Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Anak merupakan investasi bangsa, karena anak adalah generasi penerus

bangsa. Kualitas bangsa masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini.

Upaya peningkatan kualitas sumbar daya manusia harus dilakukan sejak dini,

sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembang anak usia 1-3 tahun

yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang

baik serta benar dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau

asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna.

Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan

menyimpang(Nency dkk, 2005 ).

Status gizi (nutrition status) merupakan keadaan kesehatan akibat

proses interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup. Keadaaan

gizi seseorang mempengaruhi penampilan, kesehatan, pertumbuhan, dan

perkembangan, serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Penilaian gizi adalah

proses yang digunakan untuk mengevaluasi status gizi, mengidentifikasi

malnitrisi dan menentukan individu mana yang sangat membutuhkan bantuan

gizi (Suhardjo, 2006).

Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi

pertumbuhan anak, dan gen. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan

otak tergantung dengan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak

1
itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak

adalah salah satu ’aset’ yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang

berkualitas dikemudian hari, sehingga status gizi yang baik harus kita upayakan

sedini mungkin (Nency dkk, 2005 ).

Sensus WHO menunjukkan bahwa 49 % dari 10,4 juta kematian balita

di negara berkembang berkaitan dengan gizi buruk. Tercatat sekitar 50 % balita

di Asia, 30 % di Afrika dan 20 % di Amerika Latin menderita gizi buruk (Dalam

Mafira, 2012). Menurut UNICEF (United Nations International Children's

Emergency Fund) jumlah anak batita penderita gizi buruk mengalami lonjakan

dari 1,8 juta (2005), menjadi 2,3 juta 2006 dan 3 juta lebih yang mengalami gizi

kurang yaitu sekitar 28% dari total anak usia 1-3 tahun di Indonesia.

Di negara-negara ASEAN jumlah angka kekurangan gizi pada usia

toddler yaitu berjumlah 336 anak dan Indonesia berada pada urutan keenam

dengan jumlah anak dengan gizi kurang yaitu 28 anak (The State of The World’s

Children, 2007). Di Indonesia dari hasil survey 850.000 anak usia satu sampai

tiga tahun pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan adanya

gangguan pertumbuhan peningkatan yang berkisar antara 13,6% sampai 43,7%.

Di 33 propinsi hasil survey menyebutkan bahwa anak toddler dengan gizi kurang

mengalami peningkatan dari 5,2% pada tahun 2009 menjadi 7,1% pada tahun

2012 (Pikas, 2012).

Sedangkan data status gizi buruk di Provinsi di Sulawesi Selatan tahun

2012 menunjukkan di Luwu Timur sebanyak 5 orang, Wajo sebanyak 10 orang,

2
Takalar sebanyak 10 orang, Pinrang 7 orang, Makassar 5 orang, Bone 8 orang,

Maros 3 orang, Sinjai 4 orang, Pangkep 4 orang, Je’neponto 3 orang, Palopo 5

orang, Pare-Pare 4 orang, Selayar 5 orang, Bantaeng 6 orang. Jadi total

keseluruhan gizi buruk sebanyak 79 orang dan atau 17% (Dinkes Provinsi

Sulawesi Selatan, 2012).

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Kepala Seksi Gizi

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, Astati Made Amin ditemukan bahwa ada

272.000 (34%) anak gizi kurang. Namun, pada Januari sampai dengan Oktober

2008, petugas kesehatan hanya menemukan 94 kasus gizi buruk, tujuh anak di

antaranya meninggal dunia. Perkiraan itu didasarkan hasil Survei Gizi Mikro

tahun 2006 yang diperbarui dengan Program Pemantauan Status Gizi 2007.

Adapun Program Pemantauan Status Gizi 2008 belum dilakukan (Anonim 2008).

Di Kabupaten Takalar jumlah anak dengan gizi kurang berjumlah 3%

dan anak dengan gizi buruk berjumlah 10 orang (Dinkes Takalar, 2012). Dari

data status kesehatan anak di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong diperoleh

bahwa anak dengan gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2010 berjumlah 60

anak, tahun 2011 berjumlah 65 anak, pada tahun 2012 berjumlah 72 dan pada

bulan Januari sampai dengan Maret 2013 berjumlah 40 (Data Primer Puskesmas

Galesong Selatan, 2013).

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak

3
usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Kecamatan Galesong

Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu

masalah penelitian yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi

anak usia 1-3 tahun diwilayah kerja puskesmas Galesong Kecamatan Galesong

Selatan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia 1-3

tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Kecamatan Galesong Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya hubungan pendidikan orang tua dengan status gizi anak usia

1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Di Kecamatan Galesong

Selatan.

b. Diketahuinya hubungan pengetahuan orang tua dengan status gizi anak usia

1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Di Kecamatan Galesong

Selatan.

c. Diketahuinya hubungan pendapatan orangtua dengan status gizi anak 1-3

tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Di Kecamatan Galesong

Selatan.

4
d. Diketahuinya hubungan pengasuhan anak dengan keadaan status gizi anak

usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Di Kecamatan

Galesong Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan

Sebagi salah satu bahan acuan atau masukan bagi Dinas Kesehatan Takalar

dalam rangka penentuan arah kebijakan berkaitan dengan perbaikan dan

peningkatan status gizi anak 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas

Galesong Di Kecamatan Galesong Selatan.

2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan khususnya tentang gizi

anak. Disamping itu hasil penelitian ini dapat menjadi sumber rujukan bagi

penelitian selanjutnya.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti merupakan suatu pengalaman yag sangat berharga dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam menambah wawasan

pengetahuan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

1. Defenisi

Kata gizi berasal dari bahasa arab yaitu ghidza yang artinya

makanan. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan, yang

dikomsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ, serta menghasilkan energi. Nutrisi merupakan suatu proses

pada makhluk hidup untuk mengambil dan mengubah zat padat dan cair dari

luar yang digunakan untuk memelihara kehidupan , pertumbuhan, fungsi-

fungsi normal, organisme dan menghasilkan energi (Almatsier Sunita, 2004)

Status gizi (nutrision status) merupakan keadaan kesehatan

akibat proses interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup

(Suhardjo, 2006). Keadaaan gizi seseorang mempengaruhi penampilan,

kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan, serta ketahanan tubuh terhadap

penyakit. Penilaian gizi adalah proses yang digunakan untuk mengevaluasi

status gizi, mengidentifikasi malnitrisi dan menentukan individu mana yang

sangat membutuhkan bantuan gizi (Suhardjo, 2006).

Status gizi adalah keadaan individu atau kelompok yang ditentukan

oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi lain yang diperoleh dari

6
pangan dan makanan yang dapat fisinya yang diukur secara antropometrik.

Untuk memperkirakan status gizi seseorang, sekelompok orang atau suatu

masyarakat maka perlu dilaksanakan pengukuran untuk menilai tingkatan

gizi (Almatsir Sunita, 2004).

2. Tanda Dan Gejala Kurang Gizi

Masyarakat mengenal kurang gizi sebagai busung lapar, meskipun

dalam kesehatan dibedakan dalam kwashiorkor, maramus, kwashiorkor-

marasmus atau hanya kurang gizi. Namun apapun istilahnya hal yang penting

adalah penanganan yang optimal. Masalah gizi terjadi karena syarat

pemberian makanan tidak terpenuhi, baik kurang maupun lebih daripada yang

dibutuhkan untuk umur, jenis kelamin dan kondisi-kondisi tertentu seperti

bahayanya aktivitas, suhu lingkungan, maka akan terjadi keadaan malnutrisi.

Penyimpangan yang sangat dari pada diet yang adekuat dalam waktu yang

lama akan menimbulkan keadaan kekurangan yang lambat laun

memperlihatkan gejala-gejala klinisnya (Akhmadi. 2009).

Gejala klinis kurang gizi pada anak terbagi menjadi tiga.

a. Kurang Energi Protein Ringan. Pada tahap ini, belum ada tanda-tanda

khusus yang dapat dilihat dengan jelas. Hanya saja, berat badan si anak

hanya mencapai 80 persen dari beret badan normal.

b. Kurang Energi Protein Sedang. Pada tahap ini, berat badan si anak hanya

mencapai 70 persen dari berat badan normal. Selain itu, ada tanda yang

bisa dilihat dengan jelas adalah kemerahan.

7
c. Kurang Energi Protei Berat. Pada bagian ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu

kurang sekali, biasa disebut marasmus. Tanda padam amarasmus ini adalah

berat badan si anak hanya mencapai 60 persen atau kurang dari berat badan

normal. Selain marasmus, ada lagi yang disebut sebagi Kwashiorkor. Pada

kwashiorkor selain berat badan, ada beberapa tanda lainnya yang bisa

secara langsung terlihat. Antara lain adalah kaki mengalami

pembengkakan, rambut warna merah dan mudah dicabut, kemudian karena

kekurangan vitamin A, mata menjadi rabun, kornea mengalami kekeringan,

dan terkadang menjadi borok pada kornea, sehingga mata bisa pecah

(Akhmadi, 2009).

3. Pembagian Status Gizi

Beberapa faktor yang turut mempengaruhi status gizi yaitu aspek

pendapatan, produksi pangan, daya beli, pendidikan, perilaku manusia,

lingkungan, pengetahuan, kesehatan, dan sebagainya. Faktor-faktor ini akan

saling berinteraksi satu sama lain sehingga berimplikasi pada status gizi

seseorang. Status gizi seimbang amat penting terutama bagi pertumbuhan,

perkembangan kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Menurut Krisno Agus (2005) status gizi dibagi menjadi 3 kelompok

yaitu sebagai berikut :

a. Kecukupan gizi (gizi seimbang)

Dalam hal ini asupan gizi, simbang dengan kebutuhan gizi seseorang

yang bersangkutan.

8
Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh tingkat komsumsi, proporsi

tubuh dan banyaknya aktifitas.

Gambar 1. Anak dengan Gizi Seimbang

b. Gizi kurang

Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul

karena tidak cukup makan dengan demikian komsumsi energi dan protein

kurang selama jangka waktu tertentu. Di negara sedang berkembang

komsumsi makanan yang tidak menyertakan pangan cukup energi,

biasanya juga kurang dalam satu atau lebih zat gizi esensial lainnya. Berat

badan yang menurun adalah tanda itama dari gizi kurang .

Gambar 2. Anak dengan Gizi Kurang

c. Gizi lebih

Keadaan patologis (tidak sehat) yang disebabkan kebanyakan makanan.

Mengkomsumsi energi yang lebih banyak yang diperlukan tubuh dalam

9
dalam jangka waktu yang panjang dikenal sebagai gizi lebih

(kegemukan). Obesitas merupakan tanda utama yang biasa dapat dilihat

dari keadaan status gizi lebih.

Gambar 3. Anak dengan Gizi Lebih

4. Penilaian status gizi

Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh sebagai akibat

berkomsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dan merupakan

ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu

(Almatsier Sunita, 2004). Untuk menilai status gizi masyarakat maka

digunakan indikator yang paling baik yaitu status gizi anak.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menilai status gizi yaitu ( I

Dewa Nyoman dkk, 2005) yaitu :

a. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat

gizi.

10
Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelual

tissue) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ

yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

b. Pemeriksaan Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesisme

yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urin,

tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

c. Pemeriksaan Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan

d. Pemerikasaan Antropometri

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak

seimbangan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini dilihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan

jumlah air dalam tubuh (I Dewa Nyoman, 2005).

Adapun beberapa jenis antropometrik (I Dewa Nyoman, 2005) yang

sering dipakai adalah indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB):

11
1) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu prameter yang memberikan gambaran

masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya

nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikomsumsi.

Berat badan adalah prameter antropometri yang sangat labil. Dalam

keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan

antara komsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan

abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu

dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan

menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status

gizi.

2) Indeks tinggi badan menurut umur ( TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi pada tumbuhan

seiring pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seoerti

berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi

dalam waktu pendek. Pengaruh defesiensi zat gizi terhadap tinggi

badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

12
Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini

menggambarkan status gizi masa lalu. Keuntungan penggunaan indeks

ininadalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, dan ukuran

panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawah. Namun

kelemahannya adalah tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak

mungkin turun dan ketepatan umur sulit didapat.

3) Indeks berat badan menurut tinggi badan(BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jennif pada

tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi

status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk

menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah

merupakan indeks yang idependen terhadap umur.

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku

yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang

digunakan di Indonesia adalah World Healt Organization National

Center Statistic (WHO-NCHS).

13
Tabel 1. Interpensi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri
(BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antripometri WHO-NCHS)

No. Indeks yang Digunakan Interpretasi


BB/U TB/U BB/TB
1. Rendah Rendah Normal Normal, dulu
Rendah Tinggi Rendah kurang gizi
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
+
Sekarang kurang +

2. Normal Normal Normal Normal


Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih,
dulu kurang

3. Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal


Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih,
belum obesitas

Sumber : World Health Organization –National Centre for Health


Statistic
Untuk meneliti dan memantau pertumbuhan, WHO dan Waterlow

merekomendasikan penggunaan Standart Deviasi (SD) unit atau disebut

juga Z-skor.

Z-skor = Nilai Individu Subjek-Nilai Median Baku Rujukan

Nilai Simpangan Baku rujukan

Berdasarkan dari hasil pakar gizi tahun 2000, maka ambang batas

menggunakan standart deviasi adalah sebagi berikut:

1) Untuk BB/U

a) Gizi Kurang : Bila Z - Sor terletak antara < - 2 SD

b) Gizi Baik : Bila Z - Skor terletak antara -2 s/d +2 SD

14
c) Gizi Lebih : Bila Z - Skor terletak antara > +2 SD

2) TB/U

a) Pendek : Bila Z- Skor terletak antara < -2SD

b) Normal : Bila Z- Skor terletak anatara -2 s/d +2 SD

c) Tinggi : Bila Z- Skor terletak antara > + 2 SD

3. BB/TB

a) Kurus : Bila Z- Skor terletak antara < -2 SD

b) Normal : Bila Z- Skor terletak antara -2 s/d + 2 SD

c) Gemuk : Bila Z- Skor terletak antara > +2 SD

B. Tinjauan Tentang Anak Usia 1-3 Tahun (Toddler)

Toddler adalah anak dengan usia 1-3 tahun sehingga bagi usia di bawah

satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh

semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu

tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang

dikatakan toddler. Anak usia 1-3 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau

selepas menyusu sampai dengan usia pra-sekolah (Uripi, 2004).

Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya,

faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara

pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Anak usia 1-3 tahun

merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang

disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-

sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut

15
yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya

dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena

itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. Masa

toddler merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi

pada masa ini anak toddler merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

disebabkan pada masa ini anak cenderung susah untuk makan dan hanya suka

pada jajanan yang kandungan zat gizinya tidak baik (Hardinsyah, 2007).

Pada masa toddler juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sehingga

anak mudah sakit dan terjadi kekurangan gizi. Karena pada masa ini

pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan

anak selanjutnya. Pada masa toddler ini perkembangan kemampuan berbahasa,

kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat

dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan modal serta

dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Sehingga setiap

penyimpangan sekecil apapun apabila tidak ditangani dengan baik akan

mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari (Rima, 2010).

Tabel 2. Jenis Makanan Sesuai Usia Anak

Umur Bayi Jenis Makanan Jumlah Pemberian


(kali Sehari)
0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari
6-7 bulan ASI, bubur lunak/sari buah, 1-2 kali sehari
Bubur : bubur Havernout/bubur
tepung beras merah
7-9 bulan ASI, Buah-buahan, Bubur / roti, 3 kali sehari

16
Daging / kacang-kacangan/
ayam/ikan, Beras merah/
kentang/labu/jagung, Kacang
tanah, Minyak / santan/ advokat,
sari buah tanpa gula

12 bulan atau lebih ASI, Makanan pada umumnya, 4-6 kali sehari
termasuk telur dengan
kuningnya, Jeruk

Sumber : Dalam Rima 2010

C. Tinjauan Umum Tentang Faktor-faktor Mempengaruhi Status Gizi Anak

Usia 1-3 Tahun (Todler)

1. Pendidikan

Dalam buku ensiklopedi pendidikan di kutip dari Notoatmodjo

(2003), mengatakan bahwa pendidikan secara umum dapat diartikan

sebagai semua perbaikan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan

pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta keterampilannya kepada

generasi mudah sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi

hidupnya baik jasmani maupun rohani.

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Dari batasan di atas tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : input, proses dan

output. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan

pendidikan dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo. 2003).

17
Pendidikan (Notoatmodjo, 2003) menurut jenisnya terbagi atas:

a. Pendidikan formal yaitu pendidikan yang memakai atau menggunakan

kurikulum

b. Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang tidak memerlukan

kurikulum, hanya melalui kursus.

c. Pendidikan informal yaitu pendidikan yang terjadi di tengah-tengah

keluarga dan masyarakat

Dari defenisi diatas dapat dirumuskan bahwa, secara konsep,

pendidikan kesehatan adalah upaya mempengaruhi atau mengajak orang

lain, baik individu, kelompok atau masyarakat agar melaksanakan perilaku

hidup sehat. Sedangkan secara operasional pendidikan kesehatan

adalahsema kegiatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan,

sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri.

Sebagai salah satu bagian penting dari program pembangunan,

sektor pendidikan merupakan faktor penentu pertumbuhan sosial ekonomi

suatu negara atau daerah. Telah ditemukan secara konsisten dari berbagai

penelitian disejulah negara bahwa pendidikan memiliki dampak myang

besar terhadap peningkatan deraja kesehatan (Rini Sekartini, 2008).

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan status gizi anak

adalah tingkat pendidikan orang tua. Hal ini terkait dengan peningkatan

prevalensi gangguan gizi akibat ketidaltahuan orang tua mengenai status

18
gizi akibat rendahnya tingkat pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa makin

tinggi tingkat pendidikan orang tua diharapkan dapat meningkatkan daya

pikir dan dapat memberikan kemampuan baginya untuk menilai apakah

suatu masalah dapat diterimah atau tidak dengan demikian pendidikan orang

tua akan mempengaruhi respon terhadap status gizi anak (Notoatmodjo,

2003).

2. Pengetahuan Orangtua

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu pengindraan

terjadi melalui panca indera seseorang yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagai besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan informasi dan sangat diperlukan di berbagai

hal yang digunakan untuk memahami pengalaman, yang bisa didapatkan

dengan mencari informasi dari pakar dibidangnya (Potter dan Perry, 2005).

Lebih lanjut Notoatmodjo mengimformasikan bahwa pengetahuan

yang tercakup dalam domain kongnitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu:

a. Tahu (know)

Pada tingkat seseorang hanya mampu mengingat sesuatu dalam garis

besarnya.

19
b. Memahami (Comprehencion)

Pada tingkat ini seseorang telah mengetahui secara pokok pengertian

sesuatu yang dipelajari serta mampu untuk merubah bentuk dan

mengintegrasikan bahan.

c. Aplikasi (Aplication)

Pada tingkat ini seseorang telah mampu menggunakan sesuatu yang

diperoleh untuk situasi yang baru

d. Analisis (Analysis)

Pada target ini seseorang telah mampu menganalisis hubungan antara

yang satu dengan yang lainnya dalam suatu organisasi lainnya

e. Sintesis (Syntesis)

Merupakan suatu proses membentuk kembali struktur baru yang

ditemukan sebelumnya

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan dengan

justifikasi terhadap suatu materi atau objek yang didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui

20
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut

diatas.

Pengetahuan gizi ini sangat diperlukan untuk ibu terutama ibu yang

mempunyai anak atau untuk pengasuh anak. Karena kebutuhan dan

kecukupan gizi anak tergantung dari komsumsi makanan yang diberikan

oleh ibu atau pengasuh anak.

Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya.

Anak-anak dari ibu mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan

mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, karena

berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa

pendidikan berpengaruh positif terhadap asupan protein pada anak-anak

prasekolah, terutama anak yang berusia mudah (tahun pertama

kehidupannya). Tingkat pendidikan ibu berpengarauh terhadap tingkat

pengertianya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, serta kesadaranya

terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya (Sjahmien Moehji, 2003).

Tingkat pengetahuan gizi pada ibu sebagai pengelola rumah tangga

akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang di konsumsinya.

Adapin tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah

sebagai berikut (Sjahmien Moehji, 2003) :

a. Ketidakatahuan akan hubungan makanan dan kesehatan

Dalam kehidupan sehari-hari terlihat keluarga yang berpenghasilan

cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Keadan ini

21
menunjkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan

tubuh merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga,

khususnya gizi anak toddler.

b. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu

Banyak makanan yang sesunguhnya bernilai gizi tetapi tidak digunakan

atau hanya digunakan terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik

terhadap bahan makana itu. Penggunaan makan itu dianggap

menurunkan harkat keluarga. Jenis genjer, daun turi bahkan ubi kayu dan

kangkung kaya akan zat besi dan vitamin A serta protein, dibeberapa

lapisan masyarakat masih dianggap sebagai makan yang menurunkan

harkat keluarga.

c. Kebiasaan atau pantangan makanan yang mencurigakan

Sehubungan dengan pangan ada beberapa jenis makanan yang dipandang

tidak pantas dimakan, dijumpai banyak poal pantangan, takhyul dan

larangan beberapa kebudayaan dan daerah yang berlainan. Bila pola

pantangan berlaku pada selutruh penduduk sepanjang hidupnya, dapat

mengalami kekurangan gizi. Namun terkadang pantangan tersebut hanya

berlaku pada sekelompok masyarakat tertentu sealama satu tahap dalam

silkus kehidupan dan kemunkinan besar telah ditemukan sumber pangan

lain sebagai penggantinya.

22
d. Kesukaan pada jenis pangan tertentu

Anak usia batita dan balita bergantung pada makanan pemberian

makanan yang diberikan oleh orangtuanya. Dimana makanan yang

disukai oleh orangtuanya akan diberikan pada anak. Dari kebiasaan inilah

akan menyebakan kesukaan terhadap makanan. Kesukaan pada salah satu

jenis makanan (fadisme makanan) akan menyebabkan makan kurang

bervariasi yang berakibat tubuh tidak memperoeh semua zat gizi.

3. Pendapatan Orangtua

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas

dan kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu

membawa perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut

menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut.

Orang miskin membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut

untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi

pendapatan semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut

dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur, dan berbagai jenis bahan

pangan lain (Tiafitria, 2012).

Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang

menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut

menentukan status gizi keluarga tersebut. Banyak faktor sosial ekonomi

yang sukar untuk dinilai secara kuantitatif, khususnya pendapatan dan

kepemilikan (barang berharga, tanah, ternak) karena masyarakat enggan

23
untuk membicarakannya kepada orang yang tidak dikenal, termasuk

ketakutan akan pajak dan perampokan. Tingkat pedidikan termasuk dalam

faktor sosial ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan dengan status

gizi yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat

meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk

mencukupi kebutuhan gizi keluarga. Kurangnya pemberdayaan keluarga dan

pemanfatan sumber daya masyarakat mempengaruhi faktor sosial ekonomi

keluarga, termasuk kurangnya pemberdayaan wanita dan tingkat pendidikan

dan pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anaknya juga

termasuk faktor sosial ekonomi yang akan mempengaruhi status gizi

keluarga (Tiafitria, 2012).

4. Pola Asuh

Pola pengasuhan dan perawatan anak sangat bergantung pada nilai-nilai

yang dimiliki keluarga. Pada budaya timur seperti Indonesia, peran

pengasuahan atau perawatan lebih banyak dipegang oleh istri atau ibu

meslipun mendidik anak merupakan tanggungjawab bersama. Peran dapat

dipelajari dariproses sosialisai selama tahapan perkembangan anak yang

dijalankan melalui interaksi antara anggota keluarga. Peran yang dipelajari

akan menjadi panutan melalui penghargaan baik dengan kasih sayang

diberikan, perhatian dan persahabatan. Orangtaua harus mempunyai rasa

percaya diri yang besar dalam menjalankan peran pengasuhan ini, terutama

dalam pemenuhan kebutuhan makanan dan pemeliharaan kebersihan

24
peroranagan. Untuk dapat menjalankan peran ini ada beberapa faktor turut

mempengaruhi yakni usia orangtua, ketrlibatan ayah, pendidikan orangtua,

pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak, stress orangtua dan

hubungan kedua orangtua (Yupi Supartini, 2004).

Zeitlin (Dalam Ahmad, 2004) mencatat bahwa oerilaku spesifik dari

perawatan anak meliputi pemberian ASI, menjadikan anak merasa aman,

melindungi anak, memakaikan pakaian, memberi makan, memandikan,

membiasaakan memnggunakan toilet, mencegah dan merawat saat sakit,

berinteraksi dan bermain bersama serta menyeiakan lingkungan yang aman

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

5. Pola Makan Anak

Pembentuakan pola makan anak yang benar, merupakan hal yang

sangat penting dan harus di perhatiakn sebab anak membutuhkan nutrisi

yang tepat bagi pertumbuhanya. Pola makan anak seringkali membuat

orangtua pusing. Sudah menjadi tabiat anak memilih-milih makanan. Tugas

orangtua adalah mengatur menu amkan anak agar mendapatkan giziyang

seimbang. Nak yang memilih makanan sering kekuranag vitamin dan

mineral seperti kalsium, zat besi, asam folat dan vitamin B6. Porsi yang

diberikan untuk makan sebaiknya porsi kecil dengan frekuensi yang lebih

sering. Porsi kecil secara bertahap dapat membangkitkan selera makan anak

(Tinuk, 2004).

25
Pada umumnya anak lebih banyak mengkonsumsi jajanan yang

biasanya kurang mendapatkan perhatian dari orangtua. Dimana berbagai

jajanan tersebut kurang beragam kandungan gizinya misalnya es lilin,

cemilan, somai,jelly permen yang terkadang tidak memiliki izin dari dinas

kesehatan serta mengandung bahan pewarna dan engawet yang berbahaya

(Hidayat dkk, 2007).

Menurut Moehji (2003), kebiasaan jajan memiliki beberapa

kelemahan antara lain sebagai berikut :

a. Jajanan tersubut biasanya banyak mengandung hidrat arang sehingga

kandungan gizinya kurang beragam.

b. Dengan terlalu sering jajan, maka anak akan kenyang sehingga tidak

mau makan nasi atau jumlah yang dihabiskan sedikit sekali.

c. Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan yang dapat menjadi

sumber penyakit diare ataupun tipoid.

d. Dari segi pendidikan, kebiasaan jajan ini dianggap sebagai didiksn yang

kurang baik apalagi jika anak hanya diberikan uang dan bebas

berbelanja cenderung anak akan terbiasa boros.

6. Sosio-Budaya Dan Religi

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk

dikonsumsi. Aspek sosio-budaya pangan adalah fungsi pangan dalam

masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama,

26
adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan juga

menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu

makanan (tabu), walaupun tidak semua tabu rasional bahkan banyak jenis

tabu yang tidak masuk akal. Oleh karena itu, kebudayaan mempengaruhi

seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis

pangan, pengolahan serta persiapan dan penyajiannya (Mudanijah dalam

Khomsan et al., 2004).

Suatu pantangan yang berdasarkan agama (Islam) disebut haram

hukumnya dan individu yang melanggar pantangan tersebut berdosa. Hal ini

disebabkan makanan dan minuman yang dipantangkan mengganggu

kesehatan dan jasmani atau rohani bagi pemakannya atau peminumnya.

Sementara, pantangan atau larangan yang berdasarkan kepercayaan

umumnya mengandung perlambang atau nasihat-nasihat yang dianggap baik

dan tidak baik yang lambat-laun menjadi kebiasaan (adat), terlebih dalam

suatu masyarakat yang masih sederhana. Tiga kelompok masyarakat yang

biasanya mempunyai pantangan makan yaitu anak kecil, ibu hamil dan ibu

menyusui (Mudanijah dalam Khomsan et al., 2004).

Pangan yang menjadi pantangan (tabu) bagi anak kecil adalah ikan,

terutama ikan asin karena dapat menyebabkan cacingan, sakit mata atau

sakit kulit. Kacang-kacangan juga tidak diberikan pada anak-anak karena

khawatir perut anak akan kembung (Khomsan et al dalam Mudanijah,

2004). Bayi diberikan minum hanya dengan air putih, memberikan makanan

27
padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak

memberikan pada anak makanan dari daging, telur dan santan) dapat

menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein

maupun kalori yang cukup (Soekirman, 2001 dalam Rasni, 2009).

D. Kerangka Konsep Dan Hipotesis

1. Kerangka Konsep

Anak yang termasuk dalam kategori gizi buruk dan kurang(mengalami

gangguan gizi), akan mengalami gangguan pertubuhan dan perkembangan

sehingga psikomotor, kognitif dan motorik sulit berkembang secara optimal.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Varabel Independent Variabel Dependent


Pendidikan Orangtua

Pengetahuan Orangtua

Pendapatan Orangtua

Pola Asuh STATUS


Pola Asuh GIZI

Pola makan

Sosio-Budaya dan
Religi

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

28
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

2. Hipotesis

a. Ada pengaruh antara pendidikan orangtua dengan status gizi anak usia 1-

3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Kecamatan Galesong

Selatan.

b. Ada pengaruh antara pengetahuan orangtua dengan status gizi anak usia

1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Kecamatan Galesong

Selatan.

c. Ada pengaruh antara pendapatan orangtua dengan status gizi anak usia 1-

3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Kecamatan Galesong

Selatan.

d. Ada pengaruh antara pola asuh dengan status gizi anak usia 1-3 tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Kecamatan Galesong Selatan.

29

Anda mungkin juga menyukai