Disusun oleh:
Vincent
01073170032
Pembimbing:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya karya tulis
yang berjudul “Factitious Disorder and Malingering”. Atas pengetahuan serta
bimbingan dan pengarahan dari para dokter pembimbing di Sanatorium
Dharmawangsa, Jakarta selama kepaniteraan klinik berlangsung, penulis ingin
mengucapkan terima kasih. Penulis juga ingin berterima kasih khususnya kepada
dokter pembimbing, dr. Waskita Roan, Sp.KJ, atas bimbingan, kritik, dan saran
yang diberikan.
Oktober 2018,
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
2.1 Definisi ..................................................................................................... 3
2.2 Sejarah ...................................................................................................... 3
2.3 Epidemiologi ............................................................................................ 5
2.4 Etiologi dan Komorbiditas ....................................................................... 6
2.4.1 Faktor Psikososial ............................................................................. 6
2.4.2 Faktor Biologis .................................................................................. 8
2.4.3 Komorbiditas ..................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi.............................................................................................. 8
2.6 Diagnosis dan Manifestasi Klinis ............................................................. 9
2.6.1 Gangguan Factitious dengan Predominansi Gejala Psikologis ...... 10
2.6.2 Gangguan Factitious dengan Predominansi Gejala Fisik ............... 12
2.6.3 Gangguan Factitious dengan Gejala Campuran ............................. 13
2.6.4 Gangguan Factitious Proxy ............................................................ 13
2.6 Psikopatologi dan Pemeriksaan Laboratorium ....................................... 14
2.7 Diagnosis Diferensial ............................................................................. 14
2.7.1 Gangguan Konversi ......................................................................... 15
2.7.2 Gangguan Personalitas .................................................................... 15
2.7.3 Skizofrenia ...................................................................................... 16
2.7.4 Malingering ..................................................................................... 16
2.7.5 Penyalahgunaan Zat ........................................................................ 17
2.7.6 Sindrom Ganser ............................................................................... 17
2.8 Tatalaksana ............................................................................................. 17
2.9 Prognosis dan Perkembangan Penyakit .................................................. 20
BAB III ................................................................................................................. 21
3.1 Definisi dan Pendahuluan ....................................................................... 21
3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 21
3.3 Etiologi ................................................................................................... 22
ii
3.4 Diagnosis dan Manifestasi Klinis ........................................................... 22
3.4.1 Menghindari Sanksi Hukum ........................................................... 22
3.4.2 Alasan Finansial .............................................................................. 22
3.4.3 Menghindari Wajib Militer atau Pekerjaan Resiko Tinggi ............. 22
3.4.4 Menghindari Kewajiban Sosial dan Pekerjaan ............................... 22
3.4.5 Transfer dari Penjara ke Rumah Sakit ............................................ 23
3.4.6 Perawatan di Rumah Sakit .............................................................. 23
3.5 Diagnosis Diferensial ............................................................................. 23
3.6 Tatalaksana ............................................................................................. 24
3.7 Prognosis dan Perkembangan Penyakit .................................................. 24
BAB IV ................................................................................................................. 26
BAB V................................................................................................................... 27
LAMPIRAN I ....................................................................................................... 29
LAMPIRAN II ..................................................................................................... 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
atau bahkan faktor genetik pada pasien yang menderita fibromialgia dan chronic
fatigue syndrome. Hal ini menandakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan
kemampuan diagnosis mempengaruhi diagnosis gangguan psikosomatik, dan
bahwa perkembangan zaman juga disertai dengan perubahan pola presentasi
penyakit. Karya tulis ini akan membahas secara spesifik salah satu aspek gangguan
psikosomatik yang spesifik, yaitu factitious disorder and malingering.
2
BAB II
FACTITIOUS DISORDER
2.1 Definisi
Gangguan factitious dapat didefinisikan sebagai kesengajaan dalam
bertindak atau berpura-pura sebagai orang sakit, ataupun bahkan
memperburuk penyakit yang dimilikinya dalam upaya untuk melepaskan
beban emosional. Walaupun tindakan berpura-pura sakit dilakukan secara
sengaja, alasan atau motivasi untuk melakukannya biasanya berada pada
alam bawah sadar. Hal ini mengakibatkan pasien-pasien dengan gangguan
factitious, atau dapat disebut juga sebagai sindrom Munchausen,
memberikan tantangan dalam diagnosis medis.1 Tidak hanya itu, pasien-
pasien dengan gangguan factitious juga dapat menimnbulkan cedera yang
membuat cacat ataupun bahkan mengancam nyawa terhadap dirinya sendiri,
anak-anak mereka, ataupun orang lain yang ada di sekitar mereka. Hal ini
semata-mata dilakukan untuk mendapatkan perhatian medis.2
2.2 Sejarah
Claudius Galen, seorang dokter yang hidup di zaman kekaisaran
Romawi pada abad kedua adalah orang pertama yang mengungkapkan
konsep gangguan factitious dalam sebuah risalah yang berjudul On Feigned
Diseases and the Detection of Them. Dalam buku ini, Galen memberikan
sebuah daftar panjang gejala-gejala yang pasien utarakan atau yang sengaja
dibuat oleh pasien untuk berpura-pura sakit.
Dalam sebuah buku yang dicetak pada tahun 1843, Hector Gavin
adalah orang pertama yang menggunakan istilah factitious disease, di mana
dia menjelaskan bagaimana tentara dan pelaut berpura-pura sakit untuk
mendapatkan perhatian. Selain itu, dia juga menjelaskan bagaimana
gangguan factitious mempengaruhi praktik kedokteran, di mana dia
menjelaskan bagaimana beberapa wanita berpura-pura sakit oleh karena
motivasi yang senonoh tidak dapat dipuji.1
3
Pada tahun 1951, Asher menamai sindrom ini setelah seorang Baron
yang bernama Karl Freidrich Hieronymus von Munchausen yang hidup
pada tahun 1720-1797. Munchausen adalah seorang bangsawan yang
mengabdi di ketentaraan Rusia dalam perang melawan bangsa Turki.
Melaluinya, Munchausen sering menceritakan kisah perangnya yang telah
diromantisasi dalam masa pensiunnya. Walaupun kisahnya tidak sehebat
dari apa yang diceritakannya, namun esensi dari apa yang diceritakannya
adalah nyata.3
4
kooperatif, dan terkadang mengancam. Apabila diartikan seperti ini,
sindrom Munchausen cukup langka dijumpai dan sebagian besar pasien
adalah laki-laki.6
2.3 Epidemiologi
Tidak terdapat data epidemiologis yang pasti terhadap angka
kejadian gangguan factitious. Dapat diestimasikan bahwa kurang lebih 5%
dari interaksi dokter-pasien melibatkan gangguan factitious. Meskipun
demikian, beberapa ahli yakin bahwa gangguan ini mengalami fenomena
underdiagnosis oleh karena pasien-pasien dengan gangguan ini semakin
mahir dalam menyembunyikan perilaku yang menipu ini.7 Berdasarkan data
yang dipublikasikan oleh The National Institute of Allergy and Infectious
Diseases menunjukkan bahwa kurang lebih 9% dari kasus demam tanpa
penyebab yang jelas atau infeksi rekuren merupakan gangguan factitious
atau disebabkan oleh diri sendiri.8
5
proporsi tiga banding satu dengan laki-laki. Biasanya mereka berusia 20-40
tahun dengan riwayat pekerjaan atau pendidikan sebagai perawat ataupun
tenaga kerja medis lainnya.
6
orang tuanya sebagai figur yang menolaknya, dan tidak dapat
menjalin hubungan yang intim. Oleh karena itu, gangguan ini
merupakan salah satu bentuk kompulsi yang sifatnya repetisional
atau berulang (repetitional compulsion) dengan tujuan untuk
mencari dan menginginkan penerimaan dan kasih sayang sekalipun
menyadari bahwa tidak akan mendapatkannya. Pasien-pasien
dengan gangguan ini kemudian mengubah persepsi bahwa dokter
dan anggota staf yang merawatnya sebagai orang tua yang
menolaknya.
7
Mekanisme difens (defense mechanism) yang signifikan berupa
represi, identifikasi dengan agresor, regresi, dan simbolisasi.9
2.4.3 Komorbiditas
2.5 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologis dari gangguan factitious belum dapat
ditentukan. Tidak terdapat defek otak yang khas ataupun gangguan fungsi
yang teridentifikasi. Dalam sebuah studi, ditemukan dalam pemeriksaan
single-photon emission computed tomography (SPECT), bahwa adanya
hiperperfusi dari hemitalamus kanan dalam pasien dengan gangguan
factitious, secara khususnya sindrom Munchausen.10
Selain itu, terdapat juga teori yang membahas adanya motivasi yang
berasal dari alam bawah sadar untuk melakukan aksi-aksi yang disengaja.
Motivasi tersebut dapat berasal dari pengalaman dilantarkan atau trauma di
mana pasien secara tidak sadar mempelajari bahwa penderitaan dan
8
penyakit memberikan keringanan terhadap beban emosional dan makna
hidup.11
Diagram 1.1
Skema patofisiologi gangguan factitious11
9
konfrontasi yang agresif, maka bahaya yang dapat ditimbulkan adalah
psikosis singkat.
Tabel 1.1
Tanda-tanda yang dapat dijadikan kecurigaan terhadap gangguan factitious9
10
seperti ini, prognosisnya lebih buruk jika dibandingkan dengan
pasien yang menderita bipolar I atau gangguan skizoafektif.9
11
Tabel 1.2
Tanda-tanda gangguan factitious dengan predominansi gejala psikologis9
12
feses, penggunaan antikoagulan dilakukan untuk melakoni
gangguan pembekuan darah, dan insulin juga dapat digunakan untuk
menimbulkan gejala hipoglikemia. Tidak hanya itu, beberapa pasien
juga memaksa dilakukannya pembedahan oleh karena mengklaim
adanya perlengketan usus dari tindakan pembedahan sebelumnya.
13
disebut juga sebagai factitious disorder imposed on another. Salah
satu tujuan yang jelas dari perilaku ini adalah bagi pemberi
perawatan untuk berpura-pura sakit, dan satu lagi adalah untuk
melepaskan tanggung jawab merawat seseorang apabila orang
tersebut dirawat di rumah sakit. Gangguan ini paling umum terdapat
pada ibu-ibu yang berhasil menipu tenaga kerja medis bahwa
anaknya sedang sakit. Penipuan dapat berupa riwayat medis yang
palsu, kontaminasi dari hasil pemeriksaan laboratorium, pemalsuan
rekam medis, atau bahkan kesengajaan dalam menimbulkan cidera
pada anak tersebut.9
14
yang membuat pasien tersebut harus menjalani operasi berulang. Gangguan
factitious masi selaras dalam spektrum gangguan somatoform dan
malingering.9
15
mendaftarkan dirinya menjalani prosedur yang invasif (seperti
operasi berulang) atau memiliki gaya hidup dengan perawatan di
rumah sakit secara berulang kali.
2.7.3 Skizofrenia
2.7.4 Malingering
16
2.7.5 Penyalahgunaan Zat
2.8 Tatalaksana
17
2. Menyampaikan kebutuhan emosional atau diagnosis psikiatrik yang
mendasari perilaku factitious
3. Memahami secara benar mengenai isu etika dan legal
Salah satu faktor yang paling penting dalam mengendalikan gangguan ini
adalah kemampuan seorang dokter untuk menyadari dan mengetahui
gangguan ini secara dini. Dari sinilah dokter dapat menghindari
dilakukannya metode diagnostik atau bahkan tatalaksana yang invasif dan
dapat menyakiti pasien di kemudian hari.
Dokter dan perawat merupakan aspek penyembuhan yang penting
bagi pasien. Salah satu aspek intervensi psikiatrik terpenting dalam
menangani pasien dengan gangguan ini adalah untuk menyadari bahwa
walaupun gejala yang ditimbulkan oleh pasien adalah kebohongan, pasien
dengan gangguan ini adalah seseorang yang memiliki penyakit jiwa. Selain
itu, seorang dokter juga tidak diperkenankan untuk menunjukkan perilaku
negatif apabila pasien menolak diagnosis yang diutarakan, dan harus
menghindari dilakukannya pengungkapan diagnosis sehingga pasien
dijadikan sebagai lawan. Hal ini dapat mengakibatkan pemulangan paksa
pasien dari rumah sakit, dan tidak mendapatkan tatalaksana yang sesuai.9
Tabel 1.3
Panduan tatatalaksana pasien dengan gangguan factitious9
18
Kesabaran seorang dokter juga tentunya sering diuji dengan pasien
yang menderita gangguan factitious. Dokter harus menghindari
dilakukannya prosedur yang tidak diperlukan atau memulangkan pasien
secara cepat, oleh karena kedua perilaku tersebut menunjukkan amarah.
Konfrontasi merupakan sebuah metode yang kontroversial, di mana pasien
dapat menolak dan dapat memulangkan diri dari rumah sakit. Namun,
pasien juga harus menyadari realita, bahwa apa yang dilakukannya
bukanlah sesuatu yang benar. Banyak sekali pasien menghindari tatalaksana
oleh karena aksinya untuk mendapatkan perhatian telah diketahui dan
terekspos. Inilah yang harus diperhatikan oleh tenaga medis yang
menangani pasien dengan gangguan factitious.
Pada kasus di mana gangguan factitious terhadap orang yang bukan
dirinya (proxy), maka intervensi hukum perlu diambil pada beberapa kasus;
terutama jika melibatkan anak-anak. Ketidakpekaan terhadap gangguan ini
dan penolakan dari perilaku yang salah oleh orang tua merupakan sebuah
tantangan jurisdiksial dan terkadang membuat bukti tidak dapat diperoleh
melalui mekanisme pertahanan diri.9
Tabel 1.4
Panduan tatatalaksana pasien dengan gangguan factitious by proxy9
19
2.9 Prognosis dan Perkembangan Penyakit
20
BAB III
MALINGERING
3.1 Definisi dan Pendahuluan
3.2 Epidemiologi
21
3.3 Etiologi
22
3.4.5 Transfer dari Penjara ke Rumah Sakit
23
malingering dan gangguan konversi dapat ditinjau lebih lanjut pada tabel
2.1.13
Tabel 2.1
Perbedaan antara gangguan malingering dan gangguan konversi13
3.6 Tatalaksana
24
adalah ketidakhadiran atau bahkan menghilangnya penderita terutama jika
adanya ekspektasi yang seringkali terdapat pada skenario di militer. Pada
anak, gangguan ini biasanya terdapat pada gangguan anksietas atau conduct
disorder yang telah ada sebelumnya. Perhatian yang sesuai terhadap
gangguan ini dapat meringankan kecenderungan anak tersebut untuk
memiliki gangguan ini.13
25
BAB IV
KESIMPULAN
26
BAB V
REFERENSI
1. Savino AC, Fordtran JS. Factitious disease: clinical lessons from case studies
at Baylor University Medical Center. Baylor University Medical Center
Proceedings 2006; 19(3): 195-208. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed
25 October 2018).
2. Anil SM, Valdiya P. FACTITIOUS DISORDER. Medical Journal of the
Armed Forces of India 1998; 54(3): 274-275. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
(accessed 25 October 2018).
3. Asher R. Munchausen's syndrome.. Lancet 1951; 1(6650): 339-341.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 25 October 2018).
4. Lipsitt DR. Introduction. Feldman MD,Eisendrath SJ (ed). The Spectrum of
Factitious Disorders, 1st ed. Washington DC: American Psychiatric Press
Inc; 1996. pp. xix–xxviii .
5. Kass FC. Identification of persons with Munchausen's syndrome: ethical
problems.. General Hospital Psychiatry 1985; 7(3): 195-200.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 26 October 2018).
6. Spiro HR.. Chronic factitious illness. Munchausen's syndrome.. Archives of
General Psychiatry 1968; 18(5): 569-579. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
(accessed 26 October 2018).
7. Feldman MD. Factitious Disorder. (ed). Playing Sick? Untangling the Web of
Munchausen Syndrome, Munchausen by Proxy, Malingering, and Factitious
Disorder, 1st ed. New York: Brunner-Routledge; 2004. pp. 18–32.
8. Aduan RP, Fauci AS, Dale DC, Herzberg JH, Wolff SM.. Factitious fever and
self-induced infection: a report of 32 cases and review of the
literature.. Annals of Internal Medicine 1979; 90(2): 230-242.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 26 October 2018).
9. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Psychosomatic Medicine. Pataki CS,
Sussman N (eds). Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry, 11th ed.
Philadelphia, USA: Wolters Kluwer; 2015. pp. 489-495.
10. Mountz JM, Parker PE, Liu HG, Bentley TW, Lill DW, Deutsch G. Tc-99m
HMPAO brain SPECT scanning in Munchausen syndrome.. Journal of
Psychiatry and Neuroscience 1996; 21(1): 49-52.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 26 October 2018).
11. Nadelson T.. The Munchausen spectrum: borderline character
features.. General Hospital Psychiatry 1979; 1(1): 11-17.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 26 October 2018).
12. Gorman WF. Defining malingering.. Journal of Forensic Sciences 1982;
27(2): 401-407. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 26 October 2018).
13. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Other Conditions that May be a Focus of
Clinical Attention. Pataki CS, Sussman N (eds). Kaplan & Sadock's Synopsis
of Psychiatry, 11th ed. Philadelphia, USA: Wolters Kluwer; 2015. pp. 812-
815.
27
14. Lande RG, Williams LB.. Prevalence and characteristics of military
malingering.. Military Medicine 2013; 178(1): 150-154.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (accessed 26 October 2018).
28
LAMPIRAN I Presentasi Klinis Pasien dengan Gangguan Factitious
dengan Predominansi Gejala Fisik
29
30
LAMPIRAN II Beberapa Kondisi yang dapat menjadi Perhatian Klinis
pada Pasien dengan Gangguan Malingering
31