Anda di halaman 1dari 34

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGANGARUHI TERJADINYA ALIH

KOMODITAS TANAMAN TEMBAKAU DI DESA WANUTENGAH,


KECAMATAN PARAKAN, KABUPATEN TEMANGGUNG

Usulan Penelitian Metodologi Penelitian

Disusun oleh:
Ananta Nugroho
20160220221

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) adalah tanaman introduksi, yang dibawa

dan dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1630 (Dutch Tobacco Growers, 1951

dalam (Djajadi, dkk, 2008). Oleh karena itu jenis-jenis tembakau yang

dibudidayakan telah beradaptasi dengan kondisi agroekologi di beberapa wilayah,

dan telah berkembang secara spesifik lokasi sehingga jenis-jenis tersebut

dinamakan secara lokal sesuai dengan daerah pengembangannya. Contohnya

adalah tembakau lokal temanggung, tembakau madura, tembakau mranggen,

tembakau kendal, tembakau boyolali, tembakau lumajang, tembakau paiton,

tembakau deli, dan tembakau besuki. Selain itu ada beberapa jenis yang masih

dinamakan sesuai dengan daerah asalnya, seperti tembakau virginia, tembakau

burley, dan tembakau vorstenland. Oleh karena itu agribisnis tembakau

berkembang di daerah-daerah dengan karakteristik usaha tani sesuai dengan

daerah dan jenis tembakaunya.

Menurut data FAO (2002) dalam Widiyanto (2009) secara internasional,

Indonesia adalah salah satu dari sepuluh negara terbesar produsen daun tembakau.

Kontribusi Indonesia sekitar 15.000 ton daun tembakau atau 2,3% suplai dunia.

Selain itu, industri tembakau juga mampu menyediakan lapangan kerja, baik

secara langsung maupun tidak langsung bagi sekitar 6,4 juta orang meliputi 2,3

juta petani tembakau, 1,9 juta petani cengkeh, serta 900.000 orang yang bekerja di

sektor lembaga keuangan, percetakan, dan transportasi (Mukani dan Murdiyati

(2003) dalam Mamat (2006).


Provinsi sentra produksi tembakau di Indonesia terdapat di tiga Provinsi

pada tahun 2017 yaitu di Provinsi Jawa Timur dengan produksi mencapai 67.200

ton, Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 39.600 ton, Provinsi Jawa Tengah

mencapai 27.900 ton. (BPS, 2017). Jawa Tengah menempati peringkat ketiga

dalam memproduksi tembakau di Indonesia. Dari data tersebut dapat diketahui

bahwa di Jawa Tengah merupakan salah satu penghasil produksi tembakau yang

cukup tinggi. Dengan iklim tropis yang menjadikan tanaman tembakau cocok

ditanam di Jawa Tengah dan dapat berkembang dengan baik. Salah satu sentra

produksi tembakau di Jawa Tengah adalah Kabupaten Temanggung terutama

komoditas tembakau rajangan. Dari data berikut diketahui bahwa Kabupaten

Temanggung merupakan penghasil tembakau terbesar pada tahun 2015 yaitu

mencapai 10.581,27 ton. (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten

Temanggung sangat potensial dalam pengembangan tanaman tembakau.

Table 1. Produksi Tembakau di Provinsi Jawa Tengah per Kabupaten Tahun 2015

Kabupaten Produksi (ton)

57,75
Cilacap
4,90
Banyumas
-
Purbalingga
83,97
Banjarnegara
311,87
Kebumen
423,51
Purworejo
2784,65
Wonosobo
4298,00
Magelang
3378,60
Boyolali
2191,36
Klaten
-
Sukoharjo
303,00
Wonogiri
-
Karanganyar
58,20
Sragen
-
Grobogan
67,62
Blora
2804,00
Rembang
190,00
Pati
2,75
Kudus
-
Jepara
1828,49
Demak
1005,02
Semarang
10581,27
Temanggung
4242,31
Kendal
63,23
Batang
22,50
Pekalongan
345,00
Pemalang
-
Tegal
-
Brebes

Jumlah 35.048,00

Diolah dari BPS Jawa Tengah (2018)

Kabupaten Temanggung merupakan salah satu daerah sentra produksi

tembakau yang tertinggi. Diantara 35.048,00 ton hasil produksi tembakau yang
dihasilkan di Provinsi Jawa Tengah, tembakau yang dihasilkan sebanyak

10.581,27 ton (BPS Jawa Tengah, 2018). Salah satu wilayah yang paling banyak

menghasilkan produksi tembakau adalah Kecamatan Parakan dengan produksi

mencapai 441,81 ton. (Dintanpangan Kabupaten Temanggung, 2018). Dari data

tersebut, dapat diketahui bahwa Kecamatan Parakan merupakan salah satu sentra

penghasil produksi tembakau yang cukup tinggi, salah satunya di Desa

Wanutengah. Namun, terdapat fenomena yang menarik di Desa Wanutengah yaitu

terjadinya ahli komoditas dari tanaman tembakau ke tanaman lain.

Tembakau merupakan komoditas primadona yang banyak di produksi di

Kabupaten Temanggung. Maka dari itu banyak petani menanam tanaman

tembakau yang dianggap menguntungkan oleh petani. Namun, akhir-akhir ini ada

perubahan yang terjadi, banyak petani di Kecamatan Parakan mengganti tanaman

tembakau ke tanaman lainnya. Hal ini ditunjukkan dari lima tahun terakhir luas

lahan tanaman tembakau semakin menurun, banyak petani yang beralih komoditas

ke tanaman lain seperti padi, cabai, dan tanaman jenis palawija.

Kecamatan Parakan memiliki salah satu sentra produksi tembakau yaitu di

Desa Wanutengah. Dari data dari salah satu kelompok tani di Desa Wanutengah

terjadi alih komoditas dari tanaman tembakau ke tanaman lain cukup tinggi.

Menurut BPS Kabupaten Temanggung tahun 2018 sejak tahun 2014 luas lahan

dan produksi tembakau di Desa Wanutengah Kecamatan Parakan mengalami

penurunan. Tahun 2014 luas panen 46,7 ha dengan produksi 21,46 ha/th, tahun

2015 luas panen 45,39 ha dengan produksi 26,55 ton/th, tahun 2016 dan 2017 luas

panen 44,61 dengan produksi 17,71 ton/th.


Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Desa Wanutengah

mengalami penurunan luas panen dan jumlah produksi tanaman tembakau sejak

tahun 2014-2017. Dari data tersebut dengan pertimbangan bahwa Desa

Wanutengah merupakan salah satu desa yang melakukan alih komoditas yang

cukup signifikan setiap tahun dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Sehingga

peneliti perlu melakukan penelitian dan melihat bagaimana proses terjadinya alih

komoditas, laju alih komoditas dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi

terjadinya alih komoditas tanaman tembakau ke tanaman lain.

B. Tujuan
Penelitian ini dilakukan di Desa Wanutengah Kecamatan Parakan

Kabupaten Temanggung yang bertujuan untuk dapat :


1. Mengetahui Profil Petani Tembakau di Desa Wanutengah,

Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.


2. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya alih

komoditas tanaman tembakau ke tanaman lain di tingkat petani.

C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat

bagi setiap pihak yang berkaitan dan berkepentingan terkait

permasalahan alih fungsi lahan tanaman tembakau, pihak-pihak tersebut

diantaranya :
1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi referensi bagi

pemerintah melalui dinas terkait untuk menentukan kebijakan yang

berkaitan dengan alih komoditas tanaman tembakau menjadi

tanaman lain.
2. Bagi petani pada umumnya, informasi ini dapat menjadi

pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk beralih

komoditas tanaman tembakau menjadi tanaman lain.


II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Profil Petani

Pengertian petani dapat di definisikana sebagai pekerjan pemanfaatan

sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan,

bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan

hidupnya guna memenuhi kebutuhan hidup dengan mengunakan peralatan yang

bersifat tradisional dan modern. Secara umum pengertian dari pertanian adalah

suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam,

peternakan, perikanan dan juga kehutanan.Petani dalam pengertian yang luas

mencakup semua usaha kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup

(termasuk tanaman, hewan, dan mikroba) untuk kepentingan manusia. Dalam arti

sempit, petani juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk

membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.

Menurut Mosher (1997:28), setiap petani memegang tiga peranan yaitu:

1. Petani Sebagai Juru Tani (Cultivator).

Yaitu seseorang yang mempunyai peranan memelihara tanaman dan hewan

guna mendapatkan hasil-hasilnya yang berfaedah.

2. Petani Sebagai Pengelola (Manager).

Yakni segala kegiatan yang mencakup pikiran dan didorong oleh kemauan
terutama pengambilan keputusan atau penetapan pemilihan dari alternatif-

alternatif yang ada.

3. Petani sebagai manusia

Selain sebagai juru tani dan pengelola, petani adalah seorang manusia

biasa. Petani adalah manusia yang menjadi anggota dalam kelompok masyarakat,

jadi kehidupan petani tidak terlepas dari masyarakat sekitarnya

2. Tembakau

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) adalah tanaman introduksi, yang

dibawa dan dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1630. Oleh karena itu jenis-

jenis tembakau yang dibudidayakan telah beradaptasi dengan kondisi agroekologi

di beberapa wilayah, dan telah berkembang secara spesifik lokasi sehingga

jenisjenis tersebut dinamakan secara lokal sesuai dengan daerah

pengembangannya. Contohnya adalah tembakau lokal temanggung, tembakau

madura, tembakau mranggen, tembakau kendal, tembakau boyolali, tembakau

lumajang, tembakau paiton, tembakau deli, dan tembakau besuki. Selain itu ada

beberapa jenis yang masih dinamakan sesuai dengan daerah asalnya, seperti

tembakau virginia, tembakau burley, dan tembakau vorstenland. Oleh karena itu

agribisnis tembakau berkembang di daerah-daerah dengan karakteristik usaha tani

sesuai dengan daerah dan jenis tembakaunya (Djajadi, Sholeh, dkk, 2008)

Menurut (Departemen Kesehatan, 2004) dalam (SAMA, 2008) Di

Indonesia, ada berbagai macam jenis tembakau yang ditanam petani. Berbagai

jenis tembakau ditanam di daerah penghasil utama tembakau yaitu Nusa Tenggara

Barat (NTB) dan di Pulau Jawa terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada
tahun 2004, 34,6% (atau 62.838 hektar) lahan ditanami tembakau jenis Madura,

diikuti oleh tembakau rakyat (33,8% or 61.405 hektar), dan tembakau Virginia

(14,4% or 26.328 hektar). Tembakau Virginia sebagian besar ditanam di NTB,

sementara tembakau rakyat banyak ditanam di Jawa Tengah dan tembakau madura

banyak ditanam di Jawa Timur. Jenis tembakau lain seperti Vorstenlanden,

Vorstenlanden, Besuki-No, dan Kasturi proporsinya sangat kecil yaitu kurang dari

7%.

Agribisnis tembakau mempunyai peran yang strategis dalam

perekonomian lokal dan nasional. Sebagai komoditas yang bernilai ekonomis

tinggi, usaha tani tembakau dapat menyumbang pendapatan petani sekitar 40–

80% dari total pendapatan. Sedangkan sebagai bahan baku utama rokok, peranan

tembakau semakin menentukan dalam perkembangan industri rokok. Industri

rokok telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu industri prioritas nasional,

yang tentunya perkembangannya akan sangat menentukan perkembangan

ekonomi nasional. Target penerimaan negara dari cukai yang telah ditetapkan

untuk tahun 2007 mencapai Rp 42 triliun, sedang penerimaan dari devisa ekspor

tembakau senilai Rp 1,9 triliun. Agribisnis tembakau dan industri yang terkait

mampu menyediakan lapangan kerja bagi kurang lebih 10 juta orang. Selain

sebagai usaha tani primer, agribisnis tembakau sangat terkait dengan agribisnis

hulu dan agribisnis hilir, yang semuanya bernilai ekonomis tinggi. Agribisnis hulu

yang sangat erat hubungannya antara lain adalah usaha pembibitan dan pembuatan

pupuk kandang. Sedangkan agribisnis hilir yang sangat menopang agribisnis

tembakau antara lain adalah usaha kerajinan tikar, keranjang, alas pengering
tembakau rajangan, kerajinan tali, dan usaha tani cengkeh (Djajadi, Sholeh, dkk.,

2008)

Sistem agribisnis tembakau di Desa Wanutengah, Kecamatan Parakan

dibedakan menjadi dua yakni agribisnis hulu dan hilir.

a. Agribisnis Hulu
1) Bibit
Sumber bibit berasal dari pembibitan oleh petani sendiri dan

membeli di tempat pembibitan.


2) Pupuk
Pupuk berasal dari bokashi dan kotoran hewan, sumber pupuk

bokashi berasal dari perusahaan swasta; pupuk kotoran ternak berasal dari

daerah sendiri
3) Obat-obatan
Sumber penyedia obat berasal dari bantuan pemerintah melalui

kenaggotaan kelompok tani dan ada yang pribadi.


b. Agribisnis Hilir
1) Panen dan Pasca Panen
Panen dilaksanakan satu kali dalam setahun, panen raya biasanya

jatuh pada bulan Agustus-September. Pemanenan dilaksanakan oleh

pemilik lahan atau tenaga kerja dari keluarga, sedangkan pasca panen

menambah tenaga kerja dari luar keluarga.


2) Pemasaran
Pemasaran dilakukan langsung oleh anggota di rumah atau

pedagang pengumpul dan jaringan pemasaran meliputi pasar lokal.

3. Alih Komoditas ( Konversi Tanaman )

Bagi petani lahan sangat penting, dari lahan petani dapat mempertahankan

hidup dan keluarga, melalui kegiatan bercocok tanam dan berternak. Karena lahan

merupakan faktor-faktor produksi dalam berusaha tani, maka status


penguasaan lahan menjadi penting. Berkaitan dengan jenis komoditas apa

yang diusahakan dan berkaitan besar kecilnya bagian yang diperoleh dari

usahatani yang diusahakan oleh petani. Konversi tanaman adalah kegiatan

menggantikan tanaman yang sudah rendah produktivitasnya dan tidak ekonomis

lagi dengan tanaman baru yang lebih baik produktivitasnya serta memiliki nilai

ekonomis lebih tinggi. Kegiatan konversi tanaman ini dilakukan pada lahan yang

sama setelah tanaman lama yang sudah rendah produkivitasnya dibongkar.

Konversi tanaman dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: faktor sosial,

pembangunan ekonomi, penggunaan jenis teknologi dan kebijakan pembangunan

makro.

Menurut Irawan dalam (Pakasi & Kumaat, 2018) konversi lahan

merupakan ancaman yang serius bagi keberlanjutan fungsi lahan untuk pertanian

dan juga berdampak terhadap ketahanan pangan nasional karena dampak

perubahannya bersifat permanen. Lahan pertanian yang telah dikonversi ke

penggunaan lain di luar sektor pertanian akan sangat kecil peluangnya untuk

berubah kembali menjadi lahan pertanian. Apabila terjadi konversi lahan di suatu

lokasi, maka luas lahan yang dikonversi di daerah tersebut akan semakin besar.

Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah

sawah.

Menurut (Pakpahan & Anwar, 2017) Konversi lahan sawah ke bentuk

penggunaan lainnya tidak terlepas dari situasi ekonomi keseluruhan. Pertumbuhan

ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan

cepat. Pertumbuhan sektor-sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih

luas. Apabila lahan sawah letaknya berada dekat sumber pertumbuhan ekonomi
seperti perkotaan, maka pertumbuhan ekonomi tersebut akan menggeser

penggunaan lahan sawah ke bentuk lain seperti perumahan, lokasi pabrik, dan

jalan- jalan. Hal ini terjadi karena rent per satuan luas yang diperoleh dari

aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Akan tetapi sejauh

mana konversi terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan

yang dalam hal ini memberikan proksi mengenai nilai basil dari sawah. Apabila

nilai PDRB sektor tanaman pangan ini cukup tinggi relatif terhadap nilai PDRB

keseluruhan, keadaan ini akan mencegah terjadinya konversi.

Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Prayuda, Sihombing, &

Kesuma, 2013) dapat dikatakan bahwa sebagian besar terjadinya alih fungsi lahan

biasanya terjadi dari lahan pertanian ke lahan non pertanian, lahan sawah ke lahan

perkebunan. Dan lahan sawah ke lahan kering sehingga jarang terjadi fenomena

perubahan alih fungsi lahan dari perkebunan ke lahan sawah. Namun jika dilihat

dari penyebabanya hampir sama, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena

peningkatan kebutuhan tidak dapat dipenuhi oleh usahatani yang ada. Sehingga,

banyak petani beralih fungsi lahannya ( konversi tanaman ) untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Berdasarkan survei di lapangan alih komoditas tanaman tembakau ke

tanaman lain dapat terjadi karena para petani merasa pendapatan yang

didapatkan dari hasil pertanian dirasa kurang. Ini bisa terjadi, karena

semakin lama harga tembakau mengalami penurunan yang cukup drastis ketika

mengalami musim raya panen, Apalagi biaya pasca panen yang tinggi sehingga

antara pengeluaran dan penerimaan tidak seimbang. Perkembangan tersebut akan

menarik penduduk di Desa Wanutengah untuk mengubah lahanya ke tanaman


lain agar pendapatan para petani mengalami peningkatan. Faktor petani secara

garis besar yang mempengaruhi alih komoditas adalah didasari oleh untuk

memenuhi kebutuhan pangan keluarganya yang makin bertambah jumlahnya serta

penghasilan dari menanam tembakau yang diperoleh tak sebanding dengan tenaga

dan ongkos produksi yang dikeluarkan.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain dan

dianggap dapat mendukung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(Purba, 2009) di dalam penelitian yang berjudul “ Analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi alih fungsi lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi

Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun ” dengan tujuan untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman

perkebunan Teh menjadi perkebunan Kelapa Sawit di PTPN IV Kabupaten

Simalungun. Dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa

produktivitas perkebunan teh menurun, penyerapan tenaga kerja perkebunan teh

menurun dan produktivitas tenaga kerja perkebunan teh menurun. Harga teh dan

jumlah tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan harga TBS

berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi (konversi) tanaman

Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. Harga Teh, harga TBS dan

jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap alih

fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di PTPN IV

Kabupaten Simalungun.
(SARAGIH, 2017) di dalam penelitian yang berjudul “ Faktor - Faktor

yang mempengaruhi terjadinya Alih Fungsi Lahan Usaha Tanaman Salak Pondoh

Di Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman Yogyakarta “ dengan

tujuan untuk mengetahui laju dan tingkat alih fungsi lahan dari tanaman salak

pondoh ke tanaman lain serta faktor- faktor yang mempengaruhinya. Penelitian

menggunakan data primer yang dikumpulkan dari semua petani yang pernah

menanam salak pondoh di Dusun Jamboran yang terdiri dari 17 petani yang

mengalami alih fungsi lahan dan 10 petani yang tidak mengalami alih fungsi

lahan. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam

10 tahun terakhir terjadi alih fungsi lahan tanaman salak pondoh ke tanaman padi,

pisang dan cabe dengan laju 16% atau 1,6 % per tahun. Tingkat alih fungsi

lahannya termasuk ke dalam kategori sedang, yang artinya petani hanya

mengalihfungsikan sebagian lahannya ke tanaman lain. Petani cenderung

mengalihfungsikan lahannya ketika luas lahan yang dikuasai petani sempit,

kondisi tanaman tidak produktif, harga jual rendah, dan tingkat kesuburan lahan

rendah.

(Sholeh, Baihaqi, Muhsin, & Ariyanto, 2018) di dalam penelitian yang

berjudul “Perilaku Petani dalam Alih Komoditas Tanaman Tembakau ke Bawang

Merah (Di Desa Ponjanan Barat Kecamatan Batumarmar) “ dengan tujuan (1)

untuk mengetahui perbedaan pendapatan antara petani tembakau dan bawang

merah serta (2) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam

beralih dari tanaman tembakau ke bawang merah. Analisis yang digunakan adalah

analisis pertanian dan logit. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pendapatan

petani di pertanian bawang merah lebih besar dari pendapatan usahatani tembakau
dengan selisih laba yang diterima petani sebesar Rp. 7.108.368,00 perhektar.

Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani untuk

mengolah bawang merah adalah partisipasi kelompok tani, pendapatan dan

intensitas tanam.

(Nasution, A. R, dkk, 2015) di dalam penelitian yang berjudul “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Padi Sawah dan

Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Petani “ dengan tujuan untuk menganalisis

laju alih fungsi lahan sawah di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat,

faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di Desa Suka Maju

Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat dan pengaruh alih fungsi lahan

sawah terhadap pendapatan petani di Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura

Kabupaten Langkat. Metode penentuan daerah penelitian secara sengaja

(purposive). Metode pengumpulan data terdiri dari data sekunder (10 tahun) dan

primer (30 sampel) yaitu petani padi sawah yang pernah melakukan alih fungsi

lahan padi sawah dengan analisis regresi linier berganda dan uji beda rata-rata

menggunakan alat bantu SPSS 16. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata laju

alih fungsi lahan padi sawah sebesar 7,58% pada tahun 2008-2014. Faktor-faktor

yang berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan sawah di tingkat wilayah

adalah luas sawah irigasi, luas sawah non irigasi dan jumlah prasarana pendidikan

dengan nilai Koefisien Determinasi (Rsquared) 72,30%. Sedangkan faktor-faktor

yang berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan sawah di tingkat petani adalah

luas sawah, usia kepala keluarga dan jumlah tanggungan dengan nilai Koefisien

Determinasi (Rsquared) 74,60%.


(SAMA, 2008) di dalam penelitian yang berudul “Kondisi Petani

Tembakau di Indonesia: Studi Kasus di Tiga Wilayah Penghasil Tembakau”

dengan tujuan (1) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dan kondisi kerja

buruh tani tembakau, (2) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dan kondisi

usaha petani tembakau, (3) Untuk mengetahui persepsi petani dan buruh tani

tembakau mengenai penggantian tanaman tembakau (4) Untuk mengetahui

kebijakan pemerintah daerah mengenai pertanian tembakau dan penggantian

tanaman tembakau, dan Untuk mengetahui hubungan petani tembakau dan

industri rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan tembakau di

Indonesia terkonsentrasi di 3 propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa

Tenggara Barat; kesejahteraan buruh tani lebih rendah dari standar yang berlaku,

sebagian besar buruh tani dan pengelola perkebunan tembakau menginginkan

untuk beralih ke pekerjaan atau usaha lainnya, dan kebijakan diatas dapat

dipadukan dengan kebijakan peningkatan tarif cukai tembakau dimana sebagian

tambahan dana akibat peningkatan tarif cukai bisa dialokasikan untuk membiayai

program pengalihan usaha tani tembakau di Indonesia yang hanya terkonsentrasi

di 3 propinsi.

(Lutfi, & Baladina, 2018) di dalam penelitian yang berjudul “Analisis

Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi Pertanian Pada Usahatani Tembakau

(Studi Kasus Di Desa Polagan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan) dengan

tujuan (1) menganalisis fungsi produksi usahatani tembakau, (2) menganalisis

tingkat efisiensi teknis usahatani tembakau dan (3) menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani tembakau. Metode analisis data

menggunakan analisis fungsi produksi Stochastic Frontier. Hasil penelitian


menunjukan bahwa, faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap

produksi usahatani tembakau adalah luas lahan, pupuk organik dan pupuk kimia.

Tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani tembakau di Desa Polagan memiliki

rata-rata sebesar 0,78. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi

teknis adalah penggunaan umur dan pengalaman berusahatani.

(Basir, M., dkk, 2015) di dalam penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-

Faktor yang Memengaruhi Pilihan Petani Melakukan Alih Usahatani di

Kecamatan Rio Pakava Kabupaten Donggala” dengan tujuan untuk

mengetahui berapa besar luas lahan, curahan tenaga kerja, biaya produksi dan

pendapatan mempengaruhi alih usahatani kakao menjadi usahatani kelapa sawit di

Kecamatan Rio Pakava Kabupaten Donggala. Dengan metode sampling non

probability menunjukkan hasil penelitian bahwa peluang petani melakukan alih

komoditi dipengaruhi oleh biaya produksi kakao dengan nilai koefisien 8,68 dan

pendapatan kelapa sawit dengan nilai koefisen 1,17, sedangkan luas lahan dan

curahan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap keputusan petani melakukan alih

komoditi perkebunan kakao menjadi perkebunan kelapa sawit.

(Setiawan & Purwadio Haru, 2013) di dalam penelitian yang berjudul

“Arahan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Perkebunan

Kelapa Sawit di Kabupaten Katingan” dengan tujuan (1) mengetahui faktor –

faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian pangan menjadi

perkebunan kelapa sawit mendapatkan (2) arahan pengendalian alih fungsi lahan

pertanian pangan menjadi perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa (1) faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian pangan

menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Katingan adalah nilai sewa tanah,
peraturan, biaya produksi, nilai agunan, harga jual hasil panen, resiko usaha tani,

ketersediaan air, teknik bertani, proses pascapanen, dan harga lahan, (2) Arahan

pengendalian dari faktor nilai sewa tanah adalah dengan keringanan pajak lahan

pertanian pangan dan retribusi hasil produksi perkebunan kelapa sawit.

(Sari & Nur, 2017) di dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Tambak di Desa Beurawang

Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen” dengan tujuan untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah menjadi tambak di Desa

Beurawang Kabupaten Bireuen. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear

berganda dan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dan kuesioner.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Beurawang yang

melakukan alih fungsi lahan sebanyak 48 kepala keluarga. Berdasarkan hasil

penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa alih fungsi lahan di Desa

Beurawang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen secara simultan dipengaruhi

oleh faktor modal, pendapatan petani sawah, pendapatan petani tambak dan

lokasi. Hasil analisis secara parsial, hanya variabel pendapatan petani padi, dan

pendapatan petani tambak yang berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi lahan

di Desa Beurawang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen, sedangkan untuk

variabel modal dan lokasi tidak berpengaruh signifikan.

(Agustina & Muta’ali, 2016) di dalam penelitian yang berjudul “Kajian

Tembakau sebagai Komoditas unggulan Kabupaten Temanggung” dengan tujuan

(1). memetakan daerah basis tembakau, (2). mengetahui pengaruh kebijakan

terhadap produksi dan produktivitas dan (3). mengidentifikasi alternatif komoditas

unggulan selain tembakau. Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder dan
primer serta indepth interview dengan teknik analisis LQ, Uji Paired T-test dan

Tipologi Klassen. Daerah basis tembakau di Kabupaten Temanggung tersebar di

13 kecamatan dari 18 kecamatan yang menghasilkan komoditas tembakau. Hasil

uji statistik menunjukkan kebijakan pengendalian dampak tembakau berpengaruh

terhadap penurunan produksi tembakau (26,36%), namun tidak pada produktivitas

tembakau, pada kenyataanya penurunan produksi menurut Dinas Pertanian dan

APTI Temanggung dikarenakan masalah cuaca. Alternatif komoditas unggulan

selain tembakau berupa komoditas kopi arabika, kopi robusta, aren dan panili.

C. Kerangka Pemikiran

Alih fungsi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam

pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.

Alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah penelitian berbeda dengan yang terjadi

di wilayah pada umumnya. Dari penelitian terdahulu (Prayuda, Sihombing, &

Kesuma, 2013) dapat dikatakan bahwa sebagian besar terjadinya alih fungsi lahan

biasanya terjadi dari lahan pertanian ke lahan non pertanian. Namun di Desa

Wanutengah terjadi sebaliknya, justru dari perubahan dari tanaman tembakau

menjadi tanaman lain atau dari pertanian ke pertanian ( konversi tanaman ).

Tanaman lain disini adalah tanaman padi, cabai, dan jenis palawija yang

disebabkan oleh peningkatan kebutuhan tidak dapat dipenuhi oleh usahatani yang

ada.

Proses alih komoditas di Desa Wanutengah akan dilihat dari laju alih

komoditas tanaman tembakau ke tanaman lain, yang dilihat dari seberapa besar

lahan yang dialihfungsikan dalam kurun waktu tertentu. Proses alih komoditas
dipengaruhi tiga faktor antara lain, yaitu faktor dari petani dan keluarga, faktor

dari usahatani, dan faktor dari lingkungan.

Faktor pribadi dan keluarga akan mempengaruhi keputusan petani

dalam mengalihkan komoditas usahataninya, terdiri dari umur petani, jumlah

tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki, kondisi tanaman, dan pengalaman

berusahatani. Umur petani, berpengaruh terhadap komoditas semakin muda umur

petani maka akan cenderung mudah untuk melepaskan lahannya atau begitu juga

dengan sebaliknya semakin tua umur petani akan enggan untuk beralih ke usaha

lain hal itu disebabkan karena pada proses penggalihan fungsi lahan

membutuhkan tenaga lebih besar dari petani. Jumlah tanggungan anggota

keluarga, berpengaruh terhadap alih komoditas, semakin banyak jumlah anggota

keluarga yang ditanggung petani tersebut, maka semakin banyak pula kebutuhan

sehari-hari yang harus dipenuhi sedangkan lahan petani sudah tidak mampu

mengimbangi kebutuhan sehari-hari rumah tangga petani sehingga para petani

merasa bahwa, hal yang baik dilakukan adalah dengan beralih ke usahatani lain.

Luas lahan yang dimiliki, berpengaruh terhadap alih komoditas, semakin luas

lahan yang dimiliki petani maka petani akan cenderung untuk menanam lebih

banyak jenis komoditas karena semakin luas lahan maka usaha tani akan semakin

efisien dan relatif lebih besar keuntungannya. Namun jika luas lahan petani sempit

maka petani akan cenderung memutuskan untuk menanam 1 komoditas saja. Hal

ini karena, hasil panen dari pengelolaan lahan yang sempit tidak sebanding

dengan modal usahatani (pupuk, bibit) yang dikeluarkan petani secara tidak

langsung menimbulkan masalah dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Dan lama

berusahatani, berpengaruh terhadap alih komoditas semakin beragam, lama


berusahatani yang dijalankan oleh petani maka petani cenderung untuk beralih

komoditas karena pengetahuan yang dimiliki petani semakin banyak sehingga

petani cenderung bisa melakukan usahataninya dengan baik.

Faktor berikutnya adalah faktor usahatani yang terdiri dari harga jual

produk, biaya sarana produksi, dan biaya tenaga kerja. Harga jual produk

berpengaruh terhadap alih komoditas karena semakin rendahnya harga jual produk

ketika musim panen tiba maka petani akan mengalihfungsikan lahannya dengan

beralih komoditas. Biaya sarana produksi, berpengaruh terhadap alih komoditas,

semakin tinggi sarana produksi (pupuk dan pestisida) yang dikeluarkan oleh

petani maka petani akan beralih komoditas. Biaya tenaga kerja, berpengaruh

terhadap alih komoditas semakin tinggi biaya tenaga kerja (pembibitan,

penanaman, dan pemanenan) maka akan mempengaruhi petani untuk mengalihkan

komoditasnya. Hal itu disebabkan karena harga jual dari produk tidak sebanding

dengan biaya produksi antara lain biaya tenaga kerja.

Faktor lingkungan, yang terdiri dari pengaruh tetangga, tingkat

kesuburan lahan, dan kebutuhan ekonomi. Pengaruh tetangga, berpengaruh

terhadap alih komoditas, semakin banyak atau tidaknya tetangga yang

mengalihfungsikan lahannya. Karena jumlah petani yang beralih komoditas

semakin banyak, tidak menutup kemungkinan, petani-petani yang lain akan ikut

beralih komoditas, terutama petani yang telah berhasil dalam beralih komoditas.

Dan tingkat kesuburan lahan, berpengaruh terhadap alih komoditas , bahwa

kualitas tanah masih tetap berkualitas baik atau tidak karena apabila tanah yang

digunakan pada tanaman tembakau masih memiliki tingkat kesuburan yang tinggi
maka petani tidak akan ragu untuk mengalihkanfungsi lahannya ke tanaman lain

yang juga membutuhkan kesuburan tanah yang cukup tinggi.

Faktor Pemerintah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa

produk tembakau bagi kesehatan. Hal ini memicu pabrik yang berada di

Temanggung seperti Gudang Garam menurunkan jumlah permintaan

tembakaunya, sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap petani.

Dengan pertimbangan tersebut, petani melakukan alih komoditas dalam usaha

taninya.

Dari pemaparan diatas, maka dapat digambarkan suatu kerangka

pemikiran sebagai berikut:


Tembakau

Petani Tembakau

Alih Komoditas

Faktor Pribadi Faktor Faktor Usaha Faktor


Lingkungan Tani Pemerintah

Tanaman Lain
(musiman)
III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar

Metode penelitian merupakan suatu cara yang harus ditempuh dalam suatu

penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan metode

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, mendiskripsikan,

dan memaparkan fakta-fakta yang berkaitan dengan penelitian secara objektif

(Sugiyono, 2016). Metode ini digunakan untuk membantu peneliti agar secara

langsung mendapatkan gambaran secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta

tentang faktorx petani terhadap alih komoditas tanaman tembakau ke tanaman lain

di Desa Wanutengah, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.

B. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan daerah penelitian dan pengambilan sampel dilakukan secara

purposive (Sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan

tujuan penelitian) memilih Kabupaten Temanggung dengan mempertimbangkan

bahwa Kabupaten ini merupakan produsen Tembakau terbesar di Jawa Tengah

(BPS, 2018) yang mengalami penurunan jumlah produksi tembakau setiap

tahunnya yang diakibatkan oleh petani melakukan alih komoditas dari tanaman

tembakau ke tanaman lain.

Menurut data dari Kelompok Tani Karya Makmur yang berada di Dusun

Wanutengah terdapat 37 petani. Dimana 21 petani yang masih tetep menanam

tembakau dan 16 petani telah mengubah tanaman tembakau ke tanaman lain, yang
diambil sebagai sampel. Dimana semua petani tembakau dijadikan responden

dalam penelitian ini. Responden yang diambil pada penelitian ini adalah petani

tembakau yang memiliki lahan tetapi telah mengalihfungsikan lahannya (konversi

tanaman) untuk tanaman lain baik secara keseluruhan lahan maupun sebagian,

serta petani yang tidak mengalihfungsikan lahannya (konversi tanaman).

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang bertujuan

untuk memperoleh data-data dari objek penelitian yang telah dipilih. Penelitian

ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber

data penelitian, yaitu sebagai berikut :

a. Wawancara dilakukan untuk memperoleh suatu fakta atau data dengan

melakukan komunikasi langsung (tanya jawab secara lisan) dengan

responden penelitian. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

terkstruktur dengan membuat pertanyaan pokok (kuesioner) sebagai

panduan wawancara.
b. Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung terhadap objek

penelitian guna memperoleh gambaran emprik pada hasil temuan dan

mempermudah dalam menjelaskan keterkaitan dari fenomena yang ada.

Seperti pengamatan banyaknya jenis komoditi usahatani, fasilitas

penunjang atau kondisi masa kini disekitaran tempat tinggal tesponden.

2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung atau

melalui media perantara yang masih terkait dengan obyek yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini, menggunakan data sekunder yang diperoleh dari literatur-

literatur terkait, studi pustaka, data-data atau informasi dari Badan Pusat Statistik

Kabupaten Temanggung, Dinas Kehutanan dan Pangan Kabupaten Temanggung

antara rentan waktu 2014-2017, jurnal-jurnal, dan internet. Data-data yang

dibutuhkan antara lain seperti data-data penunjang yang terkait dengan bahan

penelitian.

D. Pembatasan Masalah

a. Lahan yang dimiliki petani adalah lahan yang berada di Dusun

Wanutengah, Desa Wanutengah.


b. Petani yang pernah menanam tanaman tembakau.
c. Usahatani tanaman lain merupakan musiman bukan merupakan tanaman

tahunan.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Profil dalam penelitian ini merupakan profil petani di Dusun Wanutengah

yang berada di Desa Wanutengah, Kecamatan Parakan, Kabupaten

Temanggung. Profil petani dalam penelitian ini meliputi umur petani,

jumlah tanggungan anggota keluarga, luas lahan, kondisi tanaman, dan

lama usahatani karena beberapa hal terkait profil petani tersebut yang

memepengaruhi terhadap alih komoditas.


2. Faktor pribadi dan keluarga adalah gambaran identitas diri atau suatu ciri

yang menjadi latar belakang petani yang mempercepat melakukan alih

komoditas, yang meliputi :

a. Umur adalah lamanya hidup petani responden dari lahir sampai

peneltian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun dan diukur

dengan tingkatan skor (1) 30-40 tahun, (2) 40-50 tahun, dan (3) > 60

tahun.

b. Jumlah tanggungan anggota keluarga adalah banyaknya anggota

keluarga yang masih menjadi tanggungjawab petani responden dalam

pemenuhan kebutuhan hidup pada saat penelitian dilakukan diukur

dengan satuan orang.

c. Luas lahan yang dimiliki adalah luas lahan yang dimiliki oleh petani,

diukur dari penilaian tentang besar luasnya lahan yang dimiliki petani

dalam satuan hektar dan diukur dengan tingkatan skor (1) Sempit : ≤

1000 m2 (2) Sedang : 1000 – 2500 m2, dan (3) Luas : ≥ 2500 m2.

d. Kondisi tanaman tembakau pada saat terjadinya alih komoditas adalah

lamanya usia pada tanaman masih mampu atau tidaknya tanaman

untuk memproduksi sesuai dengan keinginan, yang diukur dengan

tingkatan skor (3) produktif, (2) kurang produktif, dan (1) tidak

produktif.

e. Pengalaman berusahatani adalah tingkat keberagaman berusahatani

yang telah dilakukan oleh petani sampai penelitian berlangsung dan


diukur dengan tingkatan skor (1) 10-20 tahun, (2) 21-30 tahun, (3) 31-

40 tahun.

3. Faktor usahatani adalah faktor yang mempengaruhi petani dalam

memproduksi tanaman untuk memperoleh keuntungan yang optimal.

a. Harga jual produk adalah kecilnya harga produk tembakau yang

dibebankan oleh petani ketika musim panen tiba yang diukur dengan

tingkatan skor (3) tinggi, (2) sedang, (1) rendah.

b. Biaya sarana produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses

produksi hingga panan tiba seperti bibit, pupuk, dan pestisida. Untuk

membeli input yang diperlukan dalam proses produksi yang diukur

dengan tingkatan skor (3) tinggi, (2) sedang, (1) rendah.

c. Ketersediaan tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan siap

melakukan pekerjaan yang diukur dari penilaian responden dari

tersedianya tenaga kerja sudah memadai yang diukur dengan tingkatan

skor (3) sulit, (2) agak sulit, (1) muda.

4. Faktor lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

tanaman yang pada akhirnya akan diperoleh hasil panen atau produksi

pertanian dengan baik sesuai dengan lingkungan sekitar.

a. Pengaruh tetangga adalah kondisi petani yang terpengaruh untuk

melakukan alih komoditas karena dorongan dari petani lain yang

melakukan alih komoditas terlenih dahulu yang diukur dengan


tingkatan skor (1) banyaknya tetangga yang melakukan alih

komoditas, (2) adanya tetangga yang melakukan alih komoditas dan

(3) tidak adanya tetangga yang melakukan alih komoditas.

b. Kesuburan lahan adalah tingkat kualitas tanah atau tingkat kesuburan

dari lahan pertanian yang diukur dengan penilaian responden dari

kualitas tanah masih tetap berkualitas baik sesuai dengan keinginan

yang diukur dengan tingkatan skor (3) subur, (2) kurang subur, dan (1)

tidak subur.

c. Kebutuhan ekonomi adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh petani

baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan tambahan, dari kenaikan

harga-harga yang lain seperti tanaman pangan yang menyebabkan

kebutuhan petani meningkat yang diukur dengan tingkatan skor (3)

tinggi, (2) sedang, dan (1) rendah.

5. Faktor kebijakan Pemerintah adalah faktor yang mempengaruhi terhadap

permintaan jumlah produksi tembakau dari pedagang besar seperti Gudang

Garam dan menyebabkan menurunnya pendapatan petani yang diukur

dengan tingkatan skor (3) tinggi, (2) sedang, dan (1) rendah.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih komoditas

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi responden untuk melakukan alih komoditas tanaman tembakau ke

tanaman lain diuji dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Korelasi Rank
Spearman adalah alat uji statistik yang digunakan untuk hipotesis asosiatif dua

variabel bila datanya berskala ordinal (ranking). Metode ini digunakan untuk

mencari hubungan atau untuk menguji signifikasi bila masing-masing variabel

yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus

sama (Sugiyono, 2014). Rumus umum koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

n
n(¿ ¿2−1)
rs = 1-
6 ∑ di 2
¿

G. Keterangan:

rs = koefisien korelasi rank sperman


d1 = Selisih peringkat dari setiap data
n = jumlah sampel atau data

Setelah menentukan koefisien korelasi dari rumus diatas, maka langka

selanjutnya yaitu menempatkan nilai hasil ke dalam interval nilai untuk

mengetahui hubungan yang akan dihasilkan. Untuk menentukan keeratan

hubungan atau korelasi antar variabel, dapat dilakukan dengan cara memberikan

nilai-nilai dari koefisien korelasi sebagai dasar berikut:

Interval Nilai Kekuatan hubungan

R = 1,00 Kondisi Sempurna


0,90 < r < 1,00 Hubungan Kuat sekali
0,70 < r ≤ 0,90 Hubungan kuat
0,40 < r ≤ 0,70 Hubungan cukup berarti
0,20 < r ≤ 0,40 Hubungan rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Hubungan rendah sekali
R = 0,00 Tidak ada korelasi
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I., & Muta’ali, L. (2016). KAJIAN TEMBAKAU SEBAGAI


KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN TEMANGGUNG, 9.
Andri, K. B. (2012). ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS
TEMBAKAU SELOPURO BLITAR BAGI KESEJAHTERAAN PETANI
LOKAL, 13.
Badan Pusat Statistik.2018. Jawa Tengah Dalam Angka. BPS.JATENG

Badan Pusat Statistik.2018. Kabupaten Temanggung Dalam Angka. BPS.JATENG

Badan Pusat Statistik.2018. Kecamatan Parakan Dalam Angka. BPS.JATENG

Basir, M., Nurmedika, & Damayanti, L. (2015). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMENGARUHI PILIHAN PETANI MELAKUKAN ALIH
USAHATANI DI KECAMATAN RIO PAKAVA KABUPATEN
DONGGALA, 12.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.2018. Temanggung Dalam
Angka.DINTANPANGAN TEMANGGUNG

Djajadi, Sholeh, M., Murdiyati, A. S., & Sri Yulaikah. (2008). PERAN
TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS TEMBAKAU, 6.
Iqbal, M., & Sumaryanto, S. (2016). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Bertumpu pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan
Pertanian, 5(2), 167–182. https://doi.org/10.21082/akp.v5n2.2007.167-182

Mahardika, B. P., & Muta’ali, L. (2018). Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Terbangun untuk Industri terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Sebagian Wilayah Kecamatan Ceper. Jurnal Bumi Indonesia,
7(3). Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/260739/dampak-alih-fungsi-lahan-
pertanian-menjadi-lahan-terbangun-untuk-industri-terhad

Mamat, H. S., SITORUS, S. S., HARDJOMIDJOJO, H. H. H., & SETA, A. S. A.


(2006). Analisis mutu, produktivitas, keberlanjutan dan arahan
pengembangan usahatani tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah. Jurnal Penelitian Tanaman Industri (Industrial Crops Research
Journal), 12(4), 146–153.
Mosher. 1970. Getting Agriculture Moving How Moder Farming Can Provide A
Better Life. New York: Pyramid Book.
Nasution, A. R., Tarigan, K., & Ayu, S. F. (2015). Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Padi Sawah dan Pengaruhnya terhadap
Pendapatan Petani (Studi Kasus: Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura
Kabupaten Langkat). Journal of Agriculture and Agribusiness
Socioeconomics, 4(7). Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/94153/analisis-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-alih-fungsi-lahan-padi-sawah-dan-pengar

Pakasi, C. B., & Kumaat, R. M. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI TERJADINYA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
DI KABUPATEN MINAHASA TENGGARA. AGRI-SOSIOEKONOMI,
14(2), 151–158.
Pakpahan, A., & Anwar, A. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH, 13.
Prayuda, E. S., Sihombing, L., & Kesuma, S. I. (2013). Dampak Alih Fungsi
Lahan Sawah dan Strategi Mitigasinya terhadap Program Swasembada
Beras di Kabupaten Asahan (Studi Kasus : Kecamatan Setia Janji,
Kabupaten Asahan). Journal of Agriculture and Agribusiness
Socioeconomics, 2(12). Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/15163/dampak-alih-fungsi-lahan-
sawah-dan-strategi-mitigasinya-terhadap-program-swasemb

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Lutfi, M., &
Baladina, N. (2018). Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi
Pertanian pada Usahatani Tembakau (Studi Kasus di Desa Polagan
Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan). Jurnal Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis, 2(3), 226–233. https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2018.002.03.7
Purba, J. E. C. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih
Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit
Di Kabupaten Simalungun (Master’s Thesis). Puspasari, A. (2012). Faktor-
faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dan dampaknya
terhadap pendapatan petani (studi kasus Desa Kondangjaya, Kecamatan
Karawang Timur, Kabupaten Karawang). Skripsi. IPB, Bogor.
Rizkiani, H., & Sudrajat. (2015). HUBUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN SAWAH DENGAN KETERSEDIAAN PANGAN DI
KABUPATEN SLEMAN DAN KABUPATEN BANTUL, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA, 9.
SAMA, K. (2008). KONDISI PETANI TEMBAKAU DI INDONESIA: Studi
Kasus di Tiga Wilayah Penghasil Tembakau.
SARAGIH, S. A. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TERJADINYA ALIH FUNGSI LAHAN USAHA TANAMAN SALAK
PONDOH DI DESA DONOKERTO, KECAMATAN TURI, KABUPATEN
SLEMAN YOGYAKARTA.
Sari, I. M., & Nur, T. M. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH MENJADI TAMBAK DI DESA
BEURAWANG KECAMATAN JEUMPA KABUPATEN BIREUEN, 8.

Setiawan, A., & Purwadio Haru. (2013). Arahan Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Pangan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten
Katingan, 2(3), 3.
Sholeh, M. S., Baihaqi, B., Muhsin, A., & Ariyanto, A. (2018). PERILAKU
PETANI DALAM ALIH KOMODITAS TANAMAN TEMBAKAU KE
BAWANG MERAH (DI KECAMATAN BATUMARMAR). In National
Conference on Mathematics, Science and Education (NACOMSE) (Vol. 1,
pp. 1–8). Widiyanto, W., Dharmawan, A. H., & Nuraini, W. (2010). Strategi
nafkah rumahtangga petani tembakau di lereng gunung sumbing: studi kasus
di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 4(1).

Anda mungkin juga menyukai