BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat dan
golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis terhadap alergi
lingkungan. Walaupun faktor lingkunan merupakan faktor penting, faktor genetik dalam
manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu
menunjukkan bahwa sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan sebelumnya. Penyakit
alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit alergi
merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. (WHO ARIA tahun 2001)
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak
dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain alergi hidung dan penyakit
atopi lainya lebih rendah, terutama pada negara yang kurang berkembang. Insidensi penyakit
tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan
bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di
Dilaporkan penyakit alergi yang sering dijumpai di Bagian Penyakit Dalam RSCM Jakarta
adalah asma, rinitis, urtikaria dan alergi makanan. Di Medan dilaporkan manifestasi klinis pasien
alergi saluran pernapasan adalah rinitis 41,9%, asma 30,6%, asma + rinitis 25% dan batuk kronik
5%. Diperkirakan 10-20 % penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut. Alergi
dapat menyerang setiap organ tubuh. Tetapi organ yang sering terkena adalah saluran napas dan
kulit.
Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis
memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat
menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur,
dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat
memperburuk kondisi asmanya. Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun
muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim
Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali
mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu
2. Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang berbagai alergi yang dapat ditimbulkan, terutama pada
Rhinitis Alergi dan Urtikaria. Mulai dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul, serta
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
imunologi : Urtikaria
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh
haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait dengan
gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai dengan
adanya pembentukan “bilur-bilur” – pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan
bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah satu bentuk urtikaria
akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama adalah
didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons
terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel mast.
(Tony, 2005)
Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus,
bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein
tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum
tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan
platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.
Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan sebelum lepas ke dalam
sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting yang dikenal
Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan limfatik.
Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan dan para-aorta daerah.
Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah bening dan limpa, jaringan
limfoid juga ditemukan di tempat lain, terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan
saluran urogenital.
C. Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan pada system imun atau yang sering dikenal dengan nama respon
imunitas, terbagi menjadi 2 yaitu respon non spesifik dan respon spesifik. Respon non spesifik
tidak ditujukan terhadap sel/bakteri/virus tertentu. Contoh respon non spesifik adalah inflamasi,
interferon, natural killer dan komplemen. Sedangkan respon spesifik lebih ditujukan terhadap sel/
bakteri/ virus tertentu. Contoh dari aktivitas respon spesifik adalah limfosit B yang memberikan
Inflamasi
Inflamsi sering disebut juga peradangan (radang). Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi
mikrobial dan agen fisik seperti trauma, luka bakar, dan jaringan nekrosis. Inflamasi bertujuan
karena peningkatan vaskularisasi, bengkak (tumor) karena akumulasi cairan (edema), dan nyeri
mengalami kerusakan, maka mast cell dari jaringan tersebut akan melepas histamine dan
permeabilitas kapiler. Akibatnya, sel darah dan cairan akan terakumulasi di jaringan. Akumulasi
ini bertujuan untuk mefasilitasi fagositosis zat asing dan memacu pembekuan darah. Kondisi ini
sehat yang belum terinfeksi. Saat virus masuk ke suatu sel, sel yang terinfeksi melepas interferon.
Interferon menyebar ke reseptor sel yang sehat. Sel sehat akan memproduksi enzim pemecah
mRNAvirus. Bila virus menyebar ke sel yang sehat yang telah ditempeli interferon, maka virus
sel maligna (ganas) dengan cara me’lisis (melumatkan) membran sel target. Sel-sel ini aktif pada
infeksi atau malignansi yang baru. Akan tetapi, sel ini berbeda dengan sel limfosit yang lain
distimulasi oleh antibody (Ab). Protein komplemen terdiri dari 11 macam (C1-C11) dengan
karakter yang berbeda-beda. Secara umum, system komplemen berperan menunjang aktivitas Ab
(komplemen=penunjang).
Respon imun spesifik hanya bekerja menyerang agen patogen tertentu. Respon imun ini
terdiri dari 2 tipe yaitu tipe imunitas humoral dan imunitas mediasi sel. Imunitas humoral adalah
imunitas yang dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh limfosit B. imunitas humoral efektif
untuk bakteri, toksin, dan beberepa virus. Sedangkan imunitas mediasi sel diaktivasi oleh limfosit
T. Imunitas ini efektif untuk sel yang bermasalah seperti sel yang terinfeksi atau sel kanker.
Sel limfosit B terdiri dari sel plasma dan sel memori. sel plasma banyak mengandung retikulum
endoplasma kasar. Reticulum endoplasma ini berperan menghasilkan antibody. Sel memori
Imunitas ini berespon pada sel-sel yang bermasalah. Imunitas ini bertujuan untuk melindungi
tubuh terhadap agen aptogen yang bersembunyi di dalam sel dan tidak dapat dicapai oleh
antibody maupun komplemen. Contoh imunitas mediasi sel ini adalah sel sitotoksik T, sel helper
T, sel suppressor T (sitokin). Imunitas ini bekerja dengan cara mengeliminasi sel-sel yang
bermasalah.
D. Antibodi (Immunoglobulin)
tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma,
sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Pembagian
Immunglobulin
Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang memainkan peran
penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada bagian
sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu) sebagai sIgA (en:secretoryIgA) dalam
perlindungan permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan
virus ke membran mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen mukus
fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel B bersama
dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan
dalam mengendalikan produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis antibodi yang
hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama pada
hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam sistem kekebalan yang merespon cacing parasit
(helminth) seperti Schistosoma mansoni, Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica, serta
terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang saling mengikat dengan ikatan
disulfida, dan mempunyai dua fragmen antigen-binding. Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh
dan terdistribusi cukup merata di dalam darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75%
pada manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM merupakan antibodi dengan
ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area epitop pengikat, dan teredar segera setelah
tubuh terpapar antigen sebagai respon imunitas awal (en:primary immune response) pada
rentang waktu paruh sekitar 5 hari. Bentuk monomeris dari IgM dapat ditemukan pada
seorang manusia dan berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM
B. Klasifikasi
1. Idiopatik adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut dan dua
2. Fisik. Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali. Terdapat
beberapa jenis ;
a. Dermatografisme : reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang timbul dalam 1
sampai 2 mm pada dasar eritematosa yang menyaru serta ditemukan pada batang
badan dan lengan tanpa mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan aksila.
d. Urtikaria sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh pajanan sinar
matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti oleh
e. Urtikaria tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh tekanan
terus-menerus.
f. Urtikaria akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh kontak dengan
air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air
panas.
C. Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1. Dermatografisme
2. Urtikaria solaris
3. Urtikaria dingin
4. Penyakit sistemik
2. Urtikaria kolinergik
menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast
2. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis
4. Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan atas,
6. Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan
(dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi
7. Genetik, terjadi difesiensi alfa-2 glikoprotein yang mengakibatkan pelepasan mediator alergi.
D. Patofisiologi
Patofisiologi urtikaria :
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunolpgis
tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator vasoaktif
lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini,
70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya
mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai jaringan subkutan dan
mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan, bibir, sekitar mata, dan
walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah atau laring). (Davey, 2005)
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling berhubungan
dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari sel mast dan
basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast menghasilkan
histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan kemampuan degranulasi
sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM, yang memicu migrasi
limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria (Anonimous, 2007).
edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada lapisan
dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih dalam dan
mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria yang terjadi
karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke aliran darah,
Urtikaria akut juga bisa terjadi pada stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan
allergen. Misalnya, pada eksposure pada media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi
berlangsung, akan terjadi perubahan osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk
melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga
terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan
E. Manifestasi Klinis
1. Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa timbul
2. Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam sesudah
terjadinya penekanan.
3. Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat disertai oleh
adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah pada badan bagian
atas.
F. Komplikasi
2. Infeksi sekunder
3. Bibir kering
G. Pemeriksaan diagnostik
b. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan
pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan petunjuk
a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah (LED),
c. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid,
d. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit untuk men
H. Penatalaksanaan Medis
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax) 0,5 ml/kg,
merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi
difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan penyembuhan
yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat
pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1
menyebabkan eksaserbasi urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama
Siproheptadin dapat menyebabkan rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada
beberapa penderita. Tabir surya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria
sinar matahari. Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis
yang diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat tersebut
menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak berespons dengan baik pada
manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat menetap selama bertahun-tahun.
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan Utama.
3. Riwayat Kesehatan.
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
f. Pemeriksaan fisik
KU : lemah
- Kepala :
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
- Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
- Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
- Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
- Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis
dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
B. Diagnosa
1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas
C. Intervensi
integritas
Intervensi Rasional
a. Lakukan tekni aseptic dan antiseptic
a. Dengan teknik septik dan aseptik dapat
pasien. kuman.
Ukur tanda vital tiap 4-6 jam b. Suhu yang meningkat adalah imdikasi
c.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
bersih
2. Dx : Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Kriteria Hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari
alergen.
Intervensi Rasional
a. Ajari klien menghindari atau menurunkan
a. Menghindari alergen akan
c. Baca label makanan kaleng agar terhindar keberadaan binatang di sekitar area
lingkungan.
e. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah
f.
3.. Dx : Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Kriteria Hasil :
garukan.
Intervensi Rasional
a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan1. a. Dengan mengetahui proses fisiologis
penyebabnya (misal keringnya kulit) dan dan psikologis dan prinsip gatal serta
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus penangannya akan meningkatkan rasa
gatal-garuk-gatal-garuk. kooperatif.
untuk menghilangkan formaldehid dan dampak iritan atau allergen dari bahan
bahan kimia lain serta hindari kimia atau komponen pelembut pakaian.
untuk memastikan sudah tidak ada sabun d. Mengurangi penyebab gatal karena
yang tertinggal. terpapar alergen.
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
1. a. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. 1 a. Udara yang kering membuat kulit
2. b. Menjaga agar kulit selalu lembab. terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
c. Menghindari minuman yang mengandung
setelah dikonsumsi.
meningkatkan penampilan
Intervensi Rasional
a. Gangguan citra diri akan menyertai setiap
perkembangan. kulitnya.
menilai diri dan mengenali masalahnya. perlu terjadi dan memulihkan realitas
e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
dan sosialisasi.
dan sosialisasi.
6. Dx : Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat
informasi
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
a. Kaji apakah klien memahami dan mengertia. Memberikan data dasar untuk
b. Jaga agar klien mendapatkan informasib. Klien harus memiliki perasaan bahwa
dan pembersihan serta balutan basah. yang tepat untuk melakukan terapi.
d. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiened. Dengan terjaganya hygiene, dermatitis
dibutuhkan.
D. Implementasi
Implementasi adalah serangkai kegiatan yang di lakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari status masalah kesehatan yang di hadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan ( gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997)
E. Evaluasi
1. Tidak terjadinya infeksi
3. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal karena berkurangnya pruritus dan ditandai
BAB III
PE N UTU P
A. Kesimpulan
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait dengan
gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: Obat-obatan, Jenis makanan , Inhalan yang
berasal dari serbuk sari, spora, debu rumah, Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih,
infeksi saluran pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE,
retikulosis, dan karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat
B. Saran
Mempelajari tentang penyakit urtikaria member kita manfaat yang besar. Terutama kita
terkadang sangat sulit untuk di diagnosa. Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita
DAFTAR PUSTAKA
Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
keperawatan.blogspot.com/2008/12/asuhan-keperawatan-sinusitis.html,
Efiaty Arsyad Soepardi. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC.