Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kronis yang di derita oleh anak-anak dapat membawa
perubahan kehidupan bagi anak maupun seluruh anggota keluarga. Seorang
anak yang menderita salah satu penyakit yang serius seperti hidrosefalus
dapat mempengaruhi kehidupan ayah, ibu, maupun saudara yang lain. Ayah
dan ibu tentunya berusaha semaksimal mungkin dalam memberikan
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan bagi kesembuhan anak. (Handayani,
Y, 2017)
Hidrosefalus merupakan kelainan kongenital yang paling sering
terjadi pada anak. Kasus hidrosefalus bervariasi antara 0,8-3 per 1000
kelahiran. Di Indonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil. (Denisa,
dkk: 2017)
Prevalensi hidrosefalus pada anak-anak cukup tinggi di negara
berkembang. Hidrosefalus yang terlambat ditangani pada anak-anak
bermanifestasi sebagai abnormalitas bentuk kepala, wajah, dan kerusakan
otak permanen yang menimbulkan gejala sisa bagi penderitanya. Pemasangan
shunt merupakan terapi yang biasa dilakukan dan memungkinkan anak-anak
penderita hidrosefalus untuk bertahan hidup. Akhir-akhir ini, beberapa alat
dan teknik terbaru pemasangan shunt memberikan hasil yang cukup
menjanjikan untuk merestorasi aliran cairan serebrospinal sefisiologis
mungkin. (Ashari & Widjaya, 2013)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah
berupa: “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Hidrosefalus?”

1
1.3 Tujuan

a. TujuanUmum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah
memahami Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Hidrosefalus
b. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa dapat:
- Memahami dan menjelaskan konsep dasar hidrosefalus
- Memahami dan menjelaskan pengkajian pada anak dengan
hidrosefalus
- Memahami dan merumuskan diagnose keperawatan pada anak
dengan hidrosefalus
- Memahami dan menjelaskan intervensi keperawatan pada anak
dengan hidrosefalus

2
BAB II
KONSEP DASAR HIDROSEFALUS

2.1 Definisi Hidrosefalus


Hidrosefalus adalah suatu keadan patologis yang dapat mengakibatkan
gangguan dari cairan serebrospinalis yang berubah menjadi banyak,
disebabkan oleh karena obstruksi aliran cairan serebrospinalis (CSS),
gangguan absorpsi dan atau produksi cairan serebrospinalis yang sangat
berlebihan.(A. Aziz, 2012) Hidayat, Aziz Alimul A. 2012.Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Hidrosefalus merupakan suatu keadaan patologis otak yang dapat
mengakibatkan gangguan dari Liquor Cerebre Spinal (LCS) yang berubah
menjadi banyak disebabkan obstruksi aliran LCS, gangguan absorpsi dan atau
produksi LCS yang sangat berlebihan. (Maryanti, dkk. 2011) Maryanti, dkk.
2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: Trans Info Media
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara
aktif yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak; walaupun pada kasus
hidrosefalus eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam
rongga araknoid. (Amin & Hardhi, 2016) Amin & Hardhi.2016.Asuhan
Keperawatan Praktis berdasarkan Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC
dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Percetakan Mediaction

2.2 Klasifikasi Hidrosefalus


Ada beberapa istilah dalam klasifikasi hidrosefalus (Satyanegara, 2010
dalam Buku Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Penerapan Diagnosa
NANDA, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus)
a. Hidrosefalus interna: menunjukkan adanya dilatasi ventrikel
b. Hidrosefalus eksternal: cenderung menunjukkan adanya pelebaran
rongga subarachnoid diatas permukaan korteks
c. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan hidrosefalus dimana ada
hubungan antara system ventrikel dengan rongga subarachnoid otak dan
spinal

3
d. Hidrosefalus non-komunikans bila ada blok di dalam system ventrikel
atau salurannya ke rongga subarachnoid
e. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana
aliran liquor mengalami obstruksi
Berdasarkan waktu onzetnya
a. Akut: dalam beberapa hari
b. Subakut: dalam beberapa minggu
c. Kronis: bulanan
Berdasarkan gejala yang ada
a. Hidrosefalus arrested menunjukkan keadaan dimana faktor-faktor yang
menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi
b. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang
tua.

2.3 Etiologi
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal.
a. Penyebab prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini
sejak lahir atau segera setelah lahir.Beberapa penyebabnya terutama
adalah stenosis akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker,
Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari.
Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi.
Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor
genetic.
Stenonsis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru
lahir. Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran.
Insidensinya 0,5/1% kasus/1000 kelahiran. Malformasi Dandy Walker
terjadi pada 2-4% bayi yang baru lahir dengan hidrosefalus.Malformasi
ini mengakibatkan hubungan antara ruang subarachnoid dan dilatasi
ventrikel 4 menjadi tidak adekuat, sehingga terjadilah

4
hidrosefalus.Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah Malformasi
Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vernis
serebelum, batang otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomali
intracranial lainnya.Hampir dijumpai di semua kasus myelomeningokel
meskipun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus (80%
kasus).
b. Penyebab Postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista
arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang
mengganggu aliran likuor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran
vena juga merupakan penyebab yang cukup sering terjadi. (Apriyanto,
dkk. 2013)

2.4 Patofisiologi
Dua mekanisme pembentukkan CSS adalah sekresi oleh pleksus
koroid dan rabas menyerupai cairan limfatik yang berasal dari cairan
ekstraseluler otak. Cairan serebrospinal bersirkulasi melalui seluruh sistem
ventrikel, kemudian diabsorpsi dalam rongga subaraknoid dengan mekanisme
yang tidak sepenuhnya dipahami. Diagnosis pranatal jelas memberikan
dampak terhadap prevalensi kelahiran hidrosefalus pada saat ini. Kemajuan
teknologi dalam pemeriksaan MRI dan CT scan telah menghasilkan informasi
yang sangat berharga tentang patofisiologi berbagai penyakit. Hidrosefalus
disebabkan oleh berbagai keadaan; hidrosefalus dapat merupakan penyakit
kongenital (gangguan perkembangan janin dalam uterus atau infeksi
intrauteri), atau didapat (neoplasma, perdarahan, atau infeksi).
Hidrosefalus merupakan gejala kelainan otak yang mendasar yang
dapat mengakibatkan (1) gangguan absorpsi CSS dalam ruang subaraknoid
(masih ada hubungan antar ventrikel; hidrosefalus komunikans), atau(2)
obstruksi aliran CSS dalam ventrikulus (tidak ada hubungan antar ventrikel;
hidrosefalus nonkomunikans). Setiap gangguan keseimbangan antara
produksi dan absorpsi CSS menyebabkan peningkatan akumulasi CSS dalam
ventrikel yang kemudian mengalami dilatasi dan menekan substansi otak ke

5
tulang kranial yang keras disekitarnya. Jika terjadi sebelum penyatuan sutura
kranial, peristiwa ini akan menimbulkan pembesaran tengkorak selain dilatasi
ventrikel. Pada anak-anak yang berusia di bawah 10 sampai 12 tahun, garis
sutura yang sebelumnya telah menutup, terutama sutura sagital, dapat
mengalami proses diastatik atau terbuka kembali (Swaiman, 1994).
Sebagian besar kasus hidrosefalus nonkomunikans terjadi karena
malformasi pada saat perkembangan janin. Walaupun biasanya telah terlihat
pada awal usia bayi, defek tersebut dapat muncul setiap saat mulai dari
periode pranatal sampai akhir masa kanak-kanak atau awal usia dewasa.
Penyebab lainnya antara lain neoplasma, infeksi, dan trauma. Obstruksi pada
aliran yang normal dapat terjadi di setiap titik alur CSS sehingga
menghasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi alur di bagian proksimal
lokasi obstruksi.
Defek pada perkembangan janin (mis., malformasi Arnold-Chiari,
stenosis akuaduktus, gliosis akuaduktus, dan atresia foramina Luschka dan
Magendie [Dandy-Walker syndrome]) menyebabkan sebagian besar kasus
hidrosefalus pada saat lahir sampai usia 2 tahun. Hidrosefalus sangat sering
disertai dengan mielomeningokel sehingga semua bayi dengan kelainan
tersebut harus diamati untuk menemukan tanda-tanda hidrosefalus. Pada
kasus-kasus lainnya terdapat riwayat infeksi intrauteri, perdarahan prenatal,
dan meningoensefalitis neonatus. Pada anak-anak yang lebih besar,
hidrosefalus paling sering terjadi karena tumor atau SOL (space-occupying
lesion), infeksi intrakranial, perdarahan, atau defek pertumbuhan dan
perkembangan yang sudah ada sebelumnya seperti stenosis akuaduktus atau
malformasi Arnold-Chiari (anomali kongenital dengan serebelum dan
medula oblongata memanjang ke bawah melalui foramen magnum).

6
Pathway
PenyakitKongenitaldanataudidapat
(neoplasma,perdarahan, infeksi)

Lintasanventrikelterbuka

Cairanventrikelbebasbergerakkesubarakhnoid spinal

Gangguankeseimbanganantaraproduksidanabsorpsi CSS

Peningkatanakumulasi CSS dalamventrikel

Hidrosefalus

Pemasangan VP shunt Desakanpadaotak

Risikoinfeksi Risikogangguanint Vasokontriksipe Desakan pada


egritaskulit mbuluhdarahota medulla oblongata,
k penekanan batang
otak
Gangguanalirandar
Hipoksiaserebral Mual dan muntah
ahkeotak

Kuranginformasi Ketidakseimbangan
Gangguanperfusi
nutrisi: kurang dari
jaringanserebral
kebutuhan tubuh

Krisiskeluarga

Ansietas

7
2.5 Komplikasi
Hidrosefalus sebaiknya diketahui sejak dini, karena hidrosefalus akan
menimbulkan komplikasi apabila tidak segera mendapat penanganan.
Manifestasi klinis antara lain adalah:
a. Ubun-ubun besar bayi akan melebar dan menonjol.
b. Pembuluh darah di kulit kepala makin jelas.
c. Gangguan sensorik-motorik.
d. Gangguan penglihatan (buta).
e. Gerakan bola mata terganggu (juling).
f. Terjadi penurunan aktivitas mental yang progresif.
g. Bayi rewel, kejang, muntah-muntah, panas yang sulit dikendalikan.
h. Gangguan pada fungsi vital akibat peninggian tekanan dalam ruang
tengkorak yang berupa pernafasan lambat, denyut nadi turun dan naiknya
tekanan darah sistolik. (Sudarti, 2010)

2.6 Manifestasi Klinis


a. Masa bayi, tahap awal
- Pertumbuha kepala cepat dan abnormal
- Fontanela menonjol (terutama fontanela anterior) kadang-kadang
tanpa pembesaran kepala
- Tegang
- Tidak berdenyut
- Dilatasi venaa-vena kulit kepala
- Sutura terpisah
- Tanda Macewen (bunyi perkusi seperti pot retak)
- Penipisan tulang tengkorak
b. Masa bayi, tahap lanjut
- Pembesaran frontal, atau penonjolan dahi
- Mata yang masuk ke dalam
- Tanda setting sun sclera terlihat di atas iris
- Refleks pupil lamban, respon terhadap cahaya tidak sama

8
c. Masa bayi, umum
- Iritabilitas (rewel)
- Letargi
- Bayi menangis ketika digendong atau ditimang dan diam ketika
dibiarkan berbaring tenang
- Refleks infantil awal mungkin masih ada
- Respons yang normalnya terjadi tidak muncul
- Dapat memperlihatkan:
 Perubahan tingkat kesadaran
 Opistotonos (sering berlebihan)
 Spastisitas ekstremitas bawah
 Muntah
- Kasus lanjut:
 Kesulitan mengisap dan minum susu
 Tangisan yang melengking, singkat dan bernada tinggi
 Gangguan kardiopulmonal
d. Masa kanak-kanak
- Sakit kepala pada saat bangun tidur, perbaikan terjadi setelah muntah
atau dalam posisi tegak
- Papiledema
- Strabismus
- Tanda-tanda traktus ekstrapiramidal (mis. ataksia)
- Iritabilitas (rewel)
- Letargi
- Apatis
- Konfusi (bingung)
- Inkoherensi
- Muntah
(Wong, 2009)

9
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan lingkar kepala
Pengukuran rutin lingkar kepala bayi setiap hari dilakukan pada bayi
dengan mielomeningokel dan infeksi intracranial.Pada saat mengevaluasi
bayi premature, bagan pencatatan lingkar kepala yang diadaptasi secara
khusus dibuat untuk membedakan pertumbuhan kepala abnormal dan
pertumbuhan kepala normal dan cepat.
b. CT dan MRI
Sedasi diperlukan karena anak harus benar-benar diam untuk
menghasilkan foto yang akurat. Evaluasi diagnostic pada anak-anak yang
mengalami gejala hidrosefalus setelah masa bayi sama dengan yang
dilakukan pada pasien-pasien dengan dugaan tumor intracranial.
c. Ekoensefalografi
Pada neonatus, ekoensefalografi merupakan pemeriksaan yang berguna
untuk membandingkan rasio ventrikel lateralis dengan korteks serebri.
(Wong, 2009)

2.8 Penatalaksanaan
a. Operasi Shunting
Terapi hidrosefalus diarahkan pada (1) pengurangan gejala
hidrosefalus, (2) penanganan komplikasi, dan (3) penatalaksanaan
masalah yang berkaitan dengan efek gangguan terhadap perkembangan
psikomotorik.Dengan beberapa pengecualian, penanganan hidrosefalus
dilakukan dengan pembedahan.Pembedahan ini dilakukan dengan
mengangkat langsung obstruksi (seperti tumor), atau prosedur
pemintasan yang mengalirkan CSS dari ventrikel ke kompartemen
ekstrakranial, biasanya peritoneum(ventriculoperitoneal [VP] shunt).
Komplikasi yang paling serius, yaitu infeksi pada pirau dapat terjadi
kapan saja, tetapi periode dengan risiko infeksi tertinggi adalah 1 sampai
2 bulan setelah pemasangan pirau.Infeksi biasanya terjadi secara
bersamaan pada saat pemasangan pirau.Infeksi meliputi septicemia,
endokarditis bakteri, infeksi luka, nefritis pirau, meningitis, dan

10
ventrikulitis.Meningitis dan ventrikulitis menjadi perhatian paling utama
karena setiap infeksi SSP yang menimbulkan komplikasi merupakan
petunjuk yang signifikan untuk meramalkan hasil akhir intelektual.
(Wong, 2009)
b. Endoscopic third ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering
digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi
hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis
akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi
Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold
Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel,
tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada
kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV
menurun pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi.
Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta
keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat
meningkatkan kesuksesan tindakan ini.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIDROSEFALUS

3.1 Pengkajian
Pada pengkajian didapat adanya perubahan tanda vital seperti
penurunan denyut apeks, frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah,
muntah, peningkatan lingkar kepala, adanya iritabilitas letargi, perubahan
pada keadaan menangis yang bernada tinggi serta adanya aktivitas
kejang.Pada bayi didapatkan pembesaran kepala di atas persentil ke-95,
bagian frontal menonjol, mata turun ke bawah (sunset eyes), adanya distensi
pada vena superficial kulit kepala.Sedangkan pada anak besar dapat dijumpai
sakit kepala pada dahi disertai mualdan muntah. (A. Aziz, 2012).

3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Sistem Neurologi
Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal
ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito
bregmatikus dibanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia
yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari
normal.Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya,
teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala
tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala.
Sakit kepala, gangguan kesadaran, pembesaran kepala, perubahan
pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus
(juling), tidak dapat melihat keatas sunset eyes, kejang.
b. Sistem Pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah.
c. Sistem Muskuloskeletal
Letargi, pada bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga
menggangu mobilitas fisik secara umum.

12
3.3 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
cairan serebrospinal (CSS).
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur bedah: pemasangan drain
shunt.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif.
e. Ansietas (orangtua) berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang
hidrosefalus dan terapi.

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Dengan
jaringan serebral b.d tindakan keperawatan pengukuran pengukuran
peningkatan tekanan selama 2x24 jam lingkar kepala lingkar kepala
intracranial (TIK) diharapkan anak dapat
1. Lingkar kepala mengetahui ada
normal (lahir tidaknya
sampai usia 2 tahun pembesaran
berkisar 35-49 cm) kepala akibat
2. TTV normal peningkatan
TD: produksi CSS
- Bayi baru lahir: 2. Kaji tanda-tanda 2. Pengkajian
Sistol: 60-85 vital. Catat ada tanda-tanda vital
mmHg tidaknya hasil membantu
Diastole: 45-55 mmHg yang abnormal. mendeteksi
- Neonatus (96 tanda
jam) peningkatan
Systole: TIK .
67-84 3. Kaji tingkat 3. Dapat
mmHg kesadaran anak. mengetahui

13
Diastole: tingkat
35-53 kesadaran dan
mmHg derajat cidera.
- Bayi (1-12 4. Mencegah agar 4. Penurunan gula
bulan): gula darah tidak darah dapat
Sistole: turun. mengakibatkan
80-100 letargi.
mmHg
Diastole:
55-65
mmHg
RR:
- Bayi(<1 tahun):
30-55x/menit
- Balita (1-2
tahun): 20-
30x/menit
N:
- Neonatus:
Saat bangun:
100-165 x/menit
Saat tidur: 90-
160 x/menit
- Bayi (1 bulan-1
tahun)
Saat bangun:
100-150 x/menit
Saat tidur: 90-
160
Suhu: 36,1 ̊C – 37,5 ̊C
3. PCS (Pediatric
Coma Scale):

14
- 0-6 bulan: 9
- 6-12 bulan: 11
4. Tidak ada letargi
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji maturitas 1. Memberikan
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan refleks berkenaan metode
kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam dengan pemberian pemberian
mual dan muntah diharapkan makan (mis. makan yang
- Ketidakseimba menghisap, tepat pada bayi.
ngan nutrisi menelan, batuk)
kurang dari 2. Auskultasi 2. Pemberian
kebutuhan terhadap adanya makan pertama
tubuh teratasi bising usus. Kaji pada bayi stabil
- Tidak terjadi status fisik dan yang memiliki
penurunan status pernapasan. peristaltik dapat
berat badan dimulai 6-12
10% dari berat jam setelah
badan awal kelahiran. Bisa
distress
pernapasan ada,
cairan perinteral
di indikasikan,
dan cairan
peroral harus
ditunda.
3. Pengukuran berat 3. Membantu
badan. mengetahui
adanya
malnutrisi,
khususnya bila
berat badan
kurang dari
normal.

15
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji suhu tubuh 1. Memberikan
berhubungan dengan tindakan keperawatan anak yang tidak informasi
prosedur bedah: selama 3x24 jam, anak stabil, penurunan terjadinya
pemasangan drain tidak menunjukkan tingkat infeksi
shunt. tanda infeksi dengan kesadaran,
kriteria hasil : kehilangan nafsu
- Suhu tubuh kurang makan, muntah,
dari 37,8 C peningkatan
- Tidak ada tanda hitung sel darah
pembengkakan pada putih, dan
luka insisi pembengkakan/k
- Tidak ada drainase, emerahan pada
iritabilitas, letargi, atau luka insisi
kehilangan nafsu makan 2. Pantau suhu 2. Penurunan suhu
tubuh anak setiap tubuh
4 jam merupakan
tanda awal
infeksi pada
neonatus,
sedangkan pada
anak terjadi
peningkatan
suhu tubuh

3. Posisikan kepala 3. Mencegah


anak sehingga kerusakan
beban berat tidak integritas kulit
dikonsentrasikan
ke sisi katup saat
24-48 jam
pertama setelah

16
pembedahan
4. Kaji area insisi 4. Pembengkakan
setiap 4 jam, dengan / tanpa
pantau drainase drainase
cairan/pembengk mungkin
akan. Catat merupakan
jumlah dan jenis tanda awal
drainase pada infeksi.
luka insisi.
5. Kolaborasi 5. Antibiotik yang
dengan dokter diberikan
untuk pemberian biasanya bersifat
obat antibiotik profilaksis saat
pembedahan &
dilanjutkan
selama 48-72
jam setelah
pembedahan.
4. Gangguan integritas Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui
kulit berhubungan tindakan keperawatan pemeriksaan apakah anak
dengan prosedur selama 3x24 jam turgor kulit mengalami
invasif. diharapkan anak dehidrasi atau
1. Turgor kulit normal tidak
≤ 2 detik
2. Kulit dalam 2. Bersihkan kulit 2. Kulit dalam
keadaan bersih secara teratur, keadaan bersih
3. Anak merasa minimal sekali dan bebas iritasi
nyaman sehari
4. Luka pembedahan 3. Ganti pakaian dan 3. Pakaian dan
menunjukkan linen apabila linen yang
adanya sudah terasa kotor, bersih dan
perkembangan. bau dan lembab kering

17
5. Tidak adanya luka memberikan
tekan kenyamanan
6. Penyembuhan luka terhadap anak.
pembedahan dalam
waktu 4-6 minggu 4. Observasi luka 4. Dengan
pembedahan: observasi luka,
adanya infeksi, dapat melihat
kemerahan, perkembangan
jaringan nekrotik. penyembuhan
luka.
5. Ubah posisi anak 5. Dengan
mika miki kecuali perubahan posisi
ada kontraindikasi mengurangi
karena risiko imobilitas
peningkatan TIK fisik.
6. Lakukan 6. Mencegah
perawatan luka adanya infeksi
pembedahan dan
mempercepat
proses
penyembuhan
luka.
5. Ansietas ( orang tua) Setelah dilakukan 1. Dorong orang tua 1. Agar orang tua
b.d kurangnya tindakan keperawatan untuk mau
pemahaman tentang 1x24 jam, orang tua mengungkapkan mengungkapkan
penyakit serta diharapkan dapat perasaan, hal yang
pembedahan/pemasa memahami tentang ketakutan dan membuatnya
ngan shunt penyakit serta persepsinya cemas
pembedahan/pemasang 2. Menjelaskan 2. Memberikan
an shunt dengan mengenai penyakit penjelasan akan
kriteria hasil : (hidrosefalus) membantu
- Orang tua kepada orang tua menurunkan

18
mampu ketakutan/
mengindentifika kecemasan dan
si dan meningkatkan
mengungkapkan penerimaan
kecemasan yang terhadap kondisi
dirasakan anak
- Orang tua 3. Menjelaskan 3. Meyakinkan
menyatakan kepada orang tua orang tua
pemahaman mengenai maksud terhadap
tentang penyakit dari tindakan tindakan yang
serta program pembedahan/pema akan di lakukan.
pengobatannya sangan shunt

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis dikarenakan adanya tekanan intrakranial
yang meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya pelebaran berbagai ruang
tempat mengalirnya liquor.
Ada beberapa istilah dalam klasifikasi hidrosefalus: (Nurarif, dkk, 2016)
a. Hidrosefalus interna : menunjukkan adanya dilatasi ventrikel.
b. Hidrosefalus eksternal : cenderung menunjukkan adanya pelebaran
rongga subarachnoid diatas permukaan korteks.
c. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan hidrosefalus dimana ada
hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga subarachnoid otak dan
spinal.
d. Hidrosefalus nonkomunikans, bila ada blok dalam sistem ventrikel atau
salurannya ke rongga subarachnoid.
Penangan hidrosefalus dibagi menjadi dua bagian yaitu penanganan
sementara dan penanganan alternatif. Tindakan alternatif selain operasi
diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan didalam
sistem ventrikel.

4.2 SARAN
Mampu menambah pengetahuan dan dapat memahami mengenai konsep
dasar dan asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus ini. Mahasiwa
juga dapat menjelaskan kepada masyarakat umum mengenai definisi, tanda
dan gejala, klasifikasi, manifestasi, dan penanganan dari hidrosefalus pada
anak ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan


Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta:
Percetakan Mediaction

Apriyanto, dkk. 2013. Hidrosefalus Pada Anak. Jambi Medical Journal.


Vol.1 No.1

Ashari & Widjaya. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Hidrosefalus


pada Anak. Journal.untar.ac.id. Vol.19 No.1

Denisa, dkk. 2017. Profil Klinis dan Faktor Risiko Hidrosefalus


Komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD dr. Soetomo. Sari
Pediatri, Vol.19, No.1

Handayani, Y. 2017. Repository.wima.co.id. diakses pada tanggal 9 Maret


2019

Hidayat, Aziz Alimul A. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.


Jakarta: Salemba Medika

Maryanti, dkk. 2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: Trans
Info Media

Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi dan Anak. Yogyakarta:
Mulia Medika

Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2.


Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai