SINDROM NEFROTIK
Disusun oleh:
12100118059
Pembimbing :
Endah Purnawati, dr., sp.A., M.Kes
Sindroma nefrotik adalah kelainan glomerular pada anak-anak yang paling umum
dengan kejadian tahunannya adalah 2-7 per 100.000. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang ditandai dengan proteinuria berat (≥300 mg/dL, protein urin dipstick 3+),
hipoalbuminemia (albumin serum <2,5 g/dl), hiperlipidemia (kolesterol serum> 200 mg/dl)
dan edema.
Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) dan SN
sekunder. SN primer adalah suatu penyakit yang terbatas hanya di dalam ginjal dan
etiologinya tidak diketahui, diduga ada hubungannya dengan genetik, imunologi, dan alergi.
SN primer ini berdasarkan histopatologinya dibagi menjadi nefropati lesi minimal, nefropati
membranosa, glumerulosklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano- proliferatif.
SN sekunder adalah suatu penyakit yang etiologinya berasal dari ekstrarenal, seperti penyakit
infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit metabolik, toksin, dan lain-lain.
Pengobatan SN semata-mata hanya mengurangi atau menghilangkan proteinuria,
memperbaiki hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyakit yang menyertainya,
seperti infeksi, trombosis, dan kerusakan ginjal pada gagal ginjal akut, dan sebagainya. Jika
tidak diterapi secara dini dan benar, SN dapat menyebabkan kerusakan glomeruli ginjal
sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal menfiltrasi darah. Hal ini dapat menyebabkan
gagal ginjal akut ataupun kronik. Umumnya terapi yang diberikan adalah diet tinggi protein
dan rendah garam, kortikosteroid, diuretik dan antibiotik. Dengan pemberian kortikosteroid
golongan glukokortikoid sebagian besar anak akan membaik, karena obat ini terbukti dapat
mengendalikan penyakit SN yang diduga penyebabnya diperantarai oleh mekanisme
imunologis. Pemberian diuretik dapat membantu ginjal dalam mengatur fungsi pengeluaran
garam dan air. Terapi antibiotik dapat mengurangi mortalitas akibat infeksi, tetapi tidak
berpengaruh terhadap kelainan ginjal.
SINDROMA NEFROTIK
1.1 Definisi
Merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria berat (≥300 mg/dL,
protein urin dipstick 3+), hipoalbuminemia (albumin serum <2,5 g/dl), hiperlipidemia
(kolesterol serum> 200 mg/dl) dan edema. Sindroma nefrotik adalah kelainan glomerular
pada anak-anak yang paling umum dengan kejadian tahunannya adalah 2-7 per 100.000.
Penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai sekunder, kongenital dan idiopatik. Nefrotik
Sindrom idiopatik menjadi tipe paling sering ditemukan pada anak-anak. NS bermanifestasi
sebagai penyakit primer pada sebagian besar sedangkan sisanya adalah penyakit sekunder.
Mayoritas anak-anak menunjukkan minimal change nephropathy (MCN) atau focal and
segmental glomerulosclerosis (FSGS) pada pemeriksaan histologis.
1.2 Etiologi
Penyebab utama umum sindrom nefrotik termasuk penyakit ginjal seperti minimal-
change nephropathy, membranous nephropathy, and focal glomerulosclerosis. Penyebab
sekunder termasuk penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, lupus erythematosus, dan
amiloidosis. Glomerulosklerosis fokal kongenital dan herediter dapat terjadi akibat mutasi
gen yang mengkode protein podosit, termasuk nefrin, podocin, atau protein saluran kation 6.
Sindrom nefrotik juga dapat terjadi akibat penyalahgunaan obat, seperti heroin. Mekanisme
nefropati membran diduga adalah sebagai berikut:
1.3 Epidemiologi
Insiden tahunan NS pada anak-anak di AS dan di Eropa telah diperkirakan 1-7 per
100.000 anak-anak, dengan prevalensi kumulatif 16 per 100.000 anak-anak. Insidensi di
indonesia, sindrom nefrotik (SN) diperkirakan 6 kasus/tahun setiap 100.000 anak usia <14
tahun. Sebagian besar SN pada anak (85%) memberikan respons terhadap pengobatan steroid
(SN sensitif steroid). SN sensitif steroid lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan
dengan anak perempuan (2:1). Pada umumnya SN sensitif steroif terjadi sebelum usia 8
tahun, terutama sebelum 6 tahun dengan puncak kejadian pada usia 4-5 tahun.
1.4 Klasifikasi
Sindrom nefrotik pada anak-anak dapat diklasifikasikan menurut 3 tiga kelompok, yaitu:
1. Sindrom nefrotik sekunder
Sindrom nefrotik sekunder didefinisikan sebagai sindrom nefrotik yang terkait dengan
penyakit-penyakit yang jelas yang bersifat inflamasi (misalnya, lupus nefritis,
glomerulonefritis postinfectious akut, nefropati IgA, Henoch-Schonlein purpura, dll.) Atau
tidak (misalnya, sindrom Alport, sklerosis fokal) karena berkurangnya massa nefronik akibat
jaringan parut ginjal, dll)
2. Glomerulosklerosis Fokal
Glomerulosklerosis fokal adalah penyebab paling umum kedua sindrom nefrotik pada
anak-anak dan peningkatan penyebab sindrom nefrotik pada orang dewasa. Beberapa
menganggap ini berada dalam spektrum penyakit yang sama dengan nefropati perubahan
minimal. Diagnosis didasarkan pada temuan mikroskop cahaya dari hyalinosis segmental dan
sklerosis yang terkait dengan pengurangan proses kaki pada mikroskop elektron.
Glomerulosklerosis fokal sering idiopatik tetapi dapat dikaitkan dengan infeksi virus
humanodefisiensi dan penggunaan heroin. Ada banyak perdebatan tentang faktor
permeabilitas yang beredar sebagai agen penyebab, tetapi identitas sebenarnya tetap sulit
dipahami. Bentuk sekunder glomerulosklerosis fokal tanpa perubahan difus dalam proses
kaki dapat terjadi pada pasien dengan ginjal soliter, sindrom hiperfiltrasi, dan refluks
nefropati. Ada laporan varian keluarga (karena mutasi nephrin dan podocin). Respon bentuk
idiopatik glomerulosklerosis fokal terhadap terapi adalah suboptimal. Terapi kortikosteroid
yang berkepanjangan menghasilkan remisi pada sekitar 40% pasien. Selama periode 10
tahun, sekitar 50% pasien akan menderita penyakit ginjal kronis. Glomerulosklerosis fokal
idiopatik memiliki tingkat kekambuhan 25% setelah transplantasi. Dengan riwayat
kekambuhan pada transplantasi sebelumnya yang gagal, risiko kekambuhan pada
transplantasi kedua meningkat secara substansial.
3. Membranous Neuropathy
Pemeriksaan biopsi dengan mikroskop cahaya menunjukkan penebalan sel
glomerulus tetapi tidak ada proliferasi seluler. Dengan mikroskop elektron, endapan kental
yang tidak teratur muncul di antara membran basal dan sel-sel epitel, dan material membran
basal baru menjorok dari GBM sebagai paku atau kubah. Studi imunofluoresensi
menunjukkan deposit granular Ig yang difus (terutama IgG) dan komplemen (komponen C3).
Saat membran menebal, glomeruli menjadi sclerosed dan dihalinasi.
Patogenesis dari sebagian besar kasus nefropathy membran pada manusia tidak jelas.
Beberapa mekanisme telah disarankan. Mereka termasuk perangkap kompleks imun yang
bersirkulasi atau pengikatan antibodi terhadap antigen glomerulus yang tersebar (baik sudah
ada atau "ditanam" setelah antigen non-sumber bersarang di glomerulus).
Ada banyak kontroversi mengenai efektivitas terapi dengan steroid atau agen imunosupresif.
Terapi harus paling sering digunakan pada pasien risiko tinggi gagal ginjal progresif dengan
kriteria sebagai berikut: proteinuria> 5 g / d, hipertensi, dan peningkatan kreatinin serum.
Protokol awal terdiri dari penggunaan prednison / metilprednisolon dan klorambukil, tetapi
uji coba head-to-head menunjukkan hasil yang sama dengan siklofosfamid, yang lebih
disukai mengingat banyak efek samping dengan klorambucil.
1.5 Patogenesis
2. Klorambusil
Efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid dalam menginduksi remisi pada
penderita ketergantungan steroid dan kambuh sering. Dosis yang umumnya
digunakana0,2 mg/kgB/hari/ selama 8-12 minggu
3. Levamisol
Sebenarnya merupakan obat antihelmintik. Obat ini juga memengaruhi fungsi sel T sperti
imunosupresan lainya, tetapai sifatanya memberiksan stimulasi terhadap sel T dosis
levamisol 2,5 mg/kgBB diberikan selang sehati selama 4-12 bulan.
4. Siklosporin
Pemberian siklosporin dilakukan sesudah remisi dicapai dengan steroid. Umumnya terapi ini
digunakan bila siklofosfamid kurang efektif juga. Dosis awal yang digunakan yaitu
5mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaanya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena memberikan efek
nefrotoksisk. Siklosporin dapat meyebabkan kelainan histologis bahkan pada penderita yang
ginjalnya normal sekalipun. Efek samping lain yang sering ditemukanyaitu hipertrikosis,
hioerplasia gusti, gejala GI dan hipertensi.
1.10 Komplikasi
1.11 Prognosis