Infromed concent
a. Pengertian Infromed concent
Tentunya Anda pernah mendengar dan melaksanakan Infromed concent pada saat Anda
bertugas sebagi seorang perawat. Ya benar sekali, Infromed concent ini dilakukan bila
pasien akan dilakukan tindakan yang memerlukan persetujuan baik dari pasien sendiri
maupun keluarganya.
Infromed concent adalah suatu doktrin yang sumber dasar dominannya adalah segi hak
asasi manusia (HAM). Menurut Kozier and Erb (1991) Infromed concent adalah suatu
persetujuan oleh pasien untuk menerima suatu tindakan atau prosedur setelah
memndapatkan informasi yang lengkap, termasuk resiko tindakan dan kenyataan yang
berhubungan dengan tindakan dan kenyataan yang berhubungan dengan tindakan, yang
sudah disediakan oleh dokter. Infromed concent ini sudah diatur dalam Undang-undang
No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
Melaksanakan Infromed concent ini adalah tanggung jawab seorang dokter, meskipun
didelegasikan kepada perawat oleh sebagian instansi. Tanggung jawab perawat adalah
memberikan saksi pada Infromed concent. Hal ini terkait dengan : saksi pertukaran
antara pasien dan dokter, Saksi tanda tangan pasien, dan menyakinkan bahwa pasien
benar-benar sudah mengerti, misalnya : benar-benar sudah diberi informasi.
Jika perawat hanya menjadi saksi pada salah satu diatas, misalnya hanya melihat tanda
tangan pasien pada lembaran Infromed concent, maka perawat menuliskan “menjadi
saksi saat tanda tangan pasien saja”. Jika perawat menemukan bahwa pasien
tidak/belum mengerti penjelasan dokter, kemudian sangatlah penting untuk
diberitahukan kepada dokter.
Dokter dan perawat harus harus berkata jujur dan menyampaikan apabila ada laternatif
lain, maka dokter harus menjelaskan juga agar diketahui oleh pasien dan segala risiko
yang melekat pada tindakan itu. Dokter dan perawat memberikan beberapa alternatif
tindakan dan risikonya, keputusan tetap ada pada pasien, karena dialah yang
menanggung risiko akhir jika ada terjadi sesuatu.
Sudah sepatutnya seorang yang profesional (dokter, perawat) berlaku jujur pada
pasiennya (awam) yang tidak tahu tentang keadaannya.
Bagaimana pelaksaan Infromed concent di lapangan selama ini Anda lihat? Sudah
benar? Kita sebagai perawat dalam peran kita sebagai advokat/ pembela bagi pasien
harus menyakinkan bahwa pasien tahu benar tindakan apa yang dilakukan oleh dokter
padanya dan apakah pasien tahu akibat bila tidak dilakukan dan bila dilakukan?. Bila
pasien belum tahu, maka perawat perlu mendiskusikan dengan dokter tentang tindak
lanjut terhadap pasien. Perlu dipahami bahwa timbulnya suatu Infromed concent
adalah merupakan suatu proses atau “Communication process” dan bukan hanya suatu
formulir. Dikatakan suatu proses karena pasien mendapatkan informasi yang jelas
tentang tindakan yang akan di alaminya, kemudian pasien akan membuat suatu
keputusan yang tepat bagi dirinya. Biasanya pasien menandatangani format Infromed
concent yang sudah disediakan. (Infromed concent is a process, not an event).
Formulir yang ditanda tangani oleh pasien hanya merupakan suatu pengukuhan atau
pendokumentasian belaka apa yang sudah disepakatilebih dahulu bersama sewaktu
pasien diperiksa dan terjadi dialog antara dokter dan pasien.
Apa pendapat yang mengatakan bahwa hubungan antara dokter/perawat dan pasien
sudah terjadi saat fase pertama, tapi bisa saja pasien belum mengenal
dokter/perawatnya karena yang dituju oleh pasien ternyata diganti oleh orang lain.
Secara etis sebenarnya dimuka pintu informasi ini sudah disampaikan agar pasien
dapat mengambil keputusan apakah ia diperiksa atau tidak.
3) Fase ketiga
Dokter memberikan informasi yang jujur dan akurat pada pasien sesuai dengan
kondisinya (dampakj dilakukan dan bila tidak dilakukan) dan alternatif lain. Maka
ada Infromed concent secara lisan dan di kukuhkan dengan formulir secara tulisan.
Penyampaian informasi ini harus secara lisan, ditempat yang tenang dan pada
kondisi pasien sedang tidak dalam kesakitan atau tekanan keadaan lain.
Mengenai kapan (when) disampaikan, tergantung pada waktu yang tersedia setelah
dokter memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksud. Pasien atau
keluarga harus diberi cukup waktu untuk mempertimbangkan dan membuat
keputusan yang tepat bagi dirinya.
Yang menyampaikan (who) informasi, tergantung dari jenis tindakan yang akan
dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif
lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Tindakan keper
watan juga banyak yang memerlukan pasien walaupun secara lisan, misal :
pemasangan sonde, catheter,. Tindakan ini memerlukan persetujuan pasien atau
keluarga walau tidak tertulis, karena merupakan tindakan invasif dan menyakitkan
bagi pasien.
Mengenai informasi yang mana (which) yang harus disampaikan dalam Undang-
undang informasi yang diberikan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter
menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan informasi.
2) Persetujuan
Tentunya Anda setuju bahwa, persetujuan haruslah didapatkan sesudah pasien
mendapatkan informasi yang adekuat. Northrop (1984) dikutip oleh Kozier and Erb
(1991) dan dalam Permenkes menggambarkan 5 elemen mayor Infromed concent,
yaitu :
a) Persetujuan harus diberikan secara sukarela
b) Persetujuan harus diberikan oleh individu atau seseorang yang mempunyai
kapasitas dan mengerti
c) Pasien harus diberi informasi yang cukup untuk kemudian menjadi orang yang
mampu mengambil keputusan
d) Mengenai sesuatu hal yang khas
e) Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama
Bahasa yang asing dan istilah medis menjadi penghambat untuk di[ahami pasien.
Jika pasien tidak bisa membaca, maka Infromed concent harus dibacakan sebelum
di tanda tangani oleh pasien. Bila pasien tidak mengerti dengan bahasa yang
digunakan oleh dokter/perawat, maka harus disediakan penerjemah untuk pasien.
Informasi ini diberikan pada orang yang sudah mampu membuat keputusan sendiri,
yaitu usia diatas 21 tahun atau usia 21 yang sudah menikah dan dalam keadaan
sehat mental. Jika tindakan yang dilakukan pada anak-anak dibawah usia 18 tahun
dan belum menikah, atau pasien tidak sadar, maka penjelasan diberikan pada orang
yang kompeten( orang yang paling dekat : orang tua, teman, staff). Untuk pasien
dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik segera, maka tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.
3) Penolakan
Seperti dikemukakan pada bagian awal dan pada alur diatas, bahwa tidak
selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang akan dilakukan
dokter. Dengan situasi demikian, kalangan dokter maupun kalangan kesehatan
lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga yang mempunyai hak untuk
menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Keadaan seperti ini disebut Infromed
Refusal.
Tidak ada hak dokter maupun perawat yang dapat memaksa pasien mengikuti
anjurannya, walaupun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau
kematian bagi pasien.
Bila dokter gagal dalam menyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang
diperlukan, maka untuk keamanan dikemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah
sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap
anjuran tindakan medik yang diperlukan.
Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, pernyataan penolakan
pasien atau keluarga inidianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan
demikian apa yang terjadi dibelakang hari tidak menjadi tanggung jawab dokter
atau rumah sakit lagi.
Sekarang kita akan membicarakan tentang issue yang berhubungan dengan kematian.
Banyak hal penting yang harus dilakukan oleh perawat dalam perannya sebagai advocate
dan pelaksana keperawatan.
Oleh hukum, sertifikat kematian harus dibuat jika seseorang meninggal. Ini biasanya
ditanda tangani oleh dokter yang menangani dan disimpan oleh tenaga kesehatan local atau
kantor pemerintah. Keluarga biasanya diberi salinan untuk dapat digunakan pada kejadian
legal, misalnya untuk klaim asuransi.
Perawat mempunyai tugas untuk menangani kematian dengan kedamaian dengan label
secara tepat. Kesalahan penanganan dapat mengakibatkan tekanan emosional. Kesalahan
dalam memberi labeldapat menciptakan masalah legal jika jenasah tidak dapat
diidentifikasi secara tepat dan persiapan pemakaman yang tidak benar. Biasanya identitas
jenasah diikatkan pada pergelangan tangan kiri dan pergelangan kaki. Pada label tersebut
dituliskan, nama pasien, nomor register dan nama dokter.
Hal hal yang berkaitan dengan issue kematian ini adalah autopsi, donatur organ,
penyelidikan, euthanasia, DNR dan aborsi.
a. Autopsi
Autopsi atau pemeriksaan post-mortem adalah pemeriksaan tubuh setelah kematian.
Ini dilakukan hanya pada kasus-kasus tertentu yang membutuhkan kejelasan penyebab
kematian. Hukum mengambarkan kapan autopsi dilakukan, misal : kematian yang tiba-
tiba, atau kapan itu terjadi dalam 48 jam masuk ke rumah sakit. Organ dan jaringan
tubuh diperiksa untuk memastikan penyebab kematian, untuk mempelajari suatu
penyakit, dan untuk membantu data statistik.
b. Donatur organ
Bagi orang yang akan mendonorkan organnya untuk kepentingan medis, ilmu
pengetahuan, penelitian atau transplantasi untuk menolong orang lain yang
membutuhkannya, sudah diatur di United States bahwa yang diijinkan adalah berusia
minimal 18 tahun atau dewasa. Seseorang yang berkeinginan mendonorkan organnya
harus mengisi formulir seperti kartu yang ditandatangani dan memerlukan dua saksi.
Kartu ini harus selalu dibawa oleh orang tersebut. Perawat hendaknya bersedia untuk
menjadi saksi dalam persetujuan ini. Di Indonesia, ini biasanya dilakukan oleh saudara
kandung untuk mendonorkan organnya, karena golongan darah yang sesuai.
Dalam UU No 36 tahun 2009 Bab XX pasal 192 disebutkan Setiap orang yang dengan
sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun
sebagaimana dimaksud dengan Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Jika penentuan saat mati berhubungan dengan kepentingan transplantasi organ, maka
keputusan saat mati harus dilakukan oleh 2 orang dokter atau langsung dengan
pelaksanaan transplantasi tersebut.
c. Penyelidikan
Penyelidikan suatu temuan yang legal untuk mengetahui sebab dan cara kematian.
Ketika kematian adalah akibat dari kecelakaan, contohnya : suatu penyelidikan
kematian akibat kecelakaan, maka yang diselidiki adalah sekitar kejadian kecelakaan.
Penyelidikan ini tidak harus dilakukan oleh dokter saja, tetapi tergantung kejadiannya.
Pemeriksaan medis adalah seorang dokter yang sudah mempunyai pendidikan khusus
dalam patologi atao forensik kedokteran.
d. Euthanasia
Mengenai masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan mengalami penyakit
yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat.
Dalam situasi demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari
penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau di lain keadaan pada
pasien yang sudah tidak sadar, keluarga orang sakit yang tidak tega melihat pasien
yang kesakitan dan menderita, kemudian ia meminta kepada tenaga kesehatan untuk
mengakhiri kehidupan pasien. Berilah contoh lain yang mungkin anda temukan di
rumah sakit tentang kejadian yang mengarah pada euthanasia !
Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar
terbebas dari penderitaan, mati secara baik (enak dan tenang).
Ada suatu kejadian di Indonesia, seorang Ny. A yang tidak sadar dalam waktu yang
lama setelah melahirkan anak. Belum diketahui sebabnya secara jelas. Lalu suaminya
memohon kepada dokter untuk mengakhiri saja hidup istrinya tersebut, karena tidak
tahan melihat penderitaan istrinya yang tergantung dengan alat bantu pernafasan.
Disamping biaya perawatan yang semakin membengkak, juga ia tidak tahan melihat
istrinya.
Masalah ini semakin sering dibicarakan, dan menarik banyak perhatian karena semakin
banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran. Banyak pasien yang masih
membutuhkan alat bantu nafas untuk memperpanjang hidupnya. Bila alat bantu nafas
tersebut dilepas, maka ia segera meninggal. Kejadian ini banyak terjadi di unit gawat
darurat dan Unit perawatan intensif (ICU).
Sesuai dengan makin meningkatnya kesadaran akan hak untuk menentukan nasib
sendiri (self determination) di banyak negara mulai gerakan dan penghargaan atas hak
seseorang untuk mengakhiri hidup. Di beberapa negara, hak ini diakui oleh pemerintah
karena diatur dalam undang-undang.
1) Pengertian euthanasia
Masih anda ingat tentang pengertian euthanasia, euthanasia berasal dari kata
Yunani, Euthanathos. Eu = baik, tanpa penderitaan; sedang tanathos = mati.
Dengan demikian euthanasia dapat diartikan : mati dengan baik tanpa penderitaan.
Ada yang menterjemahkan : mati cepat tanpa derita.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum
kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang di buat oleh
Euthanasia Study Group dari KNMG ( Ikatan Dokter Belanda).
Konsep mati dari berhentinya darah mengalir seperti dianut selama ini dan yang
juga diatur dalam PP. 18 Tahun 1981 menyatakan bahwa mati adalah berhentinya
fungsi jantung dan paru-paru, tidak bisa dipergunakan lagi karena teknologi
resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-paru yang semua terhenti, kini
dapat dipacu untuk dapat berdenyut kembali dan paru-paru dapat dipompa untuk
berkembang kempis kembali.
2) Jenis euthanasia
Euthanasia ditinjau dari beberapa sudut. Dilihat dari cara dilaksanakan, euthanasia
dapat dibedakan atas euthanasia pasif dan euthanasia aktif.
a) Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan mengehentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia
b) Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia.
Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :
i. Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannya tindakan medik secara
terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien
ii. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)
Euthanasia aktif tidak langsung adalah di mana dokter atau tenaga kesehatan
melakukan tindakan medik untuk meringankan penderitaan pasien, namun
mengetahui adanya risiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien.
Ada yang melihat pelaksanaan euthanasia dari sudut lain dan membaginya atas
4 kategori, yaitu :
i. Tidak ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud
memperpendek hidup pasien
ii. Ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud
memperpendek hidup pasien
iii. Tidak ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan
memperpendek hidup pasien
iv. Ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan
memperpendek hidup pasien
Pasal 344 KUHP : Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dengan sungguh-sungguh,
dihukum dipenjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran atau keperawatan sebab walaupun
terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri
hidup atau memperpendek hidup pasie, ancaman hukuman ini harus dihadapi.
Untuk jelasnya euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal di
bawah ini perlu diketahui oleh dokter.
Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena mereka mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP : Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan(mood)
dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 KUHP : Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang,
dihukum penjara selama-lamanya satu tahun.
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial yaitu individu yang
mempunyai : kepribadian, menyadari kehidupannya, kekhususannya, kemampuannya
mengingat, menetukan sikap dan mengambil keputusan, mengajukan alasan yang
masuk akal, mampu berbuat menikmati, mengalami kecemasan dan sebagainya, maka
penggerak dari otak baik secar fisik maupun sicial semakin banyak dipergunakan.
Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Oleh karena itu juika batang otak telah
mati (brain stem death) dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan sosial telah
mati.
Dalam keadaan demikian kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan
resusitasi (DNR, do not resuscitation). Yang penting dalam penetuan saat mati disini
adalah proses kematian tersebut sudah tidak dapat dibalikkan lagi (irreversible), meski
menggunakan teknik penghidupan kembali. Walaupun sampai sekarang tidak ada alat
yang sungguh-sungguh memuaskan dapat digunakan untuk penentuan saat mati ini,
alat elektroensefalograf dapat diandalkan untuk maksud tersebut.
f. Aborsi
Aborsi (pengguguran kandungan) merupakan awal fetus pada periode gestasi sehingga
fetus tidak mempunyai kekuatan untuk bertahan hidup. Aborsi merupakan pemusnahan
yang melanggar hukum atau memnyababkan lahir prematur fetus manusi sebelum masa
lahir secara alami.
Aborsi telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan baik
yang menyetujui maupun menentang. Pelanggaran praktik aborsi di Indonesia
tercantum dalam pasal 347-349. Pasal 347 disebutkan seorang wanita yang sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
diancam dengan pidana paling lama empat tahun. Pasal 348 menyatakan barang siapa
melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya
kandungan dapat dikenai penjara paling lama dua belas tahun. Kemudian pada pasal
349 dinyatakan jenis pidana bagi dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan praktik
aborsi, dalam UU kesehatan No 36 tahun 2009 bab XX pasal 194 ayat (1) disebutkan
setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Tantangan dan tuntutan profesi keperawatan dalam pelayanan kesehatan di era globalisasi
a. Tantangan profesi keperawatan dalam pelayanan kesehatan di era globalisasi
1) Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia
2) Pergeseran pola masyarakat agrikultural (mayoritas penduduk sebagai petani) ke
masyarakat industri dan masyrakat tradisional berkembang menjadi masyarakat
maju
3) Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit dengan kemiskinan seperti
infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi danpemukiman yang tidak
sehat, adanya penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola hidup modern
4) Adanya angka kematian bayi dan angka kematian ibu sebgai indikator derajat
kesehatan
5) Pergerakan umur harapan hidup juga mengakibatkan masalah kesehatan yang
terkait dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit generatif. Umur harapan
hidup masyarakat Indonesia
6) Masalah kesehatan yang berhubungan dengan urbanisasi, pencemaran kesehatan
lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat sejalan dengan
pembangunan industri
7) Adanya pergeseran nilai-nilai keluarga mempengaruhi berkembangnya
kecenderungan keluarga terhadap anggotanya menjadi berkurang
8) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih
besar membuat masyarakat lebih kritis dan mampu membayar pelayanan kesehatan
yang bermutu dan dapat dipertangungjawabkan.
b. Diluar negeri
Sejak tanggal 1 Januari 2009, perawat luar negeri bebas datang dan bekerja di
Indonesia. Hal ini terjadi karena kesepakatan Mutual Recognition Arrangement
(MRA) yang sudah ditandatangani oleh 10 negara ASEAN. Isi dari MRA
adalah pengaturan pengakuan timbal balik negara-negara ASEAN untuk
keperawatan. Prospek Kerja Perawat di Luar Negeri : Inggris butuh 10.000,
Jepang butuh 20.000, negara-negara di Timur Tengah juga butuh ribuan,
bahkan Amerika bisa mencapai angka ratusan ribu. Total dunia membutuhkan
dua juta per tahun untuk perawat. Kekurangan perawat di dalam negeri
merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk meneriman tenaga dari
luart negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 150.000
perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah
507.000, dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Dari beberapa laporan
diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh perawat Indonesia adalah
kemampuan berbahasa inggris dan ketrampilan yang masih kurang.
Berkenaan dengan keterampilan perawat Indonesia yang masih kurang, telihat
dari segi skoring National Council Licensure Examination (NCLEX) yang
masih rendah. Ujian NCLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia
untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh
perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk
bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 80 (
Pusdiknakes, 2007). Selain Jepang, BNP2TKI juga telah menerima permintaan
perawat dari jerman, Arab Saudi, Kuwait dan Taiwan pada awal tahun 2010.
Untuk itu berdasarkan informasi terakhir, saat ini sedang dijajagi kemungkinan
kerjasama G to G dengan beberapa negara tersebut. Berdasarkan informasi dari
Kementrian Kesehatan Jerman, saat ini negara tersebut membutuhkan sekitar
7.000 orang perawat. Peluang kerja di dalam negeri pun sangat terbuka luas.
Sudah barang tentu, perawat Indonesia yang akan bekerja di luar negeri harus
terlebih dahulu lulus dalam ujuian N-CLEX, memiliki sertifikat TOFEL dan
IELTS tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh masing-masing
negara tujuan.
Rangkuman
1. Persetujuan tindakan oleh pasien dan keluarga merupakan keharusan sebelum dokter
ataupun perawat melakukan tindakan bersifat invasif. Karena persetujuan tindakan adalah
merupakan hak pasien maupun keluarga atas dirinya sendiri. Pasien dan keluarga berhak
menolak maupun menerima tindakan yang akan dilakukan setelah mendapatkan
informasiyang jelas dari dokter atau perawat yang bersangkutan.
2. Informed consent adalah merupakan suatu proses, sehingga informasi harus diberikan
sebelumnya. Informasi yang diberikan mencakup jenis tindakan, alasan, tujuan, dampak
dilakukan dan dampak bila tidak dilakukan. Dalam penandatanganan persetujuan tindakan
tersebut tidak ada paksaan dari pihak manapun, sehingga pasien dan keluarga secara
sukarela menyetujui tindakan tersebut.
3. Peran perawat dalam hal ini adalah sebagai saksi dalam melihat penandatanganan informed
consent, meyakinkan bahwa pasien sudah mengerti dan jelas tentang informasinya.
4. Issue yang muncul pada kematian adalah euthanasia, autopsi, DNR, penyelidikan dan
euthanasia. Dan sudah ada hukum yang mengatur semua permasalahan ini.
5. Kebutuhan terhadap perawat profesional akan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring
dengan pengakuan pemerintah dan masyarakat terhadap profesi perawat. Apalagi jika
dalam waktu dekat RUU Keperawatan dapat disahkan menjadi UU, maka perlindungan
profesi perawat akan semakin jelas dan kondisi ini akan semakin merangsang perawat
untuk meningkatkan kompetensinya melalui keikutsertaannya dalam pendidikan
profesional. Dengan ditandatanganinya kesepakatan Mutual Recognition Arrangement
(MRA) pada awal tahun 2009, maka perawat luar negeri akan bebas datang dan bekrja DI
Indonesia. Situasi ini akan merupakan ancaman sekaligus peluang bagi perawat Indonesia
untuk mampu membuktikan diri untuk tetap menjadi tuan rumah yang baik bagi
masyarakatnya sendiri melalui profesionalisme dan kompetensi perawat yang makin
meningkat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, keluarga dan
masyarakat. Selain itu, peluang perawat Indonesia untuk bekerja di luar Negeri juga
semakin terbuka luas, sebagaimana halnya selama ini bahwa proporsi terbanyak TKI di
beberapa negara sudah didominasi oleh perawat yang sudah pasti berkontribusi pada
peningktan devisa negara. Beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Arab Saudi, Kuwait
dan Amerika Serikat saat ini masih kekurangan tenaga perawat profesional. Untuk itu,
perawat Indonesia harus terus berjuang keras untuk mengatasi masalah kelemahan yang
dominan dmiliki perawat Indonesia yaitu masalah kemampuan berbahasa inggris.