BELL’S PALSY
Diajukan untuk
Disusun oleh :
Aziza Ulfie Wijayani
H2A014012P
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
Para ahli menyebutkan bahwa pada bell’s palsy terjadi proses inflamasi
akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen
stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi unilateral. Namun demikian
dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit
ini berulang atau kambuh.1
2
Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada
wajahnya, maka ia merasa takut dan timbul pertanyaan di dalam hatinya apakah ia
menderita stroke yang berarti separuh tubuhnya akan menjadi lumpuh juga. Bila
terjadi pada penderita wanita akan menjadi malu dan jiwanya tertekan, takut kalau
menetap untuk selamanya.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemologi
Insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan karena penderita tidak
hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada
dokter umum, dokter THT maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4
buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 %
dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering
4
terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim
panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat
terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai
atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy.2,4
2.3 Etiologi
3. Teori herediter
4. Teori imunologi
5
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita bell’s palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam
kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.
2.4 Patofisiologi
6
2.5 Gambaran Klinis dan Keluhan
7
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan
cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan
seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila
paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.2,3,7
Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan
dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan
bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis.
Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang
lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau
hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum
dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.2,4,5
Komplikasi ke bagian mata antara lain :4,5,8
- Lagoftalmus
- Alis Jatuh
- Erosi Kornea
- Crocodile-tears tearing
Komplikasi ke bagian telinga antara lain: 4,5,8
8
Gangguan Pengecapan: 4,5,8
Spasme Fasial4,5,8
Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat
kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat
stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan
pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih
sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis
yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup
mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum
atau ketika mengedipkan mata.
Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :1,4,5
9
c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus
stapedius
Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.
Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya
seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes
Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul
parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yang
disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi – lesi herpetik
terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada
pinna.
Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar
nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis.
Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus
rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.
g. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan
involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab
dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai
sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun
demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga
sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan
involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam
secara berlebihan.
10
2.6 Diagnosa
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang
terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.
Anamnesa : 4,5,8
-
Rasa nyeri.
-
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
-
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
-
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
11
Pemeriksaan : 4,5,8
1. Pemeriksaan neurologi
-
Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang
sehat saja.
-
Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
-
Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak
mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke
atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu
dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih
lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal
ini dikenal sebagai Lagoftalmus.
-
Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat
dikembungkan.
-
Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh
meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat
diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan
juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.
12
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8
-
Stethoscope Loudness Test
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari
muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop
13
kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka
suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius
yang lumpuh
-
Schirmer Blotting Test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi.
Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis
sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan
antara sisi yang lumpuh dan yang normal.
14
vesikel-vesikel yang terasa amat nyeri di daun telinga. Karena adanya
proses inflamasi maka akan menimbulkan pembengkakan, timbunan
metabolit di dalam kanalis Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia
dan paresis fasialis. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan
titer antibodi terhadap virus varisela-zoster.
3. Trauma kapitis
Pada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran penyakitnya khas dan
paresis hampir selalu bilateral.
5. Tumor Intrakranialis
6. Leukimia
15
2.8 Terapi
-
Kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah prednison
atau methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara
bertahap (tappering off) selama 7 hari. 2,9
-
Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan
Aciclovir 400 mg sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau
penggunaan Valacyclovir 500 mg sebanyak 2 kali per hari P.O selama lima
hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik. 2,9
16
harus ditawarkan terapi kombinasi. Pasien yang datang dengan
kelumpuhan saraf wajah lengkap memiliki tingkat lebih rendah pemulihan
spontan dan mungkin lebih mungkin memperoleh manfaat dari
pengobatan.10
-
Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan
ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat
penyembuhan.2,9
-
Analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri. 2,9
2. Terapi operatif
-
Produksi air mata berkurang menjadi < 25%
-
Aliran saliva berkurang menjadi < 25%
17
-
Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.
3. Rehabilitasi Medik
18
Tujuan rehabilitasi medik adalah :9
Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.
1) Program Fisioterapi4,5,9
- Pemanasan
- Stimulasi listrik
19
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi
dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.
20
latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan
cermin.
Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.
21
a. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
a. Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan salep mata.
2.9 Komplikasi2,4,9
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari
regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva
tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.
b. Synkinesis
22
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya yaitu:
Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan
(involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi.
Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi
sakit manjadi tertutup.
Bila penderita menggerakkan suatu bagian wajahnya, maka semua otot
wajah pada sisi lumpuh manjadi kontraksi.
d. Kontraktur
23
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan
nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi
yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak
tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah
bergerak.
2.10 Prognosis1
BAB III
24
KESIMPULAN
1. Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara
akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
2. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu teori
iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.
3. Gambaran klinis bell’s palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter
pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan
menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini dan
lagoftalmus.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997
Hauser,Stephen,L (ed). Harrison’s, Neurology in Clinical Medicine . Mc
Graw Hill, Philadelphia, 2005
2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 11- 16
3. Morh Gautier. Guide to clinical neurology 1st ed. New York: Churchill,
1995:765-77
4. Cummings JL. Alzheimer’s disease. N Engl J Med. 2004;351:56-67
5. Rochmach W,Harimurti K. Demensia.Dalam: Sudoyo A,Setiyohadi
B,Alwi I,Setiati S,penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-
4.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2006.h.1374-8
6. http://www.emedicine.com/EMERG/topic 163.htm
7. http://www.chinessejournal.com
26