Anda di halaman 1dari 3

SAMBUTAN RAJA KATALOKA

BISMILAHIRAHMANNIRAHIM

YANG TERHORMAT
Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia, Dalam hal ini adalah Direktorat Jendral
Pengelolaan Ruang Laut

YANG KAMI HORMATI


Para tamu undangan sekalian yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

ASSALAMUALAIKUM Wr. Wb.


Negeri Adat Kataloka adalah kerajaan adat yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten
Seram Bagian Timur. Negeri Kataloka berasal dari kata Atalo’a yang artinya diatas. Sistem
pemerintahan di negeri kataloka adalah pemerintahan adat atau kerajaan. Dimana pemimpinya
berdasarkan keturunan yang secara langsung turun temurun dari leluhur Basora dan Loeminina.
Negeri kataloka dalam sistem pemerintahan adat dipimpin oleh seorang Raja, dan sampai sekarang
ini negeri kataloka dipimpin oleh raja yan ke 12 yaitu Enver Abdullah Rumarey Wattimena dari
keturunan raja negeri kataloka sudah yang ke 45. Negeri kataloka menjadi pusat pemerintahan adat
yang membawahi 13 wanu atau kampung di Pulau Gorom, dan 3 Pulau kecil yang salah satu
pulaunya dihuni oleh masyarakat sehingga total wilayah kekuasaan Raja Negeri Kataloka
membawahi 14 wanu/kampung

Kataloka tercatat didalam sejarah pernah membantu pemerintah Indonesia dalam perebutan Irian
Barat. Pada tahun 1962 Negeri Kataloka turut membantu detasemen pelopor dalam merebut Irian
Barat. Oleh karena jasa dari masyarakat Negeri Kataloka maka oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia dibangun sebuah monumen yang dinamakan Monumen Tura Bail Goram Riun yang berarti
Rakyat Pulau Gorom ikut mencari kemerdekaan Republik Indonesia.

Kekuasaan Raja Azis raja ke 9 atas 3 pulau kecil Koon, Grogos dan Nukus yang memiliki sumber daya
laut yang tinggi sehingga dia memusatkan perhatiannya kepada tiga pulau tersebut sehingga beliau
membuat NGAM atau SASI untuk melindungi semua hasil-hasil yang ada di pulau itu. Ngam atau Sasi
yang beliau buat adalah menutup pulau dari aktifitas mengambil ikan selama satu sampai dua tahun
dan dibuka selama kurang lebih dua sampai tiga bulan kemudian diberlakukan sasi lagi dan dilakukan
secara rutin. Beliau melarang menangkap ikan bahan-bahan peledak tetapi bisa mengambil secara
tradisiolnil khusus untuk ikan, sedangkan untuk hasil laut seperti Lola, biamatatuju, dan taripang
hanya boleh diambil saat sasi dibuka. Kebiasaan beliau jika datang ke pulau grogos masyarakatnya
telah menangkapkan macam-macam ikan untuk beliau dan dimasukkan didalam keranjang, sebelum
dimasak beliau juga melihat ikan tersebut karena beliau sangat suka akan keindahan ikan yang
bermacam-macam warna. Setiap kedatangan Raja azis masyarakat sampai kepala soa mereka tidak
hanya menjemput Raja didarat tapi mereka menunggu Raja di air yang dangkal dimana perahu Raja
nanti berhenti sehingga mereka dapat menahan perahu dan membantu raja turun ke darat.

Kemudian, dipertengahan tahun 2000an, mulai banyak kapal pesiar yang singgah untuk datang
menyelam di perairan Koon. Perairan Koon sendiri terkenal memiliki kekayaan bawah laut yang
melimpah khususnya untuk keberagaman jenis ikan.

Berdasarkan laporan kajian yang dari Petermous ( 2011 )’, seorang peneliti dari deh natur
konservensi ( TI EN SI ), wilayah perairan koon diindikasi menjadi lokasi pemijahan beberapa spesies
ikan karang seperti jenis kerapu (Leopardus areolatus, Ephinephelus fuscoguttatus, dan
ephinepelus polyphekadion) serta dari jenis kakap (Lutjanus bohar) terbesar di Maluku.

Oleh karena itu, pada tahun 2011, Raja Negeri Kataloka yang mendapatkan dukungan informasi
ilmiah dari dengan WWF-Indonesia menutup perairan Koon dari aktivitas ekstraktif seperti
penangkapan ikan, pengambilan karang, dan pasir. Larangan ini kemudian diperkuat dengan upacara
adat Ngam yang diselenggarakan pada bulan desember tahun 2017. Larangan aktivitas ekstraktif
maupun merusak (destruktif) adalah bentuk dukungan Raja Negeri Kataloka dalam melindungi lokasi
pemijahan ikan didalam wilayah mereka untuk keberlanjutan perikanan masyarakat di Negeri
Kataloka dan Maluku secara keseluruhan. Namun, aktivitas Ngam sebenarnya telah turun temurun
dilakukan oleh raja-raja Negeri Kataloka sebelum Raja yang sekarang, seperti pelarangan menangkap
Lola dan Taripang yang lokasinya berada disisi sebelah barat Petuanan Negeri Kataloka, dari
kampung eri hingga pantai keter yang panjangnya kurang lebih 1km.

Kembali ke lokasi pemijahan ikan, untuk mengelola kawasan pemijahan tersebut Raja Negeri
Kataloka dengan lembaga Adat Wanu atalo’a atau disebut dengan LEAWANA membentuk kelompok
pengawas yang dinamakan Pasukan LEAWANA. Para anggota LEAWANA beranggotakan masyarakat
yang mewakili setiap kampung. Oleh ketua lembaga adat Pasukan LEAWANA disahkan melalui Surat
Keputusan (SK) LEAWANA No. 01/LEAWANA/KPTSN/VII/2018.

Namun, usaha dalam melindungi perairan Koon pun belum lepas dari berbagai macam tantangan,
salah satunya adalah pembiayaan operasional patroli. Sehingga masih kita jumpai nelayan yang
berani menangkap di “Pasar Ikan” karena jarang kami menemui pengawas yang melakukan patroli
diperairan Koon, walaupun pelanggaran-pelanggaran tersebut sudah jarang kami jumpai tidak
seperti tahun-tahun sebelumnya.

 Rintisan Rumah Singgah / Homestay di Negeri Kataloka

Beberapa rumah di Negeri Kataloka secara sukarela dilatih oleh tim dari WWF-Indonesia. Pelatihan
ini berupa penguatan pengetahuan masyarakat mengenai homestay seperti hospitality atau
keramahan, administrasi keuangan, kuliner dll. Hingga saat ini sudah banyak tamu yang singgah di
Negeri Kataloka untuk kepentingan bisnis, wisata, atau keperluan kantor.

Perhatian pemerintah daerah dan pemerintah pusat belum optimal sehingga membuat
pembangunan di Negeri Kataloka menjadi sedikit terlupakan, perlu adanya kolaborasi antara
pemerintah daerah dan pusat perlu dimaksimalkan agar pengelolaan kawasan hukum adat negeri
kataloka semakin efektif.
Bersama ini kami mengharapkan perhatian khusus Kementerian Kelautan Perikanan Republik
Indonesia untuk mengarahkan bantuan sebanyak-banyaknya untuk pengembangan dan
pembangunan infrastruktur bagi Masyarakat Hukum Adat Negeri Kataloka

 Adat istiadat

Selain keindahan dan sumberdaya alam yang dimiliki, Negeri Kataloka juga memiliki potensi wisata
didalam adat istiadat mereka, antara lain rumah adat, benda-benda bersejarah seperti nekara dan
keris pusaka peninggalan dari raja-raja sebelumnya. Tarian adat serta atraksi musik tipa oleh anak-
anak di Negeri Kataloka menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, biasanya atraksi ini akan
di gelar untuk menyambut tamu dari luar. Kemudian, tari-tarian dan atraksi tipa menjadi pengisi
acara tahunan Festival Negeri Kataloka yang oleh Pemerintah Provinsi Maluku telah dimasukkan
kedalam agenda tahunan yang jatuh disetiap tanggal 24 November.
Saya mewakili rakyat Negeri Kataloka mengucapkan terimakasih banyak atas dukungan dari rekan-
rekan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Subdit Masyarakat
Hukum Adat, khususnya pak Ismail dan rekan-rekan yang dengan tanpa kenal lelah membantu kami
hingga diakuinya Negeri Kataloka sebagai Masyarakat Hukum Adat oleh pemerintah daerah. Dengan
peraturan Bupati Seram Bagian Timur No. 16 tahun 2018. Tentang pengakuan dan perlindungan
serta pengelolaan sumber daya pesisir dan laut berbasis Masyarakat Hukum Adat Negeri Kataloka
Seram Bagian Timur. Semoga dengan adanya pengakuan ini, masyarakat Negeri Kataloka akan
semakin kuat dalam melindungi daerahnya dari aktivitas yang merusak baik dari dalam Negeri
maupun luar Negeri Kataloka.

WABILLAHI TAUFIK WAL HIDAYAH WASSALAMUALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH.

Anda mungkin juga menyukai