Disusun oleh:
Ananta Nugroho
20160220221
A. Latar Belakang
dan dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1630 (Dutch Tobacco Growers, 1951
dalam (Djajadi, dkk, 2008). Oleh karena itu jenis-jenis tembakau yang
tembakau deli, dan tembakau besuki. Selain itu ada beberapa jenis yang masih
Indonesia adalah salah satu dari sepuluh negara terbesar produsen daun tembakau.
Kontribusi Indonesia sekitar 15.000 ton daun tembakau atau 2,3% suplai dunia.
Selain itu, industri tembakau juga mampu menyediakan lapangan kerja, baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi sekitar 6,4 juta orang meliputi 2,3
juta petani tembakau, 1,9 juta petani cengkeh, serta 900.000 orang yang bekerja di
pada tahun 2017 yaitu di Provinsi Jawa Timur dengan produksi mencapai 67.200
ton, Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 39.600 ton, Provinsi Jawa Tengah
mencapai 27.900 ton. (BPS, 2017). Jawa Tengah menempati peringkat ketiga
bahwa di Jawa Tengah merupakan salah satu penghasil produksi tembakau yang
cukup tinggi. Dengan iklim tropis yang menjadikan tanaman tembakau cocok
ditanam di Jawa Tengah dan dapat berkembang dengan baik. Salah satu sentra
mencapai 10.581,27 ton. (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten
Table 1. Produksi Tembakau di Provinsi Jawa Tengah per Kabupaten Tahun 2015
57,75
Cilacap
4,90
Banyumas
-
Purbalingga
83,97
Banjarnegara
311,87
Kebumen
423,51
Purworejo
2784,65
Wonosobo
4298,00
Magelang
3378,60
Boyolali
2191,36
Klaten
-
Sukoharjo
303,00
Wonogiri
-
Karanganyar
58,20
Sragen
-
Grobogan
67,62
Blora
2804,00
Rembang
190,00
Pati
2,75
Kudus
-
Jepara
1828,49
Demak
1005,02
Semarang
10581,27
Temanggung
4242,31
Kendal
63,23
Batang
22,50
Pekalongan
345,00
Pemalang
-
Tegal
-
Brebes
Jumlah 35.048,00
tembakau yang tertinggi. Diantara 35.048,00 ton hasil produksi tembakau yang
dihasilkan di Provinsi Jawa Tengah, tembakau yang dihasilkan sebanyak
10.581,27 ton (BPS Jawa Tengah, 2018). Salah satu wilayah yang paling banyak
tersebut, dapat diketahui bahwa Kecamatan Parakan merupakan salah satu sentra
tembakau yang dianggap menguntungkan oleh petani. Namun, akhir-akhir ini ada
tembakau ke tanaman lainnya. Hal ini ditunjukkan dari lima tahun terakhir luas
lahan tanaman tembakau semakin menurun, banyak petani yang beralih komoditas
Desa Wanutengah. Dari data dari salah satu kelompok tani di Desa Wanutengah
terjadi alih komoditas dari tanaman tembakau ke tanaman lain cukup tinggi.
Menurut BPS Kabupaten Temanggung tahun 2018 sejak tahun 2014 luas lahan
penurunan. Tahun 2014 luas panen 46,7 ha dengan produksi 21,46 ha/th, tahun
2015 luas panen 45,39 ha dengan produksi 26,55 ton/th, tahun 2016 dan 2017 luas
mengalami penurunan luas panen dan jumlah produksi tanaman tembakau sejak
Wanutengah merupakan salah satu desa yang melakukan alih komoditas yang
cukup signifikan setiap tahun dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Sehingga
peneliti perlu melakukan penelitian dan melihat bagaimana proses terjadinya alih
komoditas, laju alih komoditas dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi
B. Tujuan
Penelitian ini dilakukan di Desa Wanutengah Kecamatan Parakan
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat
diantaranya :
1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi referensi bagi
tanaman lain.
2. Bagi petani pada umumnya, informasi ini dapat menjadi
A. Tinjauan Pustaka
1. Profil Petani
sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan,
bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan
bersifat tradisional dan modern. Secara umum pengertian dari pertanian adalah
(termasuk tanaman, hewan, dan mikroba) untuk kepentingan manusia. Dalam arti
sempit, petani juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk
Yakni segala kegiatan yang mencakup pikiran dan didorong oleh kemauan
terutama pengambilan keputusan atau penetapan pemilihan dari alternatif-
Selain sebagai juru tani dan pengelola, petani adalah seorang manusia
biasa. Petani adalah manusia yang menjadi anggota dalam kelompok masyarakat,
2. Tembakau
dibawa dan dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1630. Oleh karena itu jenis-
lumajang, tembakau paiton, tembakau deli, dan tembakau besuki. Selain itu ada
beberapa jenis yang masih dinamakan sesuai dengan daerah asalnya, seperti
tembakau virginia, tembakau burley, dan tembakau vorstenland. Oleh karena itu
sesuai dengan daerah dan jenis tembakaunya (Djajadi, Sholeh, dkk, 2008)
Indonesia, ada berbagai macam jenis tembakau yang ditanam petani. Berbagai
jenis tembakau ditanam di daerah penghasil utama tembakau yaitu Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan di Pulau Jawa terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada
tahun 2004, 34,6% (atau 62.838 hektar) lahan ditanami tembakau jenis Madura,
diikuti oleh tembakau rakyat (33,8% or 61.405 hektar), dan tembakau Virginia
sementara tembakau rakyat banyak ditanam di Jawa Tengah dan tembakau madura
Vorstenlanden, Besuki-No, dan Kasturi proporsinya sangat kecil yaitu kurang dari
7%.
tinggi, usaha tani tembakau dapat menyumbang pendapatan petani sekitar 40–
80% dari total pendapatan. Sedangkan sebagai bahan baku utama rokok, peranan
rokok telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu industri prioritas nasional,
ekonomi nasional. Target penerimaan negara dari cukai yang telah ditetapkan
untuk tahun 2007 mencapai Rp 42 triliun, sedang penerimaan dari devisa ekspor
tembakau senilai Rp 1,9 triliun. Agribisnis tembakau dan industri yang terkait
mampu menyediakan lapangan kerja bagi kurang lebih 10 juta orang. Selain
sebagai usaha tani primer, agribisnis tembakau sangat terkait dengan agribisnis
hulu dan agribisnis hilir, yang semuanya bernilai ekonomis tinggi. Agribisnis hulu
yang sangat erat hubungannya antara lain adalah usaha pembibitan dan pembuatan
tembakau antara lain adalah usaha kerajinan tikar, keranjang, alas pengering
tembakau rajangan, kerajinan tali, dan usaha tani cengkeh (Djajadi, Sholeh, dkk.,
2008)
a. Agribisnis Hulu
1) Bibit
Sumber bibit berasal dari pembibitan oleh petani sendiri dan
bokashi berasal dari perusahaan swasta; pupuk kotoran ternak berasal dari
daerah sendiri
3) Obat-obatan
Sumber penyedia obat berasal dari bantuan pemerintah melalui
pemilik lahan atau tenaga kerja dari keluarga, sedangkan pasca panen
Bagi petani lahan sangat penting, dari lahan petani dapat mempertahankan
hidup dan keluarga, melalui kegiatan bercocok tanam dan berternak. Karena lahan
yang diusahakan dan berkaitan besar kecilnya bagian yang diperoleh dari
lagi dengan tanaman baru yang lebih baik produktivitasnya serta memiliki nilai
ekonomis lebih tinggi. Kegiatan konversi tanaman ini dilakukan pada lahan yang
makro.
merupakan ancaman yang serius bagi keberlanjutan fungsi lahan untuk pertanian
penggunaan lain di luar sektor pertanian akan sangat kecil peluangnya untuk
berubah kembali menjadi lahan pertanian. Apabila terjadi konversi lahan di suatu
lokasi, maka luas lahan yang dikonversi di daerah tersebut akan semakin besar.
Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah
sawah.
luas. Apabila lahan sawah letaknya berada dekat sumber pertumbuhan ekonomi
seperti perkotaan, maka pertumbuhan ekonomi tersebut akan menggeser
penggunaan lahan sawah ke bentuk lain seperti perumahan, lokasi pabrik, dan
jalan- jalan. Hal ini terjadi karena rent per satuan luas yang diperoleh dari
aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Akan tetapi sejauh
mana konversi terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan
yang dalam hal ini memberikan proksi mengenai nilai basil dari sawah. Apabila
nilai PDRB sektor tanaman pangan ini cukup tinggi relatif terhadap nilai PDRB
Kesuma, 2013) dapat dikatakan bahwa sebagian besar terjadinya alih fungsi lahan
biasanya terjadi dari lahan pertanian ke lahan non pertanian, lahan sawah ke lahan
perkebunan. Dan lahan sawah ke lahan kering sehingga jarang terjadi fenomena
perubahan alih fungsi lahan dari perkebunan ke lahan sawah. Namun jika dilihat
dari penyebabanya hampir sama, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena
peningkatan kebutuhan tidak dapat dipenuhi oleh usahatani yang ada. Sehingga,
tanaman lain dapat terjadi karena para petani merasa pendapatan yang
didapatkan dari hasil pertanian dirasa kurang. Ini bisa terjadi, karena
semakin lama harga tembakau mengalami penurunan yang cukup drastis ketika
mengalami musim raya panen, Apalagi biaya pasca panen yang tinggi sehingga
garis besar yang mempengaruhi alih komoditas adalah didasari oleh untuk
penghasilan dari menanam tembakau yang diperoleh tak sebanding dengan tenaga
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain dan
menurun dan produktivitas tenaga kerja perkebunan teh menurun. Harga teh dan
jumlah tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan harga TBS
Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. Harga Teh, harga TBS dan
Kabupaten Simalungun.
(SARAGIH, 2017) di dalam penelitian yang berjudul “ Faktor - Faktor
yang mempengaruhi terjadinya Alih Fungsi Lahan Usaha Tanaman Salak Pondoh
tujuan untuk mengetahui laju dan tingkat alih fungsi lahan dari tanaman salak
menggunakan data primer yang dikumpulkan dari semua petani yang pernah
menanam salak pondoh di Dusun Jamboran yang terdiri dari 17 petani yang
mengalami alih fungsi lahan dan 10 petani yang tidak mengalami alih fungsi
lahan. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam
10 tahun terakhir terjadi alih fungsi lahan tanaman salak pondoh ke tanaman padi,
pisang dan cabe dengan laju 16% atau 1,6 % per tahun. Tingkat alih fungsi
kondisi tanaman tidak produktif, harga jual rendah, dan tingkat kesuburan lahan
rendah.
Merah (Di Desa Ponjanan Barat Kecamatan Batumarmar) “ dengan tujuan (1)
merah serta (2) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam
beralih dari tanaman tembakau ke bawang merah. Analisis yang digunakan adalah
analisis pertanian dan logit. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pendapatan
petani di pertanian bawang merah lebih besar dari pendapatan usahatani tembakau
dengan selisih laba yang diterima petani sebesar Rp. 7.108.368,00 perhektar.
intensitas tanam.
laju alih fungsi lahan sawah di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat,
faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di Desa Suka Maju
Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat dan pengaruh alih fungsi lahan
sawah terhadap pendapatan petani di Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura
(purposive). Metode pengumpulan data terdiri dari data sekunder (10 tahun) dan
primer (30 sampel) yaitu petani padi sawah yang pernah melakukan alih fungsi
lahan padi sawah dengan analisis regresi linier berganda dan uji beda rata-rata
menggunakan alat bantu SPSS 16. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata laju
alih fungsi lahan padi sawah sebesar 7,58% pada tahun 2008-2014. Faktor-faktor
yang berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan sawah di tingkat wilayah
adalah luas sawah irigasi, luas sawah non irigasi dan jumlah prasarana pendidikan
yang berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan sawah di tingkat petani adalah
luas sawah, usia kepala keluarga dan jumlah tanggungan dengan nilai Koefisien
dengan tujuan (1) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dan kondisi kerja
buruh tani tembakau, (2) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dan kondisi
usaha petani tembakau, (3) Untuk mengetahui persepsi petani dan buruh tani
Indonesia terkonsentrasi di 3 propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa
Tenggara Barat; kesejahteraan buruh tani lebih rendah dari standar yang berlaku,
untuk beralih ke pekerjaan atau usaha lainnya, dan kebijakan diatas dapat
tambahan dana akibat peningkatan tarif cukai bisa dialokasikan untuk membiayai
di 3 propinsi.
produksi usahatani tembakau adalah luas lahan, pupuk organik dan pupuk kimia.
Tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani tembakau di Desa Polagan memiliki
(Basir, M., dkk, 2015) di dalam penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-
mengetahui berapa besar luas lahan, curahan tenaga kerja, biaya produksi dan
komoditi dipengaruhi oleh biaya produksi kakao dengan nilai koefisien 8,68 dan
pendapatan kelapa sawit dengan nilai koefisen 1,17, sedangkan luas lahan dan
curahan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap keputusan petani melakukan alih
perkebunan kelapa sawit mendapatkan (2) arahan pengendalian alih fungsi lahan
bahwa (1) faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian pangan
menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Katingan adalah nilai sewa tanah,
peraturan, biaya produksi, nilai agunan, harga jual hasil panen, resiko usaha tani,
ketersediaan air, teknik bertani, proses pascapanen, dan harga lahan, (2) Arahan
pengendalian dari faktor nilai sewa tanah adalah dengan keringanan pajak lahan
(Sari & Nur, 2017) di dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang
faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah menjadi tambak di Desa
berganda dan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dan kuesioner.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Beurawang yang
penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa alih fungsi lahan di Desa
oleh faktor modal, pendapatan petani sawah, pendapatan petani tambak dan
lokasi. Hasil analisis secara parsial, hanya variabel pendapatan petani padi, dan
pendapatan petani tambak yang berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi lahan
unggulan selain tembakau. Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder dan
primer serta indepth interview dengan teknik analisis LQ, Uji Paired T-test dan
selain tembakau berupa komoditas kopi arabika, kopi robusta, aren dan panili.
C. Kerangka Pemikiran
Alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah penelitian berbeda dengan yang terjadi
Kesuma, 2013) dapat dikatakan bahwa sebagian besar terjadinya alih fungsi lahan
biasanya terjadi dari lahan pertanian ke lahan non pertanian. Namun di Desa
Tanaman lain disini adalah tanaman padi, cabai, dan jenis palawija yang
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan tidak dapat dipenuhi oleh usahatani yang
ada.
Proses alih komoditas di Desa Wanutengah akan dilihat dari laju alih
komoditas tanaman tembakau ke tanaman lain, yang dilihat dari seberapa besar
lahan yang dialihfungsikan dalam kurun waktu tertentu. Proses alih komoditas
dipengaruhi tiga faktor antara lain, yaitu faktor dari petani dan keluarga, faktor
tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki, kondisi tanaman, dan pengalaman
petani maka akan cenderung mudah untuk melepaskan lahannya atau begitu juga
dengan sebaliknya semakin tua umur petani akan enggan untuk beralih ke usaha
lain hal itu disebabkan karena pada proses penggalihan fungsi lahan
keluarga yang ditanggung petani tersebut, maka semakin banyak pula kebutuhan
sehari-hari yang harus dipenuhi sedangkan lahan petani sudah tidak mampu
merasa bahwa, hal yang baik dilakukan adalah dengan beralih ke usahatani lain.
Luas lahan yang dimiliki, berpengaruh terhadap alih komoditas, semakin luas
lahan yang dimiliki petani maka petani akan cenderung untuk menanam lebih
banyak jenis komoditas karena semakin luas lahan maka usaha tani akan semakin
efisien dan relatif lebih besar keuntungannya. Namun jika luas lahan petani sempit
maka petani akan cenderung memutuskan untuk menanam 1 komoditas saja. Hal
ini karena, hasil panen dari pengelolaan lahan yang sempit tidak sebanding
dengan modal usahatani (pupuk, bibit) yang dikeluarkan petani secara tidak
Faktor berikutnya adalah faktor usahatani yang terdiri dari harga jual
produk, biaya sarana produksi, dan biaya tenaga kerja. Harga jual produk
berpengaruh terhadap alih komoditas karena semakin rendahnya harga jual produk
ketika musim panen tiba maka petani akan mengalihfungsikan lahannya dengan
semakin tinggi sarana produksi (pupuk dan pestisida) yang dikeluarkan oleh
petani maka petani akan beralih komoditas. Biaya tenaga kerja, berpengaruh
komoditasnya. Hal itu disebabkan karena harga jual dari produk tidak sebanding
semakin banyak, tidak menutup kemungkinan, petani-petani yang lain akan ikut
beralih komoditas, terutama petani yang telah berhasil dalam beralih komoditas.
kualitas tanah masih tetap berkualitas baik atau tidak karena apabila tanah yang
digunakan pada tanaman tembakau masih memiliki tingkat kesuburan yang tinggi
maka petani tidak akan ragu untuk mengalihkanfungsi lahannya ke tanaman lain
109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa
produk tembakau bagi kesehatan. Hal ini memicu pabrik yang berada di
taninya.
Petani Tembakau
Alih Komoditas
Tanaman Lain
(musiman)
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar
Metode penelitian merupakan suatu cara yang harus ditempuh dalam suatu
penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
(Sugiyono, 2016). Metode ini digunakan untuk membantu peneliti agar secara
tentang faktorx petani terhadap alih komoditas tanaman tembakau ke tanaman lain
tahunnya yang diakibatkan oleh petani melakukan alih komoditas dari tanaman
Menurut data dari Kelompok Tani Karya Makmur yang berada di Dusun
tembakau dan 16 petani telah mengubah tanaman tembakau ke tanaman lain, yang
diambil sebagai sampel. Dimana semua petani tembakau dijadikan responden
dalam penelitian ini. Responden yang diambil pada penelitian ini adalah petani
tanaman) untuk tanaman lain baik secara keseluruhan lahan maupun sebagian,
untuk memperoleh data-data dari objek penelitian yang telah dipilih. Penelitian
ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber
panduan wawancara.
b. Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung terhadap objek
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung atau
melalui media perantara yang masih terkait dengan obyek yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, menggunakan data sekunder yang diperoleh dari literatur-
literatur terkait, studi pustaka, data-data atau informasi dari Badan Pusat Statistik
dibutuhkan antara lain seperti data-data penunjang yang terkait dengan bahan
penelitian.
D. Pembatasan Masalah
tahunan.
lama usahatani karena beberapa hal terkait profil petani tersebut yang
dengan tingkatan skor (1) 30-40 tahun, (2) 40-50 tahun, dan (3) > 60
tahun.
c. Luas lahan yang dimiliki adalah luas lahan yang dimiliki oleh petani,
diukur dari penilaian tentang besar luasnya lahan yang dimiliki petani
dalam satuan hektar dan diukur dengan tingkatan skor (1) Sempit : ≤
1000 m2 (2) Sedang : 1000 – 2500 m2, dan (3) Luas : ≥ 2500 m2.
tingkatan skor (3) produktif, (2) kurang produktif, dan (1) tidak
produktif.
40 tahun.
dibebankan oleh petani ketika musim panen tiba yang diukur dengan
produksi hingga panan tiba seperti bibit, pupuk, dan pestisida. Untuk
c. Ketersediaan tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan siap
tanaman yang pada akhirnya akan diperoleh hasil panen atau produksi
yang diukur dengan tingkatan skor (3) subur, (2) kurang subur, dan (1)
tidak subur.
dengan tingkatan skor (3) tinggi, (2) sedang, dan (1) rendah.
tanaman lain diuji dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Korelasi Rank
Spearman adalah alat uji statistik yang digunakan untuk hipotesis asosiatif dua
variabel bila datanya berskala ordinal (ranking). Metode ini digunakan untuk
yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus
sama (Sugiyono, 2014). Rumus umum koefisien korelasi adalah sebagai berikut :
n
n(¿ ¿2−1)
rs = 1-
6 ∑ di 2
¿
G. Keterangan:
hubungan atau korelasi antar variabel, dapat dilakukan dengan cara memberikan
Djajadi, Sholeh, M., Murdiyati, A. S., & Sri Yulaikah. (2008). PERAN
TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS TEMBAKAU, 6.
Iqbal, M., & Sumaryanto, S. (2016). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Bertumpu pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan
Pertanian, 5(2), 167–182. https://doi.org/10.21082/akp.v5n2.2007.167-182
Mahardika, B. P., & Muta’ali, L. (2018). Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Terbangun untuk Industri terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Sebagian Wilayah Kecamatan Ceper. Jurnal Bumi Indonesia,
7(3). Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/260739/dampak-alih-fungsi-lahan-
pertanian-menjadi-lahan-terbangun-untuk-industri-terhad
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Lutfi, M., &
Baladina, N. (2018). Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi
Pertanian pada Usahatani Tembakau (Studi Kasus di Desa Polagan
Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan). Jurnal Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis, 2(3), 226–233. https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2018.002.03.7
Purba, J. E. C. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih
Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit
Di Kabupaten Simalungun (Master’s Thesis). Puspasari, A. (2012). Faktor-
faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dan dampaknya
terhadap pendapatan petani (studi kasus Desa Kondangjaya, Kecamatan
Karawang Timur, Kabupaten Karawang). Skripsi. IPB, Bogor.
Rizkiani, H., & Sudrajat. (2015). HUBUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN SAWAH DENGAN KETERSEDIAAN PANGAN DI
KABUPATEN SLEMAN DAN KABUPATEN BANTUL, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA, 9.
SAMA, K. (2008). KONDISI PETANI TEMBAKAU DI INDONESIA: Studi
Kasus di Tiga Wilayah Penghasil Tembakau.
SARAGIH, S. A. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TERJADINYA ALIH FUNGSI LAHAN USAHA TANAMAN SALAK
PONDOH DI DESA DONOKERTO, KECAMATAN TURI, KABUPATEN
SLEMAN YOGYAKARTA.
Sari, I. M., & Nur, T. M. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH MENJADI TAMBAK DI DESA
BEURAWANG KECAMATAN JEUMPA KABUPATEN BIREUEN, 8.
Setiawan, A., & Purwadio Haru. (2013). Arahan Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Pangan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten
Katingan, 2(3), 3.
Sholeh, M. S., Baihaqi, B., Muhsin, A., & Ariyanto, A. (2018). PERILAKU
PETANI DALAM ALIH KOMODITAS TANAMAN TEMBAKAU KE
BAWANG MERAH (DI KECAMATAN BATUMARMAR). In National
Conference on Mathematics, Science and Education (NACOMSE) (Vol. 1,
pp. 1–8). Widiyanto, W., Dharmawan, A. H., & Nuraini, W. (2010). Strategi
nafkah rumahtangga petani tembakau di lereng gunung sumbing: studi kasus
di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten
Temanggung. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 4(1).