Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuh kembang merupakan proses yang bersinambungan mulai dari

konsepsi Sampai dewasa. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal

tergantung pada potensi biologisnya. Tingat tercapainnya potensi biologisnya

seseorang, merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu

faktor genetik yang merupakan model dasar dalam mencapai hasil akhir proses

tumbuh kembang anak dan faktor lingkungan yang sangat menentukan

tercapainya dan tidaknya potensi bawaan. hal ini, jika faktor bawaan dan

lingkungan berbeda maka pertumbuhannya dan pencapaian

perkembangannyapun akan berbeda tetapi tetap akan menuruti patokan umum.

sehingga diperlukan kriteria sampai seberapa jauh keunikan seorang anak.

Apakah masih batas normal atau tidaknya. Dimaksud normal dalam arti apabila

pertumbuan dan perkembangan baik fisik maupun intelek dan kepribadian

berlangsung harmonis yang meningkat dan dapat diramalkan kecepatan serta

hasil akhir, sesuai dengan kemampuan genetik/bawaannya dan apabila anak

tersebut berada dalam batas 2 SD dibawah atau diatas mean kurva sebaran

normal. Nilai normal tumbuh kembang anak usia 0-1 tahun tinggi badan dengan

standar 5-76 cm, usia 1-2 tahun tinngi badan dengan standar 76-88cm, usia 2-3

tahun tinggi badan dengan standar 88-97 cm, 3-4 tahun tinggi badan standar 97-
103cm, usia 4—5 tahun tinggi badan dengan standar 103-110cm, usia 5-6 tahun

tinggi badan standar 110-116cm. jika seorang anak termasuk abnormal

Pertumbuhan merupakan indicator yang sensitif terhadap status nutrisi anak.

Pertumbuhan tak maksimal sering disebabkan oleh kualitas diet yang adekuat

dan dalam beberapa kasus,akibat tidak terpenuhinya asupan energi

Pemenuhan kebutuhan gizi memegang ranan yang penting untuk menunjang

proses tumbuh kembang. Jika nutrisi tidak terpenuhi dengan baik saat bayi dalam

kandungan atau anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang akan mengalami

BBRL (kurang dari 2,5 kg)/ kurang gizi juga dan mudah terkena infeksi perinatal

nutrisi buruk akan terjadi pertumbuhan janin terganggu dan penurunan potensia

intelektual yang mengahasilkan wanita dewasa yang kerdil (stunting) .

Stunting (tubuh pendek) merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek

hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan

populasi yang menjadi refensi internasional. Keadaan ini pernah diinterpretasikan

sebagai keadaan malnutrisi kronis. Menurut WHO Child Growth Standart

stunting merupakan indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi

badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.

Besarnya masalah stunting dan dampak yang ditimbulkan membuat WHO

melalui World Health Assembly (WHA) menargetkan prevalensi stunting pada

tahun 2025 menurun sebanyak 40 % disemua negara yang mempunyai masalah


10
stunting termasuk Indonesia . Menurut World Health Organization (WHO)

terdapat 178 juta balita mengalami stunting. Afrika dan Asia menjadi dua benua
dengan angka kejadian balita stunting tertinggi di dunia dengan persentase

masing-masing 40% dan 36%. Indonesia sendiri masuk dalam 10 besar negara

dengan kasus balita stunting tertinggi di Asia bersama dengan negara Asia

lainnya yaitu Bangladesh, Tiongkok, India, Pakistan dan Filipina2 . Didukung

oleh berita bahwa hamper 9 juta anak dibawah usia 5 tahun mengalami

pertumbuhan tidak maksimal dikarenakan kekurangan gizi kronis sehingga

Indonesia berada diperingkat ke 5 negara yang kekurangan gizi didunia 11.

Prevalensi stunting di Indonesia masih terhitung tinggi, yakni 37,2%. Artinya

satu dari tiga anak Indonesia mengalami stunting. Di Jawa Tengah stunting

sebanyak 28% 12. Berdasarkan data Dinkes Kota Semarang, kasus stunting pada

2014 tercatat ada 4,06%, 2015 tercatat 4,1%, sedangkan pada tahun 2016

Tercatat ditemukan sebanyak 3,66% Tahun 2017 Tercatat ditemukan sebanyak

2,67% Terjadi menurut 1% antara tahun 2016 ke 2017 . Berdasarkan data dari

penelitian candra dkk 2016. Prevalensi stunting tertinggi di kota semarang adalah

kecamatan gunung pati (16,93%), mijen (13,75%) dan tembalang (10,11%)

sedangkan pada tahun 2017 data dari ke dinas kesehatan kota semarang kasus

angka kejadian stunting bahwa di semarang berjumlah 5.376 balita stunting.

prevalensi stunting tertinggi di kota semarang yaitu di pukesmas bandarharjo

sebanyak 505 (9.4%)

Faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting, diantaranya adalah (1)

panjang badan lahir bisa disebabkan karena faktor genetik maupun karena

kurangnya pemenuhan gizi pada masa kehamilan, panjang badan lahir pendek
pada anak menunjukkan kurangnya zat gizi yang diasup Ibu selama masa

kehamilan sehingga pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi

yang lahir memiliki panjang badan lahir pendek. (2) Asupan zat gizi tersebut

diperoleh dari Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping-Air Susu Ibu (MP-

ASI). Penelitian menunjukkan bahwa durasi menyusui dan pemberian ASI

eksklusif berhubungan secara signifikan dengan status gizi anak terutama untuk

z-score TB/U, (3) faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak

balita,(4) kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan

pada masa kehamialan serta setelah ibu melahirkan, masih terbatasnya layanan

kesehtan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk

ibu selama masa kehamilan) post care dan pembelajaran dini yang berkualitas,

masih kurang akses kepada makanan bergizi hal ini dikarenakan harga makanan

bergizi di Indonesia masih tergolong mahal, pola asuh memegang peranan

penting terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak. Pola asuh yang

buruk dapat menyebabkan masalah gizi di masyarakat, kurangnya akses keair

bersih dan sanitas.

Berdasarkan kajian International Children’s Emergency Fund (UNICEF)

Indonesia terdapat berbagai hambatan yang menyebabkan tingginya angka

stunting di Indonesia diantaranya pengetahuan yang tidak memadai dan praktek-


15
praktek pengasuhan yang tidak memadai . Kepala dinkes kota semarang

myatakan bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kejadian stunting

adalah faktor ketidak tahuan dan ketidak mampuan. Ketidakmampuan terjadi


pada masyarakat ke ekonomi lemah sedangkan ketidak tahuan bisa terjadi

kesiapapun16 .

Menurut penilitian dapat dilihat bahwa persentase anak baru masuk sekolah

dasar yang mengalami stunting paling banyak pada anak dengan tingkat

pengetahuan ibu yang kurang yaitu sebesar 46,7% dibandingkan dengan anak

yang memiliki tinggi badan normal paling banyak pada anak dengan tingkat

pengetahuan ibu yang cukup yaitu sebesar 91,2%. Berdasarkan hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetauan

ibu dengan kejadian stunting pada anak baru masuk sekolah dasar di Kecamatan

Nanggalo Kota Padang.

Peranan orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi anak karena anak

membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua dalam menghadapi

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Untuk mendapatkan gizi

yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari orang tua agar dapat

menyediakan menu pilihan yang seimbang. Menurut Yulianto kepala dinas

kesehatan profinsi jawa jateng menyatakan bahwa pencegahan yang dilakukan

oleh sektor kesehatan hanya memberikan pengaruh 20-30% sedangkan peran

secara masyarakat langsung justru memberikan pengaruh 70-80% dalam

menurunkan angka sunting

Anda mungkin juga menyukai