Data Pasien
Nama : Ibu M
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Binong
Status : Menikah
1. Illustrasi Kasus
1.1. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 minggu lalu.
Keluhan Tambahan : Batuk
1.7. Summary
Pasien mengeluh mengalami sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa tidak
enak dengan dadanya dan sulit untuk bernafas. Pasien merasakan gejala ini waktu malam hari dan
kadang waktu siang hari. Pasien mengeluh gejala seperti batuk yang hebat pada saat malam hari.
Pasien merasa lebih enak ketika menggunakan obat-obatan seperti salbutamol dan tidak ada faktor
yang memperberat pasien. Pasien merasa sesak nafasnya dibawah 2x per minggu dan selalu
Laporan kasus 2
menggunakan salbutamol jika terjadi serangan. Sesak nafasnya berat dan lama jika pasien tidak
meminum salbutamol. Pasien merasa penyakit ini menggangu sehari-hari dan memiliki skala 8.
2. Daftar Pustaka
Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan menyebabkan
hiperresponsif, obstruktif, dan aliran udara yang terbatas disebabkan oleh bronkokonstriksi,
penumpukan mucus, dan proses inflamasi.
Gejala asma berkisar dari yang ringan sampai parah. Gejala asma yang memburuk secara
signifikan dikenal sebagai serangan asma. Ada beberapa gejala asma, diantaranya:
Batuk-batuk yang biasanya terjadi di malam hari dan di awal pagi hari.
Sulit bernapas yang membuat penderitanya megap-megap.
Mengi, yaitu suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit.
Serangan asma yang dipicu oleh paparan alergen atau aktivitas fisik.
Diagnosis asma ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selain penegakan
diagnosis asma, tanyakan mengenai frekuensi serangan asma untuk menentukan klasifikasi asma.
Diantara ada pemeriksaan penunjang seperti:
Untuk mengukur pasien dapat menghembuskan udara dari paru-paru dalam sekali napas, dokter
bisa juga menggunakan sebuah alat yang dinamakan peak flow meter (PFM). Tes ini biasanya
dinamakan peak flow test atau tes arus puncak guna mendapatkan data mengenai kadar atau tingkat
arus ekspirasi puncak.
Klasifikasi Asma
Seringnya Gejala
Keparaha %FEV1 sesua FEV1Variabilita penggunaa
terjadi pada waktu
n i diperkirakan s n SABA
gejala malam hari
≤2
intermiten ≤2/minggu ≤2/bulan ≥80% <20%
hari/minggu
Persisten
Harian >1/minggu 60–80% >30% harian
sedang
Seringnya
ersisten Secara ≥dua
(7×/minggu <60% >30%
berat kontinu kali/hari
)
3. Pembahasan Kasus
3.1. Analisis dan pengkajian
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas selama 1 minggu yang lalu dan batuk waktu
malam hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tactile fremitus melemah, hypersonor pada saar
perkusi kedua lapang paru dan terdengar wheezing/mengi pada saat auskultasi. Pasien memiliki
riwayat asma yang cukup lama dan pasien berkunjung ke puskemas karena ingin mengontrol
Laporan kasus 2
asmanya tersebut. Pasien mengkonsumsi salbutamol jika pasien terkaena serangan asma. Pasien
memiliki riwayat asma selama 15 tahun dan selalu memakai salbutamol. Pasien ini memiliki
riwayat asma dari ayah pasien.
Untuk diagnosis PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) bisa dihilangkan karena pasien
tidak memiliki faktor resiko seperti merokok atau diwilayah sekitarnya merokok. Sesak nafas
pasien juga tidak seberat di PPOK dan pasien PPOK biasanya mudah lelah, memiliki gejala batuk
produktif kronis, barrel chest dan wheezing/mengi. Untuk menghilangkan diagnosis PPOK
dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti spirometri untuk menentukan fungsi paru dan
mendiagnosis penyakit pasien.
Untuk diagnosis edema paru sulit untuk dihilangkan karena gejala pasien mirip dengan
edema paru seperti sesak nafas, batuk dan ditemukan wheezing/mengi. Untuk menghilangkan
diagnosis edema paru dibutuhkan pemeriksaan fisik pada bagian jantung, X-Ray Thorax dan
pemeriksaan seperti EKG (Elektrokardiogram) karena salah satu penyebab yang paling sering pada
pasien pulmonary edema adalah penyakit gagal jantung.
Diagnosis paling tepat untuk pasien M adalah asma intermitten. Asma intermitten ditandai
dengan gejala sesak < 2 x / minggu dan gejala waktu malam hari < 2x per minggu serta penggunaan
salbutamol <2 x per minggu. Diagnosis asma sangat mendukung karena ayah pasien mempunyai
riwayat yang sama dengan pasien, pasien mempunyaki gejala seperti ini sejak 15 tahun yang lalu
dan pasien mengkomsumsi salbutamol / beta 2 agonist untuk menghilangkan gejala pasien. Untuk
mementukan diagnosis dan monitoring pasien, pasien harus menjalani pemeriksaan seperti
Spirometri dan peak flow meter.
3.3. Treatment
Non medika mentosa : Edukasi pasien untuk menjaga asma dan control lingkungan
Medika mentosa : Pemberian obat inhalasi beta 2 agonist seperti salbutamol.
3.4. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanactionam : Bonam
3.5. Kesimpulan
Pada akhirnya pasien didiagnosis asma intermitten. Diagnosis ini dibuat melalui keluhan
utama pasien seperti sesak nafas 1 minggu yang lalu dan memiliki gejala < 2x / minggu, gejala
malam <2x / minggu dan memiliki riwayat pemakaian salbutamol <2x / minggu. Pemeriksaan fisik
sangat mendukung diagnosis asma seperti taktil fremitus melemah, hypersonor, dan
wheezing/mengi. Faktor resiko terkena asma sangat mendukung melalui riwayat keluarga pasien
yaitu ayah pasien yang memiliki gejala yang sama seperti pasien. Pasien datang ke puskesmas
untuk mengkontrol asma pasien dan membeli salbutamol untuk serangan asma.
Terapi untuk pasien ini adalah edukasi pasien untuk tidak terkena trigger terjadinya asma
pasien seperti alergi yang dapat menimbulkan asma. Untuk pengobatan dibutuhkan obat beta 2
agonist seperti salbutamol untuk meredakan gejala pasien. Jika pasien mengeluh serangan lebih
dari 2 x dibutuhkan obat-obatan seperti glukokortikoid dan kombinasi obat beta 2 agonist serta
pemakaian oksigen.