

Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai


Rokok di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.
Penyuluhan tersebut yang dilakukan, pemberian leaflet mengenai materi
yang bersangkutan dan hasil mouth to mouth dari warga ke warga.

158
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan
Setelah melaksanakan kegiatan Komunitas, Keluarga, dan Lansia di Desa
Sukajadi Ciwidey, Kabupaten Bandung, selama 2 minggu (dari tanggal 30
Juli - 20 Agustus 2018), dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
a. Rumah sehat : setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan
pengetahuan mengenai Rumah Sehat di Kampung Sawah Berah Desa
Sukajadi sebesar 64,2%.

2. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga


a. Pernikahan dini : setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan
pengetahuan mengenai Pernikahan Dini di Kampung Sawah Berah
Desa Sukajadi sebesar 64,2%.

3. Defisiensi kesehatan komunitas


a. Hipertensi : pada penyakit degeneratif Hipertensi, setelah diberikan
intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai penyakit
Hipertensi di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.
b. Rematik : pada penyakit degeneratif Rematik, setelah diberikan
intervensi terjadi peningkatan pengetahuan mengenai penyakit
Rematik di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.

4. Defisiensi pengetahuan
a. ISPA : pada penyakit ISPA, setelah diberikan intervensi terjadi
peningkatan pengetahuan mengenai penyakit ISPA di Kampung
Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar 64,2%.

159
5. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
a. Rokok, setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan pengetahuan
mengenai Rokok di Kampung Sawah Berah Desa Sukajadi sebesar
64,2%

6. Penerimaan dari masyarakat di Desa Sukajadi


Desa Sukajadi Kabupaten Bandung cukup baik terhadap kedatangan
mahasiswa STIK Immanuel Bandung mulai dari pendataan sampai
penanggulangan masalah baik dari segi masalah kesehatan maupun
masalah umum masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam upaya pembangunan kesehatan dan upaya
pembangunan masyarakatnya perlu dikembangkan lagi agar menjadi
masyarakat yang sehat, mandiri, dan berkembang
Dalam pelaksanaan area keperawatan komunitas, keluarga, dan lansia
mahasiswa STIK Immanuel Bandung diterima dengan baik oleh
masyarakat Desa Sukajadi Kabupaten Bandung, ini terbukti dari
pendataan sampai evaluasi berjalan dengan lancar.

B. Saran
Upaya meningkatkan kesehatan dan kemandirian masyarakat dalam
menyelesaikan masalah baik masalah kesehatan maupun masalah umum,
dapat diajukan beberapa saran kepada pihak antara lain untuk :
1. Pihak Institusi Pendidikan
a. Sarana dan prasarana yang menunjang dapat ditingkatkan guna
menunjang kegiatan mahasiswa selama melaksanakan praktik di area
komunitas, keluarga dan lansia.
b. Hasil kajian ini dapat menambah informasi, wawasan, memperkarya
konsep serta pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa program S1
Keperawatan terkait area komunitas, keluarga, lansia.

160
c. Media promosi kesehatan pada area komunitas, keluarga, lansia dapat
adaptasi , dicermati dan dikembangkan lebih lanjut secara inovatif dan
kreatif guna mempermudah mahasiswa dalam penyampaiannya

2. Pihak Desa Sukajadi


a. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
lingkungan dan pribadi yang akan berdampak pada derajat kesehatan
masyarakat di Desa Sukajadi
b. Meningkatkan kegiatan Desa Sukajadi dan RW siaga mengingat jarak
antar RW berjauhan
c. Meningkatkan kesadaran untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan
yang ada di Desa Sukajadi
d. Memperhatikan keadaan, kondisi akan akses wilayahnya secara teliti
sehingga tingkat keselamatan, rasa aman, dan terhindar dari bencana
yang diinginkan
e. Mempertahankan dan melanjutkan setiap program yang telah
disepakati bersama serta mengembangkan dengan melibatkan setiap
aparatur desa terkait

3. Pihak Masyarakat Desa Sukajadi


Hendaknya mampu berpartisipasi aktif dalam bimbingan dan mempunyai
kesadaran untuk berperilaku hidup sehat, melanjutkan program yang telah
di rencanakan bersama sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang
optimal

4. Puskesmas Sukajadi
a. Hendaknya unit pelayanan kesehatan (Puskesmas) lebih
meningkatkan pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat.
Bekerjasama (Partnership) dalam mengatasi masalah kesehatan di
wilayah binaannya serta menambah jumlah tenaga dan kualitas
pelayanan kesehatan di Puskesmas ataupun di Puskesmas pembantu

161
b. Media promosi kesehatan dan program yang telah disepakati dapat
dievaluasi secara berkala serta dikembangkan lebih lanjut dalam
mendukung desa sehat.

162

Anda mungkin juga menyukai