Anda di halaman 1dari 26

LEMBAR PENGESAHAN

Penyuluhan ini telah disetujui


Desember 2018

Oleh:

Pembimbing Akademik 1 Pembimbing Akademik 2

(Ns. Yossi Fitrina, M. Kep) (Ns. Dian Anggraini, M. Kep, Sp. KMB)

Pembimbing Klinik

Ns. Yomi Chandra, S. Kep


PROPOSAL PENYULUHAN PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH DI RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI TAHUN 2018

Mata Kuliah : Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Sasaran : Pasien dan Keluarga di Ruang Rawat Inap Bedah RSAM
Bukittinggi
Target : Pasien fraktur di Ruang Rawat Inap Bedah RSAM
Bukittinggi
Hari/tanggal : / Desember 2018
Jam : 09.30 - 10.00 WIB
Judul : Fraktur

A. Latar Belakang
Beragamnya jaringan dan organ sistem muskuloskeletal dapat
menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan tersebut timbul
frimer dari sistem itu sendiri, Sedangan ganggauan lain berasal dari bagian
lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskleretal salah satu
ganggauan tersebut adalah fraktur.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut keadaan tulang sendiri dan
jaringan lunak disekitar luka menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur/patah tulang kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh
trauma langsung seperti benturan dan trauma tidak langsung seperti jatuh,
serta fraktur karena beban mekanik berlebihan seperti gerakan mekanik,
kerusakan struktur tulang. Masalah ini dapat menimpa siapa saja, baik wanita
atau pria, kecil atau orang dewasa, bahkan juga banyak menimpa orang tua.
Kasus fraktur/ patah tulang sering dijumpai di RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi, khususnya di ruang bedah wanita atau bedah pria. Klien
dengan patah tulang / fraktur membutuhkan perawatan yang khusus dan
intensif serta memberikan waktu yang lama.
Berdasarkan fenomena diatas dan temuan di rumah sakit, khususnya
ruang bedah wanita RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang mana
merupakan angka kejadian 10 terbanyak yang ditemukan, kami tertarik untuk
melakukan penyuluhan ini.
B. Tujuan intruksional umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan klien dan keluarga yang berada
di ruang rawat inap bedah pria RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
dapat memahami tentang fraktur / patah tulang.
C. Tujuan intruksional Khusus
1. Memahami tentang pengertian fraktur
2. Mengetahui tentang persiapan etiologi
3. Mengetahui tentang manifestasi klinis.
4. Mengetahui tentang klasifikasi fraktur
5. Mengetahui tentang faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
6. Mengetahui tentang faktor yang memperlambat penyembuhan fraktur
7. Mengetahui tentang penatalaksanaan fraktur
8. Mengetahui cara perawatan fraktur
D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Untuk meningkatkan mutu pelayanan di Rumah sakit.
2. Bagi Klien
Sebagai masukan dan pengetahuan tentang fraktur.
3. Bagi mahasiswi
Untuk sarana menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan
yang didapat dibangku kuliah.
E. Strategi Pelaksanaan Kegiatan
a. Topik : Fraktur
b. Metode : Ceramah, dan diskusi
c. Media dan alat : Leaflet dan power point
d. Waktu dan tempat
Hari/tanggal : / Desember 2018
Jam : 09.30-10.00 WIB
Tempat : Ruang Rawat Inap Bedah RSAM Bukittinggi

e. Setting Tempat

Keterangan :
: Moderator

: Power poin

: Audients

: Penyaji

: Fasilitator &observer

: CI klinik dan CI Akademik


F. Pengorganisasian
 Penanggung Jawab : Fakhrul Zikri
Tugas : Mengkoordinir kegiatan penyuluhan
 Moderator : Dewi Sumarni
 Tugas : - Mengarahkan jalannya penyuluhan
-Membuka dan menutup acara penyuluhan
-Membuat kontrak waktu
-Menjelaskan tujuan kegiatan penyuluhan
-Memimpin diskusi dan mengevaluasi kegiatan
yang telah dilakukan.
 Penyaji : Mutia Elvina
Tugas : -Menyampaikan materi penyuluhan
-Menggali pengetahuan audiens tentang materi
Penyuluhan
-Menjawab pertanyaan
-Menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan
 Observer : Yulia Renita, Henny Prasetya Wati, Rahmi Dafat
Mayeni dan Yulita Ayu Purnama Sari.
Tugas : -Mengamati jalannya Penyuluhan dari Awal
sampai akhir kegiatan
-Membuat laporan hasil penyuluhan
 Fasilitator : Dini Rani, Fauziyyatul Bashiirah FW, Nurfitri
dan Andrian Novika Sari
Tugas : -Memotivasi audiens untuk bertanya
-Menjawab pertanyaan
-Dokumentasi foto
G. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Klien
1. 5 menit Pembukaan
a. Orientasi
 Memberi salam /  Menjawab salam
mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Menjelaskan topik dan  Mendengarkan dan
tujuan penyuluhan memperhatikan
 Menjelaskan kontrak  Menyepakati kontrak
waktu
2. 20 Pelaksanaan
menit Pemberian materi penyuluhan :
a. Menggali pengetahuan  Ikut serta memberi
audien tentang pengertian pendapat
fraktur
 Beri reinforcement  Mendengarkan dan
positif memperhatkan
 Menjelaskan tentang  Mendengarkan dan
fraktur memperhatikan
b. Menggali pengetahuan  Ikut serta memberi
audiens tentang tanda dan pendapat
gejala fraktur
 Beri reinforcement  Mendengarkan dan
positif memperhatikan
 Menjelaskan tentang  Mendengarkan dan
tanda dan gejala memperhatikan
fraktur  Ikut serta memberi
c. Menggali pengetahuan pendapat
audiens tentang klasifikasi
fraktur
 Beri reinforcement
positif  Memperhatikan dan
 Menjelaskan tentang mendengarkan
klasifikasi fraktur  Memperhatikan dan
d. Menggali pengetahuan mendengarkan
klien tentang penanganan
fraktur  Ikut serta memberi
 Berikan pendapat
reinforcement positif
 Menjelaskan
penanganan fraktur  Memperhatikan dan
e. Menggali pengetahuan mendengarkan
klien tentang macam-  Memperhatikan dan
macam bidai mendengarkan
 Berikan
reinforcement positif  Ikut serta memberi
 Menjelaskan macam- pendapat
macam bidai
f. Menggali pengetahuan  Mendengarkan dan
klien tentang faktor yang memperhatikan
mempercepat  Mendengarkan dan
penyembuhan memperhatikan
 Berikan
reinforcement positif
 Menjelaskan faktor
 Ikut serta memberi
yang mempercepat
pendapat
penyembuhan
g. Menggali pengetahuan  Mendengarkan dan
klien tentang faktor yang memperhatikan
memperlambat
penyembuhan fraktur  Mendengarkan dan
 Berikan memperhatikan
reinforcement positif  Mengajukan pertanyaan
 Menjelaskan faktor
yang memperlambat
penyembuhan fraktur  Mendengarkan dan
h. Menggali pengetahuan Memperhatikan
klien tentang
penatalaksanaan fraktur
 Berikan
reinforcement
positif
 Menjelaskan
penatalaksanaan
fraktur
i. Menggali pengetahuan
klien tentang cara
perawatan fraktur
 Berikan
reinforcement
positif
 Menjelaskan cara
perawatan fraktur
j. Memberikan kesempatan
kepada responden apabila
ada yang inggin bertanya
 Menjawab pertanyaan
audiens
3. 5 menit Penutup
a. Menyimpulkan materi yang  Ikut memberikan
dibahas bersama peserta pendapat melalui Tanya
jawab
b. Melakukan evaluasi bersama  Menjelaskan apa yang
klien dan keluarga didapatkan selama
penyuluhan
c. Menutup perjumpaan dan  Menjawab salam
memberi salam

H. Materi
Terlampir
I. Kriteria hasil
1. Evaluasi standar
 Peserta menghadiri penyuluhan
 Peserta mengikuti dari awal sampai akhir penyuluhan
 Tersedianya alat media untuk melakukan penyuluhan
 Setting tempat sesuai dengan perencanaan
 Peserta memberikan respon terhadap pelaksanaan
2. Evalusi proses
 Peserta berpartisipasi selama kegiatan penyuluhan
 Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
 Pelaksanaan sesuai rencana
 Peserta menyampaikan perasaan setelah penyuluhan
 Peserta serta dalam penyimpulan pertemuan
 Audiens, moderator, penyaji, dan observer serta fasilitator berperan
aktif selama kegiatan berlangsung

3. Evaluasi hasil
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menjelaskan Pengertian
Fraktur/patah tulang (50%)
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan tanda dan
gejala fraktur (50%)
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan
klasifikasi fraktur (50%)
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan faktor
yang mempercepat penyembuhan fraktur (50%)
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan faktor
yang memperlambat penyebuhan fraktur (50%)
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan dan
menjelaskan penatalaksanaan farktur (50%)
 Audiens yang mengikuti penyuluhan dapat menyebutkan cara
perawatan fraktur (50%)

J. Penutup
Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan ini, diharapkan pasien dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yaitu mengetahui tentang apa saja yang berhubungan
dengan fraktur.
MATERI

1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Brunner and Suddarth, 2001:2357).
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan
jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan
kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka
terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres
kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Patah tulang (fraktur) merupakan putusnya hubungan tulang yang diakibatkan
karena ruda paksa/ benturan. Patah tulang merupakan salah satu jenis akibat yang
paling sering dari kecelakaan lalu lintas, jatuh atau cedera akibat olahraga. Patah
tulang menyebabkan ada bagian celah pada bagian tulang yang menyebabkan rasa
sakit ketika disentuh. Patah tulang bisa menjadi bentuk melintang atau menjadi
beberapa potongan. Tekanan atau trauma yang terlalu keras bisa menyebabkan
patah tulang.

2. Tanda dan gejala fraktur


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang
yang patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.
3. Klasifikasi Fraktur

Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.


a. Fraktur terbuka
Patah tulang terbuka merupakan kasus patah tulang yang disertai
dengan luka pada kulit di permukaan daerah tulang yang patah. Pada kasus
yang lebih berat, bagian tulang yang patah akan terlihat dari luar. Cukup
mengerikan yang paling mengerikan lagi adalah jika ada luka, maka kuman
akan dengan mudah sampai ke tulang, sehingga memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadi infeksi tulang. Oleh karena itu, patah tulang terbuka harus segera
diberi pertolongan. Patah tulang terbuka lebih mudah dikenali dibandingkan
dengan patah tulang tertutup, dan biasanya patah tulang terbuka terjadi pada
tungkai dan lengan.
b. Fraktur tertutup
Fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar. Patah tulang tertutup yang sering
terjadi pada anggota gerak tubuh bagian atas antara lain pada tulang selangka
(os clavicula), tulang lengan atas (os humerus), tulang hasta (os radius), tulang
pengumpil (os ulna). Penyebabnya juga bermacam-macam. Contoh
kecelakaan yang menyebabkan bahu dan lengan atas terbentur secara
langsung (biasanya melibatkan tulang selangka dan tulang lengan atas),
kecelakaan yang posisi jatuhnya menumpu pada tangan (biasanya melibatkan
tulang hasta dan tulang pengumpil).
Gejala klinis pada patah tulang tertutup antara lain adanya rasa nyeri
menghebat bila melakukan gerakan, hilangnya fungsi yang diakibatkan oleh
rasa nyeri atau ketidakmampuan untuk melakukan gerakan, deformitas yang
disebabkan oleh pembengkakan atau akibat posisi fragmen tulang berubah dan
krepitasi yang disebabkan karena adanya gesekan dari kedua fragmen tulang
yang patah.
4. Penanganan awal fraktur
a. Fraktur terbuka
Penanganan patah tulang yang paling utama adalah pembidaian dan
pembalutan. Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk
menghindari pergerakan, untuk melindungi serta menstabilkan bagian
tubuh yang cedera. Pembidaian bertujuan untuk:
- Mencegah pergerakan atau pergeseran dari ujung tulang yang
patah
- Mengurangi terjadinya cedera baru di sekitar bagian tulang yang
patah
- Mengistirahatkan anggota badan yang patah
- Mengurangi rasa nyeri
- Mengurangi perdarahan
- Mempercepat penyembuhan

Sedangkan pembalutan adalah tindakan untuk menyangga atau


menahan bagian tubuh agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang
dikehendaki. Tujuan pembalutan:
- Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya
- Mencegah terjadinya pembengkakan
- Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian
itu tidak bergeser
- Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran
-
Macam-macam bidai
Berikut ini adalah beberapa bidai yang dapat digunakan dalam keadaan
darurat untuk patah tulang terbuka:
1. Bidai keras
Dibuat dari bahan yang keras, kaku, kuat, dan ringan untuk mencegah
pergerakan bagian yang cedera. Pada dasarnya ini adalah bidai yang
paling baik dan sempurna pada keadaan darurat. Bahan yang sering
dipakai adalah kayu, alumunium, karton, plastik, dan lain-lain.
2. Bidai yang dapat dibentuk
Jenis bidai ini dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi
untuk disesuaikan dengan bentuk cedera. Contohnya selimut, bantal, bidai
kawat, dan lain-lain.

3. Gendongan/belat dan bebat


Pembidaian ini dilakukan dengan menggunakan kain pembalut,
biasanya menggunakan mitella (kain segitiga) dan gendongan lengan.
Prinsipnya adalah dengan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana
untuk menghentikan pergerakan bagian yang cedera.
4. Bidai improvisasi
Bila tidak tersedia bidai apaun, maka penolong dituntut untuk mampu
berimprovisasi membuat bidai yang cukup kuat dan ringan untuk
menopang bagian tubuh yang cedera. Misalnya majalah, koran, karton,
dan lain-lain.

Panduan pembidaian
Meskipun bidai yang dipakai seadanya, tetap saja ada beberapa
pedoman yang harus diikuti untuk meminimalisir kecelakaan saat
pembidaian.
1. Sebisa mungkin beri tahu rencana yang akan Anda lakukan pada
penderita.
2. Pastikan bagian yang cedera dapat dilihat, dan hentikan perdarahan
(bila ada) sebelum melakukan pembidaian.
3. Siapkan alat seperlunya seperti bidai dan kain segitiga (mitella).
4. Jangan mengubah posisi yang cedera.
5. Jangan memasukkan bagian tulang yang patah.
6. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah (sebelum
dipasang, bidai harus diukur terlebih dahulu pada anggoda badan
penderita yang tidak mengalami patah tulang).
7. Jika ada tulang yang keluar, Anda dapat menggunakan mitella dan
membentuknya seperti donat atau menggunakan benda apapun yang
lunak dan memiliki lubang, lalu masukkan tulang di dalam
lingkaran donat tersebut agar tulang tidak tersenggol (sesuaikan
lingkaran dengan diameter tulang yang keluar).
8. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan.
9. Gunakan beberapa mitella untuk mengikat bidai (jika di bagian
kaki, masukkan mitella melalui celah di bawah lutut dan di bawah
pergelangan kaki).
10. Ikat juga “donat” yang telah Anda pakai pada tulang yang keluar
dengan mitella.
11. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu longgar.
12. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak
melakukan gerakan, kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
13. Jangan membidai berlebihan, jika anggota tubuh penderita yang
mengalami patah tulang sudah tidak dapat melakukan gerakan itu
berarti Anda sudah melakukan pembidaian dengan baik.
14. Bawa penderita ke rumah sakit untuk tindakan lebih lanjut.
Contoh penggunaan bidai
1. Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
a. Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke
dalam.
b. Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
d. Lengan bawah digendong.
e. Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke
lengan bawah dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.

f. Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku
bisa dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii

2. Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).

Pertolongan:

a. Letakkan tangan pada dada.


b. Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
d. Lengan digendong.
e. Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii

Gambar Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera

3. Fraktur clavicula (patah tulang selangka).


a. Tanda-tanda patah tulang selangka :

 Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.


 Nyeri tekan daerah yang patah.

b. Pertolongan :
 Dipasang ransel verban.
 Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
 Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke
ketiak kanan.
 Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak
kanan disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya
diberi peniti/ diikat.
 Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Kanan atau kiri : Ransel perban


4. Fraktur Femur (patah tulang paha).
Pertolongan :
a. Pasang 2 bidai dari :
o Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.
o Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
b. Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
c. Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk
mengurangi pergerakan.
d. Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar Pemasangan bidai pada fraktur femur

5. Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah).

Pertolongan :

a. Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
b. Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
c. Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
d. Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur cruris


Alat dan bahan pembalutan :
a. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga
b. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi
c. Pita adalah pembalut gulung
d. Plester adalah pembalut berperekat
e. Pembalut yang spesifik
f. Kassa steril

2. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga


a. Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama
kaki dengan berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50 – 100 cm.
b. Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang terbentuk bulat
atau untuk menggantung bagian anggota badan yang cedera
c. Pembalut ini bisa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku,
telapak tangan, pinggul, telapak kaki dan untuk menggantung
tangan
d. Cara membalut dengan mitela :
1. Salah satu sisi mitella dilipat 3 – 4 cm sebanyak 1 – 3 kali
2. Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang
akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu
diikatkan
3. Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan
pada ikatan b, atau diikatkan pada tempat lain maupun dapat
dibiarkan bebas, hal ini tergantung pada tempat dan
kepentingannya

3. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi
a. Pembalut ini adalah mitella yang dilipat – lipat dari salah satu sisi
segitiga agar beberapa lapis dan berbentuk seperti pita dengan
kedua ujung – ujungnya lancip dan lebarnya antara 5 – 10 cm
b. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau
bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut,
betis dan kaki terkilir
c. Cara membalut dengan dasi :
1. Pembalut mitella dilipat – lipat dari salah satu sisi sehingga
berbentuk pita dengan masing – masing ujung lancip
2. Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya
dapat diikatkan
3. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara
sebelum diikat arahnya saling menarik
4. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
4. Pita adalah pembalut gulung
a. Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau
bahan elastis. Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena
kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser
(kendor)
b. Macam – macam pembalut dan penggunaanya :
1. Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari – jari
2. Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan
3. Lebar 7,5 cm :biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah,
betis dan kaki
4. Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul
5. Lebar > 10 – 15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung
c. Cara membalut dengan pita :
1. Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih
pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai
2. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu
ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup
sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut kemudian dari distal
ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang
dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan
berikutnya
3. Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang
lain secukupnya

4. Plester adalah pembalut berperekat


a. Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada
sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang
b. Khusus untuk penutup luka, biasa dilengkapi dengan obat anti
septik
c. Cara membalut luka dengan plester
1. Jika ada luka terbuka : luka diberi obat antiseptik, tutup luka
dengan kassa, baru lekatkan pembalut plester
2. Jika untuk fiksasi (misalnya pada patah tulang atau terkilir) :
balutan plester dibuat ”strapping” dengan membebat berlapis –
lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakkan
tertentu perlu kita yang masing – masing ujungnya difiksasi
dengan plester

5. Pembalut yang spesifik


a. Snelverband adalah pembalut pita yang sudah ditambah dengan
kassa penutup luka dan steril, baru dibuka pada saat akan
dipergunakan, sering dipakai pada luka – luka lebar yang terdapat
pada badan
b. Sufratulle adalah kassa steril yang telah direndam dengan obat
pembunuh kuman. Biasa dipergunakan pada luka – luka kecil
6. Kassa steril Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk
menutup luka kecil yang sudah diberi obat – obatan (antibiotik,
antiplagestik), setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut

c. Fraktur tertutup
Pada fraktur tertutup penatalaksanaan awal tetap sama yaitu stabilisasi
ABCDE, kemudian lakukan imobilisasi pada lokasi fraktur. Imobilisasi
dengan pembidaian dapat dilakukan pada secondary survey kecuali bila
luka tersebut mengancam nyawa. Namun, setiap fraktur harus
diimobilisasi sebelum transportasi pasien. Selalu evaluasi status
neurovaskular dari ekstremitas setelah melakukan reduksi dan
pembidaian.
Fraktur femur diimobilisasi sementara dengan menggunakan skin
traction. Sedangkan pada jejas di daerah lutut, dapat diimobilisasi dengan
long-plaster splint dengan posisi lutut fleksi sekitar 10 derajat untuk
mengurangi tekanan pada struktur neurovaskular.
Fraktur pada tibia dan ankle dapat diimobilisasi dengan bidai yang
diberi padding pada tonjolan tulang untuk mencegah penekanan. Jika
terdapat fraktur pada ekstremitas atas, splinting dilakukan pada posisi
anatomis fungsional dari tangan, yaitu pergelangan tangan yang sedikit
dorsofleksi, dan jari-jari di posisi fleksi 45 derajat pada sendi
metacarpophalangeal. Pada lengan bawah dan pergelangan tangan dapat
dilakukan pemasangan bidai dengan padding, sedangkan pada siku posisi
imobilisasinya adalah fleksi dengan bidai maupun armsling.
Analgesik diindikasikan pada fraktur walaupun dengan imobilisasi
yang baik maka nyeri secara signifikan akan berkurang. Narkotik dapat
diberikan dengan dosis kecil intravena dan dapat diulangi bila diperlukan.
Namun hati-hati dalam pemberian analgesik, pelemas otot atau sedatif
karena dapat menimbulkan efek depresi nafas. Setelah dilakukan
penatalaksanaan sementara, pasien perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap untuk dapat dilakukan tindakan definitif bila
diperlukan.
5. Faktor-Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur

a. Lokasi
b. Tulang yang lurus
c. Kerusakan jaringan lunak minimal
d. Mobilisasi
e. Bentuk anatomis
f. Berat badan pada tulang panjang.

6. Faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan fraktur


a. Pecahnya ujung sragmen
b. Distraksi fragmen oleh traksi
c. Kerusakan jaringan lunak
d. Infeksi dan suplai darah tidak adekuat.

7. Penatalaksanaan fraktur
1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang cidera
apabila klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh
yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau
angulasi.
2. Selanjutnya prinsip penanganan fraktur adalah reduksi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung
ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan.
6. Fisioterapi

8. Perawatan pada fraktur


1. Berikan sokongan bantal dibawah fraktur bila bergerak
2. Letakkan papan dibawah tempat tidur.
3. Lakukan secara rutin latihan jari atau sendi
4. Ubah posisi secara rutin
5. Pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering
6. Berikan atau bantu dengan kursi roda dan tongkat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, Jakarta: EGC.

Mansjoer A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aeculapius.

Sjamsuhidayat, R., 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.

Sylvia A. Price, 2001, Patofisiologi II, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai