Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia
kronik pada DM dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi kronik beberapa
organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Keadaan
hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak organ pada semua lapisan
masyarakat di seluruh dunia.
Menurut WHO, pada tahun 2004 didapatkan lebih dari 150 juta orang dari
seluruh dunia yang menderita diabetes. Angka kejadian ini meningkat dengan
cepat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan bertambah dua kali lipat.
Peningkatan angka prevalensi diabetes yang paling besar terjadi di Asia dan
Afrika. Peningkatan angka kejadian diabetes ini diikuti juga oleh Negara
berkembang melalui urbanisasi dan akibat perubahan gaya hidup. Pada tahun 2000
di Indonesia diperkirakan minimal terdapat 4 juta. Diperkirakan pada tahun 2010
jumlah penderita diabetes di Indonesia menjadi minimal 5 juta.
Penderita diabetes yang kontrol diabetesnya baik, ternyata lebih sedikit
mengalami komplikasi kronik, itu sebabnya para pakar diabetes menekankan
pentingnya pengendalian atau kontrol diabetes yang ketat (baik). Diantara
komplikasi kronik DM, kelainan pada tungkai bawah yang selanjutnya disebut
sebagai kaki diabetes, merupakan komplikasi yang paling mencemaskan bagi
pasien dan dokter yang mengobatinya. Data dari berbagai penelitian di Indonesia
menunjukan angka amputasi dan angka kematian ulkus/gangren diabetes masing-
masing sebesar 15-30% dan 17-32%. Sampai saat ini pengelolaan kaki diabetes
masih merupakan kendala yang cukup berat untuk diatasi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

2.1.2 Epidemiologi
Secara epidemieologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan
onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
ini. Penelitian lain menyetakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi
diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku
rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologi
diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya
obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan
hiperinsulinemia.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putihberkisar antara 3%-6% dari
jumlah pendudukdewasanya. Di Singapura, frekuensidiabetes meningkat cepat
dalam 10 tahunterakhir. Di Amerika Serikat, penderitadiabetes meningkat dari
6.536.163 jiwa ditahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun2010. Di Indonesia,
kekerapan diabetesberkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali dibeberapa tempat yaitu di
Pekajangan 2,3%dan di Manado 6%.

2.1.3 Etiologi dan Klasifikasi


Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes
Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenisyaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM

2
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipeini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level proteinc-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama
daripenyakit ini adalah ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin
yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin
sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi
terhadap adanya glukosa.
Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik.
Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis
setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe LainDM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya
pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetikkerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi
virus, Penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. DM gestasional berhubungan denganmeningkatnya komplikasi
perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untukmenderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan.

3
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus

Sumber :Ndraha Suzanna, Leading Article Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini,
Departemen Penyakit Dalam FK Univ.Krida Wacana Jakarta, Medicinus 2014

2.1.4 Diagnosis
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur
diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas
DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya
lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, dan mata kabur, disfungsi ereksi
(pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM,
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.

4
Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM
No. Kriteria Diagnosis DM
1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2 Atau

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8


jam
3 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam
air.
Sumber :Sudoyo, W.Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edsi V, hal.1881 tahun 2010

Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) :


1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa konsetrasi glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

5
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi
3, yaitu :
a. < 140 mg/dL  normal
b. 140 - < 200 mg/dL  toleransi glukosa terganggu
c. ≥ 200 mg/dL diabetes

Gambar 1. Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus &Toleransi Glukosa


Terganggu
Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011

2.1.5 Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi,
yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik,
kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau
obesitas. Bila dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologi tersebut
belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan
penggunaan perlu panambahan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi

6
disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang
sesuai.Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
atihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
suntikan.

A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


1) Pemicu Sekresi Insulin
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini memounyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
a. Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) beriatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot
dan sel lemak.Golongan ini memiliki efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga

7
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
3) Penghambat glukoneogenesis
a. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraiindikasikan pada penyandang
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL)
dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
4) Penghambat Glukosidase Alfa (Aarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak meimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens.
5) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon
peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat
pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh
enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-
(9,36)-amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang
ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal
rasiona dalam pengobatan DM tip 2. Peningkatan konsentrasi
GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat

8
kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberian
hormon asli atau analognya (analog incretin= GLP-1 agonis).

Cara pemberian OHO, terdiri dari :


a) OHO dimuli dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampapi dosis optimal.
b) Sulfonilurea : 15-30 menit sebelum makan.
c) Repaglinid, Nateglinid : sesaat sebelum makan.
d) Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.
e) Penghambat glukosidase (acarbose) : bersama makan suapan pertama.
f) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
g) DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum
makan.

B. Obat Suntikan
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

9
Jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi
empat jenis, yakni:
1) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
Agonis GLP-1/incretin mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan
berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun
sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek
agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat
ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul
pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah

10
Tabel 3. Farmakokinetik Insulin

Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di


Indonesia 2011

11
Gambar 2. Algoritma Pengelolaan Diabetes Melitus Tanpa Dekompensasi
Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011

12
Tabel 4.Target Pengendalian Penderita Diabetes Melitus

Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di


Indonesia 2011

2.1.6Komplikasi
2.1.6.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut mencakup :
A. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai denganpeningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasmaketon(+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap.
B. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangattinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritasplasma sangat
meningkat (330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat.

13
C. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
1) Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosadarah < 60
mg/dL
2) Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus
selalu dipikirkan kemungkinan terjadinyahipoglikemia. Hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibatsulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga
harus diawasisampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obattelah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lamauntuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama padapasien dengan
gagal ginjal kronik atau yang mendapatkanterapi dengan OHO kerja
panjang). Hipoglikemia pada usialanjut merupakan suatu hal yang
harus dihindari, mengingatdampaknya yang fatal atau terjadinya
kemunduran mentalbermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada
DM usialanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasanyang
lebih lama.
3) Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar,
banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejalaneuro-glikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampaikoma).
4) Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yangmemadai.
Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik,diberikan makanan
yang mengandung karbohidrat atau minumanyang mengandung gula
berkalori atau glukosa 15-20gram melalui intra vena. Perlu dilakukan
pemeriksaan ulangglukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa.
Glukagondiberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.
5) Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementaradapat
diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagaitindakan
darurat, sebelum dapat dipastikan penyebabmenurunnya kesadaran.

14
2.1.6.2 Komplikasi Menahun
Komplikasi menahunmencakup :
A. Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadipada
penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejalatipikal claudicatio
intermittent, meskipun sering tanpagejala. Terkadang ulkus iskemik
kaki merupakan kelainanyang pertama muncul.
- Pembuluh darah otak
B. Mikroangiopati
- Retinopati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangirisiko
dan memberatnya retinopati. Terapi aspirintidak mencegah timbulnya
retinopati
- Nefropati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangirisiko
nefropati
- Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
C. Neuropati
- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropatiperifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus
kaki dan amputasi.
- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri,
dan lebih terasa sakit di malam hari.
- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perludilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, denganmonofilamen 10 gram
sedikitnya setiap tahun.
- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi.

15
- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan
trisiklik, atau gabapentin.
- Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati periferharus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangirisiko ulkus kaki.
Untuk penatalaksanaan penyulit iniseringkali diperlukan kerja sama
dengan bidang/disiplinilmu lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V.
Jakarta : Internal Publishing.
2. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V.
Jakarta : Internal Publishing.
3. Ndraha, Suzanna. 2014. Leading article Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Tatalaksana Terkini. Jakarta : FK Univ.Krida Wacana Medicinus.
4. Rudianto, Ahmad dkk. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PERKENI.

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Nilai Sejarah Xi Iis
    Nilai Sejarah Xi Iis
    Dokumen260 halaman
    Nilai Sejarah Xi Iis
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen34 halaman
    Penda Hulu An
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • THT Rinitis Atrofi
    THT Rinitis Atrofi
    Dokumen20 halaman
    THT Rinitis Atrofi
    engki_irawan
    Belum ada peringkat
  • Hubungan Pengetahuan Mengenai Faktor Resiko Dan Perilaku Dengan
    Hubungan Pengetahuan Mengenai Faktor Resiko Dan Perilaku Dengan
    Dokumen6 halaman
    Hubungan Pengetahuan Mengenai Faktor Resiko Dan Perilaku Dengan
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen6 halaman
    Kata Pengantar
    Putri Meila Sari
    Belum ada peringkat
  • DAFTAR ISI Mini Project Proposal
    DAFTAR ISI Mini Project Proposal
    Dokumen2 halaman
    DAFTAR ISI Mini Project Proposal
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • CHF PPOK Atherosclerosis
    CHF PPOK Atherosclerosis
    Dokumen61 halaman
    CHF PPOK Atherosclerosis
    Aldo Pravando Julian
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen17 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • First Pass Effect
    First Pass Effect
    Dokumen4 halaman
    First Pass Effect
    Niluh Komang Tri Andyani
    50% (2)
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen30 halaman
    BAB II Fix
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Kesehatan Seksual
    Kesehatan Seksual
    Dokumen60 halaman
    Kesehatan Seksual
    milarahma
    Belum ada peringkat
  • Referat Dry Eye
    Referat Dry Eye
    Dokumen9 halaman
    Referat Dry Eye
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • CHF Ec ASHD
    CHF Ec ASHD
    Dokumen38 halaman
    CHF Ec ASHD
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL
    ARTIKEL
    Dokumen7 halaman
    ARTIKEL
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Gagal Jantung
    Gagal Jantung
    Dokumen10 halaman
    Gagal Jantung
    setiabudi
    Belum ada peringkat
  • CHF Ppok
    CHF Ppok
    Dokumen57 halaman
    CHF Ppok
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen31 halaman
    Gizi
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Gsfs
    Gsfs
    Dokumen2 halaman
    Gsfs
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Syok Kardiogenik
    Syok Kardiogenik
    Dokumen4 halaman
    Syok Kardiogenik
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Tugas Proposal Tesis Buk Lis
    Tugas Proposal Tesis Buk Lis
    Dokumen6 halaman
    Tugas Proposal Tesis Buk Lis
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Reproduksi & Andrologi 00
    Reproduksi & Andrologi 00
    Dokumen57 halaman
    Reproduksi & Andrologi 00
    Yunni Sri Unee
    100% (1)
  • MBNN
    MBNN
    Dokumen3 halaman
    MBNN
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL
    ARTIKEL
    Dokumen7 halaman
    ARTIKEL
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Soal Ukdi 2017
    Soal Ukdi 2017
    Dokumen16 halaman
    Soal Ukdi 2017
    Rizky Darmawan
    100% (4)
  • Nps 2 E
    Nps 2 E
    Dokumen22 halaman
    Nps 2 E
    Whie Wiely Diery
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Pdgi
    Jurnal Pdgi
    Dokumen5 halaman
    Jurnal Pdgi
    walatang
    Belum ada peringkat
  • Portofolio Klinis
    Portofolio Klinis
    Dokumen18 halaman
    Portofolio Klinis
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis Rezhi
    Apendisitis Rezhi
    Dokumen26 halaman
    Apendisitis Rezhi
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat