Anda di halaman 1dari 4

DIETETIK DASAR

BEDAH JURNAL

NI PUTU SRI RATNASARI


DIV B SMT IV
P07131217063

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI
2018/2019
BEDAH JURNAL

Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil
Padang

Mia Nurnajiah1, Rusdi2, Desmawati3

Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menjadi penyebab kematian
utama pada balita di dunia, terutama di negara berkembang. Salah satu faktor risiko dari
pneumonia adalah status gizi yang kurang.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 di Pusat Rekam Medis di RS. Dr. M. Djamil
Padang. Total sampel adalah 105 rekam medis balita pneumonia dari Januari 2011 hingga
Desember 2013.
Studi terhadap hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di RS. Dr.
M. Djamil periode 2011-2013 telah dilakukan sesuai dengan prosedur, seperti; mencari data
awal balita penderita pneumonia, membuka status sesuai nomor rekam medik pada data
awal, mengeleminasi kriteria eksklusi dan melakukan pengolahan data.

Penderita pneumonia pada balita terbanyak ada di kelompok usia 13-28 bulan. Hal ini
sejalan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2013 bahwa balita penderita pneumonia
terbanyak pada usia 12 hingga 35 bulan dengan period prevalence 2.6/mil. Penelitian lain
menyebutkan usia tertinggi pada balita di bawah usia 2 tahun. Semakin kecil usia anak-anak
semakin rentan terkena infeksi dikarenakan sistem imun pada anak usia satu tahun pertama
hingga usia lima tahun masih belum matang
Penderita pneumonia perempuan sebanyak 56 balita sedangkan penderita laki-laki
sebanyak 49 balita. Hasil Riskesdas 2013 balita laki-laki penderita pneumonia sebanyak 19
per mil dan perempuan sebanyak 18 per mil.

Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna atau signifikan antara status
gizi balita dengan pneumonia pada balita (13-59 bulan) di RS. Dr. M. Djamil, dengan hasil p
=0,001. Sebagian besar balita penderita pneumonia berat bergizi kurang dan buruk. Angka
mortalitas pneumonia pada balita dengan gizi buruk sangat tinggi dan kematian balita karena
pneumonia di Indonesia sebesar 22,8 %. Hubungan bermakna antara status gizi dengan
klasifikasi pneumonia didapatkan juga pada penelitian Penurunan imunitas tersebut
disebabkan oleh menurunnya aktivitas leukosit untuk memfagosit maupun membunuh kuman.
Pada penelitian Domili et al di tahun 2012, terdapat hubungan antara status gizi dengan
kejadian pneumonia pada balita. Balita cenderung tidak memiliki nafsu makan sehingga
berdampak pada kurang gizi dan malnutrisi. Balita pneumonia di RS. Dr. M. Djamil lebih
banyak dibandingkan dengan balita penderita pneumonia berat karena sebagian besar
penderita memiliki status gizi baik. Berdasarkan laporan Dinkes Provinsi Sumatera Barat,
balita penderita pneumonia pada tahun 2008-2012 (3,85-4.32%) lebih banyak daripada
pneumonia berat (0,07-0,12%). Pneumonia berat pada balita ditandai dengan adanya retraksi
epigastirum, interkostal dan suprasternal, kesadaran menurun, serta balita dengan gizi buruk.
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama, sedangkan
pneumonia derajat sedang dan berat yang disertai distres pernapasan dan komplikasi perlu
dirawat inap. Status gizi yang kurang dan buruk dapat menyebabkan gangguan sistem imun.
Sel-sel yang terdapat dalam sistem imun terdapat pada jaringan dan organ yang spesifik yaitu
jaringan limfoid sebagai jaringan imun. Timus adalah salah satu organ limfoid primer.10 Sel T
yang diproduksi oleh timus pada balita, sangat berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh
dari benda asing. Organ timus sangat sensitif terhadap malnutrisi karena kekurangan protein
dapat menyebabkan atrofi timus. Hampir semua mekanisme pertahanan tubuh memburuk
dalam keadaan malnutrisi.
Vitamin A menjadi faktor penentu dalam proses diferensiasi sel, terutama sel goblet
yang dapat mengeluarkan mukus. Mukus melindungi sel-sel epitel dari serbuan
mikroorganisme dan partikel lain yang berbahaya. Benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan akan terbawa keluar bersama mukus karena adanya epitel yang menyapu mukus
keluar. Kekurangan vitamin A menghalangi fungsi sel-sel kelenjar yang mengeluarkan mukus
dan digantikan oleh sel epitel bersisik dan kering. Metabolisme vitamin A juga dibantu oleh
adanya mineral mikro seperti seng (Zn). Zink berperan penting sebagai mediasi imun non
spesifik seperti neutrofil dan sel NK dan imun non spesifik seperti keseimbangan sel Th.
Defesiensi zink sebesar 100 mg menjadi salah satu penentu utama pneumonia
Penulusuran kepustakaan menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan
kejadian pneumonia pada balita. Hal tersebut memperkuat hasil peneliian ini. Balita
pneumonia yang bergizi baik dapat terkena pneumonia karena faktor risiko pneumonia tidak
hanya status gizi. Faktor risiko lain dari pneumonia pada balita adalah berat badan lahir
rendah, tidak ada pemberian ASI, polusi udara dalam ruang, dan pemukiman yang padat.2 ASI
merupakan sumber proteksi pada usia dini dan mencegah infeksi paru dan saluran cerna.
Penyakit menahun, fakor iatrogen, trauma pada anestesi, aspirasi, dan pengobatan antibiotik
yang tidak sempurna ikut berperan dalam meningkatkan risiko pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai