Anda di halaman 1dari 22

PAPER NAMA : NURUL IDAYU

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PAPER
ULKUS KORNEA BAKTERIAL

Disusun oleh:

Nurul Idayu Binti Abd Rahim


120100471

Supervisor:
dr. Marina Y. Albar, MKed(Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Ulkus Kornea
Bakterial” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Marina
Y. Albar, MKed(Oph), Sp.M selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Ulkus Kornea Bakterial. Dengan
demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses
pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2017

Penulis

i
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2
2.1. Anatomi Kornea ....................................................................... 2
2.2. Ulkus Konea ............................................................................ 4
2.2.1. Definisi ............................................................................ 4
2.2.2. Etiologi ............................................................................ 4
2.2.3. Klasifikasi ....................................................................... 5
2.2.4. Manifestasi Klinis .......................................................... 8
2.2.5. Diagnosis ........................................................................ 9
2.2.6. Penatalaksanaan ............................................................. 10
2.2.7. Pencegahan ........................................................................... 14
2.2.8. Komplikasi ..................................................................... 14
2.2.9. Prognosis ........................................................................ 14
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17
LAMPIRAN

i
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Histologi Kornea 4


Gambar 2.2. Ulkus Kornea Bakterialis 7
Gambar 2.3. Ulkus Kornea Psuedomonas 7
Gambar 2.4. Ulkus Kornea Perforasi 13
Gambar 2.5. Keratoplasti 14

i
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi berat pada ulkus kornea merupakan penyebab tersering
terjadinya kebutaan. Manajemen terdiri dari pengobatan antimikroba dan
pelbagai pendekatan yang bertujuan mengembalikan permukaan kornea1
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.2
Ulkus kornea biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, fungal
atau parasit.3 Infeksi bakteri P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Penyebab ulkus
kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri.4
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagaian
permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus
kornea diakibatkan oleh adanya oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh
sel radang. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia,
blefarospasme, dan biasanya disertai riwayat trauma pada mata.4
Ulkus kornea banyak di dapatkan pada pasien di atas usia 60 tahun,
pseudomonas merupakan etiologi organisme yang utama.5 Pada negara
berkembang, pemakaian kontak lensa lembut merupakan antara faktor resiko
terpenting.6
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera di tangani
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.4 Pengobatan dengan
fluoroquinolones topikal harus langsung di mulai dengan dosis tinggi setelah
di diagnosa.1

1
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kornea


Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan
epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel
k o n j u n g t i v a b u l b a r i s ) , membran bowman, stroma, membran descemet
dan lapisan endotel.7,8,9,10,11
1. Lapisan epitel
- Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom
dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi
rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
- Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
- Stroma merupakan jaringan yang paling tebal dari kornea
mencakup 90% dari ketabalan kornea

2
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

- Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar


satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
- Merupakan membrana aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening
dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membrane basalnya.
- Berperan sebagai pelindung atau barrier infeksi dan masuknya
pembuluh darah.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.
- Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan
kejernihan kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan
tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel
mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan
seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan. Jika
endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat
gangguan system pompa endotel, maka stroma akan bengkak
karena kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi
(kekeruhan) akan terjadi.2,7,8,9,10

3
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.1. Histologi kornea.8

2.2. Ulkus Kornea


2.2.1. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.7

2.2.2. Etiologi Ulkus Kornea


a. Infeksi 4,9
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya
sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukkan infeksi P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium,
Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-

4
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan


menimbulkan ulkus.
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat
didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan
materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah
komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.
Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
 Radiasi atau suhu
 Sindrom Sjorgen
 Defisiensi vitamin A
 Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical,
immunosupresif)
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

2.2.3. Klasifikasi 4,7


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral


a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba

5
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2. Ulkus kornea perifer


a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral 2,4,7,12


a. Ulkus Kornea Bakterialis

i. Ulkus Kornea Psudomonas aeruginosa


Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi
dan paling berat dari infeksi kuman pathogen gram negatif pada kornea.
Kuman ini mengeluarkan endotoksin dan sejumlah enzim ekstraselular.
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat
dengan produksi intraselular calcium activated protease yang mampu
membuat kerusakan serat pada stroma kornea. Secara morfologik p.
aerugenosa tidak mungking dibedakan dengan basil enterik gram negatif
lainnya pada pemeriksaan hapus.
Pada pembiakan pseudomonas akan terdapat 2 bentuk pigmen,
piosianin dan fluorescein yang lebih nyata pada pengocokan tabung cairan
media. Koloni dalam agar darah akan berwarna kelabu gelap agak kehijauan.
Bau manis yang tajam dikeluarkan oleh media ini. Lesi ulkus yang
disebabkan pseudomonas mulai di daerah sentral kornea. Ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

ii. Ulkus Kornea Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis &


Streptococcus alpha-hemolyticus
Ulkus kornea sentral yang disebabkan oleh organisme-organisme ini
kini lebih sering dijumpai dibandingkan sebelumnya; banyak diantaranya ada
pada kornea yang telah biasa terkena kortikosteroid topikal. Ulkusnya sering
indolen, tetapi mungkin disertai hipopion dan sedikit infiltrat pada kornea
sekitar. Ulkus ini sering kali superfisial, dan dasar ulkus terasa pada saat
dikerok. Kerokan dapat mengandung kokus gram-positif satu-satu,

6
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

berpasangan, atau dalam bentuk rantai. Keratopati kristalina infeksiosa


(kornea tampak mirip kristal) telah ditemukan pada pasien yang mendapat
pengobatan steroid topikal jangka panjang penyakit ini sering disebabkan
oleh Streptococcus alpha-hemolyticus selain oleh streptokokus defisiensi
nutrisi.

iii. Ulkus Kornea Streptokokus Group-A


Ulkus kornea sentral yang idsebabkan oleh streptococcus beta-
hemolyticus tidak memiliki ciri yang khas. Stroma kornea disekitar ulkus
sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan biasanya disertai hipopion
berukuran sedang. Kerokan sering mengandung kokus gram-positif dalam
bentuk rantai.

iv. Ulkus Kornea Moraxella liquefaciens


M liguefaciens (diplobacillus dari Petit) menimbulkan ulkus lonjong
indolen yang umumnya mengenai kornea bagian inferior dan meluas ke
stroma dalam setelah beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion atau bila ada
hanya sedikit; kornea disekitarnya umumnya jernih. Ulkus M liquefaciens
hampir selalu terjadi pada pasien peminum alcohol, diabetes, atau dengan
penyebab imunosupresi lainnya. Kerokan menampilkan diplobacili gram-
negatif besar dengan ujung persegi. Pengobatan dapat berlangsung lama dan
sulit.

Gambar 2.2 Ulkus Kornea Bakterialis12 Gambar 2.3 Ulkus Kornea Pseudomonas

7
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

v. Ulkus Kornea Streptococcus pneumoniae (pneumokokal)


Ulkus kornea pneumokokal biasanya muncul 24-48 jam setelah
inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Infeksi ini secara khas
menimbulkan sebuah ulkus kelabu dengan batas cukup tegas yang cenderung
menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea. Batas yang
“bergerak maju” menampakkan ulserasi dan infiltrasi aktif, sementara batas
yang ditinggalkan mulai sembuh. (Efek merambat ini menimbulkan istilah
“ulkus serpiginosa akut”). Lapisan superfisial kornea adalah yang pertama
terkena, kemudian diikuti oleh parenkim bagian dalam. Kornea di seliling
ulkus sering kali jernih. Biasanya ada hipopion. Kerokan dari tepian depan
(yang maju) ulkus kornea pneumokokal biasanya mengandung diplokokus
gram-positif berbentuk-lancet. Dakriosititis dan obstruksi ductus
nasolacrimalis yang menyertai juga harus diobati.

vi. Ulkus Kornea Mycobacterium fortuitum-chelonei & Nocardia


Ulkus yang ditimbukan oleh M fortuitum-cheloei dan Nocardia jarang
dijumpai. Ulkus ini sering timbul setelah ada trauma dan sering menyertai
riwayat berkontak dengan tanah. Ulkusnya indolen, dan dasar ulkusnya sering
menampakkan garis-garis memancar sehingga tampak sebagai kaca yang
retak. Hipopion bisa ada bisa tidak. Kerokan dapat mengandung batang-
batang tahan asam langsung (M fortuitum-chelonei) atau organisme gram-
positif berfilamen yang sering bercabang (Nocardia).

2.2.4. Manifestasi Klinis 4,9


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
1. Gejala Subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair

8
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus


g. Silau
h. Nyeri
2. Gejala Objektif
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion

2.2.5. Diagnosis 4,15,16


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering
didapatkan adanya riwayat trauma kornea, pemakaian kontak lensa, benda
asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendak
pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya


injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea
disertai adanya jaringan kornea disertai adanya jaringan nekrotik. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)

9
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula


kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan
biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.

2.2.6. Penatalaksanaan 4,15,17


Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani agar tidak
terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat
memperpanjang proses penyembuhan luka
2. Penatalaksanaan medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji
sensitivitas mikroorganisme penyebab. Adapun obat-obatan
antimicrobial yang dapat diberikan berupa:
a. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan dapat berupa salep, tetes, atau
injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus ulkus
sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan erosi
kornea kembali. Contoh antibiotik :
- Sulfonamide 10-30%
- Basitrasin 500 unit
- Tetrasiklin 10 mg
- Gentamisin 3 mg

10
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

- Neomisin 3,5-5 mg
- Tobramisin 3 mg
- Eritromisin 0,5%
- Kloramfenikol 10 mg
- Ciprofloksasin 3 mg
- Ofloksasin 3 mg
- Polimisin B 10.000 unit
b. Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia. Berdasarkan
jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
i. Jamur berfilamen : topical amphotericin B,
Thiomerosal, Natamicin, Imidazol
ii. Ragi (yeast) : Amphotericin B, Natamicin, Imidazol,
Miccafungin 0,1% tetes mata
iii. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis antibiotic
c. Anti viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
steroid local untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotic
spectrum luas untuk infeksi sekunder, analgetik bila terdapat
indikasi serta antiviral topical berupa salep asiklovir 3% tiap
4 jam.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau
tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :

11
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,


Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :


1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus
dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk

12
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat


dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan
jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris
dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
 Iridektomi dari iris yang prolaps
 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama,
kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolaps irisnya dibiarkan saja, sampai
akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara
sistemik.

Gambar 2.4. Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan
diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran
tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

13
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.5. Keratoplasti13


2.2.7. Pencegahan 4
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka
yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam
keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai
dan merawat lensa tersebut.
2.2.8. Komplikasi 4,
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder
2.2.9. Prognosis 4
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan
cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya,
dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas

14
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat


avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat
terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.

15
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB III
KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.
Ada beberapa penyebab ulkus kornea antaranya infeksi, non-infeksi
dan sistem imun. Infeksi bisa karena infeksi bakteri, infeksi jamur,infeksi
virus dan acanthamoeba. Infeksi bakteri P. aeraginosa, streptococcus
pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering.
Gejala klinis pada ulkus kornea bisa berupa gejala subjektif dan gejala
objektif. Gelaja subjektif bisa seperti eritema pada kelopak mata dan
konjungtiva, secret mukopurulen, merasa aa benda asing di mata, pandangan
kabur, mata berair, bitnik putih pada kornea sesuai ulkus, silau, dan nyeri.
Manakala gejala objektif dapat berupa injeksi siliar, hilangnya sebagian
jaringan kornea dan adanya infiltrat dan hipopion.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan diagnostik. Riwayat trauma, riwayat pengobatan dengan
kortikosteroid, dan riwayat penyakit kornea yang bermanfaat perlu
ditanyakan. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk menentukan jenis
bakteri pada pewarnaan gram.
Tujuan dari terapi ulkus kornea adalah mengurangi ada tidak terjadi
cedera yang lebih parah pada kornea. Manejemen ulkus kornea ini terbagi
menjadi penatalaksanaan non-medikamentosa dan medikamentosa.
Penatalaksanaan medikamentosa bisa diberikan antibiotik, anti jamur, anti
viral dan pengobatan lokal.

16
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. T. Reinhard, F. Larkin. Cornea and External Eye Disease. Springer.


2008. p 15, 18-22
2. Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum. Ed 17. Jakarta : EGC; 2010.
p 126-130
3. Franklin, David. Corneal Ulcers and Infections. Available at
https://medlineplus.gov/ency/article/001032.htm. 2016. Accessed on
2nd June 2017.
4. Farida Y. Corneal Ulcers Treatment. J Majority. Volume 4. Januari
2015.
5. Keshav, BR., et al. Epidemiological Characteristics of Corneal Ulcers
in South Sharqiya Region. Oman Medical Journal. Volume 23.
January 2008.
6. Yanoff. M, Duker. J. Opthalmology. 4th edition. Elsevier : 2014. p
217
7. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai penerbit
FK UI. 2010. p; 5-6, 161-163
8. Lee Ann Remington. Clinical Anatomy and Physiology of The Visual
System 3nd ed. Elsevier : 2015. P 10-19
9. Khurana, A.K.. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi:
New Age International (P). Limited. Published.. 2007. p 89-99
10. James, T., et al. Oxford American Handbook of Ophthalmology.
Published by Oxford University Press Inc. 2011. P 160
11. American Academy of Ophthalmology Staff. External Disesase and
Cornea.. Basic and Clinical Science Course San Francisco:
American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. p. 6-9.
12. Gerhard K. Ophthalmology A Short Text Book. Thieme Stuttgart.
New York. 2000; p129
13. Kanski’s. Clinical Opthalmology. A Systematic Approach. Elsevier.
8th edition. 2016; p. 241.

17
PAPER NAMA : NURUL IDAYU
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100471
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

14. World Health Organization. Management of Corneal Ulcer at


Primary, Secondary & Tertiary care health facilities in the South-East
Asia Region. 2004; p. 11-12
15. Weiner. G. Confronting Corneal Ulcers. American Academy of
Ophthalmology. July 2012.
16. Garg. P, Rao. N. Corneal Ulcer : Diagnosis and Management.
Review Article. Vol 12 no. 30 1999.
17. Jogi R. Basic Opthalmology. Jaypee Brothers Medical Publishers
(P) LTD. 4th edition. 2009. p 107-121

18

Anda mungkin juga menyukai