Skripsi - Vivi Freshily PDF
Skripsi - Vivi Freshily PDF
Disusun oleh :
Vivi Indriasti Freshily
NPM : 130801397
SKRIPSI
Disusun oleh :
Vivi Indriasti Freshily
NPM : 130801397
Tuhan YME
Seseorang terkasih
(Penulis)
iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Pernyataan ini saya buat dengan sadar dan sebesar-benarnya. Apabila ternyata
dikemudian hari ternyata saya terbukti melanggar pernyataan saya tersebut, saya
bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku(dicabut predikat kelulusan dan
gelar kesarjanaan saya). Demikian pula apabila terjadi plagiarism terhadap skripsi
dengan judul tersebut, maka saya berhak menuntut pihak yang bersangkutan
dengan sanki hokum (pidana maupun perdata) dan akademik yang berlaku.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur layak dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
dan menyelesaikan tugas akhir serta menyusun Naskah Skripsi yang berjudul
Naskah Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kuliah dan guna mendapatkan gelar Sarjana Sains (S.Si) pada program studi
Pangan. Melalui naskah skripsi ini, penulis berharap hasil yang telah penulis
peroleh dari proses dan pelaksanaan tugas akhir dapat bermanfaat bagi semua
pihak serta dapat menjadi batu loncatan untuk memperbaiki kualitas pangan di
Indonesia. Penulis berharap hasil yang diperoleh ini dapat menjadi bukti dan saksi
yang kemudian dapat dijadikan patokan dalam proses pembuatan bahan pengawet
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan tugas akhir ini, penulis
mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan
lancar. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
v
1. Ibu L.M. Ekawati Purwijantiningsih, S.Si, M.Si., selaku dosen pembimbing
petunjuk, dan nasihat selama proses pembuatan tugas akhir ini sehingga
lancar.
3. Kedua orang tua penulis, Triwiyono, Mursinah dan adik penulis Maitri Ega
Oriza, serta keluarga besar Kawara yang selalu memberikan doa, kasih
terputus.
6. Trifonia Javalin dan Lince Ria Sitohang yang senantiasa memberikan saran,
vi
8. Mas Wisnu, Pak Antok, dan segenap staff Laboratorium yang telah
10. Tidak lupa kepada staff Tata Usaha Fakultas Teknobiologi Universitas Atma
Jaya Yogyakarta serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan, yang
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis akan berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………… ………...i
HALAMAN PENGENSAHAN …………………………………….. ………..ii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………….. ………iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ……………………… .............iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………. ………..v
DAFTAR ISI ………………………………………………………… ……..viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………. ……….xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… ……xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………. ………xv
INTISARI ……………………………………………………………. ……xvi
I. PENDAHULUAN ……………………………………………. ……….1
A. Latar Belakang ……………………………………………... ……….1
B. Keaslian Penelitian …………………………………………. ……….3
C. Perumusan Masalah ………………………………………… ……….7
D. Tujuan Penelitian …………………………………………… ……….7
E. Manfaat Penelitian ………………………………………….. ……….8
F. Kegunaan Penelitian ………………………………………... ……….8
viii
A. Preparasi Sampel Daun Salam …………………………. ………32
B. Pengeringan Sampel Daun Salam ……………………… ………32
C. Penyerbukan Daun Salam Kering ……………………… ………33
D. Pembuatan Ekstrak Daun Salam ……………………….. ………33
E. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Salam …………………….. ………34
F. Pembuatan Serbuk Pengawet dan Pengenyal ………….. ………35
G. Proses Penyerbukan …………………………………….. ………36
H. Analisa Serbuk (Uji Zona Hambat) …………………….. ………37
I. Penentuan Serbuk Terbaik ……………………………… ………38
J. Pembuatan Bakso ………………………………………. ………39
K. Analisis Bakso ………………………………………….. ………40
a. Mikrobiologi ……………………………………… ………40
i. Angka Lempeng Total ………………………….. ………41
ii. Perhitungan Bakteri Staphylococcus aureus …… ………42
iii. Kualitatif Salmonella …………………………… ............43
b. Fisik ………………………………………………… ………44
i. Uji pH ………………………………………….. ………44
ii. Uji Tekstur (Kekenyalan) ………………………. ………44
iii. Daya Mengikat Air …………………………….. ………45
c. Kandungan Kimia Bakso …………………………… ………45
i. Uji Protein ……………………………………… ………45
ii. Uji Kadar Air …………………………………… ………46
iii. Uji Lemak ……………………………………… ………47
d. Organoleptik ………………………………………. ………48
F. Analisis Hasil …………………………………………….... ………49
ix
3. Kandungan Kimia Bakso ……………………………… ..……..93
a. Kadar Protein ……………………………………….. ………93
b. Kadar Air ……………………………………........... ………96
c. Kadar Lemak ……………………………………….. ….…101
4. Organoleptik ……………………………………………. ……104
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kriteria Mutu Sensori Bakso …………………………….. ……….9
Tabel 2. SNI No 01-3818-1995 Tentang Syarat Mutu Bakso ……. ……...10
Tabel 3. Rancangan Percobaan Pembuatan Serbuk ……………….. ……...31
Tabel 4. Rancangan Percobaan Lama Penyimpanan dan Komposisi
Bahan dalam Pembuatan Bakso …………………………. ……...31
Tabel 16. Perubahan Nilai Daya Mengikat Air pada Bakso dengan
Perbedaan Penambahan Serbuk selama Penyimpanan …... ……...85
xi
Tabel 19. Perubahan Nilai Kadar Air pada Bakso dengan
Perbedaan Penambahan Serbuk selama Penyimpanan …... ……...97
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Bentuk Daun Salam ……………………………………. ……...19
Gambar 2 Struktur Umum Tanin ………………………………….. ……...22
Gambar 3 Struktur Umum Flavonoid …………………………….. ……...24
Gambar 4 Struktur Saponin Steroid dan Triterpenoid …………….. ……...25
Gambar 5 Reaksi Tanin dan FeCl3 membentul Kompleks Warna
Hijau Kehitaman………………………………………... ……...51
xiii
Gambar 21. Perubahan Nilai Daya Mengikat Air Bakso dengan
Perbedaan Penambahan Serbuk Selama Penyimpanan ……...86
…………….
Gambar 22. Perubahan Nilai Kekenyalan Bakso dengan Perbedaan
Penambahan Serbuk Selama Penyimpanan ……………. ……...90
Gambar 26. Bakso Perlakuan Kontrol dan Perlakuan A (1,5%) Hari …….106
Ke-0 …………………………………………………….
Gambar 27. Bakso Perlakuan B (2,5%) dan Perlakuan C (3,5%) Hari …….106
Ke-0 …………………………………………………….
Gambar 28. Preparasi Daun Salam ………………………………….. …….128
Gambar 29. Proses Ekstraksi Daun Salam ………………………….. …….128
Gambar 30. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Hari Ke-0
pada Pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 …………………
…….128
Gambar 31. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Hari Ke-1
pada Pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8…………………. …….129
Gambar 32. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Hari Ke-2
pada Pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8 ………………… …….129
Gambar 33. Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Staphylococcus
aureus Hari Ke-0 Tiga Kali Pengulangan Pada …….130
Pengenceran 10-1 ……………………………………….
Gambar 34. Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Staphylococcus 130
aureus Hari Ke-1 Pada Pengenceran 10-5 dan 10-6 ……..
Gambar 35. Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Staphylococcus 131
aureus Hari Ke-2 Pada Pengenceran 10-5 dan 10-6 ……..
Gambar 36. Hasil Uji Kualitatif Salmonella ………………………... 131
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabel Jadwal Penelitian …………..……………… ...…….120
Lampiran 2. Tabel Parameter Uji Organoleptik ……………… ………121
Lampiran 3. Hasil SPSS (Anava Zona Hambat Serbuk, Duncan
Zona Hambat Serbuk,Anava Zona Hambat Serbuk
yang dilarutkan, Duncan Zona Hambat Serbuk yang
dilarutkan)..…………………………………... ……..122
Lampiran 4. Hasil SPSS (Anava ALT Serbuk, Anava ALT
Bakso, Duncan ALT Sampel, Duncan ALT
……..123
Penyimpanan)………………………………………
Lampiran 5. Hasil SPSS (Anava S.aureus, DuncanS.aureus
Sampel, Duncan S.aureus Penyimpanan) ……...124
.……………………………………………………..
Lampiran 6. Hasil SPSS (OneWay S.aureus,Anava pH,
AnavaKekenyalan (Springiness)). ……..125
……..………………...
Lampiran 7. Hasil SPSS (Duncan Kekenyalan (Springiness)
(Penyimpanan), AnavaDayaMengikat Air, Duncan
……..126
DayaMengikat Air (Penyimpanan),Anava Kadar
Air ). ……………………………...………...
Lampiran 8. Hasil SPSS (Duncan Kadar Air (Sampel), Anava
Kadar Protein, Anava Kadar Lemak, Duncan Kadar ……..127
Lemak (Sampel)).
………………………………………………………
Lampiran 9. Gambar (Preparasi Daun Salam, Preparasi Ekstraksi
Daun Salam, hasil Perhitungan Angka Lempeng
………128
Total Hari Ke-0 …………………………………….
Lampiran 10. Gambar (Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total
Hari Ke-1 dan Hari Ke-2) ………………………… ……...129
Lampiran 11. Gambar (Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri
Staphylococcus aureus Hari Ke-0 dan Hari Ke-1) ………130
Lampiran 12. Gambar (Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri
Staphylococcus aureus Hari Ke-2, Hasil Uji ………131
Kualitatif Salmonella) ……………………………
xv
INTISARI
xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
susu, dan telur serta produk olahannya memiliki nilai gizi yang tinggi
(Irzamiyati, 2014). Hal ini menyebabkan produk pangan asal ternak dan
produk olahan makanan yang berbentuk bulat yang dibuat dari campuran
daging ternak seperti ayam dan sapi yang ditambahkan dengan pati atau
serealia serta bumbu-bumbu lain dengan atau tanpa Bahan Tambahan Pangan
olahan daging yang memiliki nutrisi tinggi, pH 6.0-6.5 dan Aw tinggi (>0.9)
sehingga masa simpan maksimalnya adalah 1 hari (12-24 jam). Masa simpan
berupa bahan pengawet baik yang diijinkan maupun yang tidak diijinkan.
1
2
diijinkan seperti boraks dan formalin pada bakso dengan tujuan untuk
khamir, jamur, dan bakteri. Selain itu, boraks juga sering digunakan untuk
tidak luput dari adanya resiko atau bahaya yang ditimbulkan. Asam borat atau
boraks (boric acid) merupakan salah satu zat pengawet berbahaya yang tidak
racun pada sistem metabolisme manusia terutama pada beberapa organ seperti
hati dan ginjal. Boraks juga bersifat karsinogenik serta dapat mengganggu
kerja otak (Widayat, 2011). Adanya dampak yang cukup tinggi dengan
maka diperlukan suatu usaha dan inovasi baru untuk mengurangi penggunaan
bahan kimia dan menggantinya dengan bahan alami dengan cara membuat
produk pengawet yang memiliki fungsi sama yaitu sebagai pengawet dan
sekaligus pengawet makanan yaitu daun salam. Menurut Enda (2009), daun
memiliki nilai guna positif pada bidang kesehatan salah satunya dapat
menurunkan kadar gula darah sedangkan Priyawan (2014), ekstrak air daun
berfungsi sebangai anti jamur. Hal inilah yang menjadi dasar untuk
Selain faktor ketahanan pangan dan masa simpan, faktor lain yang juga
satu bahan organik yang biasa digunakan sebagai bahan tambahan pengenyal
merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan. Karaginan memiliki sifat unik yaitu dapat membentuk gel dan dapat
tekstur, dan pembentuk tekstur emulsi pada beberapa produk seperti jelly dan
sejenisnya. Hal ini menunjukan bahwa adanya potensi yang besar penggunaan
B. Keaslian Penelitian
fenol, steroid, sitral, lakton, saponin, dan karbohidrat. Selain itu, Priyawan
flavonoid, saponin dan tanin. Hasil ini didukung dengan penelitian yang
bahwa kadar tanin pada infusa daun salam muda 2,38±0,036% sedangkan
tepat untuk ekstraksi daun salam. Pada penelitiannya diketahui bahwa ekstrak
direndam dengan ekstrak daun salam (pH 3,5) dapat diperpanjang sekitar 2
air. Penelitian Purnomo dkk (2014), melakukan ekstraksi dari daun jati untuk
air dengan perbandingan antara bahan dan pelarut yaitu 1 : 10. Ekstrak cair
dalam penggunaan.
banyaknya penyalut yang digunakan dengan ekstrak pewarna alami daun jati
yaitu 3 : 10. Selain itu, Purnomo dkk (2014) juga menggunakan beberapa
karaginan, dan whey. Hasil yang didapat menunjukan bahwa dengan rasio
alami daun jati yang memiliki warna yang paling baik (Purnomo dkk., 2014).
Penelitian lain yang dilkukan oleh Sembiring (2009), menunjukan bahwa pada
baik, zat padat terlarut yang rendah, dan waktu release yang paling lama
sebagai bahan penyalut dan pengisi dalam proses pembuatan serbuk atau
oleh Aulawi dan Ninsix (2009), menunjukan bahwa pada proses pembuatan
bakso, selain bahan baku yaitu daging juga digunakan bahan pengisi dan
pengenyal. Bahan pengisi yang lazim digunakan pada proses pembuatan bakso
yaitu tepung pati. Salah satu bahan pengisi dan pengenyal kimia yang sering
(Wibowo, 2013).
C. Perumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
simpan bakso.
8
salam dan karaginan yang tepat untuk mendapatkan bakso dengan kualitas
terbaik.
E. Manfaat Penelitian
praktis.
khususnya bakso.
F. Kegunaan Penelitian
pengawet dan pengenyal alami terutama yang berbahan baku daun salam dan
pengawet dan pengenyal alami yang komersial serta aman untuk dikonsumsi.
Selain itu, dengan adanya penelitian ini juga diharapkan dapat membuka
A. Pengertian Bakso
Bakso adalah makanan khas Indonesia yang digemari banyak orang.
Bakso daging menurut BSN (1995-a) pada SNI No 01-3818 1995 merupakan
produk makanan basah berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari
campuran daging ternak yang dapat berupa sapi atau ayam (kadar daging tidak
kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa Bahan Tambahan
cukup baik karena terbuat dari daging sapi yang kadar proteinnya tinggi yaitu
sebesar 20-22% dengan kadar lemak 4,8% (lean meat) (Aulawi dan Ninsix,
2009). Menurut Wibowo (2005), cara paling mudah untuk menilai mutu bakso
serta mengenali bakso dengan kualitas yang baik adalah dengan menilai mutu
utama yang dapat dinilai, yaitu kenampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur.
9
10
pada daging menjadi mikropartikel. Adonan bakso dibuat dengan cara daging
kemudian ditambahkan dengan tepung, pati, atau tapioka, sedikit demi sedikit
sebanyak ± 20-30% dari berat adonan dengan tujuan untuk membentuk emulsi
yang baik dan mencegah kenaikan suhu akibat gesekan. Selain itu, es
menekannya ke tengah-tengah jari antara ibu jari dan jari telunjuk kemudian
harus memperhatikan suhu, hal ini berkaitan dengan proses denaturasi protein
pada bakso sehingga terbentuk gel. Proses pembentukan gel akan terjadi
permukaan. Selain itu, kematangan bakso juga dapat dilihat dengan mengiris
bakso, apabila bagian dalam tampak mengkilap agak transparan, tidak keruh
seperti adonan lain, maka bakso dikatakan telah matang. Proses pemasakan
bakso biasanya dilakukan selama 15 menit. Bakso yang telah matang dapat
penyedap. Menurut Yunarni (2012), selain garam dan tepung, pada proses
mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula, sehingga adonan
pembuatan bakso yaitu tepung pati singkong, pati aren, atau sagu yang
3818-1995 bahan pengisi yang dapat digunakan pada bakso yaitu masimum
50% dari berat daging. Menurut Fadlan (2001), penggunaan bahan pengisi
1. Tepung Tapioka
berpati dapat mengabsorbsi airdua sampai tiga kali dari berat semula
2. Es atau Air Es
bakso dengan tujuan untuk menurunkan panas produk adonan. Selain itu
protein.
14
bahan penyedap rasa dan pemberi rasa asin pada makanan. Selain itu
garam juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet terutama untuk jenis
mikrobia yang tidak tahan dengan kadar garam tinggi. Garam dalam
proses pembuatan bakso selain berfungsi dalam dua hal tersebut juga
bakso sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena penambahan garam yang
4. Bumbu
umum yaitu bawang putih dan lada. Bawang putih akan membentuk aroma
khas bawang putih yang menyebabkan bakso memiliki aroma bumbu yang
kuat. Lada cenderung akan membentuk rasa agak pedas sehingga apabila
gizi seperti protein, mineral dan vitamin. BTP tidak dimaksudkan untuk
baku pangan. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan
(BPOM, 2013).
ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai
sebagai antioksidan.
2. Boraks
berbau, dan stabil pada suhu ruang. Boraks merupakan senyawa kimia
dengan nama natrium tetraborat (NaB4O7 10 H2O), jika larut dalam air
alami yang biasa hidup di lungkungan. Menurut Misna dan Diana (2016),
hidung, mulut, alat kelamin, dan rectum. Bakteri Staphylococcus aureus akan
Gram positif, berbentuk bulat yang khas membentuk pasangan atau rantai
bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik.
18
makanan yang mengandung salah satu atau lebih enteroksin yang dihasilkan.
Toksin yang dihasilkan bersifat tahan panas, meskipun bakteri mati dalam
suhu tinggi namun enteroksin yang terbentuk tidak akan mengalami kerusakan
karena panas dan enteroksin masih akan bertahan walaupun pada suhu
Salah satu bagian dari tanaman salam yang sering digunakan yaitu daunnya
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : Syzygium polyanthum
19
Bagian dari tanaman salam yang paling banyak dan sering digunakan
serta memiliki banyak kegunaan yaitu daun salam. Menurut Sudirman (2014),
daun salam termasuk dalam daun tunggal dengan bentuk lonjong hingga elips,
meruncing, pangkal daun runcing, memiliki tepi daun rata, panjang daun ±5-
15 cm dan lebar ± 3-8 cm, memiliki tipe tulang daun menyirip, permukaan
atas daun licin dan berwarna hijau tua, serta permukaan bawah berwarna hijau
muda (Gambar 1). Daun salam biasanya berbau wangi saat diremas.
pada masakan. Daun salam dapat dicampur dalam keadaan utuh, kering,
ataupun segar, dan turut dimasak hingga masakan matang (Enda, 2009).
Menurut Fitri (2007), Badan POM menetapkan daun salam sebagai salah satu
obat dari sembilan tanaman obat unggulan yang telah diteliti dan diuji secara
efektif dalam menurunkan kadar gula darah, tekanan darah, dan kadar
kolesterol darah. Selain itu, daun salam juga dapat menurunkan kadar asam
(2014), berkumur dengan air rebusan daun salam terbukti dapat mengurangi
berfungsi sebagai serat aktif. Hal ini terjadi karena daun salam mengandung
menghasilkan aroma seperti buah jeruk atau cengkeh, dan rasa sedikit asam.
Ekstrak air daun salam terbukti mengandung flavonoid, saponin dan tanin
senyawa utama seperti tannin, minyak atsiri, dan flavonoid serta senyawa
saponin, dan karbohidrat. Tiga senyawa utama dalam daun salam ini memiliki
peran sebagai senyawa antimikrobia. Hal ini terjadi karena ketiga senyawa
1. Tanin
memiliki inti berupa glukosa dan dikelilingi oleh lima atau lebih gugus
ester galoil, dengan inti molekul berupa senyawa dimer asam galat
21
bahwa tanin yang terkandung di dalam daun salam tidak kurang dari
daun salam muda dan daun salam tua secara berurutan yaitu 2,38±0,036%
antara kadar tanin pada daun salam muda dengan kadar tanin pada daun
salam tua.
itu, tanin juga mampu menginaktivasi adhesi sel pada permukaan sel
antara 500 dan 3000 Da dan larut dalam air (Ismarani, 2012). Menurut
diantaranya :
iii. Warna tanin menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung, dan
ii. Tanin larut dalam air, dan akan semakin besar kelarutannya apabila
2. Flavonoid
tumbuhan dari bakteri, virus, radikal bebas, dan radiasi UV (Sabir, 2003).
hidrogen(Andrianto, 2012).
24
3. Saponin
(Robinson,
Robinson, 1995). Saponin terbagi dalam dua jenis senyawa turunan yaitu
triterpenoid
rpenoid dan streroid (Hassan, 2008). Saponin bersifat pahit, berbusa
hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berda
berdarah
(Prihandono,
dono, 2001). Senyawa saponin memiliki kemampuan sebagai
sebagai bahan alternatif yang aman untuk pengganti boraks dan STTP.
polisakarida linier yang tersusun dari unit-unit galaktosa (Aulawi dan Ninsix,
dengan ikatan α-1,3 dan β-1,4 pada polimer heksosanya. Karaginan terbagi
menjadi tiga faksi yaitu kappa karaginan, iota karaginan, dan lambda
antara lain seperti permen jelly dari buah apel seafood atau surimi maupun
pada produk-produk jelly, permen, sirup, dodol, nugget, produk susu, bahkan
dan pembentuk gel atau penstabil (Aulawi dan Ninsix 2009). Menurut
dibuat dari campuran bahan pengisi berupa 17,5% tepung tapioka dan 2,5%
tinggi.
27
panas. Pengeringan memiliki keuntungan yaitu bahan menjadi lebih awet dan
pengeringan yaitu adanya perubahan sifat fisik dan kimia pada bahan,
dibasahi kembali).
pengurangan kadar air dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat (Muller
pengeringan ekstrak harus diperhatikan suhu yang digunakan, karena hal ini
2013).
28
J. Hipotesis
Yogyakarta. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2016 hingga April
foil, ayakan 61 mesh, baskom, benang, bunsen, buret, cawan petri, desikator,
destilasi, erlenmeyer, gelas beker, gelas pengaduk, gelas ukur, gloves, grinder,
gunting, jarum ose, kain perca, kain saring, kalkulator, kapas, karet, kertas
penggaris, perforator, pipet tetes, pipet ukur, pisau, plastik bening, plastik
29
30
hitam, plastik siller, probe 43, sarung tangan plastik, sendok, sendok besi,
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian yaitu air, air es, alcohol
70%, aquades, aquades steril, asam borat 4% jenuh, asam sulfat (93-98%
bebas N), bawang putih bubuk, biakan bakteri Staphylococcus aureus, BPW
(Buffer Pepton Water), daging sapi cincang, daun salam, FeCl3, garam, HCl
PCA (Plate Count Agar),PE (petroleum eter), SCB (Selenite Cistein Broth),
C. Populasi Sampel
Rejosasi, Bansari, Temanggung, Jawa Tengah. Daun salam yang diambil yaitu
daun salam dengan ciri-ciri warna hijau tua. Karaginan diambil sebanyak 100
gram dari Toko Kimia Chemix dalam bentuk serbuk kering. Daging sapi
Yogyakarta.
31
D. Rancangan Percobaan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada proses aplikasi serbuk pada bakso
(Tabel 4). Rancangan Acak Lengkap Faktorial pada proses aplikasi serbuk
pada bakso dilakukan dengan menggunakan dua faktor yaitu variasi serbukdan
E. Cara Kerja
Temanggung, Jawa Tengah, dengan ciri warna daun hijau tua sebanyak
tidak rusak, kemudian daun dicuci hingga bersih dengan cara air
Daun salam yang telah dicuci dan telah kering selanjutnya dipotong kecil-
kecil dengan menggunakan gunting dan bagian ibu tulang daun dari daun
salam dihilangkan.
± 1 jam untuk setiap pengeringan hingga kadar air <10%. Setaip 15 menit,
daun salam dicek dengan cara diremas. Pengukuran kadar air dilakukan
dengan diglinder hingga halus. Serbuk yang telah halus selanjutnya diayak
dengan ukuran ayakan 61 mesh (lubang ukuran 0,25 mm). Serbuk yang
E1 dan hasil ekstrak kedua atau reekstrak yaitu E2. Ekstraksi serbuk
kemudian disaring.
saring yang dilakukan sebanyak dua kali. Ampas hasil ekstraksi pertama
ekstraksi pertama. Cairan hasil ekstraksi pertama dan kedua yang telah
a. Uji Tanin
dengan adanya perubahan warna menjadi hijau kehitaman atau biru tua.
b. Uji Flavonoid
c. Uji Saponin
menit.
35
cair daun salam dengan penambahan bahan penyalut berupa pati dan
perbandingan 2 : 1.
cair daun salam dengan penambahan bahan penyalut berupa pati dan
Campuran ekstrak dan bahan penyalut yang berupa komposisi “a”, “b”,
36
blender dan glinder hingga halus. Serbuk yang telah jadi selanjutnya
i. Pembuatan medium
reaksi.
jam.
38
perforator.
sebanyak ±50 µl. Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C
menggunakan penggaris.
10. Pembuatan Bakso (Aulawi dan Ninsix, 2009, BSN, 1995-a, dengan
modifikasi).
dengan pati dengan perbandingan antara daging dan pati yaitu 75% : 25%
bubuk sebanyak 2% dan lada putih sebanyak 1% dari total daging dan pati.
jumlah daging dan pati. Adonan diblender kembali hingga homogen dan
3,5% dari berat adonan. Serbuk dicampurkan pada adonan dengan cara
air mendidih hingga bakso mengembang dan terapung. Bakso yang telah
matang selanjutnya dilakukan analisis bakso yang berupa uji fisik, mikro,
dan kimia dalam rentan masa simpan selama 3 hari yaitu hari ke 0, ke 1,
yang digunakan yaitu BPW (Buffer Pepton Water) atau aquades steril,
selama 15 menit.
medium BPW atau aquades steril sebanyak 9 ml. Sampel divortex dan
dan pengenceran 10-6 sampai 10-8 pada hari pertama dan kedua.
homogen.
kertas payung dan diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Koloni
€ terhitung
TPC =
[( ) ( , )
Keterangan
n1 = jumlah cawan terhitungan pada pengenceran tersebut
n2 = jumlah cawan terhitung pada pengenceran selanjutnya
d = yaitu nilai pengenceran terendahke dalam salah satu petri dan
medium ke dalam petri lain.
pengenceran 10-5 sampai 10-6 pada hari pertama dan kedua. Masing-
kertas payung dan diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Koloni
43
menggunakan rumus :
€
TPC =
[( ) ( , )
Keterangan
n1 = jumlah cawan terhitungan pada pengenceran tersebut
n2 = jumlah cawan terhitung pada pengenceran selanjutnya
d = yaitu nilai pengenceran terendahke dalam salah satu petri dan
medium ke dalam petri lain.
selama 24 jam.
b. Analisis Fisik
besar dan agak ringan. Alat texture disetting sesuai dengan yang
grafik dan nilai. Nilai kekenyalan yang dilihat yaitu nilai Springiness.
menggunakan rumus :
rumus :
× × . ×
% Protein =
100%
layar alat.
lebih 4 jam.
48
panelis tunggal (individual expert), yaitu peneliti itu sendiri yang akan
organoleptik dilakukan setiap hari dari hari ke-0, 1, dan 2. Nilai yang
Pada kualitas sensori warna, (5): warna khas bakso, (4): warna
bakso sedikit kusam, (3): warna bakso sedikit coklat, (2): warna coklat
dan kusam, dan (1): warna sangat coklat dan sangat kusam.Pada kualitas
sensori aroma, (5): bau khas bakso, (4): muncul bau lain selain bumbu,
(3): muncul bau asam, (2): sangat bau asam, dan (1): bau busuk. Pada
kualitas sensori rasa, (5): rasa khas bakso, (4): rasa sedikit asam, (3):
rasa sedikit pahit, (2): rasa bumbu sangat kuat, (1): rasa tidak enak. Pada
kualitas sensori tekstur, (5): kenyal khas bakso, (4): lebihkenyal, (3):
kenampakan, (5): tidak berlendir, kesat, (4) tidak berlendir tapi tidak
kesat, (3) lendir mulai muncul, (2) berlendir, (1) sangat berlendir
(Lampiran 3).
yang beda nyata, analisis dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test
yang dihasilkan akan benar menjadi bahan pengawet dan bahan antimikrobia
1. Uji Tanin
Klorida) pada ekstrak daun salam dengan hasil positif menghasilkan warna
oleh adanya reaksi antara tanin yang ada dalam ekstrak dengan ion Fe3+
50
51
Sampel ekstrak terdiri dari dua jenis yaitu sampel hasil ekstrak
pertama atau E1 dan sampel hasil ekstrak kedua atau E2. Berdasarkan
(Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa dari hasil ekstrak pertama dan
kedua kandungan tanin dalam ekstrak masih tetap tinggi. Hasil uji tanin
serbuk pengawet.
52
daun salam
m di dalam air hingga mendidih dengan suhu (98-101˚C)
(98 ˚C) selama
pada ekstrak daun salam memiliki kandungan yang cukup tinggi yang
menyatakan bahwa tanin mudah larut dalam air dan akan semakin besar
kelarutannya apabila dilarutkan dalam air panas. Hal ini juga menunjukkan
pengenceran 10-1
-
atau kandungan ekstrak 10% dari hasil ekstrak sampel.
53
sampel ekstrak yang dihasilkan. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada
Gambar 7.
2. Uji Flavonoid
berwarna kuning. Reaksi senyawa krisin dan NaOH tersebut dapat dilihat
pada Gambar 8.
NaOH. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh ekstrak hasil ekstraksi kedua
(Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa hasil ekstraksi baik pertama
pengawet.
3. Uji Saponin
pereaksi HCl 1 M yang kemudian akan membentuk busa yang tahan tidak
kurang dari 7 menit (Setyowati, dkk., 2014). HCl berfungsi sebagai bahan
terbentuk busa dalam sampel. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel hasil
Gambar 12. Hasil Uji Kualitatif Saponin Hasil Ekstraksi Pertama (Kiri)
dan Ekstraksi Kedua (Kanan) (Dokumentasi Pribadi, 2016).
protein melalui ikatan hidrogen. Hal ini akan menyebabkan koagulasi dan
asam nukleat. Adanya koagulasi dan denaturasi protein pada sel bakteri
kebutuhan bakteri akan energi terganggu. Hal ini akan berakibat pada
dengan logam. Tanin dapat berikatan dengan protein sehingga akan dapat
protein akan sukar dicerna oleh enzim protease. Tanin juga dapat
pengisi dan ekstrak yang digunakan serta jenis bahan pengisi yang
“d”
“c”
“a”
“b”
Gambar 13. Serbuk Perlakuan “a”, “b”, “c”, dan “d” (Dokumentasi
Pribadi, 2016).
sangat hitam dan serbuk perlakuan “d” memiliki warna yang sangat putih.
Perbedaan warna ini dapat disebabkan oleh tidak meratanya proses penuangan
pemanasan tidak merata. Selain karena faktor teknik pengeringan yang kurang
merata, komposisi dan jenis bahan pengisi juga penyebab perbedaan warna
pada serbuk.
satu teknik untuk menjaga dan melindungi komponen aktif dalam ekstrak
dkk, (2016), bahan pengisi atau bahan peyalut yang dapat digunakan haruslah
pada serbuk dan pada konsentrasi yang lebih tinggi akan berwarna lebih cerah.
Salah satu bentuk amilum yang paling komplek yaitu pati. Pati akan menjaga
komponen aktif di dalam ekstrak serta akan mengurangi efek pemanasan yang
60
terjadi pada ekstrak yang berakibat pada perubahan warna pada ekstrak. Hal
ini berkaitan dengan warna putih dari pati. Penambahan pati dalam jumlah
banyak akan memudarkan warna dari ekstrak dan mengurangi efek reaksi
turunan pati yang dihasilkan dari penguraian pati dengan menggunakan enzim
amilase. Hal ini menunjukkan bahwa pati memiliki molekul yang lebih
berkalori.
dapat menjaga warna asli ekstrak. Karaginan dapat menjaga komponen aktif
di dalam ekstrak sehingga tidak terjadi kerusakan dan perubahan warna pada
terjaga.
61
C. Analisis Serbuk
spread plate. Biakan bakteri yang digunakan pada uji zona hambat yaitu
perforator kemudian lubang diisi dengan serbuk dan serbuk yang dilarutkan
dalam aquades. Hasil zona hambat diamati pada jam ke 24. Hasil zona hambat
Gambar 14. Hasil Zona Hambat Serbuk (Kiri) dan Serbuk yang dilarutkan
(Kanan) (Dokumentasi Pribadi, 2016).
62
memiliki zona hambat sebesar 5,5 mm sedangkan hasil zona hambat serbuk
perlakuan “a” yang dilarutkan memiliki zona hambat sebesar 2,25 mm. Serbuk
zona hambat serbuk perlakuan “b” yang dilarutkan memiliki zona hambat
sebesar 0,75 mm. Serbuk perlakuan “c” memiliki zona hambat sebesar 7 mm
sedangkan hasil zona hambat serbuk perlakuan “c” yang dilarutkan sebesar 2
zona hambar serbuk perlakuan “d” yang dilarutkan sebesar 0,5 mm.
digunakan dalam uji selanjutnya. Serbuk perlakuan “c” memiliki zona hambat
paling bagus diantara serbuk perlakuan “a”, “b”, dan ”d” yaitu sebesar 7 mm.
Disusul dengan serbuk perlakuan “a” yang memiliki zona hambat 5,5 mm.
salam ditambahkan dengan bahan pengisi yang berbeda. Pada serbuk “a”
bahan pengisi yang digunakan yaitu pati dan karagenan sedangkan pada
maltodekstrin yang memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah sehingga akan
Selain itu, pati juga memiliki kemampuan membentuk gel yang lebih
daging sapi giling. Serbuk ditambahkan pada daging sapi giling dengan
konsentrasi 3% dari berat total daging sapi yang digunakan. Hasil uji Angka
Lempeng Total serbuk keempat perlakuan terhadap daging sapi giling dapat
Tabel 10. Hasil Angka Lempeng Total Serbuk Perlakuan pada Daging Sapi
Giling
ALT
Perlakuan
(CFU/gram)
a 2,7 x 105
b 4,4 x 105
c 3,4 x 105
d 9,9 x 105
Kontrol 5,6 x 105
Keterangan : “a” (ekstrak 100% + pati 9% + karaginan 1%), ”b” (ekstrak :
maltodekstrin : karaginan = 10 : 2: 1), “c” (ekstrak 100% +
maltodekstrin 9% + karaginan 1%), “d” ( ekstrak : pati :
karaginan = 10 : 2 : 1).
perlakuan “a” yang menghasilkan ALT paling sedikit yaitu sebesar 2,7 x 105
Perlakuan “c” memiliki nilai Angka Lempeng Total sebesar 3,4 x 105
dengan perlakuan “c”. Hal ini dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang
yang dapat dihasilkan dari hidrolisis pati oleh enzim α-amilase secara parsial.
merupakan produk turunan pati, yang mana produk tersebut lebih rentan
terhadap bakteri karena lebih mudah untuk diurai oleh bakteri dibandingkan
dengan pati yang memiliki rantai molekul yang utuh. Hal ini juga berarti
bahwa pati memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan maltodektrin
terhadap jumlah total bakteri dalam serbuk. Menurut Purnomo dkk (2014),
karaginan memiliki sifat membentuk gel yang kuat yang kemudian akan
menjaga komponen aktif di dalam ekstrak dari proses pemanasan. Hal ini
Secara umum, pati memiliki nilai jual jauh lebih rendah dibandingkan
dalam proses pembuatan serbuk pengawet dan pengenyal ini, maka digunakan
ongkos produksi yang juga kecil, serbuk pengawet dapat memiliki nilai jual
yang lebih rendah, sehingga dapat mencapai tujuan pembuatan serbuk yaitu
Serbuk terbaik diambil dari hasil zona hambat dan data pendukung
yang berupa hasil Angka Lempeng Total pada keempat perlakuan. Serbuk
terbaik yang diambil yaitu serbuk perlakuan “a” dengan komposisi ekstrak dan
bahan pengisi yang berupa pati dan karagenan dengan konsentrasi 9% : 1%.
Guna menguji kemampuan serbuk maka serbuk perlakuan “a” (Gambar 15)
Serbuk perlakuan “a” diuji zona hambat dalam dua bentuk yaitu
bentuk serbuk dan serbuk yang dilarutkan. Hal ini bertujuan untuk melihat
zona hambat yang bagus atau tidak. Hasil uji zona hambat serbuk perlakuan
8 7,5 7,5
7
6
5
mm 4
3
2
1 0
0
Kontrol Serbuk Pengenceran
a b c
Gambar 17. Hasil Zona Hambat Serbuk Perlakuan “a”, (a) Kontrol berupa
aquades, (b) serbuk padat, (c), serbuk yang dilarutkan
(Dokumentasi Pribadi, 2017).
67
sebesar 7,5 mm begitu pula untuk serbuk yang dilarutkan memiliki rata-rata
zona hambat sebesar 7,5 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk memiliki
zona hambat yang bagus bahkan setelah dilarutkan, dan pengenceran tidak
dikategorikan menjadi beberapa level yang dapat dilihat pada Tabel 11.
dari zona hambat yang dihasilkan kurang dari 10 mm. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Cornelia dkk., (2005) menunjukkan bahwa masa simpan
daging ayam segar yang direndam dalam ekstrak daun salam dapat
diperpanjang selama 2 hari dan pertumbuhan total bakteri pada daging ayam
segar dapat ditekan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitri (2007) dengan
aureus dapat diturunkan dan berdampak pada perpanjangan masa simpan telur
asin.
68
salam yaitu minyak atsiri. Menurut Dewanti dan Wahyudi (2011), daun salam
Bogor sebesar 0,018%. Pada penelitian ini, proses ekstrasi dilakukan dengan
menggunakan pelarut air, yang diketahui bahwa penggunaan air dalam proses
yang terdapat dalam ekstrak daun salam yaitu tanin dan flavonoid.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan ekstraksi daun salam dengan cara
mendidihkan serbuk daun hingga suhu 101˚C. Menurut Ismarani (2012), tanin
secara otomatis akan berikatan dengan air dan protein bebas, sehingga
kemampuan tanin dalam mengikat protein dalam sel bakteri akan semakin
berkurang.
E. Analisis Bakso
1. Analisis Mikrobiologi
Bakso dinilai memiliki kualitas yang baik apabila nilai angka lempeng
69
total bakso tidak lebih dari 105 (CFU/gram) atau 5 (Log CFU/gram). Hasil
Tabel 12. Perubahan Jumlah Angka Lempeng Total pada Bakso dengan
Perbedaan Penambahan Serbuk selama Penyimpanan
Lama Penyimpanan Rata-Rata
Perlakuan (hari) (Log
0 1 2 CFU/gram)
Kontrol 5,400a 9,320a 9,780a 8,167B
a a a
A 4,107 8,063 8,770 6,980A
B 4,360a 9,157a 9,937a 7,818B
a a a
C 4,097 8,520 9,140 7,252A
A B C
Rata-Rata 4,490 8,765 9,407
Keterngan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan
dengan tingkat kepercayaan 95%.
12.00 9.94
10.00 9.32 9.78 8.77 9.15 9.14
8.52
(Log CFU/gram)
8.06
8.00
6.00 5.40
4.11 4.36 4.10 Hari Ke-0
4.00 Hari Ke-1
2.00
Hari Ke-2
0.00
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
bakteri yang paling sedikit dan memiliki kualitas yang terbaik yaitu
nilai rata-rata ALT tertinggi yang berarti bakso dengan perlakuan Kontrol
memiliki kualitas yang paling jelek yaitu sebesar 8,167 (Log CFU/gram).
pada hari ke-0, hari pertama, dan hari kedua. Pada hari pembuatan yaitu
hari ke-0 bakso memiliki rata-rata nilai ALT terendah sebesar 4,490 (Log
memiliki kualitas yang baik apabila bakso memiliki nilai ALT maksimal
bakso yang memiliki nilai ALT yang memenuhi standar SNI merupakan
pada hari ke-0 sudah tidak memenuhi standar SNI dengan nilai ALT yang
pula dengan bakso pada hari pertama dan kedua yang sudah melebihi batas
SNI.
hari (12-24 jam). Hal ini terjadi karena bakso memiliki nutrisi yang sangat
tinggi dengan pH yang mendekati normal 6,0-6,5 dan kadar air tinggi.
suatu produk segar yang sangat rentan terhadap kontaminasi bakteri. Hal
ini menjadi penyebab utama masa simpan bakso yang sangat rendah.
71
peningkatan dari hari ke-0 hingga hari kedua. Bakso pada hari pembuatan
atau hari ke-0 masih memenuhi standar SNI dengan rata-rata nilai ALT
dengan nilai ALT di atas 5 Log CFU/gram. Menurut Angga (2007), bakso
pada suhu ruang dapat bertahan antara 12-24 jam. Pada penelitian ini,
bakso pada jam ke 24 diketahui memiliki nilai total mikrobia yang tidak
dari hari ke-0 hingga hari pertama (24 jam) dapat disebabkan oleh bahan
total bakteri yang ada pada daging sapi segar tanpa perlakuan pada jam ke-
0 sebesar 6,1 x 105, pada jam ke 6 sebesar 1,6 x 107, dan jam ke 12 sebesar
sumber bakteri terutama bakteri yang tahan terhadap kadar air rendah
(xerofilik).
72
terbaik dengan nilai rata-rata angka lempeng total terendah yaitu bakso
bakteri lebih banyak pula. Hal ini berkaitan dengan kemampuan serbuk
infusa daun salam yaitu tanin. Menurut Sudirman (2014), tanin dalam
bakteri).
ditambahkan dalam konsentrasi yang rendah yaitu 1,5%, 2,5%, dan 3,5%.
karagenan merupakan jenis bahan yang tinggi nutrisi. Menurut Aulawi dan
kenaikan yang cukup signifikan jumlah total bakteri dari hari ke-0 ke hari
pertama. Pada hari ke-0 jumlah total bakteri akan banyak berkurang juga
dua tahap, yang pertama bakso direndam pada suhu 50-60˚C dengan
tujuan untuk mencegah keriput pada bakso, dan tahap kedua bakso
yang mana daging memiliki nutrisi yang tinggi sehingga rawan akan
Tabel 13.
75
9.00 8.22
7.2 7.5 7.33
8.00 7.38 7.18 7.34 7.23
7.00
(Log CFU/gram)
6.00
5.00
4.00 Hari Ke-0
2.83
3.00 2.30 2.00 Hari Ke-1
2.00 1.03 Hari Ke-2
1.00
0.00
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
dengan pati dan karaginan. Ekstrak air daun salam banyak mengandung
dalam infusa daun salam muda dan tua bertutur-turut sebesar 2,38 ±
0,036% dan 2,45 ± 0,007%. Pada penelitian ini, serbuk yang ditambahkan
ke dalam adonan bakso sebesar 1,5%, 2,5%, dan 3,5% yang termasuk
dalam konsentrasi yang rendah, sehingga tanin dalam serbuk juga rendah.
daun salam mengandung tanin dan flavonoid (Tabel 7). Menurut Fitri
dinding sel bakteri. Ikatan ini bersifat lemah dan mudah terurai. Peruraian
komplek protein pada dinding sel bakteri diikuti dengan penetrasi fenol ke
denaturasi protein pada plasma sel bakteri. Adanya gangguan pada plasma
sel akan berakibat pada kemampuan metabolism sel yang kemudian akan
meski masih di bawah Kontrol (bakso tanpa penambahan serbuk). Hal ini
semakin tinggi pula. Jumlah penambahan serbuk yang paling efektif yaitu
sebesar 1,5%.
faktor lama penyimpanan yaitu antara hari ke-0, pertama, dan kedua. Nilai
rata-rata tertinggi jumlah bakteri S.aureus pada bakso terjadi pada hari
pada hari ke-0 sebesar 2,040 (Log CFU/gram). Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan jumlah bakteri S.aureus pada bakso dari hari
beberapa hal. Pada hari pembuatan atau hari ke-0, dilakukan pemanasan
jumlah bakteri S.aureus sehingga jumlah bakteri S.aureus pada hari ke-0
Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal dari bakso tersebut.
memiliki nutrisi yang sangat tinggi. Selain karena daging, serbuk juga
karaginan. Nutrisi yang tinggi pada bakso akan menjadikan bakso sangat
perlakuan sudah tidak baik pada hari ke-0, pertama, maupun kedua karena
tidak memenuhi standar SNI yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel bakso yang dibuat tidak bagus dan memiliki kualitas yang jelek.
yang dapat hidup dimana saja termasuk di udara, air, debu, jaringan hidup
aureus karena memiliki kandungan gizi yang tinggi. Selain karena faktor
bakteri yang melebihi batas SNI namun lebih disebabkan oleh adanya
2,040 (Log CFU/gram), hari pertama sebesar 7,281 (Log CFU/gram), dan
jumlah bakteri S.aureus pada hari ke-0 masih aman untuk dikonsumsi
CFU/gram), sedangkan pada hari pertama dan kedua sudah tidak aman
bakteri pathogen yang diharuskan tidak ada atau memiliki nilai 0 pada
maka, produk tersebut dapat dikatakan memiliki kualitas yang jelek, dan
infektif yang dalam jumlah sedikit 1-100 koloni akan dapat menyebabkan
dilakukan untuk melihat keamanan produk bakso yang dibuat. Hasil uji
merubah medium menjadi keruh. Pada medium SCB dari keempat sampel
kedua medium ini, ada tidaknya bakteri Salmonella pada sampel belum
dapat diketahui. Hal ini terjadi karena kedua medium ini berfungsi sebagai
Hasil uji pada medium SSA pada sampel Kontrol dengan tiga kali
medium, namun koloni yang terbentuk bukanlah koloni mata ikan. Hasil
medium SSA, namun koloni yang terbentuk bukanlah koloni mata ikan.
Salmonella.
menunjukkan hasil adanya koloni merah muda pada medium SSA, namun
koloni yang terbentuk bukanlah koloni mata ikan. Hasil ini menunjukkan
terbentuk koloni pada media SSA. Hal ini menunjukkan bahwa sampel B
dan C tidak tercemar bakteri Salmonella atau bakteri jenis lain yang
koloni yang terbentuk bukanlah merah muda atau putih. Berdasarkan data
Salmonella. Hal ini terjadi karena pada sampel Kontrol koloni bakteri
2. Analisis Fisik
a. Uji pH
dari bakso. Hasil pengukuran nilai pH bakso dapat dilihat pada Tabel 15.
6.65
6.60 6.57 6.58
6.55 6.52 6.51
6.49 6.50 6.46
6.50
6.45 6.43 6.42
6.40
6.40
6.35 6.32 Hari Ke-0
6.29
6.30 Hari Ke-1
6.25 Hari Ke-2
6.20
6.15
6.10
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
senyawa yang memiliki sifat asam lemah. Penambahan tanin dalam jumlah
yang sedikit tidak akan merubah pH suatu produk. Pada penelitian ini,
85
yang rendah yaitu 1,5%, 2,5%, dan 3,5%. Penambahan serbuk yang rendah
ini pula menandakan bahwa kandungan tanin di dalam bakso juga sedikit
bakso.
dapat mengikat air dari luar yang ditambahkan selama proses pemasakan
atau pembuatan (Putri, 2009). Menurut Aulawi dan Ninsix (2009), air
Hasil uji Daya mengikat air dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perubahan Nilai Daya Mengikat Air pada Bakso dengan
Perbedaan Penambahan Serbuk selama Penyimpanan
Lama Penyimpanan
Perlakuan (hari) Rata-Rata
0 1 2
Kontrol 23,167a 12,667a 7,000a 14,278A
a a a
A 22,500 15,333 11,333 16,389A
a a a
B 20,167 12,000 5,667 12,611A
C 23,000a 15,000a 7,667a 15,222A
A B C
Rata-Rata 22,208 13,750 7,917
Keterngan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan
dengan tingkat kepercayaan 95%.
86
0.00
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
Gambar 21. Perubahan Nilai Daya Ikat Air Bakso dengan Perbedaan
Penambahan Serbuk Selama Penyimpanan.
pada faktor perlakuan yaitu antara perlakuan A, B, C, dan Kontrol. Hal ini
dilakukan oleh Montolalu dkk, (2013), penambahan tepung ubi jalar akan
meningkatkan daya mengikat air pada bakso. Hal ini berkaitan dengan
serbuk ke dalam adonan bakso maka kandungan pati juga semakin banyak,
dan daya mengikat air semakin tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh
agent).
terhadap perubahan daya mengikat air pada bakso. Selain itu, daya
kemampuan daya mengikat air bakso pada hari ke-0 , pertama, dan kedua.
Daya mengikat air terbesar terjadi pada hari ke-0 yaitu sebesar 22,208%
sedangkan daya mengikat air terkecil terjadi pada hari kedua sebesar
Pada hari ke-0, kandungan pati dan protein di dalam bakso yang
belum berikatan dengan air masih tinggi, sehingga kemampuan pati bakso
dalam mengikat air bebas juga masih tinggi. Apabila air pada matrik
88
daging telah terikat, maka granula pati yang masih dapat melakukan
kemampuan daya mengikat airnya tinggi. Pada hari pertama dan kedua,
daya mengikat air pada bakso menurun. Hal ini berkaitan dengan proses
proses ini terjadi peruraian air yang semula terperangkap di dalam granula
pada bakso dihasilkan dari adanya bahan pengisi yang berupa pati atau
bahan jenis lain yang memiliki sifat untuk membentuk gel. Pengukuran
bakso dalam menahan tekanan dari luar serta kembali ke dalam bentuk
juga dapat dipengaruhi oleh kandungan pati pada bakso. Serbuk yang
serbuk yang ditambahkan maka pati yang terkandung di dalam bakso juga
semakin banyak gel yang terbentuk sehingga sifat kenyal akan semakin
8.80 8.65
8.60
8.27
8.40 8.22 8.27 8.06
7.98
8.20
7.98 7.99
8.00 7.88 7.91
(mm) 7.70 Hari Ke-0
7.80
7.60
7.60 Hari Ke-1
7.40 Hari Ke-2
7.20
7.00
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
dari hari ke-0 ke hari pertama. Penurunan tingkat kekenyalan pada bakso
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti proses pembuatan dan bahan.
pati akan menyerap air dan mengembang membentuk struktur seperti jala
Pada hari ke-0 atau hari pembuatan, pati pada bakso akan
bakso tinggi. Pada hari pertama dan kedua, terjadi proses retrogradasi,
(Amin, 2013). Sifat kaku ini akan menurunkan tingkat kekenyalan dari
kadar air di dalam bakso. Menurut Putri (2009), daya mengikat air pada
air di dalam bakso juga meningkat. Hasil daya mengikat air (Tabel 16)
perlakuan, begitu pula dengan tingkat kekenyalan bakso (Tabel 17) yang
92
hasil daya mengikat air (Tabel 16) menunjukkan bahwa semakin lama
penyimpanan maka daya mengikat air semakin turun. Begitu pula dengan
semakin turun.
Hal ini dipengaruhi oleh sifat gelatinisasi pati pada bakso. Menuru
yang bersifat kuat dan lentur hasil hasil pengikatan air dengan protein.
tinggi pula interaksi antara air dan pati yang kemudian juga akan
proses retrogradasi pada pati bakso. Proses ini terjadi apabila terjadi
perubahan suhu pada bakso yang menyebabkan granula pati yang semula
sehingga akan menurunkan tingkat kekenyalan dan daya mengikat air pada
bakso.
93
a. Kadar Protein
kualitas mikrobia dari suatu produk pangan. Selain itu, kandungan protein
suatu produk pangan memiliki kualitas gizi yang bagus atau tidak. Hasil
ekstrak cair daun salam dan ditambahkan dengan karaginan dan pati.
serbuk juga akan semakin tinggi pula. Hal ini memungkinkan bahwa
kadar protein pada bakso telah memenuhi standar SNI yaitu di atas 9%.
Kadar protein yang tinggi pada produk bakso lebih banyak dipengaruhi
oleh bahan baku yang berupa daging. Menurut Kusnadi dkk (2012),
kadar protein dari daging menjadi produk bakso dapat dipengaruhi oleh
pada proses ini dimungkinkan adaya kandungan pati yang larut air.
Menurut Wiraswanti (2008), protein terdiri dari tiga jenis yaitu protein
larut air, protein larut garam, dan proteun yang tidak larut. Protein
sarkoplasma merupakan jenis protein yang larut air dan secara normal
perebuasan bahan pangan dan perlakuan dengan suhu tinggi pada bahan
total bakteri pada bakso. Hasil data Angka Lempeng Total pada bakso
10.40
10.20
10.20 10.12
10.00 9.88
9.80 9.64 9.61
9.60 9.50
9.40
(%)
9.20 9.03 Hari Ke-0
8.98
9.00
Hari Ke-2
8.80
8.60
8.40
8.20
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
akan mengalami pengingkatan dari hari ke-0 hingga hari kedua. Menurut
tinggi. Hal ini dapat terjadi apabila tanin dalam bakso berikatan dengan
protein yang ada dalam sel bakteri. Menurut Fitri (2007), tanin dapat
yang berbentuk linier dan lurus dan merupakan molekul galaktan dengan
pada karagenan dari pada protein pada daging bakso. Hal ini menyebabkan
b. Kadar Air
ini berkaitan dengan adanya berbagai reaksi yang terjadi oleh adanya air
seperti reaksisi enzimatik, hidrolisis, dan pengikatan. Selain itu air juga
Tabel 19. Perubahan Nilai Kadar Air pada Bakso dengan Perbedaan
Penambahan Serbuk selama Penyimpanan
Lama Penyimpanan Rata-Rata
Perlakuan (hari) (%)
0 1 2
Kontrol 24,943a 28,410a 28,573a 27,309C
a a a
A 24,820 25,433 25,443 25,232BC
B 23,067a 24,213a 24,233a 24,057B
a a a
C 19,337 21,820 22,427 21,194A
A A A
Rata-Rata (%) 23,042 24,969 25,169
Keterngan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan
dengan tingkat kepercayaan 95%.
5.00
0.00
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
adonan bakso, kadar air dalam bakso mengalami penurunan. Hasil ini
bakso.
tepung ubi jalar dapat menurunkan kadar air pada bakso. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan tepung atau pati sebagai pengikat. Tepung atau pati
akan berinteraksi dan mengikat komponen air dan protein di dalam matriks
daging, sehingga kadar air pada bakso menurun. Penurunan kadar air
diakibatkan oleh adanya mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air
seharusnya mengikat air air bebas telah dipakai untuk interaksi pati dan
protein.
pati dengan air. Secara umum, komponen pati akan berikatan dengan air
terutama air yang ada di dalam matrik daging sehingga air akan
(Amin, 2013).
99
lentur. Air di dalam granula pati ini tidak akan mudah terurai. Interaksi air
berbeda dari kadar air yang ditetapkan. Hasil ini dapat dipengaruhi oleh
jenis bakso yang diuji. Bakso pada umumnya disajikan dalam keadaan
panas dan berada dalam kuah sehingga hal ini akan dapat meningkatkan
kadar air dari bakso tersebut. Selain karena faktor kuah bakso, pemanasan
juga dapat menjadi penyebab perbedaan yang sangat jauh antara SNI dan
hasil penelitian.
dua tahapan. Pertama bakso direndam dalam air panas suhu sekitar 50-
kedua pemanasan bakso dilakukan pada air yang mendidih dengan tujuan
berpengaruh terhadap daya serap air bakso. Secara umum, kadar air bakso
tidak melebihi standar SNI bakso. Hal ini menunjukkan bahwa bakso
nyata pada semua perlakuan dalam faktor lama penyimpanan yaitu pada
hari ke-0, hari pertama, dan hari kedua. Hal ini menunjukkan bahwa
dimungkinkan tidak akan ada air dan udara masuk ke dalam plastik,
peningkatan dari hari ke-0 hingga hari kedua. Peningkatan kadar air dapat
suhu yang signifikan sehingga granula pati yang telah mengalami proses
2013). Adanya peruraian air ini meningkatkan kadar air pada bakso. Kadar
air juga berhubungan dengan tekstur bakso, dimana bakso semakin hari
berkurang.
101
dengan daya mengikat air pada bakso. Bakso dengan daya mengikat air
yang tinggi memiliki kadar air yang rendah. Sebaliknya, bakso dengan
daya mengikat air rendah akan memiliki kadar air yang tinggi. Proses ini
berhubungan dengan interaksi antara air dengan pati dan protein. Dimana
semakin banyak interaksi pengikatan air oleh pati dan protein maka
sebaliknya apabila interaksi antara air dengan protein dan pati sedikit
c. Kadar Lemak
3.00
2.45
2.50 2.15
1.92 1.93
1.95 2.01
2.00 1.89 1.85
(%) 1.50
Hari Ke-0
1.00
Hari Ke-2
0.50
0.00
Kontrol A (1.5%) B (2.5%) C (3.5%)
Perlakuan
sebesar 1,890 %.
yang dapat memecah lemak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Septiana
memiliki kadar lemak paling tinggi dan perlakuan B memiliki kadar lemak
dengan jumlah total bakteri paling banyak. Hal ini telah sesuia dengan
antara kadar lemak pada penyimpanan hari ke-0 dengan penyimpanan hari
penyimpanan bakso maka, jumlah total bakteri juga semakin banyak. Hasil
ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah total bakteri
pada produk. Hal ini berkaitan dengan proses denaturasi dan koagulasi
protein di dalam bahan dimana protein yang berikatan dengan lemak, dan
komponen pati yang memiliki sifat larut air dan tidak mudah mengalami
gelatinisasi karena rantai amilosa yang lurus. Jenis granula pati yang lebih
dengan sifat amilopektin yang tidak larut air dan memiliki rantai cabang
yang banyak (Amin, 2013). Pada proses gelatinisasi ini air dan
amilosa selain dapat berikatan dengan air bebas juga dapat berikatan
bahwa kadar lemak maksimal pada bakso daging sapi sebesar 2%. Hasil
(2015), kadar lemak yang tinggi dapat memberikan tekstur yang lebih
4. Analisis Organoleptik
sensori berfungsi sebagai uji untuk mengetahui kualitas fisik bakso. Uji ini
bakso tersebut (Putri, 2009). Uji organoleptik ini dilakukan hanya oleh
produk bakso secara sensori. Hal ini berkaitan dengan penerimaan produk
rasa. Hasil uji organoleptik bakso pada parameter warna dapat dilihat pada
Tabel 21.
K A
B C
Gambar 27. Bakso Perlakuan B (2,5%) (Kiri) dan Perlakuan C (3,5%)
(Kanan) Hari Ke-0
Ke (Dokumentasi Pribadi, 2017).
menjadi penilaian bakso. Parameter warna dinilai dengan skor : (1) sangat
coklat dan sangat kusam, (2) coklat dan kusam, (3) sedikit coklat, (4),
memiliki warna khas bakso dengan scoring (5), sedangkan pada perlakuan
yang sedikit coklat dengan scoring (3). Hal ini menunjukkan bahwa
memiliki warna coklat. Warna coklat ini berasal dari ekstra daun salam
reaksi pencokatan. Perubahan warna yang terjadi pada bakso ini masih
perlakuan memiliki warna sedikit kusam dengan scoring (4). Hal ini
terjadi karena adanya perubahan kadar air dan tekstur pada bakso, dimana
bakso pada hari kedua memiliki kadar air yang tinggi dan tekstur yang
lembek.
Penilaian mutu aroma bakso dinilai dengan scoring : (1) bau busuk, (2)
sangat bau asam, (3) muncul bau asam, (4) tidak berbau, dan (5) bau khas
Kontrol, A, B, dan C pada hari ke-0 memiliki bau dan aroma yang sama
yaitu bau khas bakso dengan scoring (5). Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan serbuk pada bakso tidak berpengaruh terhadap aroma dan bau
bakso.
bakso. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan aroma bakso dari hari
ke-0 yaitu aroma khas bakso ke hari pertama pada semua perlakuan yaitu
aroma muncul bau asam. Begitu pula pada hari kedua aroma bakso
mengalami perubahan dari yang semula muncul bau asam menjadi sangat
bau asam.
Bau atau aroma bakso menandakan kualitas bakso. Bau yang asam
jumlah bakteri total pada bakso dari hari ke-0 hingga hari kedua. Hal ini
bakso. Parameter tekstur dinilai dengan scoring : (1) keras sekali, (2)
keras, (3) agak keras, (4) lebih kenyal, dan (5) kenyal khas bakso. Tabel
dengan kadar lemak bakso. Kadar lemak yang tinggi dapat membentuk
bakso dengan tekstur yang lebih halus dan kenyal (Kaswinarni, 2015).
bakso. Pada hari pertama dan kedua tekstur bakso tetap sama pada hari ke-
berlendir, (3) lendir mulai muncul, (4) tidak berlendir tapi tidak kesat, dan
(5) tidak berlendir dan kesat. Tabel 21 menunjukkan bakso pada hari ke-0
telah mengalami perubahan yaitu telah muncul lendir dengan scoring (3),
110
memiliki kenampakan tidak berlendir namun tidak kesat. Bakso pada hari
lendir yang sangat banyak dengan scoring (1), sedangkan perlakuan lain
Parameter rasa bakso dilakukan uji hanya pada hari ke-0. Hal ini
Parameter rasa bakso dinilai dengan scoring : (1) tidak enak, (2) tidak
berasa, (3) sedikit pahit, (4) sedikit asam, dan (5) khas bakso. Bakso pada
hari pertama pada semua perlakuan memiliki rasa yang sama yaitu rasa
parameter warna, aroma, tekstur, dan rasa pada hari ke-0 sesuai dengan
normal khas bakso, aroma khas bakso, tektur normal khas bakso, dan rasa
khas bakso. Pada hari pertama bakso pada perlakuan A, B, dan C masih
kedua pada semua perlakuan sudah tidak sesuai dengan SNI dan tidak
hasil Tabel 21 menunjukkan bahwa adanya tren yang semakin menuru dari
hari ke-0 hingga hari kedua. Menurut Angga (2007), bakso dalam suhu
ruang hanya dapat bertahan selama 12-24 jam. Hasil uji organoleptik
sedangkan pada hari kedua sudah tidak layak dikonsumsi. Hal ini sesuai
total bakteri pada bakso. Hasil menunjukkan bahwa jumlah total bakteri
bakso pada hari pertama dan kedua sudah tidak sesuai dengan SNI yang
berlaku.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
sebagai berikut :
aureus, kadar air, dan kadar lemak, namun tidak berpengaruh terhadap
B. Saran
1. Perlu adanya pencarian metode yang tepat untuk mengekstrak daun salam
tepat guna menjaga komponen aktif dalam daun salam serta membentuk
112
113
3. Pengamatan masa simpan bakso dilakukan dalam jangka waktu 6 jam atau
serbuk.
Aulawi, T., dan Ninsix, R. 2009. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi Dengan Bahan
Pengenyal dan Lama Penyimpanan Yang Berbeda. Jurnal Peternakan 6
(2) : 44-52
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengawet. BPOM, Jakarta.
Cornelia, M., Nurwitri, C. C., dan Manissjah. 2005. Peranan Ekstrak Kasar Daun
Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Dalam Menghambat
Pertumbuhan Total Mikrobia dan Escherichia coli Pada Daging Ayam
Segar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 3 (2) : 35-45
114
115
Dalilah, E. 2006. Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapid an
Hasil Olahannya. Naskah Skripsi S1.Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Dewanti, S., dan Wahyudi, M. T. 2011. Uji Aktivitas Antimikrobia Infusum Daun
Salam (Folia Syzygium poluanthum Wight) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Escherichia coli Secara In-Vitro. Jurnal Medika Planta 1 (4) :
79-81
Dharmayanti, S. E. 2000. Efektifitas Pemberian Propolis Lebah dan Royal Jelly
Pada Abses Yang Disebabkan Staphylococcus aureus. Hasil Penelitian.
LIPI, Bogor.
Enda, W. G. 2009. Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Mencit Jantan. Naskah
Skripsi S1. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. (di
dalam Samudra).
Eveline., Sofia, D., dan Winarto, C. 2010. Pengaruh Konsentrasi Serbuk dan
Konsentrasi Kappa Karagenan Terhadap Karakteristik Minuman Serbuk
Jeli Belimbing Manis. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 8 (1) : 31-43
Fadlan, F. 2001. Mempelajari Pengaruh Bahan Pengisi dan Bahan Makanan
Tambahan Terhadap Mutu Fisik dan Organoleptik Basko Sapi, Naskah
Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Fitri, A. 2007. Pengaruh Penambahan Daun Salam (Eugenia polyantha Wight)
Terhaddap Kualitas Mikrobiologis, Kualitas Organoleptik dan Daya
Simpan Telur Asin Pada Suhu Kamar. Naskah Skripsi S1. Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hardiprasetya, D.B. 2015. Penggunaan Lactobacillus sp. Sebagai Biopreservatif
pada Pindang Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Naskah Skripsi S1.
Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta.
Hassan, S. M. 2008. Antimicrobial Activities Of Saponin-Rich Guar Meal
Extract. Dissertation.Texas A&M University, Texas.
Husniati. 2009. Studi Karakteristik Sifat Fungsi Maltodekstrin dari Pati Singkong.
Jurnal Riset Industri. 3 (2) : 133-138
Irzamiyati. C. 2014. Monitoring dan Survey Residu, Cemaran Mikrobia Pada
Produk Hewan di Wilayah BPPV Regional II Bukittinggi. Laporan
Pelaksanaan Kegiatan. Balai Veteriner Bukittinggi, Padang. Hal 1
Ismarani. 2012. Potensi Senyawa Tannin Dalam Menunjang Produksi Ramah
Lingkungan. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah 3 (2) : 46-55
Kusnadi, D. C., Bintoro, V. P., dan Al-Baari, A. N. 2012. Daya Ikat Air, Tingkat
Kekenyalan dan Kadar Protein Pada Bakso Kombinasi Daging Sapid an
Daging Kelinci. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2) : 28-31
Lestari, J. H. 2016. Dekok Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Sebagai Cairan
Sanitasi Tangan Penjamah Makanan dan Buah Apel Manalagi (malus
sylvestris Mill.). Naskah Skripsi S1. Fakultas Teknobiologi Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, Yohyakarta.
Misna., dan Diana, K. 2016. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Bawang Merah
(Allium cepa L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Galenika
Journal of Pgarmacy 2 (2) : 138-144
Montolalu, S., Lontaan, N., Sakul, S., dan Mirah, A.D. 2013. Sifat Fisiko-Kimia
dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi
Jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Zootek 32 (5) : 1-13
Muller, J., dan Heindl, A. 2006. Drying of Medicinal Plants In Bogers, R. J.,
Craker, L. E., and Lange, D. (eds.). Medicinal and Aromatic Plant.
Springer, The Netherleands. P.237-252
Noriko, N., Masduki, A., Azhari, R., dan Nufadianti, G. 2014. Uji In Vitro Daya
Ani Bakteri Virgin Coconut Oil (VCO) Pada Salmonella typhi. Jurnal
AL-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi 2 (3) : 188-192
Prabowo, T.T. 2009. Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa). Naskah Skripsi S1. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pratama, E.Y. 2015. Aktivitas Antimikrobia Ekstrak Daun dan buah Ginje
(Thevetia peruviana) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida
albicans Secara In vitro. Naskha Skripsi S1. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Prayoga, E. 2013. Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus. Naskah Skripsi S1. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Putri, A.F.E. 2009. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi Pada Lama
Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Naskah
Skripsi S1. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahayu, N.P.N., Kawuri, R., dan Suriani, N.L. 2014. Uji Keberadaan
Staphylococcus aureus pada Sosis Tradisional (Urutan) yang Beredar di
Pasar Tradisional di Denpasar Bali. Jurnal Simbiosis. 2 (1) : 147-157
Rahman, A.M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka
dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang pada
Produk Kacang Salut. Naskah Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ranken, M. D. 2000. Water Holding Capacity of Meat and Its Control Them. And
Inc 24 :1502
118
Sari, H. A., dan Widjanarko, S. B. 2015. Karakteristik Kimia Bakso Sapi (Kajian
Proporsi tepung Tapioka : Tepung Porang dan Penambahan NaCl).
Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (3) : 784-792
Septiana, Y., Purwoko, T., dan Pangastuti, A. 2004. Kadar Karbohidrat, Lemak,
dan Protein pada Kecap dari Tempe. Jurnal Bioteknologi 1 (2) : 48-53.
Setyowati, W.A.E., Arani, S.R.D., Ashadi., Mulyani, B., dan Rahmawati, C.P.
2014. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak
Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. Seminar
Nasional, Kimia dan Pendidikan Kimia VI. Surakarta, 21 Juni 2014.
Sumono, A., dan Wulan, A. 2009. Kemampuan Air Rebusan Daun Salam
(Eugenia polyantha W) Dalam Menurunkan Jumlah Koloni Bakteri
Streptococcus sp. Majalah Farmasi Indonesia 20 (3) : 112-117
Tandi, E.J. 2010. Pengaruh Tanin Terhadap Aktivitas Enzim Protease. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Tubagus, I., Citraningtyas, G., dan Fatimawali. 2013. Identifikasi dan Penetapan
Kadar Boraks Dalam Bakso Jalanan di Kota Manado. Jurnal Ilmiah
Farmasi-UNSRAT 2 (4) : 142-148
Ulupi, N., Komariah., dan Utami, S. 2005. Evaluasi Penggunaan Garam dan
Sodium Tripoliphospat Terhadap Sifat Fisik Bakso Sapi. Jurnal
Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) : 88-95
Untoro, N.S., Kusrahayu., dan Setiani, B.E. 2012. Kadar Air, Kekenyalan, Kadar
Lemak, dan Citarasa Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Ikan
Bandeng Presto (Channos channos forsk). Animal Agriculture Journal. 1
(1) : 567-583
Wibowo, P. D. K. 2013. Variasi Karagenan (Eucheuma cottoni Dotty) Pada
Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Bahan Pengawet Tanin
Dari Pisang Kluthuk. Naskah Skripsi S1. Fakultas Teknobiologi
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Wibowo, S. 2005. Pembuatan Bakso Daging dan Bakso Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta. .
Widayat, D. 2011. Uji Kandungan Boraks Pada Bakso (Studi pada Warung Bakso
di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember). Naskah Skripsi S1.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, Jember.
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Jakarta: Trubus Agrisarana
Winangsih., Prihastanti, E., dan Parman, S. 2013. Pengaruh Metode Pengeringan
Terhadap Kualitas Simplisia Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum
L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi XXI (1) : 19-25
Wiraswanti, I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan Dalam Pembuatan
Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematopharus) Pada Penyimpanan Suhu
Dingin dan Beku. Naskah Skripsi S1. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wulandari, F. 2014. Total Jumlah Bakteri pada Daging Sapi Segar yang
Dibungkus Daun Jati dengan Variasi Lama Penyimpanan. Naskah Skripsi
S1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta.
(dalam Widayat 2011).
Yunarni. 2012. Studi Pembuatan Bakso Ikan Dengan Tepung Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam). Naskah Skripsi S1. Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
120
121
Lampiran 3. Hasil SPSS (Anava Zona Hambat Serbuk, Duncan Zona Hambat
Serbuk,Anava Zona Hambat Serbuk yang dilarutkan, Duncan Zona
Hambat Serbuk yang dilarutkan).
Lampiran 4. Hasil SPSS (Anava ALT Serbuk, Anava ALT Bakso, Duncan ALT
Sampel, Duncan ALT Penyimpanan).
Lampiran 8. Hasil SPSS (Duncan Kadar Air (Sampel), Anava Kadar Protein,
Anava Kadar Lemak, Duncan Kadar Lemak (Sampel)).
Lampiran 9.Gambar (Preparasi Daun Salam, Proses Ekstraksi Daun Salam, Hasil
Perhitungan Angka Lempeng Total Hari Ke-0).
Gambar 30. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Hari Ke-0 pada
Pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5(DokumentasiPribadi, 2017).
129
Lampiran 10. Gambar (Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Hari Ke-1 dan
Hari Ke-2)