Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejadian kejang merupakan suatu respon neurologis abnormal dan kejafian ini paling
sering dijumpai pada bayi dan anak serta memiliki frekuensi sekitar 10% anak pernah
mengalami kejadian kejang (George & Budi, 2009). Kejang yang terjadi pada anak pada
umunya tidak memiliki etiologi yang pasti. Kejang demam timbul dikarenakan adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C), hal tersebut terjadi karena suatu proses
step. Terjadinya kejang demam pertama memungkinkan terjadinya kejang demam
berikutnya. Anak usia 3 bulan-5 tahun rentan terkena kejang demam. Anak-anak lebih
berisiko terkena kejang demam berulang apabila didukung adanya faktor-faktor pencetus
kejang demam (Ayu Bulan & Zulfito, 2010)
Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80%-90% dari
seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang
demam adalah sebesar 9%-10%.
Kejang demam digolongkan menjadi 2 golongan antara lain kejang demam sederhana
yang berlangsung berkisar kurang dari 15 menit dan kejang demam kompleks berlangsung
lebih dari 15 menit baik fokal (umum/keseluruhan) ataupun multiple yaitu lebih dari 1 kali
kejang dalam 24 jam (Ayu Bulan & Zulfito, 2010)

1.2 Tujuan
a) Tujuan umum
Menyusun rencana asuhan keperawatan anak dengan kejang demam
b) Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi dari demam dan kejang.
2. Mengetahui etiologi dari demam dan kejang.
3. Mengetahui patofisilogi dan manifestasi dari demam dan kejang.
4. Mengetahui penatalaksanaan demam dan kejang.
5. Mengetahui pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menangani demam dan kejang.
6. Mengetahui proses keperawatan pada demam dan kejang.
7. Mengetahui pencegahan dan pengendalian yang harus dilakukan dalam menangani
demam dan kejang.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelahiran merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi seorang ibu. Anak yang
lahir dengan kondisi sehat adalah harapan semua wanita. Tetapi tidak semua wanita
melahirkan secara normal serta mendapatkan bayi yang sehat. Terdapat berbagai komplikasi
yang terjadi pada saat persalinan. Dalam hal ini yang paling sering ditemukan adalah kasus
asfiksia neonatorum atau asfiksia pada bayi baru lahir.
Menurut WHO, setiap tahunnya , sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian balita, sebanyak 38% meninggal pada masa BBL (IACMEG, 2005). Kematian BBL
di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%), infeksi (22%),
kelainan kongenital (7%), lain-lain (9%) (WHO, 2007)
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin, sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Faktor-faktor predisposisi
pada asfiksia bayi baru lahir antara lain karena persalinan tindakan (ekstraksi forceps, vacuum
ekstraksi, dan seksio sesarea) dengan berbagai komplikainya yang bersifat depresi terhadap
pernafasan bayi baru lahir, hipertensi dan preeklamsia pada ibu, solusio plasenta, maupun
kompresi tali pusat bayi,sementara itu proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap sangat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi ‘primary gasping’ yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur (Hasan .Ed.,dkk, 2007). Dampak asfiksia
yang tidak tertangani dengan cepat dan baik dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir
(Hasan Ed.,dkk, 2007).
Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama
kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar
dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan kematian BBL
karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
dan ketrampilan manajemen serta setelah persalinan pastinya adanya perawatan khusus bayi
asfiksia pada BBL. Oleh karena itu dalam makalah ini akan kami bahas mengenai asfiksia
neonatorum serta penatalaksanaan pada kasus asfiksia neonatorum.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan
asfiksia.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan: definisi asfiksia neonatorum,
etiologi, klasifikasi dan tanda gejala klinis, patogenesis, patofisiologi, prognosis,
komplikasi, diagnosis, dan penanganan asfiksia neonatorum.
b. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan
kasus asfiksia neonatorum.
C. Manfaat
Setelah mempelajari, memahami dan menggunakan manajemen keperawatan ini
Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat dengan kasus yang ada
di lapangan untuk memberikan pelayanan yang bermutu sehingga dapat mendukung peran,
tugas dan tanggung jawab keperawatan.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh
karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih
bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak
adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
(Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral
yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan
sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara
fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
(Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu
dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara
bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah :
Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan
informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan
penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Oleh karena itu dalam makalah ini akan kami bahas mengenai kejang demam
pada anak dan proses asuhan keperawatannya.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang proses asuhan keperawatan


pada klien dengan Kejang.

2. Tujuan Khusus
a. . Mahasiswa mengetahui tentang definisi dari kejang demam.
b. Mahasiswa mengetahui penyebab dari kejang demam.
c. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala dari kejang demam.
d. Mahasiswa mengetahui Penatalaksanaan kejang demam.
e. Mahasiswa mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Fokus intervesi,
dan Evaluasi klien kejang demam.
f. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Kejang dan
dapat menegakkan diagnosa keperawatan.
g. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada
klien dengan Kejang dan implementasi serta evaluasi klien kejang demam.

Anda mungkin juga menyukai