Sap CKD Anemia
Sap CKD Anemia
RUANG HEMODIALISA
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
RUANG HEMODIALISA
Kelompok 5
BANYUWANGI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
CKD DENGAN ANEMIA
RUANG HEMODIALISA
Oleh :
( ) ( )
Mengetahui
Kaur R. HEMODIALISA
( )
Menurut Dmitrieva et al., anemia yang umum terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik adalah
anemia normositik normokrom, namun dapat terjadi anemia mikrositik hipokrom atau anemia
makrositik. Prevalensi anemia normositik sedikit munurun dengan semakin menurunnya Hb
(Hb ≤ 11 g/dl = 80,5 %, Hb ≤10 g/dl = 72,7 %, Hb ≤ 9 g/dl = 67,6 %). Prevalensi anemia
mikrositik meningkat dengan semakin menurunnya Hb (Hb ≤ 11 g/dl = 13,4 %, Hb ≤ 10 g/dl =
20,8 %, Hb ≤ 9 g/dl = 24,9 %) sementara anemia makrositik sedikit meningkat dengan semakin
menurunnya Hb (Hb ≤ 11 g/dl = 6,0 %, Hb ≤ 10 g/dl = 6,5 %, Hb ≤ 9 g/dl = 7,6 %). Jenis
anemia terbanyak pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 2-5 adalah anemia normositik
sedangkan pasien dengan stadium 1 mengalami anemia mikrositik (Dmitrieva et al.,2013).
2. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 10 menit, diharapkan klien memahami
mengenai anemia.
Tujuan Khusus :
a. Mampu menyebutkan kembali pengertian dari anemia.
b. Mampu menyebutkan kembali 3 penyebab dan 3 tanda gejala dari anemia.
c. Mengetahui pemeriksaan dan penatalaksanaan yang dilakukan pada orang dengan anemia.
3. Rencana Kegiatan
Metode
Metode yang digunakan adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan.
Media dan Alat Bantu
Media dan alat bantu yang digunakan adalah PPT.
Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : rabu,31 juli 2019
Pukul : 10.00 WIB
Tempat: Ruang Tunggu Hemodialisa
Materi : Chronic Kidney Disease dengan Anemia
Peserta : Pasien dan keluarga di Ruang Tunggu Hemodialisa.
4. Lampiran
1. Materi
2. Lembar Evaluasi
3. Prosedur Penyuluhan
d. Transfusi Darah
Transfusi darah memiliki risiko terjadinya reaksi transfusi dan penularan penyakit
seperti Hepatitis virus B dan C, Malaria, HIV dan potensi terjadinya kelebihan cairan
(overload). Disamping itu transfusi yang dilakukan berulangkali menyebabkan penimbunan
besi pada organ tubuh. Karena itu transfusi hanya diberikan pada keadaan khusus, yaitu:
1) Perdarahan akut dengan gejala hemodinamik
2) Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO atau yang telah dapat
terapi EPO tapi respons belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM belum tersedia.
Untuk tujuan mencapai status besi yang cukup sebagai syarat terapi EPO, transfusi darah
dapat diberikan dengan hati-hati. Target pencapaian Hb dengan transfusi 7-9 g/dL, jadi
tidak sama dengan target pencapaian Hb pada terapi EPO. Bukti klinis menunjukkan
bahwa pemberian transfusi sampai Hb 10-12 g/dL tidak terbukti bermanfaat dan
menimbulkan peningkatan mortalitas.
Daftar Pustaka
Corwin, E.J. 2010. Alih bahasa : Pendit, B.U. Handbook of pathophysiology. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Price, S.A. & Wilson, L.M. Alih bahasa : Anugerah, P. 2007. Pathophysiology: Clinical concept of
disease processes. 4th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2007. Brunner & Suddarth Textbook of Medical Surgical
Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
K/DOQI. 2006. Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive Agent in
Chronic Kidney Disease. In Guideline 2 In:Evaluation of Patient with CKD or
Hypertension. CKD 2006: 1-18.
KDIGO. 2013. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. Kid Int Supplements(3); 18-27.
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Lampiran 3 : Prosedur Penyuluhan