Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

ILEUS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Bedah RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Pembimbing :
dr. Wicaksono Probowoso, Sp.B
Disusun Oleh :
Aziza Ulfie Wijayani H2A014012P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
2019

BAB I
PENDAHULUAN

1
A. LATAR BELAKANG
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen atau oleh gangguan
peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan dapat terjadi dimana
saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulate. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi adhesi, dan
volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis
adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.1
Pada bayi dan neonatus, penyumbatan usus biasanya disebabkan oleh cacat lahir
massa yang keras dari isi usus (mekonium) dan volvulus. Invaginasi merupakan penyebab
tersering dari obstruksi usus akut pada anak, dan sumbatan usus akut ini merupakan salah
satu tindakan bedah darurat yang sering terjadi pada anak.1
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma terutama pada daerah
rectosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda lanjut (late sign)
dari karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus mekanik total yang tidak dapat
ditolong dengan cara pemasangan tube lambung, puasa dan infus. Indikasi relaparatomi
karena obstruksi usus akibat adhesi sebesar 17,7%. Walaupun di negara berkembang seperti
di Indonesia, adhesi bukanlah sebagai penyebab utama terjadinya obstruksi usus. Penyebab
tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi
sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).1
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang terkoordinasi
dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-
hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
World Health Organization (WHO) tahun 1998 memperkirakan penyakit pada saluran
pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia pada tahun 2020
mendatang. Diantara Negara SEAMIC (Southern Asian Medical Information Center) tahun
2008, indonesia menempati urutan ke-2 negara yang memiliki angka insiden rate akibat
penyakit saluran pencernaan, dengan rincian: di Jepang tercatat 30 per 10.000 penduduk, di

2
Indonesia tercatat 25 per 100.000 penduduk, di Filipina 24 per 100.000 penduduk. Di
Vietnam tercatat 22 per 100.000 penduduk, Malaysia tercatat 21 per 100.000 penduduk, di
Singapura tercatat 8 per 100.000 pendudul dan di Brunei Darussalam tercatat 5 per 100.000
penduduk.3, 15

B. TUJUAN
Referat ini bertujuan untuk membahas mengenai ileus obstruksi meliputi diagnosis,
etiologi, serta penatalaksanaannya. Penulisan referat ini juga sebagai memenuhi tugas dokter
internsip RSUD Kab. Mimika.

C. MANFAAT
Referat ini diharapkan dapat meningkatan pengetahuan penulis dan teman-teman
internsip di RSUD Kab. Mimika dan siapa saja yang membaca referat ini.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS OBSTRUKTIF

A. DEFINISI
Ileus obstruksi atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana saluran cerna
tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.4
Ada dua tipe ileus yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif
ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.
Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis,
distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit parkinson.5

B. ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI USUS


Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada cadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengah akan berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.5
Usus halus adalah saluran yang memiliki panjang ± 6 m. Fungsi usus halus adalah
mencerna dan mengabsorpsi chyme dari lambung. Usus halus memanjang dari pyloric
sphincter lambung sampai sphincter ileocaecal, tempat bersambung dengan usus besar. Usus
halus terdiri atas tiga bagian , yaitu: duodenum, jejunum, ileum.6
Duodenum, bagian terpendek (25cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di perut
sampai jejunum. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat
pancreas dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan kantung empedu. Empedu

4
berfungsi mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas menghasilkan amilase yang
berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna
protein menjadi asam amino/albumin dan polipeptida. Dinding usus halus mempunyai lapisan
mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner yang berfungsi memproduksi getah
intestinum.6

Gambar1. Letak duodenum


Jejunum memiliki panjang antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan
mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus. Getah usus
yang dihasilkan mengandung lendir dan berbagai macam enzim yang dapat memecah
makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam jejunum, makanan menjadi bubur yang lumat
yang encer.6
Usus penyerapan (ileum), panjangnya antara 0,75m – 3,5m terjadi penyerapan sari–
sari makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot usus/vili. Adanya jonjot
usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi semakin luas sehingga penyerapan makanan
dapat berjalan dengan baik. Dinding jonjot usus halus tertutup sel epithelium yang berfungsi
untuk menyerap zat hara. Terdapat sekitar 1000 mikrovili (gambar 3) dalam tiap sel. Dinding
tersebut juga mengeluarkan mucus. Enzim pada mikrovili menghancurkan makanana menjadi
partikel yang cukup kecil untuk diserap. Di dalam setiap jonjot terdapat pembuluh darah
halus dan saluran limfa yang menyerap zat hara dari permukaan jonjot. Vena porta
mengambil glukosa dan asam amino, sedangkan asam lemak dan gliserol masuk ke sel
limfa.8

5
Gambar2. Mikrovilli

Lapisan usus halus (gambar 4) terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung, yaitu8
1. Lapisan luar adalah membran selulosa, yaitu peritoronium yang melapisi usus halus
dengan erat.
2. Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang
(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot
polos dan bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses pencernaan mekanis,
pencampuran makanan dengan enzim-enzim pencernaan dan pergerakkan makanan
sepanjang saluran pencernaan.. Diantara kedua lapisan serabut berotot terdapat
pembuluh darah, pembuluh limfe, dan pleksus syaraf.
3. Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu plexus of
meissner yang mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari mukosa
saluran pencernaan. Submukosa ini terdapat diantara otot sirkuler dan lapisan mukosa.
Dinding submukosa terdiri atas jaringan alveolar dan berisi banyak pembuluh darah,
sel limfe, kelenjar, dan pleksus syaraf yang disebut plexus of meissner. Pada
duodenum terdapat kelenjar blunner yang berfungsi untuk melindungi lapisan
duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam. Sistem kerjanya adalah kelenjar
blunner akan mengeluarkan sekret cairan kental alkali.
4. Mukosa dalam terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi getah usus
halus (intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi cairan yang disekresikan
oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis) dari duodenum, jejunum, dan ileum.
Produksinya dipengaruhi oleh hormon sekretin dan enterokrinin. Pada lapisan ini
terdapat vili (gambar 3) yang merupakan tonjolan dari plica circularis (lipatan yang
terjadi antara mukosa dengan submukosa). Lipatan ini menambah luasnya permukaan
sekresi dan absorpsi serta memberi kesempatan lebih lama pada getah cerna untuk
bekerja pada makanan. Lapisan mukosa berisi banyak lipatan Lieberkuhn yang

6
bermuara di atas permukaan, di tengah-tengah villi. Lipatan Lieberkuhn diselaputi
oleh epithelium silinder. 11

Gambar3. Colon
Panjang kolon adalah sekitar 5-6-kaki, bagian berbentuk U bagian dari seluruh usus
besar (saluran cerna bagian bawah). Secara definisi, caecum (dan appendix) dan ano-rektum,
yang juga merupakan bagian dari usus besar, tidak termasuk dalam kolon. Secara
embriologis, kolon berkembang sebagian dari midgut (kolon ascendens sampai proksimal
kolon transversum) dan sebagian dari hindgut (kolon transversum distal sampai kolon
sigmoid).
Pada foto polos abdomen, kolon terlihat terisi dengan udara dan feses. Kolon diidentifikasi
dengan haustra (sakulasi irreguler incomplete).8,9

Kolon ascendens
Kolon ascendens (kanan) terletak vertikal di bagian paling lateral kanan dari rongga
perut. Ujung proksimal buntu yang berbentuk dari kolon ascendens disebut caecum. Kolon
ascendens berbelok tepat di bawah hati membentuk flexura coli dextra / flexura hepatica dan
menjadi kolon transversum, yang memiliki jalur horizontal dari kanan ke kiri.7

Kolon Transversus
Kolon transversus kemudian berjalan terus ke kiri dan kemudian berbelok tepat di
bawah limpa membentuk flexura coli sinistra / flexura lienalis dan kemudian menjadi kolon
descendens (kiri) yang terletak vertikal di bagian lateral paling kiri dari rongga perut. Kolon
descendens mengarah ke kolon sigmoid yang berbentuk V terbalik, yang kemudian menjadi

7
rektum di setinggi Vertebra Sacralis III. Kolon sigmoid ini disebut demikian karena
bentuknya seperti huruf S.

Usus paracolica
Kolon bagian lateral, yaitu kolon ascendens dan kolon descendens adalah usus
paracolica bagian kanan dan kiri dari rongga peritoneal. Melalui usus ini, cairan / nanah di
perut bagian atas dapat menetes ke dalam rongga panggul. Kolon ascendens dan descendens
terkait dengan ginjal, ureter, dan pembuluh gonad yang ada di dalam retroperitoneum di
belakangnya; kolon ascending juga terkait dengan duodenum.7
Kolon transersus dan kolon sigmoid
Kolon transversus dan kolon sigmoid masing-masing memiliki mesenterium (yaitu,
mesokolon transversal dan mesokolon sigmoid), tetapi kolon ascendens dan kolon
descendens bersifat retroperitoneal, sementara caecum terletak intraperitoneal tetapi
menggunakan mesenterium ileum. Dasar mesokolon transversum terletak horizontal di
duodenum dan pankreas. Omentum major memiliki beberapa bagian, termasuk 4-lapis
omentum yang menggantung kolon transversum dan 2-lapis ligamentum gastrocolic yang
menghubungkan kurvatura mayor lambung dan kolon transversum.11

Flexura Lienalis
Flexura lienalis melekat pada diafragma oleh ligamentum frenocolica. Tiga taenia coli
yang berjalan longitudinal terdapat pada caecum, kolon ascendens, kolon transversum, kolon
descendens, dan kolon sigmoid, tetapi tidak pada rektum. Pada kolon ascendens dan
descendens, taenia coli terdapat pada bagian anterior, posterolateral, dan posteromedial.
Terdapat omentumdari lemak yang disebut appendix epiploicae yang melekat pada kolon.11

Suplai darah
Kolon disuplai oleh arteri mesenterika superior melalui cabang arteri colica dextra
dan cabang arteri colica media dan oleh arteri mesenterika inferior melalui arteri colica
sinistra dan cabang sigmoid ganda. Cabang terminal arteri ini yang memasuki dinding disebut
vasa recta.5
Serangkaian terus anastomosis antara cabang distal dari arteri proksimal dan cabang
proksimal dari arteri distal berjalan di sepanjang perbatasan mesenterika dari kolon dan
disebut arteri marjinal. Arteri marjinal memungkinkan panjang panjang usus harus

8
dimobilisasi (misalnya, yang akan diambil sampai ke dada untuk menggantikan
kerongkongan).5
Persimpangan dua pertiga proksimal dan distal sepertiga dari kolon transversum, di
mana cabang-cabang terminal dari arteri mesenterika superior dan inferior bertemu, adalah
daerah aliran yang rentan terhadap iskemia.5
Vena mesenterika superior menyertai arteri mesenterika superior, tetapi vena mesenterika
inferior mengalir lebih tinggi dari asal dari arteri mesenterika inferior; berjalan vertikal ke
atas ke kiri dari persimpangan duodenojejunalis dan memasuki vena lienalis atau
persimpangan dengan yang vena mesenterika superior untuk membentuk vena portal.11

Histologi(5)
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat
lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis
usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan
luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir
membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe
terletak diantara kedua
lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di
samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun
dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing
lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan
dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10
mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.

9
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat
dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan
absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan
taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu
lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini
menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang
berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal
daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada
usus halus.

Vaskularisasi(5)
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas
duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan
ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum
yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena
messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)
kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri

10
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.

Pembuluh Limfe(5)
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici
pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri
mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak
sekitar pangkal arteri mesentericus superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan
akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak
di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon
transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior.

Persarafan Usus(5)
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus
superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan
rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus
saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus
vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus

11
mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari
pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan
simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal(7)


Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf
enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus dan memanjang
sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan
jumlah keseluruhan pada medulla spinalis; hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik
untuk mengatur fungsi gastrointestinal.
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar yang terletak
diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus Mienterikus atau pleksus
auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner, yang
terletak di dalam submukosa. Pleksus Mienterikus terutama mengatur pergerakan
gastrointestinal dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran
darah lokal.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan parasimpatis.
Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung pada
saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat
mengaktifakan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal atau dinding
usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem enterik juga ke ganglia
prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan melalui saraf simpatis ke medulla
spinalis dan yang lainnya berjalan melalui saraf vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini
mengadakan refleks-refleks local di dalam usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang
disiarkan kembali ke usus baik dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem
saraf pusat.

Pengaturan otonom traktus gastrointestinal(7)


Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi cranial
dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio mulut dan faring dari

12
saluran pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya berasal dari saraf vagus.
Saraf ini member inervasi yang luas pada esophagus, lambung pankreas dan sedikit ke usus
sampai separuh pertama bagian usus besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral
medulla spinalis kedua, ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf
pelvis ke separuh bagian distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar
diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang
lain.
Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal
berasal dari medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar preganglionik yang
mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medulla , memasuki rantai simpatis dan berjalan
melalui rantai ke ganglia yang letaknya jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion
mesenterikus. Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan norepineprin.
Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas dalam
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.

Refleks-refleks gastrointestinal(7)
1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik. Refleks-
refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic, kontraksi campuran,
efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian kembali
ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak yang jauh
dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan
pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk
menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks enterogastrik) dan
refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi ileum ke dalam kolon
(refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas motorik
dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada
seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi.(7)

Fisiologi Usus(5)

13
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi
empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar,
dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:
1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan
sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap segmen
akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai dengan fungsi dari regio saluran pencernaan,
contohnya gerakan propulsif yang mendorong makanan melalui esofagus berlangsung cepat
tapi sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya pencernaan dan penyerapan
makanan bergerak sangat lambat.
2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur makanan dengan
getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada usus.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor
aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya
bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran
sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu
yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel

14
kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid,
dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal.
Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam
empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5
gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari;
kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim
protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan
endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam
amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke
dalam sel untuk diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi
maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama
dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida
glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk
pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini
dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan
fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum
menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan
secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi
dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi
secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam
duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium
diabsorpsi secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir
isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan
elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml
diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 liter/hari.

15
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat
oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong
antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200
mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob > aerob.
Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting vitamin K. Gas kolon
berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen, oksigen,
karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.(5)
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot polos dan
integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi yang terjadi sepanjang
saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf dan kimia. Kekacauan
mekanisme yang mengatur fungsi motorik pencernaan ini dapat menyebabkan motilitas usus
berubah.
1. Neurogenik. Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat (SSP),
saraf otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang bebas dari
sistem saraf perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus
ganglion (Gambar 22-2). Pleksus myenteric yang lebih besar, juga dikenal sebagai
pleksus Auerbach, terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular dari externa
muskularis; pleksus ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas motilitas
gastrointestinal dan regulasi output enzimatik dari organ-organ yang berdekatan.
Pleksus submukosa yang lebih kecil disebut sebagai pleksus Meissner's. ENS
berhubungan langsung dengan usus sel otot polos, tetapi juga memainkan peran
penting dalam fungsi aferen visceral.
2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam mengatur aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran pencernaan. Sebuah komponen
penting dari sistem kontrol myogenic adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari
sel-sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC membentuk sistem alat pacu jantung
nonneural terletak di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil.
Yang mana-mana gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut sebagai
aktivitas kontrol listrik (ECA) dan potensi perintis (PP), berasal dari jaringan ICC
berhubungan dengan pleksus Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu jantung

16
kegiatan, ICC tampaknya berfungsi sebagai perantara antara neurogenik (ENS) dan
myogenic sistem kontrol karena mereka secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel
otot polos gastrointestinal.
3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos gastrointestinal selama
periode depolarisasi dari membran potensial, hanya terjadi jika ada neurotransmiter
seperti asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya panjang dari
segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan panjang segmen neurokimia
bersebelahan yang diaktifkan
4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi lagi
menjadi aliran parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan torakolumbalis simpatik.
Saraf kranial terutama melalui saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan
dari lambung ke usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik yang
bersinaps dengan ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul dari
tingkat T5 sampai T10 dari kolom intermediolateral sumsum tulang belakang. The
celiac prevertebral, mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis
memainkan peran penting dalam integrasi impuls aferen antara usus dan SSP. (9)

C. ETIOLOGI ILEUS OBSTRUKSI5

17
Gambar 4. Etiologi Ileus Obstruksi

a. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus


obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat
operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami
operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia
foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littrel.

18
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan
kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

19
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang
tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan
cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian
proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan
rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi
gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi
abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan
oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan
kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan
adanya perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis. 5
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan
menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan
cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga
darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel
menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan
menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan
hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di
nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan
kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolik. 5

Klasifikasi

20
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Yates, 2004) :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :


a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
b.Letak Tengah : Ileum Terminal
c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005):

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya


pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009):

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.

Manifestasi Klinis

21
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
(Whang et al., 2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah
lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada

22
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan
untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun
rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak
terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta
rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,


takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium
mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk
membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia
irreversible.

E. DIAGNOSIS ILEUS OBSTRUKSI


Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa
adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa
syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan
cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik
tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada
auskultasi sewaktuserangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi
tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk
mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala
permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa

23
obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi
diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat
karena peristaltis yanghebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada
dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena
bagian ini mudah membesar.5,6
Pada auskultasi dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari fungsi usus (bising usus).
Dengan adanya obstruksi, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada tinggi
seperti gemerincing logam (metallic sound), atau tidak terdengar sama sekali.11,12
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis, dengan
posisi tegak,terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus
kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan
adanya obstruksi mekanis dan letaknya. pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan
colok dubur dan barium inloop) untuk mencari penyebabnya. 11

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat
jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis
metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah ter
jadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.10

Gambaran Radiologi
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosaileus
obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinarmendatar. Posisi datar perlu
untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikaptegak untuk melihat batas udara dan air serta
letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus
halus biasanya tidak tampak.2,3
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid
level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.
Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi ususyang terbatas dengan gambaran
haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang
mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.2,3
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto
abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :

24
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran
radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai rectum.
Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 5. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance8

Diagnosis Banding
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala
dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut
juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.6

25
Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan
perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.6

F. PENATALAKSANAAN ILEUS OBSTRUKTIF


Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan
sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh adhesi. 12

1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga
resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum
tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen
dengan pemantauan dan konservatif. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi
dan organ-organ vital stabil. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin.

2. Operasi
Tindakan bedah dilakukan bila sudah terjadi keadaan seperti: Strangulasi, Obstruksi
lengkap, Hernia inkarserata Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter). Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya
masuk kedalam beberapa kategori mencakup: (5,6,7)
1. Reseksi usus
2. By pass usus
3. Kolostomi
4. ileostomi
3 . Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup

PROGNOSIS
26
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempat
dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya
terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga
meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan
obstruksi usus halus.12,13
Menurut Ledbetter (2006), pasien dengan ileus obstruksi akan sangat mudah
menginfeksi organ intraabdomen jika tidak segera ditangani. Infeksi dapat disertai sepsis dan
kekurangan nutrisi. Kondisi ini yang sering menyebabkan kematian pada penderita ileus
obstruksi.9,14,15

27
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS PARALITIK

A. ETIOLOGI ILEUS PARALITIK


Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,
perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan
intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan
elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-
obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti
lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).(2)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam
usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling
umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari
pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih
singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa
tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga
meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya
perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
1. Trauma abdomen
2. Pembedahan perut (laparatomy)
3. Serum elektrolit abnormalitas

28
a. Hipokalemia
b. Hiponatremia
c. Hipomagnesemia
d. Hipermagensemia
4. Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
7. Iskemia usus
Mesenterika emboli, trombosis iskemia
4. Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
5. Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic (9)

B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem
saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap

29
yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan
yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal. (7)
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,
beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter
inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat
busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort
refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan
refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang
juga mempromosikan perkembangan ileus. (9)
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti
yang tercantum dibawah ini:
Kausa Ileus Paralitik
1. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal,
kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
2. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia),
uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
3. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.
4. Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat
lainnya.
5. Iskemia Usus.
6. Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin.(8)
7. Hormonal

30
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak,
asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga
mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat motilitas
lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini
menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat
supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam
lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun
sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida
penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam
amino. (7)
8. Inflamasi
a. Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
b. prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
9. Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk
gerakan propulsi. (8)
a. Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.(8)
Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang
berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus
akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. (4)
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak
ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan

31
perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut
kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.
Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.(1)

C. DIAGNOSIS ILEUS PARALITIK


Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran
udara usus halus atau besar.
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual
dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus,
rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik, pada inspeksi dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi,
yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus
tidak terlihat gerakan peristaltik. Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
Perkusi hipertimpani. Auskultasi, bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent
abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.
Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air
fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

32
Gambar 6. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan8

D. PENATALAKSANAAN ILEUS PARALITIK


Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
1. Konservatif
a. Penderita dirawat di rumah sakit
b. Penderita dipuasakan
c. Kontrol status airway, breathing and circulation.
d. Dekompresi dengan nasogastric tube.
e. Intravenous fluids and electrolyte
f. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b. Analgesik apabila nyeri.
c. Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
d. Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
e. Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

33
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis.
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.(9)

Diagnosis banding
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut
sebagai sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi (6)


Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari
usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik.
Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi.
Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada
usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan
terlibat dalam klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama
di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi
untuk kondisi ini.Kondisi
kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-
vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan
dismotilitas baik dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks
motorik yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai
obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit,
namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos
abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang

34
membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras
membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Gambar 7. Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan besar dilatasi
kolon, terutama kolon kanan dan sekum.

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien
berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.
Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.
Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi
dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3
menit dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia,
atropin harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia
merupakan jalan terakhir.

Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi mekanis.

Tabel 1. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (6)

Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi

35
Gejala sakit perut, nyeri kram perut, nyeri kram perut,
kembung, mual, konstipasi, obstipasi, mual, konstipasi, obstipasi, mual,
muntah, muntah, anoreksia muntah, anoreksia
konstipasi

Temuan Silent abdomen, Borborygmi, timpani, Borborygmi, timpani,


Pemeriksaan kembung, gelombang peristaltik, gelombang peristaltik,
Fisik timpani bising usus hiperaktif atau bising usus hiperaktif ayau
hipoaktif, distensi, nyeri hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi terlokalisasi

Gambaran dilatasi usus dilatasi usus besar yang Bow-shaped loops in ladder
Radiografi kecil dan besar, terlokalisir, diafragma pattern, berkurangnya gas
diafragma meninggi kolon di distal, diafragma
meninggi agak tinggi, air fluid level.

Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)


Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan
ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple (kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple (Kolik) Lambat,
rendah fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +

36
vaskuler

37
BAB IV
KESIMPULAN

1. Ileus obstruksi atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan mekanik
yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
nekrose segmen usus tersebut.
2. Dasar diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
3. Penatalaksanaan dari ileus obstruksi dapat berupa operatif dan konservatif. Operatif
dilakukan bila sudah ada indikasi untuk pembedahan seperti Strangulasi, Obstruksi
lengkap, Hernia inkarserata, Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif
(dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter).
4. Tindakan pembedahan dapat berupa: reseksi usus, by-pass usus, kolostomi dan
ileostomi.
5. Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan
penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik,
keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.(3)
Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal
tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi
parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.(1)
Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah
pengobatan konservatif.(3)
6. Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus
hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung
sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian

38
jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik.
Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Akcakaya A, Alimoglu O, Hevenk T, Bas G, Sahin M. 2010. Mechanical intestinal


obstruction caused by abdominal wall hernias.Ulus Travma Derg ; 6: 260-265 . Pubmed
Journal.
2. Bissett, IP; Parry, BR (2005 Jan 25). "Oral water soluble contrast for the management of
adhesive small bowel obstruction.". Cochrane database of systematic reviews (Online) (1):
CD004651.
3. Eijk FCV. 2011. Strategies and Trends in The Treatment of Mechanic Bowel Obstruction.
Erasmus Universiteit Rotterdam. Optima Grafische Communicatie, Rotterdam, The
Netherlands
4. Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: May 10, 2008. In:
http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicine.com.
5. Harjono RM., Oswari J., dkk. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1996; 906.
6. Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf
Pengajar bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
1996; 204 –
7. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318 – 20.
8. Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means of
Direct Radiography. Volume XXII No. 253.
9. Mosler, P; KD Mergener, JJ Brandabur, DB Schembre, RA Kozarek (February 2005).
"Palliation of Gastric Outlet Obstruction and Proximal Small Bowel Obstruction With
Self-Expandable Metal Stents: A Single Center Series
10. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
11. Rice, Amanda D.; Richard King, Evette D’Avy Reed, Kimberley Patterson, Belinda
Wurn, Lawrence J. Wurn (2013). "Manual Physical Therapy for Non-Surgical Treatment of
Adhesion-Related Small Bowel Obstructions: Two Case Reports"
12. Sabiston. 18th ed. Textbooks of Surgery. The biological Basis of Modern Surgical
Practice.

40
13. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42.
14. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hambatan Pasase Usus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 841 – 5.
15. World Journal of Gastroententerology. 2007. January 21; 13(3) ;432-437

41

Anda mungkin juga menyukai