Oleh:
(Ns. Yossi Fitrina, M. Kep) (Ns. Dian Anggraini, M. Kep, Sp. KMB)
Pembimbing Klinik
A. Latar Belakang
Beragamnya jaringan dan organ sistem muskuloskeletal dapat
menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan tersebut timbul
frimer dari sistem itu sendiri, Sedangan ganggauan lain berasal dari bagian
lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskleretal salah satu
ganggauan tersebut adalah fraktur.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut keadaan tulang sendiri dan
jaringan lunak disekitar luka menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur/patah tulang kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh
trauma langsung seperti benturan dan trauma tidak langsung seperti jatuh,
serta fraktur karena beban mekanik berlebihan seperti gerakan mekanik,
kerusakan struktur tulang. Masalah ini dapat menimpa siapa saja, baik wanita
atau pria, kecil atau orang dewasa, bahkan juga banyak menimpa orang tua.
Kasus fraktur/ patah tulang sering dijumpai di RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi, khususnya di ruang bedah wanita atau bedah pria. Klien
dengan patah tulang / fraktur membutuhkan perawatan yang khusus dan
intensif serta memberikan waktu yang lama.
Berdasarkan fenomena diatas dan temuan di rumah sakit, khususnya
ruang bedah wanita RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang mana
merupakan angka kejadian 10 terbanyak yang ditemukan, kami tertarik untuk
melakukan penyuluhan ini.
B. Tujuan intruksional umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan klien dan keluarga yang berada
di ruang rawat inap bedah pria RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
dapat memahami tentang fraktur / patah tulang.
C. Tujuan intruksional Khusus
1. Memahami tentang pengertian fraktur
2. Mengetahui tentang persiapan etiologi
3. Mengetahui tentang manifestasi klinis.
4. Mengetahui tentang klasifikasi fraktur
5. Mengetahui tentang faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
6. Mengetahui tentang faktor yang memperlambat penyembuhan fraktur
7. Mengetahui tentang penatalaksanaan fraktur
8. Mengetahui cara perawatan fraktur
D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Untuk meningkatkan mutu pelayanan di Rumah sakit.
2. Bagi Klien
Sebagai masukan dan pengetahuan tentang fraktur.
3. Bagi mahasiswi
Untuk sarana menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan
yang didapat dibangku kuliah.
E. Strategi Pelaksanaan Kegiatan
a. Topik : Fraktur
b. Metode : Ceramah, dan diskusi
c. Media dan alat : Leaflet dan power point
d. Waktu dan tempat
Hari/tanggal : / Desember 2018
Jam : 09.30-10.00 WIB
Tempat : Ruang Rawat Inap Bedah RSAM Bukittinggi
e. Setting Tempat
Keterangan :
: Moderator
: Power poin
: Audients
: Penyaji
: Fasilitator &observer
H. Materi
Terlampir
I. Kriteria hasil
1. Evaluasi standar
Peserta menghadiri penyuluhan
Peserta mengikuti dari awal sampai akhir penyuluhan
Tersedianya alat media untuk melakukan penyuluhan
Setting tempat sesuai dengan perencanaan
Peserta memberikan respon terhadap pelaksanaan
2. Evalusi proses
Peserta berpartisipasi selama kegiatan penyuluhan
Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
Pelaksanaan sesuai rencana
Peserta menyampaikan perasaan setelah penyuluhan
Peserta serta dalam penyimpulan pertemuan
Audiens, moderator, penyaji, dan observer serta fasilitator berperan
aktif selama kegiatan berlangsung
3. Evaluasi hasil
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menjelaskan Pengertian
Fraktur/patah tulang (50%)
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan tanda dan
gejala fraktur (50%)
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan
klasifikasi fraktur (50%)
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan faktor
yang mempercepat penyembuhan fraktur (50%)
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan faktor
yang memperlambat penyebuhan fraktur (50%)
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan dan
menjelaskan penatalaksanaan farktur (50%)
Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan cara
perawatan fraktur (50%)
J. Penutup
Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan ini, diharapkan pasien dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yaitu mengetahui tentang apa saja yang berhubungan
dengan fraktur.
MATERI
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Brunner and Suddarth, 2001:2357).
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan
jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan
kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka
terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres
kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Patah tulang (fraktur) merupakan putusnya hubungan tulang yang diakibatkan
karena ruda paksa/ benturan. Patah tulang merupakan salah satu jenis akibat yang
paling sering dari kecelakaan lalu lintas, jatuh atau cedera akibat olahraga. Patah
tulang menyebabkan ada bagian celah pada bagian tulang yang menyebabkan rasa
sakit ketika disentuh. Patah tulang bisa menjadi bentuk melintang atau menjadi
beberapa potongan. Tekanan atau trauma yang terlalu keras bisa menyebabkan
patah tulang.
Panduan pembidaian
Meskipun bidai yang dipakai seadanya, tetap saja ada beberapa
pedoman yang harus diikuti untuk meminimalisir kecelakaan saat
pembidaian.
1. Sebisa mungkin beri tahu rencana yang akan Anda lakukan pada
penderita.
2. Pastikan bagian yang cedera dapat dilihat, dan hentikan perdarahan
(bila ada) sebelum melakukan pembidaian.
3. Siapkan alat seperlunya seperti bidai dan kain segitiga (mitella).
4. Jangan mengubah posisi yang cedera.
5. Jangan memasukkan bagian tulang yang patah.
6. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah (sebelum
dipasang, bidai harus diukur terlebih dahulu pada anggoda badan
penderita yang tidak mengalami patah tulang).
7. Jika ada tulang yang keluar, Anda dapat menggunakan mitella dan
membentuknya seperti donat atau menggunakan benda apapun yang
lunak dan memiliki lubang, lalu masukkan tulang di dalam
lingkaran donat tersebut agar tulang tidak tersenggol (sesuaikan
lingkaran dengan diameter tulang yang keluar).
8. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan.
9. Gunakan beberapa mitella untuk mengikat bidai (jika di bagian
kaki, masukkan mitella melalui celah di bawah lutut dan di bawah
pergelangan kaki).
10. Ikat juga “donat” yang telah Anda pakai pada tulang yang keluar
dengan mitella.
11. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu longgar.
12. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak
melakukan gerakan, kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
13. Jangan membidai berlebihan, jika anggota tubuh penderita yang
mengalami patah tulang sudah tidak dapat melakukan gerakan itu
berarti Anda sudah melakukan pembidaian dengan baik.
14. Bawa penderita ke rumah sakit untuk tindakan lebih lanjut.
Contoh penggunaan bidai
1. Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
a. Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke
dalam.
b. Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
d. Lengan bawah digendong.
e. Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke
lengan bawah dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
Gambar Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku
bisa dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii
Pertolongan:
b. Pertolongan :
Dipasang ransel verban.
Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke
ketiak kanan.
Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak
kanan disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya
diberi peniti/ diikat.
Bawa korban ke rumah sakit.
Pertolongan :
a. Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
b. Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
c. Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
d. Bawa korban ke rumah sakit.
3. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi
a. Pembalut ini adalah mitella yang dilipat – lipat dari salah satu sisi
segitiga agar beberapa lapis dan berbentuk seperti pita dengan
kedua ujung – ujungnya lancip dan lebarnya antara 5 – 10 cm
b. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau
bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut,
betis dan kaki terkilir
c. Cara membalut dengan dasi :
1. Pembalut mitella dilipat – lipat dari salah satu sisi sehingga
berbentuk pita dengan masing – masing ujung lancip
2. Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya
dapat diikatkan
3. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara
sebelum diikat arahnya saling menarik
4. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
4. Pita adalah pembalut gulung
a. Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau
bahan elastis. Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena
kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser
(kendor)
b. Macam – macam pembalut dan penggunaanya :
1. Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari – jari
2. Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan
3. Lebar 7,5 cm :biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah,
betis dan kaki
4. Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul
5. Lebar > 10 – 15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung
c. Cara membalut dengan pita :
1. Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih
pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai
2. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu
ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup
sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut kemudian dari distal
ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang
dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan
berikutnya
3. Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang
lain secukupnya
c. Fraktur tertutup
Pada fraktur tertutup penatalaksanaan awal tetap sama yaitu stabilisasi
ABCDE, kemudian lakukan imobilisasi pada lokasi fraktur. Imobilisasi
dengan pembidaian dapat dilakukan pada secondary survey kecuali bila
luka tersebut mengancam nyawa. Namun, setiap fraktur harus
diimobilisasi sebelum transportasi pasien. Selalu evaluasi status
neurovaskular dari ekstremitas setelah melakukan reduksi dan
pembidaian.
Fraktur femur diimobilisasi sementara dengan menggunakan skin
traction. Sedangkan pada jejas di daerah lutut, dapat diimobilisasi dengan
long-plaster splint dengan posisi lutut fleksi sekitar 10 derajat untuk
mengurangi tekanan pada struktur neurovaskular.
Fraktur pada tibia dan ankle dapat diimobilisasi dengan bidai yang
diberi padding pada tonjolan tulang untuk mencegah penekanan. Jika
terdapat fraktur pada ekstremitas atas, splinting dilakukan pada posisi
anatomis fungsional dari tangan, yaitu pergelangan tangan yang sedikit
dorsofleksi, dan jari-jari di posisi fleksi 45 derajat pada sendi
metacarpophalangeal. Pada lengan bawah dan pergelangan tangan dapat
dilakukan pemasangan bidai dengan padding, sedangkan pada siku posisi
imobilisasinya adalah fleksi dengan bidai maupun armsling.
Analgesik diindikasikan pada fraktur walaupun dengan imobilisasi
yang baik maka nyeri secara signifikan akan berkurang. Narkotik dapat
diberikan dengan dosis kecil intravena dan dapat diulangi bila diperlukan.
Namun hati-hati dalam pemberian analgesik, pelemas otot atau sedatif
karena dapat menimbulkan efek depresi nafas. Setelah dilakukan
penatalaksanaan sementara, pasien perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap untuk dapat dilakukan tindakan definitif bila
diperlukan.
5. Faktor-Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
a. Lokasi
b. Tulang yang lurus
c. Kerusakan jaringan lunak minimal
d. Mobilisasi
e. Bentuk anatomis
f. Berat badan pada tulang panjang.
7. Penatalaksanaan fraktur
1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang cidera
apabila klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh
yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau
angulasi.
2. Selanjutnya prinsip penanganan fraktur adalah reduksi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung
ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan.
6. Fisioterapi
Brunner and Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R., 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.