Anda di halaman 1dari 8

SANKSI ADMINISTRATIF BAGI DOKTER TANPA

SURAT TANDA REGISTRASI DAN SURAT IZIN


PRAKTEK

Abstrak
Setiap dokter wajib memiliki Surat tanda registrasi dan Surat izin praktek yang
merupakan suatu bentuk legalisasi dari seorang dokter untuk menjalankan tugas
dan kewajibannya dalam berpraktek sesuai ilmu yang dimiliki dan kompetensi
yang diakui.Surat tanda registrasi dan surat izin praktek didapatkan memlalui
berbagai tahapan, mulai dari ujian bagi dokter-dokter yang baru lulus dan berbagai
bentuk pengabdian kemasyarakat, temu ilmiah, pendidikan berkelanjutan dan
pelayanan kesehatan di praktek sehari-hari.
Surat tanda registrasi di keluarkan oleh konsil kedokteran , sedangkan Surat
izin praktek dikeluarkan oleh dinas kesehatan kota/kabupaten masing-masing
dokter tersebut berpraktek setelah mendapatkankan rekomendasi dari organisasi
kedokteran.

Kata kunci: Dokter, Praktik Kedokteran, Surat Izin Praktik, Etik Kedokteran

A.Latar Belakang

penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan bagian utama dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan.Dalam memberikan pelayanan kesehatan setiap dokter tidak
hanya dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan dan kompetensi yang baik tetapi harus
memiliki etik dan moral yang tinggi. Keahlian secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan,
pengawasan, dan pemantauan agar pelaksanaan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter dengan
pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan , pencegahan penyakit (preventif), peningkatan
kesehatan (promotif),pengobatan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan ( rehabilitative),
yang kesemuanya harus didasarkan pada nilai ilmiah , manfaat,keadilan,kemanusiaan,serta
perlindungan dan keselamatn pasien.1

Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan


kesehatan diperlukan pengaturan mengenai regulasi izin praktek dan registrasi sebagai
pengakuan kompensi yang dimiliki oleh doter tersebut. Setiap dokter melakukan praktik
kedokteran wajib memiliki surat tanda registrasi dengan melalui proses evaluasi yang meliputi
evaluasi administratif dan evaluasi kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ,regulasi tersebut harus dipatuhi oleh setiap dokter.

Registrasi merupakan proses dimana seorang dokter harus mendaftarkan/mencatatkan


dirinya pada suatu badan negara tertentu (yaitu KKI) untuk status keperdataannya (sebagai
dokter) yang diakui sah oleh negara untuk dapat bisa menjalankan profesinya sebagai dokter di
Indonesia. Singkatnya: registrasi dokter adalah proses untuk mendapatkan aspek legal sebagai
dokter saat menjalankan praktik kedokterannya, dan Surat Tanda Registrasi (STR) adalah
bukti/lisensi nya.

Surat Tanda Registaras( STR) adalah bukti tertulis/dokumen hukum bagi dokter, yang
mempunyai makna, bahwa dokter tersebut telah mendaftarkan diri, dan telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sehingga dokter tersebut
secara hukum diakui oleh negara sebagai dokter yang mempunyai kualifikasi tertentu untuk
melakukan tindakan kedokteran.Surat tanda registrasi dokter diterbitkan oleh konsil kedokteran
Indonesia setelah dokter yang bersangkutan lulus ujian kompetensi2

Dalam memperoleh surat tanda registrasi dokter harus memiliki beberapa persyaratan
sebagai berikut

1.memiliki ijazah dokter,dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis

1 H.Zaeni Asyhadie, SH., M.Hum, Aspek-aspek Hukum Kesehatan, penerbit Pt.Raja Grafindo, Jakarta-2017
2 ibid
2.Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dokter

3.memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental

4.memiliki sertifikasi kompetensi

5.membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Surat tanda registrasi berlaku selama 5 lima (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima)
tahun .

Fungsi dari registrasi dokter adalah agar ada ketertiban hukum dan kepastian hukum sebagai
upaya untuk melindungi dokter yang melakukan praktik kedokteran.

surat Ijin Praktik (SIP)


UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 36 dan 37 : Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik (SIP) yang
dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dilaksanakan. SIP hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
praktik dan satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik. 3

Tujuan perlu adanya Surat Izin Praktik bagi seorang dokter adalah, sebagai berikut

1. Perlindungan bagi masyarakat dan tenaga kesehatan, apabila dari praktik kedokteran tersebut
menimbulkan akibat yang merugikan kesehatan fisik, mental, atau nyawa pasien.

2. Petunjuk bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus
mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan lisensi atau legalitas.

3. Pemberdayaan masyarakat, organisasi profesi & institusi yang ada.

Semua regulasi tersebut seharusnya dipatuhi oleh setiap dokter dalam praktek sehari-hari
untuk kemanannya dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat , akan tetapi
masih di temukan adanya tenaga medis yang masih tidak memiliki STR dan SIP yang tentunya
sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan praktek dokter tersebut, baik praktek di rumah
sakit milik pemerintah maupun rumah sakit swasta dan praktek mandiri.tentunya ini akan sangat

3 Undang –undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran


merugikan dokter itu sendiri dan juga instansi yang memperjakan dokter tersebut serta
masyarakat karena tidak jelasnya sampai dimana kompensi dokter yang merawatnya.

Dalam era JKN saat ini STR dan SIP sudah dijadikan barometer untuk pembayaran jasa
dokter di berbagai rumah sakit, tanpa STR dan SIP, badan penyelenggara jaminan kesehatan
tidak akan membayar jasa dokter yg tidak memiliki STR dan SIP. Pentingnya SIP dan STR bagi
dokter dalam praktik kedokteran ibarat memiliki SIM bagi pengendara kendaraan, tanpa SIP dan
STR seorang dokter tidak dapat menjalankan profesinya dengan baik. Dalam menghadapi
masalah hukum,audit oleh pemerintah terhadap praktek pribadi yang merupakan provider dari
Badan penyelenggara Jaminan kesehatan , bekerja di rumah sakit pemerintah maupun swasta
serta berpraktik pribadi hal yang akan ditanyakan pertama kali adalah STR dan SIP.

B. PEMBAHASAN

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang praktek


kedokteran, pasal 75 dan 76 bahwa setiap dokter yang sengaja tidak memiliki SIP dan STR di
kenai ancaman pidana hukuman kurungan paling lama 3( tiga) tahun penjara dan denda paling
banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah ).

Seemenjak undang-undang tersebut diterbitkan maka menimbulkan kecemasan dikalangan


setiap dokter karena terkadang STR dan SIP bagi dokter-dokter yang baru lulus dan dokter yang
sudah memiliki SIP dan STR yang tidak berlaku lagi tentu akan membutuhkan waktu dan proses
dalam pengurusannya, sementara seorang dokter diharapkan dapat memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Seorang dokter spesialis Anesthesi dr.Anny Isfandyarie, SpAn
mengajukan yudicial review, dengan Dasar hukum 24C ayat 1(satu) Undang-Undang Dasar
1945 jo pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah konstitusi
.Menolak kriminalisasi praktik kedokteran yang tidak mempunyai STR dan SIP sebagaimana
diatur dalam pasal 75 ayat 1(satu),76 dan 79 hurf c dengan alasan tidak memenuhi unsur-unsur
pidana. Akan tetapi cukup merupakan sanksi administrative dan sanksi profesi saja
Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut ancaman pidana paling lama tiga tahun bagi dokter
yang melakukan praktik tanpa izin. Majelis hakim konstitusi yang diketuai Ketua MK Jimly
Asshiddiqie menyatakan ancaman pidana yang termuat dalam pasal 76 UU No 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran itu tidak sesuai dengan filsafat hukum pidana. Selain mencabut
hukuman pidana bagi dokter praktik tanpa izin, MK juga meniadakan ancaman hukuman pidana
tiga tahun bagi dokter yang tidak memiliki surat tanda registrasi dan ancaman pidana satu tahun
karena tidak memasang papan nama.4
MK berpendapat ketentuan hukuman pidana dalam pasal 75 ayat 1 dan pasal 79 huruf a UU
Praktik Kedokteran itu tidak tepat dan tidak proporsional. MK juga tidak memandang perlu
ancaman hukuman pidana dalam pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran bagi dokter yang
tidak melakukan kewajibannya untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran.
MK menyatakan pasal 75 ayat 1 dan pasal 76 sepanjang kata-kata "penjara paling lama tiga
tahun" dan pasal 79 sepanjang kata-kata "kurungan paling lama satu tahun" dalam UU Praktik
Kedokteran bertentangan dengan pasal 28G UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Untuk itu, MK tetap memberlakukan hukuman denda paling banyak
Rp100 juta bagi dokter yang praktik tanpa ijin dan tanpa surat tanda registrasi, serta denda Rp50
juta bagi dokter yang tidak memasang papan nama dan bagi dokter yang tidak melaksanakan
kewajibannya menambah ilmu pengetahuan serta mengikuti perkembangan teknologi.
Dokter yang melakukan praktik tanpa izin ini langsung ditangani oleh pihak Dinas
Kesehatan dan Organisasi Profesi IDI , karena pada kasus yang hanya termasuk malpraktek etik,
maka dokter tidak akan ditangani oleh pengadilan, melainkan cukup oleh MKEK (Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran). Di mana MKEK-lah yg akan memberikannya sanksi. Di mana
jika MKEK tidak dapat menanggulangi kasus ini, akan diteruskan ke P3EK (Panitia
Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran)
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) adalah adalah badan otonom Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) yang bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam
pengembangan kebijakan , pembinaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran yang
dibentuk secara khusus ditingkat pusat,wilayah, dan cabang .

4 .https://www.antaranews.com
Pembinaan dan pengawasan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mengambil
tindakan administratife jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan ketentuan tentang SIP dan
STR, sanksi sdministratif dapat berupa teguran, tertulis,sampai dengan pencabutan SIP di
jelaskan pada peraturan menteri kesehatan pasal 22 Nomor 512 /Menkes/PER/IV/ 2007.

C.PENUTUP

Dokter sebagai profesi luhur dengan etika moral yang tinng dengan kompetensi dan
pengetahuan yang dimiliki sebagai pion terdepan dalam menjalankan upaya peningkayan
kesehatan masyarakat diwajibkan memiliki SIP dan STR sebagai suatu payung hukum bagi
dokter dalam menjalan tugas profesi sehari-hari.

Dalam menjalankan tugasnya terkadang seorang dokter yang tinggal di daerah terpencil
tentu akan sulit mengurus SIP dan STR serta berbagai kendala yang dimiliki dokter sebagai
bagian bukan dari kesengajaan sehingga terlambat untuk dapat memilki STR dan SIP sementara
harus dituntut bekerja karena profesinya bukan saja sebagai penyedia jasa tapi lebih ke nilai
kemanusiaan sebagai panggilan hati yang tulus

Hukuman pidana yang tercantum dalam pasal 75, 76 dan 79 dalam Undang-undang No 29
tahun 2004 tentang praktek kedokteran tidaklah relevan, tidak memiliki STR dan SIP tidak
selayaknya disebut tindakan criminal karena seorang dokter berkerja atas tuntutan profesi dan
sumpah dokter dalam melayani kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. H.Zaeni Asyhadie, SH., M.Hum, Aspek-aspek Hukum Kesehatan, penerbit Pt.Raja Grafindo,
Jakarta-2017

2. Undang –undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran

3.https://www.antaranews.com
003 TTG MAHKAMAH KONSTITUSI

UU 04 TTG
PASAL 79 HURUF c

PRAKTIK KKTERAN

Anda mungkin juga menyukai